Anda di halaman 1dari 2

Hermeneutika Vicky

Oleh Zen RS Newsroom Blog – Rab, 11 Sep 2013

Saya ingin men-titel-i esai ini dengan headline semacam Transpolitika Dinamika Politik di Dalam era
Virtualitas atau Multiplisitas dan Diferensi Redefinisi Desain, Teknologi, dan Humanitas. Sayang, titel-
titel itu sudah kebacut jadi trademark-nya expert di bidang post-semiotika dan post-realitas Bapak
Yasraf Amir Piliang.

Sempat terpikir juga untuk mengutilisasi bunyi banner-banner di kantor government our beloved
country sebagai inspirasi untuk titel tulisan ini. Sangat inspiratif banner yang berbunyi, misalnya
Dirgahayu Departemen Koperasi! Kita Tingkatkan Spirit Enterpreneurship Menuju Etos Kemandirian
yang Partisipatif dan Dedikatif.

Tapi saya agak headbang kalau mengingat judul-judul skripsi dan research sekarang juga hampir-hampir
duplikatif dengan banner-banner itu. Sangat rutinitas judul skripsi seperti Sex Education, Suatu Kajian
Teologis Aspek-aspek Kualitatif dan Psiko-Religius dalam Aktivitas Sehari-hari Pesantren. Merupakan
elemen-elemen yang rutin juga jika kita menemukan judul penelitian Implementasi Product
Diversification dan Advertising Guna Meningkatkan Volume Produksi dan Penjualan di Perusahaan
'Genteng Keras Luar Dalam'.

Di masa kontemporer seperti kekinian, akan sulit menemukan skripsi diberi titel seperti Di Bawah
Lentera Merah atau tesis berjudul Simpang Kiri dari Sebuah Jalan Pemberontakan PKI di Madiun
September 1948. Titel-titel metaforistis dan alegoristis itu semakin langka dalam atmosfir kekinian dunia
akademik kontemporer.

Menurut kalkulasi empirisme saya, fenomena ini yang memprovokasi mahasiswa-mahasiswa di sini
untuk membuat spanduk-spanduk Ospek seperti Selamat Datang Mahasiswa Baru Agen Social Change
yang Idealis dan Progresif.

Dunia teknologi dan informasi, terspesial medium internet, memang telah mengedukasi dan
mentransformasi teknik komunikasi dan metodologi menyampaikan kode-kode bahasa dalam disuksi
atau tweet-tweet. Diferensiasai antara dialogis di dunia riil dan di dunia online semakin menipis.
Tornado diksi-diksi internasional semakin mengintervensi cara-wicara.

Makin jarang yang mengutilisasi diksi atau frase “kesebelasan”, “poros halang”, “turun minum”,
“penjaga gawang”, “pemain inti” atau “gelandang bertahan”. Para gila bola dan analis dan para pandit
makin enjoy dengan diksi atau frase “club”, “defensive midfielder”, “sweeper”, “first half”, “goalkeeper”,
“stater”. Pemain yang berlari-lari jejingkrakan setelah mencetak gol pun kini disebut “selebrasi”, bukan
“perayaan”.

Tidak semua orang bisa go international seperti Agnes Monica, ya… walaupun jualan CD-nya masih di
Indomaret yang justru semakin penetratif dan ekspansif ke pelosok-pelosok desa yang masih fresh
karena udaranya belum polutif.

Karena tidak semua profil orang bisa go international seperti Agnes, setidaknya bisa mulai go internet-
sional di social media dengan menge-twit-kan HBD, WYATB, GWS, CMIIW, dan atau menge-twit-kan BRB
ASAP yang boleh jadi diartikan “asap akan segera kembali”.

Beberapa orang yang belum tune-in dengan frase-frase itu mesti men-tune-up-kan diri dengan
mengkalibrasi dirinya dengan bermacam urban dictionary. Di tengah tornado diksi dan frase internet-
sional macam itu, kadang memang orang yang tidak knowledge merasa malu untuk bertanya dan
berdialog dengan orang yang melontarkan diksi dan frase-frase ala internet-sional itu.

Dalam species tornado yang seperti ini, simptomisasi yang muncul bukanlah les-les Bahasa Inggris akan
semakin laku, tapi infotainment para selebritas, talkshow para poli-tikus atau seleb-tweet yang akan
makin digandrungi. Kita akan semakin men-cincha-i acara dan profil-profil dengan kualifikasi dan CV
yang sudah sangat berkualitas dalam kekinian kita yang kontemporer.

Bukan hanya “9 dari 10 Kata Dalam Bahasa Indonesia adalah Asing” seperti kata Re Mi Si La Do, tapi
lama-lama bisa jadi “9 dari 10 Orang Penutur Bahasa Indonesia Telah ter-Vicky”. Seorang munsyi, apalagi
di abad-21, boleh jadi akan muncul dengan stilistika dan akrobatika yang spekta.

Setidaknya, nama belakang Vicky adalah Prasetyo, bukan Bieber apalagi Vette. Alhamdulillah yah,
sesuatu….

Anda mungkin juga menyukai