Bandara merupakan salah satu infrastruktur transportasi yang wajib ada di setiap
negara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena setiap waktu akan terjadi
pergerakan lalu lintas pesawat yang datang dan pergi, yang mana dalam lalu lintas tersebut
akan terjadi aktivitas ekonomi, seperti data pesawat, data penumpang, data angkutan barang
atau cargo, pos dan bagasi penumpang. Aktivitas ekonomi itu terjadi dikarenakan terdapatnya
aktivitas pasar yang berupa bertemunya antara
pengguna jasa bandara (pembeli) dengan penyedia jasa bandara (penjual). Dapat
dibayangkan jika suatu negara atau wilayah tidak memiliki bandara dibutuhkan waktu
yang lama untuk dapat mengakses lokasi baik dalam negeri maupun luar negeri, hal tersebut
tentunya menjadi penghambat bagi kemajuan, dikarenakan tidak adanya kemudahan bagi
penumpang, barang (cargo) dan pos untuk dapat mengakses tempat tersebut karena karna
tidak adanya jasa pelayanan bandara.
2. Awalmulanya bandar udara di indo
Sejarah PT Angkasa Pura I (Persero) - atau dikenal juga dengan Angkasa Pura
Airports - sebagai pelopor pengusahaan kebandarudaraan secara komersial di
Indonesia dimulai sejak tahun 1962
Tanggal 15 November 1962 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962
tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran (Pelabuhan
Udara Kemayoran di Jakarta yang saat itu merupakan satu-satunya bandar udara yang
melayani penerbangan dari dan ke negeri selain penerbangan domestik).
terhitung sejak 20 Februari 1964 PN Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih
penuh aset dan operasional Pelabuhan Udara Kemayoran Jakarta dari Pemerintah RI.
Tanggal 20 Februari 1964 Itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi
perusahaan.
Pada tanggal 17 Mei 1965, berdasarkan PP Nomor 21 tahun 1965 tentang Perubahan
dan Tambahan PP Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura Kemayoran berubah
nama menjadi PN Angkasa Pura, dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan
mengelola bandar udara di wilayah Indonesia.
Setelah melalui masa transisi selama dua tahun, terhitung sejak 20 Februari 1964 PN
Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih penuh aset dan operasional
Pelabuhan Udara Kemayoran Jakarta dari Pemerintah RI. Tanggal 20 Februari 1964
Itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi perusahaan.
Pada tanggal 17 Mei 1965, berdasarkan PP Nomor 21 tahun 1965 tentang Perubahan
dan Tambahan PP Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura Kemayoran berubah
nama menjadi PN Angkasa Pura, dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan
mengelola bandar udara di wilayah Indonesia.
Secara bertahap, Pelabuhan Udara Ngurah Rai (Denpasar), Pelabuhan Udara Halim
Perdanakusumah (Jakarta), Pelabuhan Udara Polonia (Medan), Pelabuhan Udara
Juanda (Surabaya), Pelabuhan Udara Sepinggan (Balikpapan), dan Pelabuhan Udara
Hasanuddin (Ujungpandang) kemudian berada dalam pengelolaan PN Angkasa Pura.
Selanjutnya, berdasarkan PP Nomor 37 tahun 1974, status badan hukum perusahaan
diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum).
Dalam rangka pembagian wilayah pengelolaan bandar udara, berdasarkan PP Nomor
25 Tahun 1986 tanggal 19 Mei 1986, nama Perum Angkasa Pura diubah menjadi
Perusahaan Umum Angkasa Pura I. Hal ini sejalan dengan pembentukannya Perum
Angkasa Pura II yang sebelumnya bernama Perum Pelabuhan Udara Jakarta
Cengkareng, secara khusus untuk mengelola Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
Kemudian, berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 1992, bentuk Perum diubah menjadi
Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik
Indonesia sehingga namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero).
3. Kelas-kelas bandara menurut FAA
ICAO memberikan tanda kode A, B, C, D dan E dalam mengklasifikasi Bandar
Udara. Dasar dari pembagian kelas – kelas ini adalah berdasarkan panjang landas
pacunya saja, tidak berdasarkan fungsi dari bandar udara, dan panjang landasan itu
dasar ketinggian adalah sea level dan kondisi cuaca adalah standar atau 59°F Lihat
Tabel 3.1.dan Tabel 3.2. . Tabel 3.1. Pemberian Kode bagi Bandar Udara Oleh ICAO
CODE ELEMENT Code Number Aeoreplane Reference Field Length feet 1 2 3 4
800 800 – 1200 1200 – 1800 800 Sumber : Horonjeff, R., 1983 : 287 Tabel 3.2.
Pemberian Kode bagi Bandar Udara oleh ICAO CODE ELEMENT 2 Code Number
Lebar Sayap Jarak Terluar A B C D E 15 m 15 – 24 m 24 – 36 m 35 – 52 m 52 – 60
m 4, 5 m 4, 5 - 6 m 6 - 9 m 9 - 14 m 9 - 14 m Sumber : Horonjeff, R., 1983 : 287
Dalam perencanaan bandar udara menurut FAA dibagi menjadi 2 kelas yaitu Air
Carrier dan General Aviation. Kelas General Aviation dibagi sebagai berikut : 1.
Bandar udara utilitas utility airport, 2. Basic utility stage i, 3. Basic utility stage ii, 4.
General utility, 5. Basic transport, dan 6. General transport. 1. Bandar udara utilitas
utility airport Bandar udara utilitas adalah bandar udara yang melayani pesawat
dengan berat 12.500 lbs, tidak termasuk pesawat jet. Bandar Udara Printis 2. Basic
utility stage I Basic utility stage I adalah bandar udara yang melayani 75 pesawat -
pesawat kecil dengan berat 3.000 lbs. 3. Basic utility stage II Basic utility stage II
adalah bandar udara yang mampu melayani 95 pesawat propeller dengan berat lebih
kecil dari 12.000 lbs. melayani pesawat dengan berat 8.000 lbs . 4. General utility
General utility adalah bandar udara yang melayani pesawat propeller 12.000 lbs. 5.
Basic transport Basic transport adalah bandar udara yang melayani pesawat propeller
atau pesawat turbin dengan gross wight sampai 60.000 lbs. 6. General transport
General transport adalah bandar udara yang melayani pesawat – pesawat transport
digunakan untuk general aviation dengan berat kotor 175.000 lbs dan lebih besar.
Klasifikasi Kelompok Rancangan Pesawat untuk Perencanaan Geometrik Bandar
Udara menurut FAA Kelompok Rancangan Pesawat Bentang Sayap Feet Pesawat
Terbang Tipikal I II III IV V VI Kurang dari 49 49 tapi kurang dari 79 79 tapi kurang
dari 118 118 tapi kurang dari 171 171 tapi kurang dari 197 197 tapi kurang dari 262
Learjet 24, Rockwell Sabre 75 A Gulftream II, Rockwell saber 80 B-727, B-737,
BAC-1-11, B-757 B-767, Concorde, L-1011, DC-9 A-300, A-310, B-707, DC-8, DC-
10 B-747 Belum ada Sumber : Horonjeff, R., 1983 : 290 Tabel 3.4. Klasifikasi
Katagori Pendekatan Pesawat ke Landasan Menurut FAA Katagori Pendekatan
Kecepatan Mendekati Landasan Knot A B C D E Kurang dari 91 91 – 120 121 – 140
141 – 165 166 atau lebih besar Sumber : Horonjeff, R., 1983 : 289 Tabel 3.5. Ukuran
Pesawat yang Berhubungan dengan Taxiway Ukuran pesawat, kaki Kelompok
Rancangan Taxiway Pesawat Terbang I II III IV Bentang sayap Lebar antar roda
utama Jarak roda utama dan roda depan Sampai 120 Sampai 30 Sampai 60 B-727 –
100 Sampai 167 Sampai 41 Sampai 87 B-707 Sampai 200 Sampai 41 Sampai 87 B-
747 Sampai 240 Sampai 50 Sampai 140 Belum ada lanjutan Tabel 3.5 Type Pesawat
B-737 BAC-1-11 CV-580 DC-9 B-727-200 B-757 B-767 DC-10 L-1011 Sumber:
Horonjeff, R., 1983 : 289
BAB II
1. Faktor – factor yang Berpengaruh dalam Perencanaan Bandar Udara
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perencanaan bandar udara :
1. tingkat kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara di daerah pada suatu negara.
2. pengembangan wilayah / daerah dalam tinjauan aspek ekonomi dan kepentingan otonomi
regional
Pada jenis ini, tempat duduk penumpang biasanya hanya ada sekitar 60 hingga 100.
Tempat duduk tersebut dibagi menjadi dua bagian di setiap sisi gang tengah. Ukuran yang
kecil membuatnya menjadi pilihan ideal untuk maskapai penerbangan ekonomi.
Jet penumpang ukuran sedang ini memiliki bodi yang sempit. Meski begitu pesawat
ini masih mampu mengangkut lebih dari 350 penumpang. Pesawat ini tidak dapat menandingi
kapasitas 600 penumpang dari Boeing 747 dalam konfigurasi kelas tunggal. Boeing 737 baru-
baru ini memperluas jangkauannya sejauh 900 mil laut untuk mencapai 3.000 untuk
penerbangan lintas benua.
Boeing 747 merupakan jet komersial berbadan lebar pertama yang mendapatkan julukan
"Jumbo Jet". Airbus adalah satu-satunya saingan utama Boeing dalam penjualan Jumbo Jet.
Kelemahan utama Airbus adalah model A380 terus kehilangan popularitas di kalangan
maskapai akibat ukurannya yang besar.
4) Turboprop Penumpang
Turboprop penumpang dapat beroperasi dan lepas landas dari landasan pacu yang
lebih pendek. Ini membuka pintu untuk menerbangkan lebih banyak jenis penerbangan
pendek guna memenuhi permintaan pasar. Pesawat prop yang lebih besar, seperti Bombardier
Q400 dapat mengangkut hingga 80 penumpang.
5) Pesawat Kargo
Pesawat kargo mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding jenis lainnya. Hal ini
karena pesawat kargo adalah konversi dari subtype.
Jenis jet ini sangat ringan terlebih untuk perjalanan jarak pendek ke tujuan regional.
Biasanya mereka menawarkan tempat duduk hingga delapan penumpang. Keuntungan dari jet
ini yaitu dapat menyewa satu pilot untuk menerbangkannya, bukan seluruh awak pesawat.
Desain pertama, Cessna Citation Mustang, tidak diproduksi hingga November 2006.
Jet bisnis ringan adalah berat lepas landas maksimum adalah 20.000 lbs. Kebanyakan
jet bisnis ringan masih dapat mempertahankan kecepatan jelajah rata-rata sekitar 500 mph.
Beberapa jet bisnis ringan juga mampu melakukan penerbangan lintas benua sejauh 2.400 mil
laut atau lebih. Inilah yang membuatnya setara dengan jet komersial yang lebih besar namun
ideal untuk perjalanan pribadi.
Jet bisnis ukuran menengah menawarkan tempat duduk yang nyaman hingga 10
penumpang. Jet ini mampu terbang sekitar 500 mil per jam dengan kecepatan jelajah. Selain
itu juga menawarkan kemampuan untuk mendarat di landasan pacu yang lebih kecil. Jet ini
dapat melakukan penerbangan nonstop dalam jarak 2.000 hingga 3.000 mil laut.
Jet ini sering diubah menjadi liner mewah. Keuntungan dari jet bisnis berat yaitu
kemampuannya untuk melakukan pertemuan dan konferensi skala penuh. Mereka dapat
menampung 10 hingga 18 penumpang dan mampu terbang di ketinggian di atas cuaca untuk
kenyamanan dan keandalan maksimum. Jangkauan penerbangan tunggal melebihi 6.000 mil
selama rentang enam hingga delapan jam.
5) Jet Militer
Meskipun tidak legal untuk memiliki F 18 hornet yang bersenjata lengkap, jet militer
adalah salah satu pesawat berperforma terbaik di pasaran. Sebagian besar jet militer adalah jet
tempur supersonik yang digunakan untuk terlibat dengan kombatan musuh atau untuk
membom target strategis dalam misi rahasia.
2) Turboprop Kembar
Mesin jet turboprop dapat menukik dan naik ke atas tanpa terhenti. Pesawat ini
seringkali memiliki kapasitas angkut yang lebih besar daripada banyak jet ringan. Keuntungan
utama lainnya dari twin turboprop yaitu kemampuannya untuk mendarat di lapangan rumput
atau landasan pacu darurat lainnya. Kebanyakan pesawat turboprop ganda juga mampu
diterbangkan hanya dengan satu pilot.
Banyak mantan pilot Angkatan Udara merasa kehilangan sensasi manuver kecepatan
tinggi di jet tempur. Meski begitu mereka tidak mungkin mendapatkan jet tempur lagi. Pesawat
aerobatik ini bisa menjadi pengganti yang cocok. Pesawat ini cepat dan bisa melakukan aksi di
udara, seperti menyelam dan berguling. Karena ringan dan mudah bermanuver, mereka sering
terlibat dalam latihan koreografi.
3) Amfibi
Pesawat amfibi dirancang khusus untuk lepas landas serta mendarat di danau ataupun
laut air tawar. Sejumlah pesawat bahkan mampu dilengkapi dengan lunas yang diperkuat untuk
menangani pendaratan di medan yang tertutup salju atau es. Pesawat amfibi juga memiliki roda
yang dapat ditarik sehingga dapat mendarat di landasan pendaratan biasa. Kelemahannya yakni
membutuhkan perawatan yang lebih besar
4) Turboprops Militer
Boeing 747, dikenal juga sebagai Jumbo Jet, adalah pesawat penumpang berbadan
lebar terbesar kedua saat ini, setelah pesawat A380 beroperasi pada akhir Oktober 2007.
Pesawat empat mesin ini, diproduksi oleh Boeing Commercial Airplanes, menggunakan
konfigurasi dua dek di mana dek atas digunakan untuk kelas bisnis. Konfigurasi 3-kelas (kelas
pertama, kelas bisnis dan kelas ekonomi) mampu menampung 400 penumpang dan
konfigurasi 1-kelas (hanya kelas ekonomi saja) mampu menampung 600 penumpang.
B-737 0,78
B-727 0,86
Tipe Konfigurasi Landasan Pacu : (a) Landasan Pacu Tunggal, (b) Landasan Pacu
Paralel,
(c) Landasan Pacu Dua Jalur, (d) Landasan Pacu empat paralel (e) Landasan Pacu yang
Berpotongan, (f) Landasan Pacu Berpotongan, (g) Landasan Pacu Berpotongan, (h) Landasan
Pacu V-terbuka
Landasan Pacu Tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas landasan
pacu jenis ini dalam kondisi VFR berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam,
sedangkan dalam kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi,
tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi
yang tersedia. Contoh bandara dengan landasan pacu tunggal : Bandar Udara Internasional
Ngurah Rai, Bali
Landasan Pacu Paralel
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah landasan pacu dan jarak
diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang
kapasitasnya perjam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-
kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan
dalam kondisi IFR kapasitas perjam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50
sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi pesawat terbang. Untuk landasan pacu
sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisarantara 60 sampai 75
operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi perjam.
Contoh bandara dengan landasan pacu Paralel : Bandar Udara Internasional Taoyuan, Taiwan