Anda di halaman 1dari 8

Agnes Florince Destemyca Bella

1910412147
Demokrasi dan HAM

1. Dalam perkembangan studi tentang HAM muncul perdebatan terkait pemahaman nilai
HAM sebagai nilai universal dan sebagai nilai particular. Jelaskan terkait inti perdebatan
tersebut, serta berikan contoh kasus HAM yang pernah terjadi di Indoensia, yang
menggambarkan perdebatan tersebut. Jelakan masalahnya, aktornya, dll. (Semakin detil
dalam menjelaskan dan memberikan analisis terhadap contoh maka nilainya semakin
maksimal).

Jawaban :

Di Indonesia dalam urusan perburuhan masih mendapatkan intervensi politik yang kuat
dari pemerintah, hal itu bertentangan dengan nama baik hubungan industrial Pancasila
karena setiap gejolak perburuhan harus ditinjau kasus perkasus untuk menciptakan
hubungan industrial yang adil, disisi lain keterlibatan aparat keamanan urusan perpolitikan
perburuhan juga terstruktur terlembaga bukan semata mata oknum saja. Pengusaha atau
majikan menganggap buruh tidak memiliki hak untuk mengajukan pemogokan kerja dan
kenaikan upah karena tidak akan mengurangi daya saing produk ekspor, buruh pada posisi
ini menjadi posisi pekerja unggulan untuk produk komoditi ekspor. Maka dari itu
pemerintah menganggap pemogokan buruh hanya akan mengganggu jalanya kestabilan
ekonomi pada masa pemerintahan Soeharto dan hanya akan berakibat menjatuhakan
kekuasaan sah dengan menggunakan cara di luar undang- undang maka dari itu dimasa
pemerintahan Soeharto memberikan intervensi yang sangat kuat dengan bantuan campur
tangan militer dalam hal perburuhan agar tidak ada pemogokan buruh. Namun hal itulah
yang menyebabkan buruh muak dan mulai berani untuk memberontak dengan cara
pemogokan kerja seperti yang dilakukan oleh buruh di pabrik arloji PT CPS di porong
sidoarjo. PT CPS adalah perluasan dari perusahaan yang beroperasi di Kawasan industri
rungkut Surabaya dan mempunyai surat izin resmi dari BKPM No. 47/II/PMDN/1991. PT
CPS merupakan pabrik yang memproduksi arloji dan jam dinding. PT CPS
memperkerjakan 500 buruh dengan upah 1.700/hari dan menyalahi atau melanggar SK
Mennaker No 50/1992 yang menyebutkan besaran upah yang harus diberikan kepada buruh
adalah 2.250/ hari hal inilah yang melatarbelakangi aksi pemogokan oleh buruh PT CPS.
Peristiwa ini dimulai pada senin, 3 Mei 1993 saat buruh melakukan aksi mogok kerja secara
Bersama-sama dengan berjejer disepanjang jalan menuju pabrik untuk mengajak buruh lain
yang hendak masuk kerja untuk melakukan aksi mogok kerja. Kasus pembunuhan
marsinah aktifis wanita nganjuk pada tanggal 4 Mei 1993. Marsinah adalah seorang aktivis
dan buruh pabrik jaman pemerintahan orde baru , bekerja pada PT tersebut. Marsinah
berperan aktif melakukan negosiasi dengan pihak Majemen PT CPS Porong Sidoarjo
dengan dua belas point diantaranya kenaikan upah, tunjangan kesejahteraan, cuti haid, cuti
hamil, upah untuk pegawai lembur, Jaminan kesehatan buruh, THR, Uang transportasi,
uang makan. Setelah bernegosiasi dengan pihak management PT Para buruh mengadakan
audiensi guna mengadakan negosiasi dengan PT CPS yang mengalami kebuntuan. 3 mei
1993 sekitar 150 sampai 200 buruh menggelar aksi mogok kerja pada perusahaan PT CPS.
PT CPS justru melakukan PHK terhadap 12 Karyawan yang dianggap menjadi dalang aksi
mogok kerja,9 hal ini yang menyulut api amarah marsinah kemudian memberikan ancaman
melalui surat yang berisi ancaman karena PT CPS sudah melakukan produksi illegal. 9 mei
1993 marsinah ditemukan meninggal, Kejadian bermula saat kodim memanggil 10 orang
buruh yang melakukan aksi terhadap PT CPS, Marsinah yang mendengar hal itu kemudian
menyusul teman-teman buruhnya yang dipanggil ke kodim, Marsinah melihat teman-
teman buruhnya disiksa dikodim dan dipaksa untuk tidak bekerja lagi di PT CPS, Setelah
pulang dari kodim Marsinah melakukan pertemuan dengan rekan buruhnya untuk memberi
tahukan bahwa upah sudah dinaikan kemudian marsinah dan rekan-rekannya
membubarkan diri, namun 3 hari kemudian marsinah menghilang selama 3 hari tanpa
kabar, rekannya mengira marsinah Mudik ke rumahnya di nganjuk, setelah menghubungi
keluarganya di nganjuk tidak juga mendapatkan informasi keberadaan Marsinah, rekan-
rekanya sempat mengunjungi Kodim untuk menanyakan keberadaan marsinah dan tidak
juga membuahkan hasil, akhirnya pada 6 Mei 1993 , sehari setelah para buruh dipanggil
ke kodim , adalah libur nasional untuk memperingati hari raya waisak , dan pada tanggal 8
Mei 1993 , Marsinah sudah ditemukan tak bernyawa di sebuah gubuk pemantang sawah di
Desa jagong , Nhanjuk , dimana hasil visum et repertum menunjukan adanya luka robek
tak teratur sepanjang 3 cm dalam tubuh marsinah . Luka itu menjalar mulai dari dinding
kiri lubang kemaluan ( labium minira ) sampai ke dalam rongga Perut, di dalam perutnya
ditemukian serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan hancur. Dalam otopsi jenazah
Marsinah oleh Haryono dan Prof. Dr. Haroen Atmorono menyimpulkan bahwa marsinah
tewas akibat penganiayaan berat. Pembunuhan atas kasus buruh Marsinah tidak hanya
menjadi perhatian media dalam negeri, melainkan banyak disorot oleh media internasional.
Perhatian masyarakat internasional tersebut terjadi karena dianggap dalam kasus
pembunuhan Marsinah ini bukan hanya kasus HAM yang ringan saja. Citra buruk
Indonesia mengenai perburuhan yang telah melekat dikarenakan regulasi pemerintah kini
malah semakin mendapat kecaman akibat mutu kesejahteraan buruh yang belum dinilai
baik ditambah lagi dengan munculnya kasus pembunuhan Marsinah. Hingga pada akhirnya
dari beberapa organisasi buruh internasional terdapat satu organisasi yaitu Federasi Buruh
Amerika Serikat yang menuntut pemerintahannya agar mencoret negara Indonesia dari
daftar yeng memperoleh pelayanan bebas pajak komoditi. Dalam penyelesaian kasus
Marsinah ini dapat dilihat bahwa Mahkamah Agung lebih bertindak bijaksana jika
dibandingkan dengan hakim Pengadilan Negeri Surabaya dan Sidoarjo yang hanya
mengacu pada ada BAP yang dicurigai telah direkayasa aku mau nitip apa. Hakim
pengadilan negeri ini nampaknya kurang berhati-hati dalam mengambil keputusan
menyatakan para terdakwa bersalah dengan tanpa mendengarkan masukan dari pengacara
dan Komnas HAM. Selanjutnya, pada perkara pembunuhan Marsinah kita mengetahui
bahwa Mahkamah Agung telah memutus bebas para terdakwa yang ini membuktikan
bahwa Mahkamah Agung tidak berpegang pada berita acara pemeriksaan tetapi pada tetapi
pada jalannya sidang pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Makamah Agung telah
bertindak logis dengan dapat membuktikan mana yang salah mana yang salah dan mana
yang benar yang yang akhirnya membebaskan terdakwa. Dengan pembebasan ini ini
membuktikan bahwa BAP yang dibuat oleh aparat kepolisian yang diragukan
kebenarannya. Selain itu Mahkamah Agung bertindak etis yaitu itu tidak asal dalam
mengambil keputusan pembebasan para terdakwa tanpa dasar dan bertindak estetis pula
karena telah melakukan keputusan yang terbaik. Oleh karenanya BAP tidak digunakan
sebagai dasar bagi pengambilan keputusan oleh Mahkamah Agung dan akan semakin dapat
memperkuat anggapan bahwa telah terjadi rekayasa terhadap penyusunan BAP tersebut.
2. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dianggap sebagai instrument HAM
internasional yang pertama. Dimana dalam DUHAM telah diatur starndar minimum hak
yang bias dinikmati oleh semua manusia yang mencakup sekumpulan hak yang lengkap
baik itu hak sipil, politik, budaya, ekonomi, dan sosial tiap individu maupun beberapa hak
kolektif. Namun, meskipun DUHAM ini banyak disetujui oleh negara-negara di dunia,
tetapi pada praktiknya masih terjadi banyak pelanggaran HAM, bahkan tidak sedikit masuk
dalam kategori pelanggaran HAM berat. Berikan satu contoh kasus terjadinya pelanggaran
HAM berat yang terjadi setelah hadirnya DUHAM ini. Serta berikan analisis anda terkait
mengapa pelanggaran HAM berat dalam contoh kasus yang anda pilih tersebut bisa terjadi,
padahal sudah ada DUHAM serta instrument hokum internasional lainnya yang mengatur
terkait HAM?

Jawaban :

Peristiwa Trisakti merupakan satu kasus pelanggaran HAM yang paling terkenal di
Indonesia yaitu penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang terjadi pada tanggal 12
mei 1998. Penembakan Mahasiswa Trisakti sendiri memiliki erat kaitannya dengan aksi
demontrasi mahasisawa diberbagai wilayah Indonesia yang berpusat di Jakarta untuk
menuntut Presiden Soeharto untuk menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
sebagai Presiden . Aksi demontrasi mahasiswa ini sebenarnya cukup mirip dengan gerakan
people power di Negara Filipina dimana masyarakatnya bersatu membentuk sebuah
konsolidasi yang besar untuk menggalang kekuatan untuk menghentikan presiden dan
penyelesaian hukum pada kasus penembakan mahasiswa trisakti justru membuat citra
Indonesia tercoreng . bagaimana mungkin sebuah peristiwa pelanggaran HAM yang telah
sisahkan melalui deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB sebagai kejahatan internasional
memiliki sifat ketetapan hukum yang tidak jelas dan tidak diketahui pula pihak yang
bertanggung jawab. hal ini membuat di pertanyakan nya DUHAM sebagai instrumen
hukum yang mengatur HAM. menurut saya, walaupun sudah di atur sedemikian rupa
kelemahan dalam hukum pasti ada, aktor yang melaksanakan hukum pun menjadi faktor
utama dalam penegakkan HAM. dalam kasus ini, masyarakat menginginkan keadilan dan
demokrasi di Negara nya, tetapi di lain hal pembantaian terjadi. perlu di telaah kembali
siapa aktor utamanya dibalik pembantaian ini. maka dari itu, walaupun sudah ada DUHAM
tapi implementasinya tidak bisa di laksanakan dengan baik, pelanggaran HAM akan terus
terjadi dimanapun itu. Penyelesaian pelanggaran HAM berat sebagai suatu kejahatan yang
luar biasa (extra ordinary crimes) yang dilaksanakan oleh Pengadilan HAM terkendala baik
dari instrument hukum infrastruktur serta sumber daya manusianya yang bermuara kepada
ketidak pastian hukum. Hal ini berkaitan dengan hakekat dan pelanggaran HAM berat yang
sangat melekat pengaruh kekuatan politik. Pengadilan HAM mengalami kesulitan dalam
memeriksa dan memutus pelanggaran HAM, karena pemahaman Jaksa tidak maksimal un-
tuk mengonstruksikan unsur sistimatik di dalam dakwaannya, sementara kesulitan
pembuktian oleh Majelis Hakim, mendahulukan mendengar kesaksian korban mmjadi
sangat relevan dan penting Namun demikian, hal ini tidak dilakuktn oleh Hakim.

3. Dalam Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, Budaya (ICESCR)


dinyatakan bahwa tiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak,
hak mendapat pekerjaan, hak kesehatan dan hak-hak lainnya. Menurut anda faktor-faktor
apa saja dan bagaimana hak ekonomi (kebebasan ekonomi) tersebut dapat mewujudkan
pertumbuhan ekonomi atau kesejahteraan masyarakat? Jelaskan analisa anda secara
lengkap.

Jawaban :

Pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya
terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan
menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan
modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian
kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-
ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan
partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya
sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme,
disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan
dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi
kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan
rasional. Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro
(nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah
adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi. Dengan semakin
meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek,
pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan
industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, moderni-sasi diartikan sebagai proses trasformasi dan
perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri,
sosial, budaya, dan sebagainya. Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu
proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan
menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari
kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya
penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisional. strategi
pertumbuhan dengan distribusi , atau redistribusi dari pertumbuhan, pada hakekatnya
menganjurkan agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi
(memperbesar pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi
pembangunan tersebut. lni bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan
kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal
dan pengusaha ekonomi lemah. Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian
telah mencoba memasukkan semacam jaminan agar setiap kelompok sosial yang paling
lemah mendapat manfaat dari setiap program pembangunan.Pembangunan mandiritelah
muncul sebagai kunsep strategis dalam forum internasional sebelum kunsep Tata Ekonomi
Dunia Baru (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran kerja sama yang menarik dibanding
menarik diri dari percaturan global. Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya
mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-
sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang
paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi
maupun sosial. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara
maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi
dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi
pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural.

4. Berdasarkan berbagai kajian yang dilakukan sejumlah lembaga, ada korelasi Hak Asasi
Manusia dan konflik yang saling pengaruh satu sama lain. Intinya ketika terjadi pengabaian
Hak Asasi Manusia (HAM) dilakukan oleh suatu entitas ataupun negara akan memicu
konflik yang dapat mengakibatkan kerugian seperti korban jiwa, harta benda dan lainnya,
serta menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan. Berikan contoh suatu konflik
dan jelaskan analisa anda secara lengkap keterkaitan antara HAM dan penyelesaian konflik
tersebut?

Jawaban :

Masyarakat Moro-Moro adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan register 45


Mesuji, Lampung. Kelompok masyarakat tersebut kemudian dicap sebagai masyarakat
illegal karena tinggal di atas tanah milik PT Sylva Inhutani Lampung (PT SIL). Cap atau
label tersebut mejadikan masyarakat Moro-Moro terabaikan secara hak asasi manusia.
Mereka tidak memiliki KTP, akte kelahiran, tidak terlibat pemilu dan tidak dapat
mengakses hak-hak dasar lainnya. Kondisi demikian belum mendapat perhatian yang
cukup serius dari Negara.Pertama, Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama
sekaligus terakhir bagi masyarakat Moro-Moro (sebelum akhirnya di tahun 2014
masyarakat Moro-Moro kembali dilibatkan dalam pemilu). Di tahun 2004, masyarakat
Moro-Moro diberikan hak pilihnya walaupun tidak memiliki kelengkapan dokumen
administrasi. Setelah itu, selama 10 tahun, hak politik masyarakat Moro- Moro tidak
dijamin secara struktural.Padahal hak politik merupakan sarana masyarakat Moro- Moro
untuk mendapat perhatian negara. Secara sederhana, untuk mengukur peranan negara
dalam menjamin hak politik dapat ditinjau dari ketersediaan instrumen hukum, baik secara
konstitusional maupun institusional, untuk kemudian melakukan verifikasi implementasi
undang-undang tersebut pada kasus masyarakat Moro-Moro. Dari aspek konstitusional,
prinsip dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan DUHAM diserap ke dalam
konstitusi Indonesia dalam Pasal 28D ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945. Nilai-nilai ini
juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dalam Pasal 43, yang pada dasarnya menjamin hak setiap orang turut serta dalam
pemerintahan. Berdasakan kedua aturan di atas, tampak bahwa secara konstitusional
Indonesia menjamin hak setiap warga negaranya untuk terlibat dalam urusan
pemerintahan. hak sipil dan politik merupakan hak yang berkaitan satu sama lain, artinya
pemenuhan hak sipil adalah syarat pemenuhan hak politik dalam konteks pemilihan umum
(baik pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, atau pemilihan presiden). Pola korelasi
yang terbentuk antara konflik agraria dengan hak sipil dan politik pada kasus masyarakat
Moro-Moro adalah korelasi sebab- akibat. Jika dirangkaikan, maka pola hubungan yang
terbentuk pada kasus Masyarakat Moro- Moro bahwa konflik agraria berimplikasi pada
minimnya pemenuhan hak sipil dan politik dan hak ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran
dan dokumen hukum lainnya untuk masyarakat Moro-Moro. Secara langsung kondisi
tersebut berpengaruh pada pemenuhan atau akses masyarakat Moro-Moro kepada sarana
pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya, seperti, minimnya akses pendidikan, akses
layanan kesehatan termasuk hak untuk telibat dalam pemilihan umum. Kedua, peran
pemerintah secara konstitusional tercermin dalam memberikan hak pilih masyarakat Moro-
Moro di tahun 2014, setelah sebelumnya pemerintah seakan absen menjamin hak sipil dan
politik masyarakat Moro-Moro. Secara institusional, peranan KPU sangat penting dalam
memfasilitasi hak politik masyarakat Moro-Moro. Artinya, dari sudut pandang hak asasi
manusia, KPU selaku perangkat negara yang memiliki otoritas dalam pemilu, dibenarkan
(bahkan didorong) berdasarkan ICCPR untuk memberikan perlakuan khusus (affirmative
action). Perlakuan khusus tersebut dapat menciptakan pemilu partisipatif sebagaimana
yang terjadi di tahun 2014. Hal ini harus diikuti dengan upaya penyelesaian konflik agraria
yang terjadi di tempat tinggal masyarakat Moro-Moro, karena konflik agraria merupakan
salah satu faktor penyebab buruknya aspek hak politik dalam pemilu di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai