Anda di halaman 1dari 13

SERANGAN 1 MARET 1949 DI YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

1. Randi Haliman Wijaksana_E1B021021

2. Yuni Aulia Putri_E1B021029

3. Agustina Dwi Lestari_E1B021033

Kelas : 3A

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan PPKN

Universitas Mataram

2022
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah tentang "Serangan Umum 1 Maret 1949".

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Mataram, 5 September 2022

Penyusun
Daftar isi

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………. I

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………….I

BAB l PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………..2

C. Tujuan Masalah ………………………………………………………………………………….2

A. Terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949 ………………………………………….3

B. Jalannya Serangan Umum 1 Maret 1949……………………………………………..4

C. Dampak Dari Serangan Umum 1 Maret 1949 ……………………………………..6

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………………….9

B. Saran…………………………………………………………………………………………………..9

C. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………….10
1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah peristiwa yang sangat penting
maknanya bagi eksistensi dan penegakan kedaulatan negara, yang telah diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Keberhasilan para founding fathers di bawah kepemimpinan Soekarno
dan Mohammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
Syafruddin Prawiranegara, dan tokoh-tokoh penting lainnya, berhasil mengajak seluruh
komponen bangsa, dari TNI, Kepolisian, laskar, ulama, santri hingga rakyat biasa telah bahu
membahu merebut kembali Ibu kota negara yang telah dikuasai oleh penjajah. Keberhasilan ini
telah meyakinkan dunia untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan.
Historiografi tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 yang ada selama ini telah mereduksi peran
tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, serta tokoh-tokoh penting lainnya dan cenderung menonjolkan serta
mengkultuskan perorangan sebagai tokoh sentral. Oleh karena itu sejarah Serangan Umum 1 Maret
1949 harus diubah dan menempatkan peran tokoh-tokoh utama dimaksud pada posisi yang
semestinya. Peristiwa Serangan Umum 1 Maret memiliki makna penting bagi penegakkan dan
pengakuan kedaulatan negara baik dari dalam maupun dari luar, karena peristiwa ini membuka mata
dunia internasional bahwa Indonesia masih ada dan mampu memberikan perlawanan kepada
Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Serangan ini membuka jalan dilakukan
pembahasan kembali kedudukan Indonesia yang telah menyatakan diri merdeka, tetapi pada sidang
keamanan PBB tidak diakui oleh Belanda dan belum mendapatkan

pengakuan luas dari negara-negara lain. Kedaulatan ke dalam hal ini berdampak dengan
kembalinya negara kesatuan yang dahulunya terpecah menjadi negara federal yang
merupakan bentukan Belanda.
Perbedaan serangan ini dengan serangan yang lain adalah pada sisi momentum yang tepat,
dimana akan diselenggarakan sidang PBB sehingga dapat memberikan penguatan perjuangan
diplomasi Indonesia di ranah internasional. Serangan umum ini menjadi dasar politik dan
diplomasi untuk menghentikan rangkaian upaya sepihak dari Belanda, untuk tidak mengakui
kedaulatan Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, yang
ditandai dengan Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II serta pelanggaran
terhadap Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville.
2

Serangan Umum 1 Maret 1949 ini adalah peristiwa nasional yang melibatkan berbagai komponen
bangsa (di antaranya para Laskar Sabrang yang berasal dari Sumatera, Sulawesi, dan

Bali) serta dalam pelibatannya telah melibatkan berbagai komponen bangsa lainnya, dari
rakyat biasa, pelajar, pejuang, Keraton, TNI, dan Kepolisian, sehingga menjadi satu kesatuan
yang menyatu dalam rangka menyukseskan tujuan untuk menunjukkan penegakan kedaulatan
negara paska proklamasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya serangan umum 1 Maret 1949?
2. Bagaimana jalannya serangan umum 1 Maret 1949?
3. Apa dampak yang terjadi dari serangan 1 Maret
1949? C. Tujuan masalah

1. Menceritakan latar belakang serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.


2. Menjelaskan jalannya serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui dampak yang terjadi dari serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
3

BAB II
PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949

Menurut penjelasan yang ada di laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia (Kemdikbudristek), Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan
respons dari Agresi Militer Belanda II. Peristiwa ini berawal ketika Belanda melakukan
pendudukan terhadap Yogyakarta, yang berstatus sebagai ibu kota Republik Indonesia. Ibu
kota negara saat itu dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta karena situasi yang tidak aman
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Menjelang terjadinya Serangan Umum 1 Maret
1949, kondisi Yogyakarta sebagai ibu kota sangat tidak kondusif. Hal ini dikarenakan Belanda
mengeluarkan propaganda ke dunia internasional bahwa Republik Indonesia (RI) sudah hancur
dan tentara Indonesia sudah tidak ada.

Letkol Wiliater Hutagalung yang menjabat sebagai penasihat Gubernur Militer III kemudian
mengemukakan gagasan, yang telah disetujui oleh Panglima Besar Soedirman dan
kemudian dibahas bersama-sama, yaitu:

 Melakukan serangan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, yang


melibatkan Wehrkreise I, II, dan III;
 Mengerahkan seluruh potensi militer dan sipil di bawah Gubernur Militer III;
 Mengadakan serangan terhadap satu kota besar di wilayah Divisi III;
 Melakukan koordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek lebih besar;
 Serangan yang dilakukan harus diketahui dunia internasional
 Serangan yang dilakukan harus mendapatkan dukungan dari Wakil Kepala Staf Angkatan
Perang agar dapat berkoordinasi dengan pemancar radio milik Angkatan Udara
Republik Indonesia (AURI), Koordinator Pemerintah Pusat, dan Pendidikan Politik
Tentara (PEPOLIT) Kementerian Pertahanan.

Setelah dilakukan perundingan, gagasan yang diajukan oleh Hutagalung akhirnya disetujui,
yaitu melakukan “serangan besar” terhadap satu kota besar. Namun, Kolonel Bambang Sugeng
yang berstatus sebagai Panglima Divisi III/GM III bersikukuh bahwa yang harus diserang adalah
Yogyakarta. Beberapa alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng memilih Yogyakarta
sebagai sasaran utama, yaitu:
4

 Yogyakarta adalah ibu kota RI, yang akan berpengaruh besar terhadap perjuangan
Indonesia apabila dapat direbut, meskipun hanya beberapa jam;
 Banyaknya wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta,
 Masih adanya anggota delegasi United Nations Commission for Indonesia (UNCI)
dan pengamat militer dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
 Yogyakarta berada di bawah wilayah Divisi III/GM III, sehingga tidak perlu
persetujuan dari panglima atau gubernur militer lain;
 Semua pasukan memahami dan menguasai situasi daerah operasi.

Sri Sultan Hamengkubuwana IX yang berstatus sebagai Raja Kesultanan Ngayogyakarta


Hadiningrat kemudian mengirimkan surat kepada Panglima Besar TNI, Jenderal Soedirman,
untuk memberikan izin diadakannya serangan. Permintaan itu disetujui oleh Jenderal
Soedirman. Dia lantas meminta kepada Hamengkubuwana IX untuk melakukan koordinasi
dengan Letkol Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise
III agar melakukan serangan. Serangan yang akan dilaksanakan pada 1 Maret 1949 itu
memiliki tujuan antara lain:

 Tujuan Politik
Untuk mendukung perjuangan perwakilan RI di Dewan Keamanan PBB yang dipimpin
oleh Lambertus Nico Palar, melawan kampanye Belanda yang menyatakan bahwa
agresi militernya di Indonesia telah berhasil. Berbanding terbalik dengan hal tersebut,
posisi TNI dan para gerilyawan saat itu sebenarnya belum hancur.
 Tujuan Psikologis
Untuk mengobarkan semangat juang rakyat dan TNI. Serangan ini dimaksudkan untuk
memulihkan, memupuk, dan meningkatkan kepercayaan rakyat kepada TNI. Hal
tersebut dikarenakan TNI masih tetap setia kepada tugasnya dan dengan gigih terus
berjuang menghalau musuh. Serangan umum 1 Maret 1949 diharapkan dapat
menjadi inspirasi bagi perjuang untuk meningkatkan perlawanan.
 Tujuan Militer
Untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI masih tetap utuh dan
satuan yang tertib. TNI mampu mengadakan perlawanan secara terkoordinasi dan
terkonsentrasi serta bertekad setia kepada RI. Selain itu, Serangan Umum 1 Maret
1949 juga membuktikan bahwa keberadaan Belanda di Kota Yogyakarta tidaklah sah.

2. Jalannya Serangan Umum 1 Maret 1949


5

Pasukan yang terdiri atas TNI dan berbagai kalangan rakyat menyusun rencana serangan balik
terhadap tentara Belanda. Setelah perencanaan yang matang, tepat pukul 06.00 WIB tanggal 1
Maret 1949 sirine dibunyikan, tanda serangan dimulai. Serangan secara besar-besaran serentak
dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Sasaran utama adalah penyerangan
utama tempat konsentrasi musuh, yaitu Benteng Vredeburg, kantor pos, istana kepresidenan,
Hotel Tugu, stasiun kereta api, dan Kotabaru. Soeharto dalam penyerangan ini memimpin
pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sementara itu, Ventje Sumual memimpin
sektor timur, Mayor Sardjono memimpin sektor selatan, Mayor Kusno memimpin sektor utara,
serta Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki di sektor kota.

Serangan pasukan yang mendadak itu membuat Belanda terkepung dan pasukan gerilyawan RI
berhasil menguasai kota dalam beberapa jam. Bantuan musuh pada jam 11.00 WIB baru datang
dari Magelang di Yogyakarta, dengan kekuatan satu Batalyon Infanteri Brigade V, yang terdiri atas
pasukan lapis baja, pasukan Netherland Indies Civil Administration (NICA) atau Sekutu, dan pasukan
Gajah Merah pimpinan Kolonel Van Zaten. Dengan datangnya pasukan bantuan itu, gerilyawan RI
segera menarik pasukan kembali ke luar kota setelah berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama
kurang lebih enam jam. Berita mengenai keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949
disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Playen, Wonosari, Gunungkidul
secara beranting menyusuri jaringan radio AURI di Sumatra. Selanjutnya, kabar tersebut
disebarluaskan ke luar negeri melalui Birma dan diterima oleh pemancar All Indian Radio hingga
akhirnya sampai kepada perwakilan RI di PBB, New York, Amerika Serikat.

Peristiwa itu juga disebarluaskan melalui jaringan radio pemerintahan RI melalui Wonosari dan
Balong sampai ke stasiun radio PDRI di Sumatra. Mengetahui kegagalan pasukan dalam
menghadapi Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dilancarkan oleh TNI dan gerilyawan, Jenderal
Meyer, Kolonel Van Langen, dan Residen Stock menghadap sultan agar dia menghentikan
bantuannya terhadap para gerilyawan. Namun, sultan menolaknya. Akibat dari Serangan
Umum 1 Maret 1949, pasukan Brigade T pimpinan Kolonel Van Langen yang menguasai wilayah
Yogyakarta mengadakan serangan balasan terhadap kedudukan TNI dan para gerilyawan.
Serangan yang pertama dilancarkan pada 10 Maret 1949 terhadap Lapangan Udara Gading
yang berada di Wonosari. Selain manuver, serangan itu melibatkan tentara payung dan 20
buah pesawat Dakota.

Menurut pihak Belanda, serangan terhadap Wonosari itu merupakan soal hidup dan mati. Untuk
itu, Belanda melibatkan juga redaktur Majalah Pierreboom, tetapi hasilnya nihil karena tidak
adanya pemudatan TNI di Wonosari seperti yang mereka kira. Belanda selanjutnya selalu
meningkatkan patrolinya di daerah-daerah yang dikuasai oleh TNI maupun para gerilyawan, tetapi
selalu mendapatkan perlawanan yang kuat. Salah satu contohnya adalah konvoi Belanda
6

yang dihadang oleh satuan TP Batalyon 151 Peleton Zahid Husein pada 15 Maret 1949.
Konvoi itu melewati Serut, Kelurahan Madurejo, Kecamatan Prambanan. Pertempuran itu
menyebabkan sebuah bren carrier (angkutan serbaguna lintas medan) milik Belanda meledak.

3. Dampak Dari Serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan umum 1 Maret 1949 membawa arti penting bagi posisi Indonesia di mata internasional.
Selain membuktikan eksistensi TNI yang masih kuat, Indonesia memiliki posisi tawar melalui
perundingan di Dewan Keamanan PBB. Perlawanan singkat tersebut turut mempermalukan
propaganda Belanda yang telah mengklaim bahwa kedudukan Indonesia sudah lemah. Tidak
berselang lama setelah peristiwa itu, terjadilah Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah
satu keberhasilan pejuang Indonesia. Serangan di Surakarta membuktikan kepada Belanda bahwa
gerilya bukan saja melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga melakukan serangan secara
frontal. Saat itu, Kota Surakarta yang dipertahankan

dengan pasukan kavaleri, artileri, infanteri, dan komando yang tangguh. Serangan Umum di
Yogyakarta dan Surakarta inilah yang menyegel nasib Belanda di Indonesia.

 Perjanjian Roem-Roijen
Serangan umum 1 Maret 1949 mampu membuka mata dunia bahwa propaganda yang
dilancarkan oleh Belanda adalah kebohongan belaka. Atas petunjuk dari Dewan
Keamanan PBB dan UNCI, perundingan antara Belanda dan Indonesia harus dibuka
kembali. Pada 14 April 1949, diadakanlah perundingan di Hotel des Indes Jakarta yang
dipimpin oleh Merle Cochran selaku wakil PBB. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr.
Mohammad Roem dan Mr. Ali Sastroamidjojo, sedangkan anggotanya terdiri atas Dr.
Leimena, Ir. Juanda, Prof. Dr.Soepomo, Mr. A.K. Pringgodigdo, dan Mr. Latuharhary.
Belanda di pihak lain diwakili oleh Dr. J.H. Van Roijen, dengan anggotanya meliputi Mr.
N.S. Blom, Mr. A.S. Jacob, dan R.J.J. Van Der Velde. Perjanjian alot itu akhirnya
ditandatangani pada 7 Mei 1949. Isi dari perjanjian ini sebenarnya merupakan
pernyataan kesediaan antara kedua belah pihak untuk berdamai. Pihak delegasi
Indonesia dalam perjanjian tersebut menyatakan kesediaannya untuk:
 Mengeluarkan perintah kepada “pengikut Republik yang bersenjata”
untuk menghentikan perang gerilya;
 Melakukan kerja sama dalam mengembalikan perdamaian, serta menjaga
ketertiban dan keamanan;
 Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, dengan maksud
untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang serius dan lengkap kepada
Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
7
Pihak delegasi Belanda dalam perjanjian itu menyatakan kesediaannya untuk:
 Menyetujui kembalinya pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta;
 Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan
politik;
 Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang
dikuasai oleh RI sebelum tanggal 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan
negara atau daerah dengan merugikan Republik;
 Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat;
 Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan
setelah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.

 Kembalinya Para Pemimpin ke Yogyakarta


Pada akhirnya, TNI akhirnya menguasai kembali Kota Yogyakarta. Untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pada 20 Juni 1949 dan 1 Juli 1949,
sepanjang jalan dari Tugu hingga Pasar Beringharjo dijaga ketat dan ditutup untuk
umum. Setelah tentara Belanda meninggalkan

Yogyakarta pada 19 Juni 1949, tugas pengamanan sepenuhnya menjadi tanggung


jawab dari Komandan Sub Wehrkreise III Letkol Soeharto.
Sesuai dengan situasi baru itulah, Soeharto tidak hanya bertanggung jawab kepada
Gubernur Militer III/Divisi III, tetapi juga kepada Koordinator Keamanan Republik
Indonesia, yaitu Hamengkubuwana IX. Dengan keamanan yang semakin terjaga itu,
persiapan untuk menerima kedatangan para pemimpin Republik Indonesia semakin
sempurna. Pada 6 Juli 1949, Soekarno, Mohammad Hatta, dan rombongan tiba di
Yogyakarta dari pengasingannya di Pulau Bangka. Kembalinya para tokoh-tokoh
tersebut membuat Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta kembali berjalan
dengan lancar, serta siap menghadapi momentum penting kehidupan bangsa.
 Konferensi Inter Indonesia
Sejak kembalinya para pemimpin ke Yogyakarta, perundingan dengan Bijeenkomst voor
Federaal Overleg (BFO) yang telah dirintis di Bangka kembali dibuka. Pembahasannya
adalah pembentukan pemerintahan peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia
Serikat. Pada 19–22 Juli 1949, diadakanlah perundingan antara kedua belah pihak yang
disebut Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta. Konferensi itu memperlihatkan jika
politik adu domba Belanda untuk memisahkan daerah-daerah di luar republik akhirnya
mengalami kegagalan. Perundingan tersebut menghasilkan persetujuan mengenai
8
bentuk dan hal-hal yang berkaitan dengan ketatanegaraan Negara Indonesia
Serikat, antara lain:
 Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme;
 Republik Indonesia Serikat dikepalai oleh seorang presiden konstitusional dan
dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR);
 Pembentukan dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan
sebuah dewan perwakilan negara bagian senat. Pertama kali akan dibentuk
dengan perwakilan rakyat sementara;
 Pemerintahan federal sementara akan menerima kedaulatan tidak hanya dari
pihak Belanda saja, tetapi dari pihak Republik Indonesia juga pada saat yang sama.

 Angkatan perang Republik Indonesia Serikat adalah angkatan perang nasional,


sedangkan presidennya adalah panglima tertinggi angkatan perang Republik
Indonesia Serikat;
 Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintahan Republik Indonesia
Serikat, sedangkan negara-negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang
tersendiri;
 Pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah
semata-mata soal bangsa Indonesia. APRIS akan dibentuk oleh TNI, bersama
dengan Indonesia yang ada dalam Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL)
dan Teritorial Batalyon.
 Pada masa permulaan Republik Indonesia Serikat, Menteri Pertahanan dapat
merangkap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.
 Penyerahan Kembali PDRI
Peristiwa penting selanjutnya adalah penyerahan kembali mandat Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) kepada Presiden Republik Indonesia, yang diwakili
oleh Wakil Presiden dan Perdana Menteri Mohammad Hatta pada 31 Juli 1949. Pada
malam harinya, kemudian dilanjutkan dengan keputusan untuk mengangkat
Hamengkubuwana IX sebagai Menteri Pertahanan dan Koordinator Keamanan
Republik Indonesia.
9

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang serentak dan mendadak yang dilakukan
para Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat untuk menyerang pos-pos pertahanan
Belanda di Yogyakarta. Pasukan Belanda. hanya bertahan pada markas. Dalam serangan
tersebut kota Yogyakarta berhasil dikuasai selama 6 jam.

Serangan umum 1 Maret 1949 menunjukkan bahwa Republik Indonesia masih tegak
dan Tentara Nasional Indonesia masih ada. Selain itu, serangan. tersebut mampu
menaikkan semangat prajurit dan rakyat Indonesia. Serangan Umum 1 Maret 1949 juga
mendorong perundingan antara Indonesia dan Belanda.

B. Saran

Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum dapat dikatakan sempurna
karena masih terdapat kekurangan-kekurangan. Berikut ini saran untuk penulisan makalah
yang sama di masa mendatang :

1. Perbanyaklah sumber-sumber yang mendukung penulisan materi.

2. Kajilah lebih detail tema yang akan dibahas, 3. Gunakan sumber referensi yang memiliki
objektifitas tinggi.

4. Korelasikan antara fakta sejarah dengan rumor yang beredar

pada masyarakat.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Semoga saran tersebut berguna untuk
penyusunan makalah yang sama di masa mendatang.
10

C. Daftar Pustaka

- https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-serangan-umum-1-maret/

- https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5963527/serangan-umum-1-maret-1949-latar-
belakang-dampak-dan-akhir-peristiwa

- https://cimahikota.go.id/artikel/detail/1221-sejarah-indonesia-pasca-kemerdekaan

Anda mungkin juga menyukai