Anda di halaman 1dari 19

NAMAN : ESTHER F.

RUMYAAN
NIM : 19331015

KASUS PENGKAJIAN & PELAYANAN RESEP II


Seorang Pasien datang ke RS (laki-laki, 68 tahun) mengeluh susah tidur, memiliki Riwayat
stroke dan DM sejak 10 tahun lalu, pernah mengalami kejang-kejang (Epilepsi) . Hasil
pemeriksaan memperlihatkan TD : 140/80 (Normal : 120/80 mmHg) dan GDS : 160 mg/dl.
(Normal : 140 mg/dL). Dokter mendiagnosa pasien tersebut menderita Post Stroke, Diabetes
Mellitus dan Hipertensi. Pasien menyerahkan resep kepada apoteker sebagai berikut.

dr. Joko.,Sp.S
Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
SIP: 03747XYX

Yogya, 28 Juni 2021

R/ Depakote 250 mg Tab No. XC


2–0–1

ttd

R/ Candesartan 16 mg Tab No. XXX


S 1 dd 1

ttd

R/ Simvastatin 10 mg Tab No XXX


S 1 dd 1

Ttd

R/ Alprazolam 0.5 mg Tab No. XXX


S 3 dd 1

R/ Clopidogrel 75 mg Tab No. XXX


S 3 dd 1

Ttd

Pro : Tn. Sutris (68 thn)


Alamat : Jl. Kerinci No. 5 Bantul
Instruksi :
 Buatlah pengkajian Resep dengan form yang sudah disediakan !

PENGKAJIAN DAN PELAYANAN RESEP

ASPEK TELAAH RESEP

I. KELENGKAPAN ADMINISTRASI

Kelengkapan Ada/tidak Keterangan


Administrasi meliputi :  
 Nama pasien Ada Tn. Sutris
 Alamat pasien Ada Jl. Kerinci No.5 Bantul
Umur - Ada
Berat badan - TIdak Umur = 68 thn
 Umur/berat badan ada
 Jenis kelamin Ada Laki-laki
 Nama dokter Ada dr. Joko.,Sp.S
 Nomor ijin (SIP) Ada 03747XYX
Jl. Mbantul No. 2 Yogya
Ada
 Alamat dokter/no telp 0274-84890
 Paraf/tanda tangan dokter Tidak ada -
 Tempat dan tanggal penulisan
Ada Yogya, 28 Juni 2021
resep

II. MASALAH
FARMASETIK
 Bentuk sediaan Ada
 Kekuatan sediaan/volume
Ada
sediaan
 Jumlah obat Ada
 Stabilitas Tidak ada
III. PROBLEM KLINIK

N Problem Ada/tidak ada Pengatasan


O (bila ada tulis obat nya)
1 Seleksi obat tidak tepat Tidak ada

2 Obat tanpa indikasi Tidak ada

3 Indikasi tidak diobati Ada Pengobatan yang belum diobati yaitu


Diabetes Melitus.
Cara pengatasannya : Pemberian Rapid-
acting insulin yang bekerja dengan sangat
cepat untuk menurunkan kadar gula darah
tubuh. Biasanya, pasien menggunakan
suntikan insulin ini sekitar 15 menit
sebelum makan.
Rekomendasi penggunaan : Aspart
(Novorapid) karena insulin ini hanya
memerlukan 10-20 menit untuk masuk ke
pembuluh darah dan dapat menurunkan
kadar gula darah dalam 40-50 menit
dibandingkan dengan Rapid-acting insulin
lainnya yang memerlukan awaktu yang
alam untuk bekerja. Mmenginat pasien
sudah menderita DM sejak lama dan umur
pasien yang sudah lansia.
4 Potensi Interaksi obat Tidak ada

5 Reaksi Obat Merugikan Tidak ada

6 Duplikasi Ada Pemberian obat antihipertensi pada pasien


yang terkena post stroke maka tetap
memberikan antihipertensi kombinasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang di
dilakukan Ling wu et al (2014) menyatakan
bahwa kombinasi antara CCB dan ARB
sangat efektif untuk menurunkan insiden
terjadinya stroke.
7 Gagal menerima terapi obat Tidak ada

8 Dosis subterapi Tidak ada

9 Dosis lebih Ada Pada obat antihipertensi berupa


Candesartan tidak menggunakan dosis
maksimal yaitu 16 mg tetapi menggunakan
dosis awalan yaitu 4 mg. Hal ini karen
untuk pengobatan hipertensi pasien
menggunakan pengobatan kombinasi
antihipertensi golongan ARB + CCB , yang
mana ke Ling wu et al (2014) menyatakan
bahwa kombinasi antara CCB dan ARB
sangat efektif untuk menurunkan insiden
terjadinya stroke..

ASPEK PELAYANAN FARMASI

Nama Obat Depakote Candesartan Simvastatin Alprazolam Clopidogrel

Mekanisme Bekerja dengan Bekerja dengan Bekerja Bekerja dengan Bekerja dengan
Kerja Obat meningkatkan cara menghamb dengan menghambat cara meningkatk cara mencegah
jumlah gamma- at pengikatan masuknya ion an aktivitas zat trombosit atau
aminobutyric angiotensin II kalsium ke dalam kimia alami sel keping darah
acid (GABA) di otak, ke reseptor AT1 otot pembuluh darah GABAA (gamm saling
yang kemudian akan pada jaringan dan jantung, a-aminobutyric menempel dan
mengendurkan saraf tubuh. sehingga acid-A) di membentuk
vasodilatasi dan sistem saraf gumpalan darah.
menurunkan tekanan pusat
darah
Indikasi Antikonvulsan atau Antihipertensi Antihipertensi (Gol Obat antiplatelet
antikejang golongan ARB golongan CCB benzodiapine) untuk mencegah
(Angiostenin (Calcium Chanel Ansietas, stroke dan
Reseptor Bloker) gangguan panik penggumpalan
Blosker) dan depresi darah
Dosis Dosis Sesuai = 250 mg Dosis Tidak Dosis Sesuai = 10 Dosis Sesuai = Dosis sesuai =
Dosis awalan dianjurkan Sesuai mg Tab (Sesuai 0.5 mg Tab 75 mg Tab
15 mg/kg/hari dengan Dosis resep : 16 untuk dosis awalan S 3 dd 1 S 3 dd 1
aturan pakai S 2 – 0 – 1 mg yaitu 10 mg apabila (3x sehari 1 (3x sehari 1
(3x sehari pada pagi Dosis awalan : 4 kombinasi) tablet) tablet)
sebanyak 2 kali dan mg S 1 dd 1
malam hari dengan dosis S 1 dd 1 (1x sehari 1 tablet)
) (1x sehari 1 CATATAN :
tablet) Sebaiknya diberikan
dosis awalan,
CATATAN : apabila
Sebaiknya menggunakan
diberikan dosis kombinasi terapi
awalan, apabila ARB+CCB
menggunakan
kombinasi
terapi
ARB+CCB
Interaksi Tidak ada interaksi obat Tidak ada Tidak ada interaksi Tidak ada Tidak ada
dengan obat lainnya interaksi obat obat dengan obat interaksi obat interaksi obat
dalam resep dengan obat lainnya dalam resep dengan obat dengan obat
lainnya dalam lainnya dalam lainnya dalam
resep resep resep
Efek Samping Mual, sakit kepala, Hipotensi, Pusing, munculnya Mengantuk, Diare, mudah
pusing, mengantuk, pusing, rasa melayang, lelah, iritabilitas, mengalami
konstipasi, diare, penurunan kantuk, atau sakit berkeringat, memar atau
tremor.dan angguan fungsi ginjal, kepala. Bengkak perubahan berat perdarahan,
fungsi hati. hiperkalemia, pada kaki, Rasa badan, sakit sembelit,
dan reaksi alergi hangat dan panas di kepala, pusing, heartburn, nyeri
seperti ruam wajah, leher, atau insomnia perut.
kulit, urtikaria, dada (flushing),
dan pruritus Sakit perut atau
mual.
Kontraindikasi Hipersensitivitas Pada pasien Pada pasien dengan Pada pasien Hiipersensitivit
terhadap asam valproik/ adanya riwayat hipersensitivitas yang diketahui terhadap
natrium hidrogen hipersensitivitas terhadap obat ini dan memiliki clopidogrel dan
valproat terhadap pasien dengan syok hipersensitivitas perdarahan
komponen kardiogenik, stenosis terhadap obat ini patologis aktif,
candesartan aorta berat, angina atau obat misalnya pada
cilexetil. tidak stabil, golongan ulkus peptikum
hipotensi berat, benzodiazepine atau perdarahan
gagal jantung, dan lain intrakranial.
gangguan hepar

TAMBAHAN OBAT DIABETES MELITUS PADA PASIEN YANG BELUM DIRESEPKAN :

Nama Obat Mekanisme Kerja Obat Dosis Interaksi Efek Samping Kontraindikasi

Novorapid Obat ini bekerja Dosis Sesuai = Tidak ada interaksi Ruam kulit, Alergi terhadap
Flex Pen 3 dengan menggantikan 3 ml obat dengan obat Napas pendek- komponen obat
ml insulin yang diproduksi 15 IU – 0 – 15 lainnya dalam resep pendek atau dan Penderita
secara alami di dalam tubuh IU terengah-engah, kadar gula darah
dan dapat diserap cepat. (2x sehari pada Mengi atau di bawah normal
Selain itu, ia juga pagi dan malam napas berbunyi,, (hipoglikemia)
membantu memindahkan hari dengan Detak jantung
gula dalam darah menuju kekuatan dosis semakin cepat,
jaringan tubuh lainnya setiap Berkeringat,
sehingga bisa digunakan penyuntikan 15 Kram otot.
sebagai sumber energi. IU)
Perhitungan Dosis

Nama Obat Dosis minimal/ Dosis maksimal/ Dosis sesuai/tidak sesuai


frekuensi pemberian frekuensi pemberian
minimal maksimal
Depakote 15 mg 250 mg Dosis sesuai karena diberikan
dengan dosis terbagi
Candesartan 16 mg 32 mg Dosis sesuai
Ampodipine 5 mg 10 mg Dosis sesuai
Alprazolam 0,5 mg 1 mg Dosis sesuai
Clopidogrel 75 mg 350 mg Dosis sesuai
Novorapid Flex 0,5 IU 1 IU Belum dapat diketahui

ASPEK FARMAKOTERAPI

1. Hipertensi
a. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi primer/essensial
dengan insiden 80-95% dimana pada hipertensi jenis ini tidak diketahui penyebabnya. Selain itu
terdapat pula hipertensi sekunder akibat adanya suatu penyakit atau kelainan yang mendasari,
seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronism, dan
sebagainya (The Eight Joint National Committee, 2014).
b. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama
(Anonim, 2014).
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anonim, 2014).
c. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin ialah
bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun.
Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang
disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur
akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler (Lam, 2012).
d. Guideline/ Algoritma Terapi
2. Diabetes Melitus
a. Etiologi
Etiologi diabetes mellitus tipe 1 adalah hancurnya sel beta penghasil insulin di pankreas.
Kondisi ini umumnya diakibatkan oleh proses autoimunitas yang melibatkan faktor genetik dan
lingkungan (Giwa et al., 2020).
Etiologi DM tipe 2 respons terhadap insulin yang berkurang atau disebut dengan resistensi
insulin. Selama keadaan ini, insulin tidak efektif untuk uptake glukosa dan menurunkan kadar
glukosa di pembuluh darah. Awalnya, keadaan ini diimbangi dengan peningkatan produksi
insulin untuk mempertahankan homeostasis glukosa, tetapi seiring waktu, produksi insulin
menurun, mengakibatkan DM tipe 2 (Goyal dan Jialal, 2020).
b. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 1 melibatkan proses destruksi sel penghasil insulin di
pankreas, yang disebut sel beta, oleh sistem imun adaptif. Proses ini didorong oleh interaksi
antara faktor genetik seseorang dan lingkungannya (Giwa et al., 2020).
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) berkaitan dengan kombinasi dari
beberapa aspek, seperti penurunan sekresi insulin, resistensi insulin, dan ominous octet. Pada DM
tipe 2, proses ini telah terjadi menahun sampai akhirnya menimbulkan gejala. Patofisiologi
diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan gangguan homeostasis glukosa, yang berkaitan
dengan hormon insulin dan glukagon. Pada kondisi normal, Insulin disekresikan oleh sel β
pankreas saat glukosa kadar darah meningkat (Garcia et al., 2020). c
c. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan Kowalak (2011),
yaitu:
1) Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang
disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
2) Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena glukosuria yang
menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
3) Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa oleh sel
menurun.
4) Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit.

d. Guideline/ Algoritma Terapi

3. Stroke
a. Etiologi
Stroke merupakan akibat dari pembuluh darah yang melemah kemudian pecah dan
menyebabkan pendarahan di sekitar otak. Darah yang keluar kemudian terakumulasi dan
menekan jaringan sekitar otak. Hal ini disebabkan karena dua hal, yaitu anuerisma dan
arteriovenous malformation. Anuerisma merupakan pembuluh darah lemah yang membentuk
balon yang jika dibiarkan akan menyebabkan ruptur dan berdarah hingga ke otak. Sedangkan
arteriovenous malformation merupakan sekelompok pembuluh darah yang terbentuk secara
abnormal dan salah satu satu dari pembuluh darah itu dapat mengalami ruptur dan meyebabkan
darah masuk ke otak, biasanya terjadi karena hipertensi, aterosklerosis, kebiasaan merokok dan
faktor usia (Becske et al., 2016).
b. Patofisiologi
Patofisiologi stroke melibatkan gangguan fungsi otak yang berkembang cepat. Stroke
dapat disebabkan oleh proses iskemia ataupun perdarahan otak. Infark serebri diawali dengan
terjadinya penurunan cerebral blood flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak
berkuran (Becske et al., 2016).
c. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik stroke yaitu sebagai berikut :
1) Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
2) Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh : Disartria
(kesulitan berbicara); Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara); Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
3) Gangguan persepsi Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan
kehilangan sensori.
4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dengan
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5) Disfungsi kandung kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan (Becske et al., 2016).
d. Guideline/ Algoritma Terapi
4. Epilepsi/Kejang
a. Etiologi
Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang bisa terjadi pada segala usia
terutama pada usia anak.1 Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala
yang khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksismal. Epilepsi ditandai dengan sedikitnya 2 kali atau lebih kejang tanpa provokasi dengan
interval waktu lebih dari 24 jam. 9 Deteksi yang terlambat dan tatalaksana yang tidak tepat akan
menunjukkan prognosis yang buruk dan dapat berakhir pada epilepsi intraktabel. Keadaan ini
tidak hanya berdampak pada segi medis tetapi juga berdampak pada neurobiologis, kognitif,
psikologis, dan sosial.4 Epilepsi intraktabel merupakan keadaan dimana pasien telah
mengonsumsi 2 atau lebih obat anti epilepsi (OAE) secara teratur dan adekuat selama 2 tahun
tetapi tidak menunjukkan penurunan frekuensi dan durasi kejang
b. Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan
sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik, otonom atau fungsi
kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau umum. Mekanisme terjadinya kejang ada
beberapa teori:
1) Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
2) Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
3) Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang (Nia, 2007).
c. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik penyakit epilepsi yaitu :
1) Serangan pertama biasa terjadi antara usia 5 – 10 tahun.
2) Serangan terutama terjadi sewaktu tidur.
3) Respon terhadap obat antikonvulsan baik.
4) Prognosis baik.
5) Sumber ( focus ) epilepsinya adalah di daerah temporal tengah, pada satu sisi atau pada
kedua sisi di otak.
6) Serangan – serangan kejang akan menghilang atau berhenti bila mencapai usia remaja,
demikian juga halnya dengan gelombang paku di daerah temporal tengah yang terlihat pada
pemeriksaan EEG akan menghilang.
d. Guideline/ Algoritma Terapi
Daftar Pustaka
Garcia, et al. 2020. Pathophysiology of Type 2 Diabetes Mellitus. Int. J. Mol. Sci.
Giwa AM, Ahmed R, Omidian Z, Majety N, Karakus KE, Omer SM, Donner T, Hamad ARA. 2020. :
Current understandings of the pathogenesis of type 1 diabetes. Genetics to environment. World J
Diabetes. 11(1):13-25.
Goyal R, Jialal I. 2022. Diabetes Mellitus Type 2. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing.
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Lam Murni BR Sagala. 2011. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku Batak dan
Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe [internet]. c2011 [cited 2012 Feb 9].
p:10-13.
Nia Kania, dr., SpA., MKes.Kejang pada Anak. Disampaikan pada acara Siang Klinik Penanganan
Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung, 12 Februari 2007.
Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G., Hinkle Janice L., Cheever Kerry H. 2013.Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth ed. 12; alih bahasa: DeviYulianti, Amelia Kimin; editor edisi Bahasa
Indonesia: Eka Anisa Mardella.Jakarta: EGC
The Eight Joint National Commitee. 2014. Evidence based guideline for the management of high blood
pressure in adults-Report from the panel members appointed to the eight joint national
commitee.

 Buatlah Etiket obat tersebut diatas !

APOTEK dr. Joko.,Sp.S


Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219
No : 1 Tgl : 28/06/2021

Tn. Sutris (68 tahun)


Depakote Tablet
3 x 1tablet (2 x Pagi dan malam)
Sesudah makan

Paraf : -

APOTEK dr. Joko.,Sp.S


Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219
No : 1 Tgl : 28/06/2021

Tn. Sutris (68 tahun)


Candesartan Tablet
1x sehari 1 tablet
Sesudah makan
Paraf : -
APOTEK dr. Joko.,Sp.S
Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219
No : 1 Tgl : 28/06/2021

Tn. Sutris (68 tahun)


Simvastatin Tablet
1x sehari 1 tablet
Sesudah makan
Paraf : -

APOTEK dr. Joko.,Sp.S


Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219
No : 1 Tgl : 28/06/2021

Tn. Sutris (68 tahun)


Alprazolam Tablet
3x sehari 1 tablet
Sesudah makan
Paraf : -

APOTEK dr. Joko.,Sp.S


Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219
No : 1 Tgl : 28/06/2021

Tn. Sutris (68 tahun)


Clopidogrel Tablet
3x sehari 1 tablet
Sesudah makan
Paraf : -

APOTEK dr. Joko.,Sp.S


Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219
No : 1 Tgl : 28/06/2021

Tn. Sutris (68 tahun)


Novorapid Flex Pen
2x 1(Pagi dan malam)
Tiap 1x suntik dengan dosis 15 IU

Paraf : -

 Buatlah Copy Resep nya !


APOTEK dr. Joko.,Sp.S
Jl. Mbantul No. 2 Yogya 0274-84890
APA : Apt. Esther, S.Farm
SIPA : 131/PER/IX/219

SALINAN RESEP
Resep untuk: Tn. Sutris
Resep dari:dr.Joko.,Sp.S
Tgl. Ditulis resep: 28 Juni 2021
No./ tgl pembuatan resep: 1/ 28 Juni 2021

R/ Depakote 250 mg Tab No.XC


2–0–1

Novorapid Flex Pen 3 ml No. XXX


15 IU – 0 – 15

Candesartan 16 mg Tab No. XXX


S 1 dd 1

Amlodipin 10 mg Tab No. XXX


S 1 dd 1

Alprazolam 0.5 mg Tab No. XXX


S 3 dd 1

Clopidogrel 75 mg Tab No. XXX


S 3 dd 1

det

Yogya, 28 Juni 2021


TTD

 Berikan Konseling pemakaian obat-obat nya !


Konseling informasi obat Tn. Sutris (68thn) yaitu pada obat Depakote Tablet merupakan obat
antiepilepsi atau kejang dengan dosis yaitu 250 mg yang memiliki aturan pakai yaitu 3 kali sehari
pada pagi hari sebanyak 2 kali dan pada malam hari sebanyak 1 kali. Pada obat Candesartan Tablet
merupakan obat antohipertensi dengan dosis 4 mg dan cara pemakaiannnya yaitu 1 kali sehari 1
tablet, sesudah makan. Pada obat Simvastatin merupakan obat antohipertensi dengan dosis 10 mg
dan cara pemakaiannya yaitu 1 kali sehari 1 tablet, sesudah makan. Pada obat Alprazolam tablet
merupakan obat golongan benzodiapine untuk ansietas, gangguan panik dan depresi pada pasien
dengan dosis 0,5 mg dan cara pemakaianya yaitu 3 kali sehari 1 tablet, sesudah makan. Pada obat
Clopidogrel Tablet merupakan obat stroke dengan dosis apabila dalam dosis pemuliha yaitu 75 mg
dengan atran pakaiyaitu 3 kali sehari 1 tablet. Novorapid Flex Pen merupakan obat untuk pengobatan
diabetes melitus dengan dosis 3 ml dan cara pemakaian yaitu 2 kali sehari pada pagi dan malam hari
dengan kekuatan dosis setiap penyuntikan 15 IU

Anda mungkin juga menyukai