Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH SYOK DAN TERAPI CAIRAN

DISUSUN OLEH

DIANA TARIGAN (202112002)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

JAKARTA 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok merupakan suatu keadaan gawat darurat yang sering terjadi pada anak
akibat adanya kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan. Apabila syok tidak ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen
dan bahkan kematian. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan
penanganannya guna menghindari kerusakan organ lebih lanjut. Manifestasi klinis syok
diawali dengan penurunan isi sekuncup (stroke volume) yang disebabkan oleh
berkurangnya preload, meningkatnya afterload, atau gangguan kontraksi dan laju
jantung. Pada populasi anak, biasanya isi sekuncup dinyatakan sebagai nilai indeks
terhadap luas permukaan tubuh yaitu indeks isi sekuncup (stroke volume index).
Takikardia dan vasokonstriksi perifer merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan sirkulasi, perfusi jaringan dan tekanan darah. Apabila syok
berkepanjangan tanpa penanganan yang baik maka mekanisme kompensasi akan gagal
mempertahankan curah jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan
gangguan sirkulasi/perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini
kondisi pasien sangat buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Penanganan syok secara
dini dimulai dengan resusitasi cairan secepatnya untuk memperbaiki perfusi dan
oksigenasi jaringan. Makin lambat syok teratasi, akan memperburuk prognosis pasien.
Keberhasilan resusitasi cairan dapat dilihat pada keadaan penderita yang lebih stabil, laju
jantung normal, dan terdapat peningkatan curah jantung serta isi sekuncup.
Angka insidensi syok hipovolemik secara global termasuk tinggi sekitar 50.000
kasus pertahun  dengan syok hipovolemik akibat perdarahan merupakan jenis syok yang
paling banyak ditangani di Intensive care unit sekitar 10.000 kasus per tahun. Sementara
di negara berkembang, penyebab utama syok hipovolemik pada anak adalah akibat diare.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa syok kardiogenik terjadi pada 6-7%
pasien dengan infark miokard akut. Insidensi syok kardiogenik meningkat secara
signifikan, dengan etiologi terbanyak disebabkan infark miokard akut (IMA). Angka
kejadian IMA yang berakhir menjadi syok kardiogenik terbagi menjadi 5-8% kasus
STEMI dan 2-3% kasus NSTEMI.
Pasien   dengan   syok   seringkali   tidak terdiagnosa cukup dini. Syok mungkin
tidak diketahui hingga pasien hampir meninggal Pentingnya penilaian yang teliti dan
penilaian ulang tidak boleh ditekankan berlebihan. Harus dimengerti resiko apapun dari
keadaan syok terhadap penderita.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi syok
2. Mengetahui patofisiologi syok
3. Mengetahui klasifikasi syok
4. Mengetahui tatalaksana syok

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa definisi syok ?
2. Bagaimana patofisiologi dari syok ?
3. Apasaja klasifikasi serta etiologi syok ?
4. Bagaimana tatalaksana syok ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi syok

Syok adalah syndrome gawat akut akibat ketidakcukupan perfusi dalam


memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
metabolik (kebutuhan oksigen) atau penurunan pasokan metabolik. Ketidakcukupan
akan pasokan oksigen mengakibatkan tubuh merespon dengan merubah metabolisme
energi sel menjadi anaerobic, akibatnya dapat terjadi asidosis laktat. Jika perfusi
oksigen ke jaringan terus berkurang maka respon system endokrin, pembuluh darah,
inflamasi, metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan pasien
menjadi tidak stabil.

Syok adalah proses yang progresif, dimana apabila tubuh tidak mampu
mentoleransi maka dapat mengakibatkan kerusakan irreversible pada organ vital dan
dapat menyebabkan kematian. Syok memiliki pola patofisiologi, manisfestasi klinis,
dan pengobatan berbeda tergantung pada etiologinya. Hypovolemic dan septic syok
adalah syok yang paling sering dijumpai pada anak- anak, cardiogenik syok dijumpai
pada neonatus yang memiliki kelainan jantung congenital juga pasca bedah kelainan
jantung congenital syok bisa terjadi pada anak yang lebih dewasa.

Syok sering menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik dan sindrom


kegagalan multiorgan. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan oleh kekurangan
kardiak output (CO), sistemik vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah
hasil dari heart rate dan stroke volume. Stroke volume ditentukan oleh tekanan
pengisian ventrikel kiri dan kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan ke
ejeksi ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus "shock," yang didominasi
vasokonstriksi di klasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang didominasi oleh
vasodilatasi disebut "warm shock." Pengenalan dan manajemen yang dini dari
berbagai tipe dan kegagalan sirkulasi adalah sangat krusial untuk mengembalikan
perfusi jaringan yang adekuat sebelum kerusakan organ menjadi irreversible.
2.2 Patofisiologi syok

Metabolisme aerobic sel bisa menghasilkan 36 Adenosin Triphosphate,


sedangkan pada sel yang kekurangan oksigen (syok) sel akan merubah system
metabolisme aerobic menjadi anaerobic, yang mana hanya menghasilkan 2 ATP
molekul tiap molekul glukosa dan hasil pembentukan dan penimbunan asam laktat.
Akhirnya metabolisme sel tidak cukup menghasilkan energi homeostasis sel, sehingga
mengakibatkan gangguan pertukaran ion melalui membrane sel. Dimana terjadi
akumulasi sodium didalam sel dengan pengeluaran potassium dan penumpukan
cytosolic calsium. Sel menjadi membengkak, membrane sel hancur, dan terjadilah
kematian sel. Kematian yang luas dari sel menghasilkan kegagalan pada banyak organ,
jika irreversible maka pasien meninggal. Kekacauan metabolic sel mungkin terjadi
dari kekurangan oksigen yang absolute (hipoksia syok) atau kombinasi hipoksia dan
kekurangan substrat khususnya glukosa, disebut sebagai iskemic syok.

Anak-anak bukan orang dewasa yang kecil. Kalimat ini harus dipahami dengan
benar ketika membicarakan distribusi total cairan tubuh dan respon kompensasi
kardiovaskular pada anak-anak selama keadaan insufisiensi sirkulasi yang progresif.
Gejala dan tanda syok yang dapat dengan mudah dilihat pada orang dewasa mungkin
tidak akan terlihat pada anak, mengakibatkan terlambatnya pengenalan dan
mengabaikan keadaan syok yang parah. Walaupun anak lebih besar persentase total
cairan tubuhnya tapi untuk melindungi mereka dari kolaps kardiovaskular,
peningkatan sisa metabolik rata-rata, peningkatan insensible water loss, dan penurunan
renal concentrating ability biasanya membuat anak lebih mudah terjadi hipoperfusi
pada organ. Gejala dan tanda awal dari berkurangnya volume dapat tidak diketahui
pada anak-anak, tapi sejalan dengan perkembangan penyakit, penemuan gejala dan
tanda menjadi dapat ditemukan sama seperti orang dewasa.

Respon kompensasi kardiovaskular pada anak dengan keadaan penurunan


ventrikular preload, melemahkan kontraksi miokard, dan perubahan dalam pembuluh
darah berbeda dari yang terjadi pada dewasa. pada pasien anak, CO lebih tergantung
pada heart rate daripada stroke volume oleh karena kekurangan massa otot ventrikel.
Takikardi adalah yang terpenting pada anak untuk mempertahankan CO yang adekuat
pada kondisi penurunan ventricular preload, kelemahan kontraksi miokard, atau
kelainan jantung congenital yang digolongkan oleh anatomi left-to-right shunt. Stroke
volume tergantung oleh pengisian ventrikel (preload), ejeksi ventrikel (afterload), dan
fungsi pompa intrinsik (myocardial contractility).

Tambahan pada CO, pengatur utama dari tekanan darah adalah SVR. Anak
memaksimalkan SVR untuk mempertahankan tekanan darah yang normal, pada
keadaan penurunan CO yang signifikan. Peningkatan SVR oleh karena vasokontriksi
perifer yang dipengaruhi system saraf simpatis dan angiotensin. Hasilnya, aliran darah
diredistributsi dari pembuluh nonessential seperti kulit, otot skelet, ginjal dan organ
splanknik ke otak, jantung, paru-paru dan kelenjar adrenal. Sesuai pengaturan dari
pembuluh darah, endogen atau eksogen melalui zat-zat vasoaktif, dapat menormalkan
tekanan darah tanpa tergantung dari CO. Karena itu, pada pasien anak, tekanan darah
merupakan indicator yang jelek dari hemostatis kardiovaskular. Evaluasi heart rate dan
perfusi end-organ, termasuk capillary refill, kualitas dari denyut perifer, kesadaran,
urine output, dan status asam-basa, lebih bernilai daripada tekanan darah dalam
menentukan status sirkulasi anak.

Pada dasarnya, syok merupakan suatu keadaan dimana tidak adekuatnya suplai
oksigen dan substrat untuk memenuhi kebutuhan metabolic jaringan. Akibat dari
kekurangan oksigan dan substrat-substrat penting, maka sel-sel ini tidak dapat
mempertahankan produksi O2 aerobik secara efisien. Pada keadaan normal,
metabolisme aerobik menghasilkan 6 molekul adenosine trifosfat (ATP) tiap 1
molekul glukosa. Pada keadaan syok, pengiriman O2 terganggu, sehingga sel hanya
dapat menghasilkan 2 molekul ATP tiap 1 molekul glukosa, sehingga terjadi
penumpukan dan produksi asam laktat. Pada akhirnya metabolisme seluler tidak lagi
bisa menghasilkan energi yang cukup bagi komponen hemostasis seluluer, sehingga
terjadi kerusakan pompa ion membran dan terjadi penumpukan natrium intraseluler,
pengeluaran kalium dan penumpukan kalsium sitosol.

Sel membengkak, membran sel rusak, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Kematian sel yang luas menyebabkan gagal multi sistem organ dan apabila ireversibel,
dapat terjadi kematian. Kerusakan metabolik ini dapat disebabkan karena defisiensi
absolut dari transpor oksigen (syok hipoksik) atau disebabkan karena defisiensi
transport substrat, biasanya glukosa (syok iskemik). Yang paling sering terjadi adalah
kombinasi dari kedua hal diatas yaitu hipoksik dan iskemik. Atas dasar hal tersebut
diatas, maka sangatlah penting untuk memberikan oksigen pada keadaan syok.
Pengiriman oksigen (Oxygen Delivery = DO2) adalah jumlah oksigen yang
dibawa ke jaringan tubuh permenit. DO2 tergantung pada jumlah darah yang dipompa
oleh jantung permenit (Cardiac Output = CO) dan kandungan O2 arteri (CaO2),
sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

DO2 = CO (L/menit) x CaCO2 (ml/mL/cc)

CaCO2 tergantung pada banyaknya O2 yang terkandung di Hb (Saturasi O2 =


SaO2), sehingga didapatkan persamaan:

CaO2 = Hb (g/100ml) x SaO2 x 1,34 ml O2/

Keadaan syok dapat terlihat secara klinis apabila terdapat gangguan pada
CaCO2, baik karena hipoksia, yang dapat menyebabkan penurunan SaO2 maupun
karena anemia yang menyebabkan penurunan kadar Hb sehingga menurunkan
kapasitas total pengiriman O2. Cardiac output tergantung pada 2 keadaan, yaitu
jumlah darah yang dipompa tiap denyut jantung (Stroke Volume = SV) dan laju
jantung (Heart Rate = HR). Stroke volume dipengaruhi oleh volume pengisian
ventrikel akhir diastolik (ventricular preload), kontaktilitas otot jantung dan
afterload. Tiap variabel yang mempengaruhi cardiac output diatas, pada keadaan
syok, dapat mengalami gangguan atau kerusakan.
2.3 Klasifikasi syok
2.3.1 Stadium Syok
Secara klinis, syok terbagi ke dalam 3 fase, yaitu :

Gejala Klinis Kompensasi Dekompensasi Irreversibel

Kehilangan Darah % ≤25% 25-40% >40%

Frekuensi Jantung Takikardia + Takikardia ++ Takikardia/Bradikardi

Volume Nadi Normal/Menurun Menurun + Menurun ++

Pengisian Kapiler Normal/Meningkat Meningkat + Meningkat --

Kulit Dingin, pucat Dingin, mottled Pucat mati

RR Takipnue + Takipnue ++ Sighing respiration

Tingkat Kesadaran Agitasi ringan Berkooperasi Bereaksi hanya pada rasa


sakit atau tidak
responsive

2.3.2 Klasifikasi dan Etiologi

Tipe Septik Kardiogenik Distributif Hipovolemik Obstruktif

Syok

Karakte Infeksi Kegagalan 1.Kelainan Menurunnya CO rendah;


ristik jumlah sianosis;
organisme jantung dalam saraf:
tekanan
melepaskan cairan
memompa Mengganggu
toksin nadi rendah
menurunkan
darah untuk keseimbangan
yang
cairan CO;
mempengaru memenuhi
hi sehingga asidosis
kebutuhan
distribusi memudahkan metabolic
tubuh
darah,
terjadinya membuat
cardiac
output asidosis volume

dan lainnya 2.Overdosis intravaskuler

dosis obat berkurang

yang dan perfusi

mengganggu ke jaringan

distribusi menurun;

cairan gangguan

keseimbangan

elektrolit

Etiologi Bakteri Kardiomio-pati Anafilaksis Enteritis Tension

Virus Kongenital Toxin Perdarahan pneumotorax

jamur Heart disease Reaksi Luka bakar Pericardial

Ischemic Alergi Diabetes tamponade

insult insipidus

Defisiensi

Adrenal

2.3.3 Tanda dan Gejala

1. Sistem Kardiovaskuler
a. Gangguan sirkulasi perifer mengakibatkan pucat, ekstremitas dingin.
Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan
penurunan tekanan darah. Nadi cepat dan halus.
b. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
c. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
d. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak
sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa
gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa trjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran kemih
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (0,5-1 ml/kg/jam). Pada anak 1-2ml/kg/jam.

2.3.4 Syok Hipovolemik

Ini adalah syok yang paling umum ditemui, terjadi karena kekurungan
volume sirkulasi yang disebabkan karena kehilangan darah dan juga cairan
tubuh. Kehilangan darah dibagi menjadi dua yaitu perdarahan yang tampak
dan tidak tampak. Perdarahan yang tampak misal perdarahan dari luka dan
hematemesis, sedangkan perdarahan yang tak tampak misal perdarahan pada
saluran cerna seperti perdarahan tukak duodenum, cedera limpa, patah tulang.
Kehilangan cairan terjadi pada luka bakar yang luas dimana terjadi kehilangan
cairan pada permukaan kulit yang hangus atau terkumpul didalam kulit yang
melepuh. Muntah hebat dan diare juga mengakibatkan kehilangan banyak
cairan intrvaskuler. Obstruksi ileus juga bisa menyebabkan banyak kehingan
cairan, juga pada sepsis berat dan peritonitis bisa menyebabkan kehingan
cairan.

2.3.4.1 Tanda dan Gejala

1. Anxietas, lemas, gangguan mental karena menurunya perfusi k eotak


2. HIpotensi karena menurunya volume sirkulasi
3. Nadi cepat, lemah karena penurunan aliran darah
4. Kulit dingin dan lembab karena vasokontriksi dan stimulasi kelenjar
keringat
5. Oligouria karena vasokonstriksi arteri renalis
6. Pernafasan cepat dan dalam karena stimulasi saraf simpatis dan asidosis
7. Hipotermi karena menurunya perfusi dan penguapan keringat
8. Haus dan mulut kering karena kekurangan cairan
9. Lemah dan lelah karena inadekuat oksigenasi
2.3.4.2 Jenis cairan yang hilang

1. Darah
2. Plasma
3. Cairan ekstrasel
2.3.4.4 Penyebab

1. perdarahahn
2. luka bakar
3. cedera yang luas
4. dehidrasi
5. kehilangan cairan pada muntah, diare, ileus
2.3.4.5 Patofisiologi

Syok hipovolemik yaitu syok yang terjadi karena kekurangan


sirkulasi didalam pembuluh darah oleh berbagai sebab, berkurangnya
sirkulasi ini mengakibatkan darah yang kembali ke jantung melalui vena
akan berkurang. Akibatnya darah yang masuk ke atrium kanan juga menurun,
sebagai kompensasi atas hal ini frekuansi jantung akan meningkat untuk
menyesuaikan agar perfusi sistemik dapat dipenuhi. Gejalanya akan tampak
tekanan darah sistolik menurun dan denyut nadi yang cepat.

Menurunya perfusi sistemik mengakibatkan organ mengalami iskemia,


sehingga akan merubah siklus metabolic dari aerobic menjadi anaerobic
dimana siklus ini menghasilkan residu asam laktat, asam amino dan asam
fosfat di jaringan. Hal ini menimbulkan asidosis metabolic yang menyebabkan
pecahnya membrane lisosom sehingga menimbulkan kematian sel. Hipoksia
dan asidosis metabolic juga menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena
pulmonalis, hal ini menimbulkan peninggiian tahanan pulmonal yang
mengganggu perfusi dan pengembangan paru. Akibatnya dapat terjadi kolaps
paru, kongesti pembuluh darah paru, edema interstisial dan alveolar. Maka
pada penderita dengan syok hipovolemik terlihat gangguan pernafasan.
Iskemia pada otak akan menimbulkan edema otak dengan segala akibatnya.
Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan gagal ginjal.

Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan


interstisial akan masuk kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit
menurun. Karena cairan interstisial jumlahnya berkurang akibat masuknya
cairan tersebut kedalam ruang intraseluler, maka penambahan cairan sangat
mutlak diperlukan untuk memperbaiki gangguan metabolik dan hemodinamik
ini. Pada syok juga terjadi peninggian sekresi kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol
mempunyai efek inotrofik positif pada jantung dan memperbaiki metabolism
karbohidrat, lemak dan protein. Sekresi renin dari sel-sel juksta glomerulus
ginjal meningkat sehingga pelepasan angiotensin I dan II juga meningkat.
Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan merangsang pelepasan
kalium oleh ginjal.

Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi,


selain itu juga mempunyai sedikit efek inotropik positif pada miokardium.
Efineprin disekresikan hampir tiga kali lipat daripada norepinefrin, terutama
menyebabkan peninggian isi sekuncup dan denyut jantung. Kerja kedua
katekolamin ini dipotensiasi oleh aldosteron. Peninggian sekresi hormone
antidiuretik (ADH) dari ‘hipofisis’ posterior mengakibatkan resorpsi air
ditubulus distal meningkat.
2.3.5 Syok Distributif

Syok distributif adalah syok yang terjadi karena kekurangan volume


darah yang bersifat relative, dalam artian jumlah darah didalam pembuluh
darah cukup namun terjadi dilatasi pembuluh darah sehingga seolah-olah
volume darah didalam pembuluh darah berkurang. Syok distributive ada 3
bentuk:

1. Syok septik: disebabkan karena infeksi yang menyebabkan vasodilatasi


pembuluh darah. Contoh infeksi karena bakteri gram negative seperti
Escherichiacoli.

Tanda dan gejala shock septic:

Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk tahap syok septik
diawali dengan:

a. demam atau suhu yang rendah, disebabkan oleh infeksi bakteri


b. vasodilatasi dan peningkatan cardiac output

2. Syok anafilaktik: disebabkan karena reaksi anfilaktik terhadap allergen,


antigen, obat, benda asing yang menyebabkan pelepasan histamine yang
menyebabkan vasodilatasi. Juga memudahkan terjadinya hipotensi dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Tanda dan gejala syok anafilaktik :

a. erupsi kulit dan


b. edema local terutama pada muka
c. nadi cepat dan lemah
d. batu dan sesak nafas karena penyumbatan jalan nafas dan radang
tenggorok
3. Syok neurogenik : ini adalah shock yang jarang terjadi. Disebabkan oleh
trauma pada medulla spinalis, terjadi kehilangan mendadak pada reflek
otonom dan motorik dibawah lesi. Tanpa adanya stimulasi simpatis, dinding
pembuluh darah vasodilatasi yang tak terkontrol, hasilnya penurunan
resistensi pembuluh darah perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi dan
hypotensi. Tanda dan gejala syok neurogenik sama dengan syok
hipovolemik.
2.3.6 Syok Obstruktif

Terdapat penyumbatan yang menyebabkan aliran darah terganggu,


pada beberapa kondisi hal ini bisa menyebabkan timbulnya syok.

Contoh syok obstruktif

1. Cardiac tamponade : biasanya terjadi karena pericarditis yang


menyebabkan penimbunan cairan didalam rongga pericardium, cairan yang
banyak menekan jantung sehingga venus return menurun. Hal ini
menyebabkan jantung tak mampu mensuplai darah sesuai kebutuhan tubuh.
Akibatnya tubuh bisa kekurangan oksigen, terutama pada organ sehingga
bisa menimbulkan shock
2. Tension pneumotorax : peningkatan tekanan intratorak sehingga
venous return terhambat, cardic output pun berkurang  syok
3. Emboli massive paru : mengurangi aliran darah dari paru ke jantung,
cardiac output menurun  syok
4. stenosis aorta : sebabkan aliran darah keluar dari ventrikel terhambat
 perfusi berkurang  syok

Tanda dan gejala sama dengan shock hypovolemic tapi ditambah dengan
peningkatan JVP dan pulsus paradoksus karena tamponade jantung.
2.3.7 Syok Kardiogenik

Syok tipe ini adalah syok yang terjadi karena kagagalan efektivitas
fungsi pompa jantung. Hal ini disebabkan karena kerusakan otot jantung,
paling sering yaitu infark pada myocard. Syok kardiogenik juga bisa
disebabkan aritmia. Syok ini jarang terjadi pada anak-anak.

Tanda dan gejala syok kardiogenik sama dengan syok hipovolemik ditambah
dengan:

1. Takikardi dengan nadi yang sangat lemah


2. Hepatomegali
3. Gallop
4. Murmur
5. Rasa berat di precordial
6. Kardiomegali
7. Hipertrofi jantung
8. Distensi V. Jugularis, dan peningkatan JVP
9. ECG abnormal
2.4 Tatalaksana syok
2.4.1 Evaluasi Klinik

Untuk mengkategorikan dan menentukan penatalaksanaan yang tepat,


pertama-tama harus ditentukan tekanan darah sentral. Tujuan pengukuran
tekanan darah adalah untuk mengetahui perfusi organ-organ penting (otak dan
jantung). Kebutuhan tekanan darah minimum dapat ditentukan dengan
mengetahui persentil kelima dari tekanan darah sistolik pada anak sehat dan
perfusi baik. American Heart Association dengan PALS (Pediatric Advance
Life Support) menentukan persentil kelima dari tekanan darah anak-anak
adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Tekanan darah sistolik pada anak (persentil kelima)

Umur Persentil kelima tekanan darah sistolik

Neonatus 60 mmHg

Bayi (1 bulan-1 tahun) 70 mmHg

Anak-anak (>1 tahun) 70+2x(umur dalam tahun)

Anak dengan perfusi yang buruk dan tekanan darahnya di bawah


parameter seperti tabel 1, dapat dikatakan menderita syok yang tidak
terkompensasi. Keadaan ini apabila tidak cepat ditangani maka akan mengarah
kepada kerusakan organ dan terjadi syok ireversibel bahkan kematian. Pada
anak-anak dengan tekanan darah sistoliknya masih adekuat, namun keadaan
klinisnya syok, maka ini disebut sebagai syok yang terkompensasi. Sehingga,
apabila perfusi pada organ-organ vital seperti jantung dan otak masih adekuat,
namun organ vital lainnya mengalami hipoperfusi dan rentan akan kerusakan,
apabila tidak segera diberikan terapi maka keadaan ini akan berlanjut menjadi
syok yang tidak terkompensasi. Maka dalam menegakkan diagnosis
diperlukan banyak indikator untuk menentukan keadaan syok, antara lain :

1. Denyut jantung
Cardiac output dapat dipengaruhi oleh stroke volume dan
heart rate, sehingga apabila terjadi penurunan stroke volume maka
tubuh akan berusaha mempertahankan cardiac output dengan cara
meningkatkan heart rate. Namun, ada keadaan-keadaan tertentu
dimana heart rate tidak daat meningkat, yaitu pada blokade
farmakologik dan kerusakan neurologik.

Pasien pada tahap awal syok akan mengalami takikardi.


Namun tanda ini tidak signifikan pada anak-anak, karena anak-anak
dapat mengalami takikardi pada keadaan lain, seperti demam, nyeri
dan agitasi. Namun demikian, diluar pengecualian keadaan-keadaan
tersebut, takikardi biasa muncul pada tahap awal dan merupakan
temuan yang penting pada syok yang terkompensasi maupun yang
tidak terkompensasi.

2. Perfusi kulit
Kulit dapat dianggap sebagi bagian yang non vital. Pasien
yang memiliki kemampuan untuk mengkompensasi penurunan DO2
dengan menarik darah dari organ yang non vital (selain otak dan
jantung), menunjukkan tanda-tanda penurunan perfusi kulit. Hal ini
dikenali dengan adanya tanda-tanda denyut nadi distal yang
menghilang, kulit akan teraba dingin dan pengisian ulang kapiler
memanjang (>5 detik), yang pada keadaan normal biasanya dapat
terisi dalam 2-3 detik. Cara pengukuran pengisian ulang kapiler ini
yaitu dengan menekan ujung jari(kuku) hingga pucat (kurang lebih
selama 5 detik), kemudian dilepas dan dihitung waktunya pada saat
ujung jari(kuku) menjadi merah kembali. Pada pasien dengan fase
awal syok distributif (anafilaksis, sepsis) akan terjadi vasodilatasi,
sehingga kulit akan teraba hangat, denyut nadi akan teraba kuat dan
terdapat pengisian ulang kapiler yang cepat (1-2 detik). Pada keadaan
ini, perfusi kulit tidak dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis,
sehingga harus dicari gangguan metabolik lain seperti lactoacidosis,
hal ini dapat mendukung bahwa telah terjadi gangguan DO2.

3. Fungsi sistem organ lain


Pada ginjal dengan perfusi normal, dapat mengeluarkan 1-2
ml urin/kgBB/jam atau lebih. Kerusakan ginjal dapat disebabkan
karena kerusakan awal pada keadaan iskemik-hipoksik, sehingga
terjadi acute tubular necrosis (ATN). Sehingga dapat dikatakan bahwa
output urin tidak spesifik untuk menentukan kelayakan perfusi dan
volume intravaskuler.

4. Status asam basa


Adanya asidosis metabolik atau penurunan serum bikarbonat
dapat membatu untuk mendiagnosa syok. Asidosis metabolik dapat
timbul karena hilangnya serum bikarbonat seperti pada diare, yang
dapat terjadi bersamaan dengan syok dan dehidrasi. Dengan
dilakukannya pengukuran level serum laktat, maka dapat diketahui
kehilangan bikarbonat akibat asidosis laktat karena syok

2.4.2 Monitoring

Monitoring yang dilakukan pada syok meliputi monitoring hemodinamik


respirasi dan metabolik. Yang harus di ketahui pada syok:

1. PaO2 -> diperlukan monitoring terutama pada PaO2 karena oksigenasi


jaringan
2. Asam Laktat -> asam laktat meniggi pada sepsis hiperdinamik dan kelainan
enzim piruvat dehidrogenase. Asam laktat ini meninggi 12 jam setelah
terjadinya syok dan juga indikasi terjadinya MOSF
3. Indeks transport O2 -> dapat di catat dengan mengetahui kardiak indeks
DO2 dan VO2 yang harus di pertahankan di atas 2,1 l/mnt/m² tubuh
4. Tekanan Vena sentral (CVP) -> penting untuk mengevakuasi syok sedini
mungkin.peninggian CVP dapat terjadi karena peninggian volume
intravaskuler, peninggian vasomotor, peninggian tekanan torakis dan
peninggian compliance dari ventrikel kanan
5. Tekanan darah -> evaluasi tekanan darah lebih bermakna dari pada hanya
sekali mengukur tekanan darah
6. Produksi urin ->produksi urin normal pada org dewasa 0,5 cc/kg/jam , pada
anak 1-2 cc/kg/jam
7. Pulse oksimeter -> Oksigenasi jaringan di tentukan oleh perfusi , kadar Hb
dan saturasi oksigen yang dapat di monitor dengan pulse oksimeter,
digunakan secara rutin untuk menilai syok.
Monitoring yang dilakukan :
1. Non Invasif : yakni memonitor tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi ,
PaO2, jumlah urin, ECG, intake serta output.
2. Invasif : monitoring meliputi kateterisasi arteri,CVP, dan kateter
pulmonalis.
3. Metabolik : asam laktat
2.4.3 Tatalaksana Syok

Pengenalan awal akan syok membutuhkan pemahaman tentang


kebiasaan anak yang normal dan keadaan anak yang memang menderita
shock. Pucat ringan, ekstremintas dingin, mengantuk ringan atau acuh
terhadap sekitar, takikardia yang taksesuai dan factor lain seperti cemas,
demam dan hal lain yang penting sering terabaikan. Oliguria adalah tanda
yang penting, anak dengan trauma berat atau sepsis membutuhkan
pemasangan kateter untuk menghitung secara cermat cairan yang keluar dan
kebutuhancairan secara akurat. Nilai normal nadi dan tekanan darah berbeda
untuk tiap umur, terkadang nilai normal sering tak sesuai dengan panduan
ketika anak mengalami distress.

Pada tahap awal, syok memerlukan penanganan yang segera untuk


mempertahankan hidup, bagaimanapun penanganan shock tergantung
seberapa cepat untuk bisa mendapat pertolongan di rumah sakit.

Pertolongan awal syok:

1. Segera beri pertolongan, jika pasien masih sadar tempatkan dengan


nyaman
2. Jika pasien sendiri, cari pertolongan, atau meminta seseorang mencari
pertolongan dan seseorang menjaga pasien
3. Pastikan jalan nafas dan pernafasan baik.
4. Lindungi pasien dengan jaket tapi jangan terlalu rapat agar tidak terjadi
vasodilatasi
5. Jangan beri minum
6. Siapkan untuk cardiopulmonary resuscitation
7. Berikan banyak informasi ketika ambulan datang
Tatalaksana syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan
perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak tergantung pada
penyebab syok. Diagnosa harus segera dibuat sehingga dapat diberikan
pertolongan sesuai dengan kausa.

Tujuan utama adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi terutama


di otak, jantung dan ginjal. Tanpa memandang etiologi syok, oksigenasi dan
perfusi jaringan dapat diperbaiki dengan memperhatikan 4 variabel ini:

1. Ventilasi dan oksigenasi ( Airway dan Breathing )


a. Memperbaiki jalan napas, ventilasi buatan dan oksigen 100%
b. Akses vena dan pemberian cairan diberikan bersamaan dengan
oksigen 100%.
2. Curah jantung dan volume darah di sirkulasi ( Cirkulasi ). Resusitasi
cairan dan pemberian obat vasoaktif merupakan metode utama untuk
meningkatankan curah jantung dan mengembalikan. Perfusi organ vital.
a. Resusitasi cairan:
1) Pada syok hipovolemik apapun penyebabnya, resusitasi cairan dimulai
dengan cairan kristaloid (Rl atau garam fisiologis) sebanyak 20 ml/kg
secepatnya. Bila tidak terlihat perbaikan (frekuensi jantung masih tinggi,
perfusiperifer jelek, kesadaran belum membaik) dan dicurigai masih terjadi
hipovolemia diberikan lagi cairan yang sama sebanyak 20 ml/kg dan pasien
dievaluasi kembali. Syok kardiogenik dan obstruksi harus dipertimbangkan
apabila tidak ada perbaikan setelah resusitasi cairan. Sebagian besar pasien
dengan syok hipovolemik akan menunjukkan perbaikan terhadap
pemberian cairan 40 ml/kg.
2) Pada syok septik, resusitasi cairan berguna untuk mengembalikan volume
intravaskular. Jenis cairan masih konroversial, cairan kristaloid dapat
menyebabkan edema paru akibat penurunan tekanan onkotik intravaskular
dan memperberat kebocoran kapiler. Sedangkan cairan koloid, walaupun
dapat mempertahankan tekanan onkotik pada akhirnya dapat merembes ke
ruang interstisial akibat hilangnya integritas vaskular. Resusitasi pada syok
septik memerlukan kombinasi cairan kristaloid dan koloid untuk
mengembalikan perfusi yang adekuat.
3) Pada syok distributif, pemberian cairan kristaloid yang cepat telah terbukti
menyelamatkan jiwa pasien.
4) Pada syok endokrin gangguan yang terjadi diperbaiki. Hipotiroid
membutuhkan levothyroxine, pada hyperthyroid produksi hormon thyroid
dihambat oleh sitostatika seperti methimazole (tapazole) atau PTU
(propylthiouracil). Insufisiensi adrenal diobati dengan suplemen
kortikosteroid.
b. Obat vasoaktif
Ada beberapa obat yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam
penanganan syok bila resusitasi cairan belum cukup untuk menstabilkan
system kardiovaskular. Obat inotropik meningkatan kontraktilitas miokard
dan obat kronotropik meningkatkan frekuensi jantung. Obat vasoaktif yang
paling banyak digunakan adalah golongan amin simpatomimetik yaitu
golongan katekolamin, epinefrin, norepinefrin, dopamine endogen,
dobutamin, dan isoproternol sintetis. Obat ini bekerja merangsang
adenilsiklase yang menyebabkan terjadinya sintetis AMP siklik, aktifasi
kinase protein, fosforilasi protein intrasel, dan peningkatan kalsium intrasel.
Obat tersebut bekerja memperbaiki tekanan darah dengan konsekuensi
peningkatan resistensi vaskuler dan penurunan aliran darah. Obat vasoaktif
ini diberikan bila pemberian cairan danoksigenasi alveolar telah maksimal.

Beberapa obat vasoaktif yang dapat diberikan berikut dosisnya dapat


dilihat dalam tabel dibawah ini. Dosis dan efek klinis beberapa obat vasoaktif

Obat Dosis Efek klinis

Dobutamin 2-20 μg/kg/menit Memperbaiki konraktilitas


miokard

Berguna pada gagal jantung


dengan syok

Dopamine 2-20 μg/kg/menit Dosis rendah (4-5


μg/kg/menit): memperbaiki
aliran darah ginjal
Dosis tinggi: efek α

Memperbaiki kontraktilitas
miokard bila dosis ditingkatkan

Efinefrin 0,05-1 Dosis rendah: efek β


μg/kg/menit
Dosis tinggi: efek α

Berguna bila dikombinasi


dengan dopamine dosis rendah

Norefinefrin 0,05-1 Efek α sangat kuat


μg/kg/menit
Hipotensi refrakter

Amrinon 0,75-4 mg/kg/kali Kombinasi dengan katekolamin

5-20 μg/kg/menit Memperbaiki fungsi miokard

Milrinon 50-75 μg/kg/kali Kombinasi dengan katekolamin

0,5-1 μg/kg/kali Memperbaiki fungsi miokard

Kapasitas angkut oksigen

1. Sebagian besar anak dengan syok tidak memerlukan transfusi darah, tetapi
kapasitas angkut oksigen diruang intravaskular harus cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.
2. Transfusi darah dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah
pemberian cairan isotonik sebanyak 60mL/kg
3. Transfusi darah harus diberikan berdasarkan penilaian klinis an tidak
berdasarkan kadar hemoglobin
4. Pada anak dengan anemia kronis (anemia defisiensi) darah harus diberikan
dengan hati-hati. Pemberian tidak boleh melebihi 5-10mL/kg dalam 4 jam
untuk mencegah gagal jantung kongestif, kecuali bila proses kehilangan
darah masih berlangsung.
Kelainan yang mendasari

1. Pasien dengan syok septik memerlukan antibiotik segera


2. Pasien dengan syok hipovolemik dievaluasi terhadap kehilangan cairan
melalui saluran cerna atau perdarahan.
3. Syok kardiogenik mungkin memerlukan terapi farmakologis untuk
menurunkan afterload atau intervensi bedah untuk mengatasi obstruksi
4. Syok anafilaktik memerlukan epinefrin, eliminasi penyebab dan
antihistamin.
2.4.4 Terapi cairan

Dalam tubuh , faal sel tergantung pada keseimbangan cairan dan


elektrolit. Jumlah air dalam tubuh harus di pertahankan dalam batas – batas
tertentu untuk berlangsungnya metabolisme tubuh dengan baik. Tubuh
manusia terdiri atas :

1. Lean body mass (tubuh tanpa lemak), yaitu air (73%), tulang, jaringan
bukan lemak.
2. Jaringan lemak
Cairan tubuh (60%) terdiri atas:

1. Cairan intraseluler 40%


2. Cairan ekstra seluler 20% :
a. cairan interstisial 15%
b. plasma darah 5%
Air masuk ke dalam tubuh terutama melalui penyerapan dari saluran
pencernaan. air meninggalkan tubuh terutama sebagai air kemih yang
dikeluarkan dari ginjal. ginjal bisa mengeluarkan sampai beberapa liter air
kemih dalam sehari atau dapat menahannya dengan membuang kurang dari
0,5 l air kemih dalam sehari. Sekitar 1 liter air juga dibuang setiap harinya
melalui penguapan dari kulit dan paru-paru. keringat yang berlebihan
(misalnya karena latihan berat atau cuaca panas), bisa meningkatkan jumlah
air yang hilang melalui penguapan.
Dalam keadaan normal, sedikit air dibuang melalui saluran
pencernaan. Pada muntah yang berkepanjangan atau diare yang berat,
sebanyak 3,84 l air bisa hilang melalui saluran pencernaan. Bila asupan cairan
sesuai dengan cairan yang hilang, cairan tubuh akan tetap seimbang. Untuk
menjaga keseimbangan cairan, orang sehat dengan fungsi ginjal yang normal
dan tidak berkeringat berlebihan, harus minum sedikitnya 1 l cairan/hari.
Untuk mencegah dehidrasi dan pembentukan batu ginjal, dianjurkan untuk
minum cairan sebanyak 1,5-2 l/hari. Bila otak dan ginjal berfungsi dengan
baik, tubuh dapat mengatasi perubahan yang ekstrim dalam asupan cairan.
Seseorang biasanya dapat minum cairan yang cukup untuk menggantikan
kehilangan air yang berlebihan dan mempertahankan volume darah dan
konsentrasi dari garam-garam mineral yang terlarut (elektrolit) dalam darah.
Jika seseorang tidak dapat minum air yang cukup untuk menggantikan
kehilangan air yang berlebihan (seperti yang terjadi pada muntah
berkelanjutan atau diare hebat), maka bisa mengalami dehidrasi.

Jumlah air dalam tubuh berkaitan erat dengan jumlah elektrolit tubuh.
konsentrasi natrium darah merupakan indikator yang baik dari jumlah cairan
dalam tubuh. Tubuh berusaha untuk mempertahankan jumlah total cairan
tubuh sehingga kadar natrium darah tetap stabil. Jika kadar natrium terlalu
tinggi, tubuh akan menahan air untuk melarutkan kelebihan natrium, sehingga
akan timbul rasa haus dan lebih sedikit mengeluarkan air kemih. Sedangkan
jika kadar natrium terlalu rendah, ginjal mengeluarkan lebih banyak air untuk
mengembalikan kadar natrium kembali ke normal.

2.4.5 Pemberian cairan

1) Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid yang di gunakan biasanya NaCl 0,9% dan ringer


laktat. Cairan kristaloid akan menyebar cepat ke ekstraseluler. Menurut
Dillon kehilangan 1cc darah harus di gantikan 3cc kristaloid. Akan tetapi
menaiknya permeabilitas kapiler pada syok juga dapat menyebabkan cairan
kristaloid keluar dari pembuluh darah. Pemberian cairan kristaloid dalam
jumlah besar ini mempunyai maksud :
1. larutan kristaloid dapat mengurangi gagal ginjal
2. larutan kristaloid dapat mengurangi menurunnya fungsi paru secara
progresif secara cepat dari intravaskuler dan interstitial volume dari
kristaloid 2-4 kali lebih tinggi dari koloid yang di butuhkan untuk
mempertahankan hemodinamik, namun CVP (central venous pressure)
menjadi berkurang dan cairan berkumpu di interstitial sehingga
menghambat oksigenasi jaringan, memperlambat penyembuhan luka,
mengurangi gerakan gastrointestinal dan daya obstruksi. Pada syok
hipovolemik cairan berkumpul, intra vascular, dan pemberian cairan
kristaloid dapat mengatasi deficit cairan, karena itu lebih banyak di
gunakan kristaloid daripada koloid karena di perlukan cairan terus –
menerus.

Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan


(mEq/L) osmotik
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
(mOsm/
L)

Ringer 130 4 109 3 28* 273


Laktat

Ringer 130 4 109 3 28: 273


Asetat

NaCl 154 - 154 - - 308


0.9%

2) Cairan Koloid

Cairan koloid yang dapat di gunakan pada syok adalah hemasel,


gelofusin, dekstran 70, hespan, albumin 4,5% dan albumin 20%. Penggunaan
cairan koloid yang lebih besar di butuhkan untuk mempertahankan volume
plasma untuk meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan oksigen konsumsi,
begitu pula dengan cairan koloid dapat di kurangi pengumpulan cairan
interstitial dan cairan intravaskular.

Apabila permeabilitas cairan bertambah zat ini keluar dari intravascular


dan menyebabkan meningginya tekanan onkotik interstitialdan menyebabkan
terjadinya udem. Di samping itu koloid juga menghambat diuresis oleh
karena itu masih menjadi pertanyaan penggunaan cairan koloid karena
bahayanya terutama bila permeabilitas kapiler bertambah. Dalam keadaan
kritis cairan koloid harus di berikan sebanyak kristaloid , yang dapat
merupakan cairan :

1. Albumin

Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan osmotic


koloid plasma dengan masa tengah 10 – 15 hari. Dapat terjadi reaksi
anafilaktoid walaupun jarang dan tidak rutin di gunakan. Keadaan
hipoalbuminemi dapat bersamaan dengan hipovolemi, edema, dan ascites di
berikan albumin 20%.

2. Dekstran
Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau NaCl
0,9% dengan berat molekul 40.000. dekstran dengan cepat di keluarkan oleh
ginjaldan dapat membentuk kompleks dengan fibrinogen sehingga
menyebabkan koagulopati. Dua bentuk dekstran : dekstran 40 dan dekstran
70. Dekstran 40 lebih sering di gunakan dan terdapat kemungkinan alergi.
3. Hemasel
Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan kalium
5,1mmol/l. pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan karena
menyebabkan defek koagulasi dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal.
Pemberian dalam jumlah besar dalam bentuk gelatin kompleks dapat
menyebabkan kebocoran pada kapiler dan menyebabkan edema paru.
4. HAS ( Human Albumin Solution )
HAS di bebaskan melalui ginjal melalui hidrolisis dengan amylase. HAS juga
tersimpan dalam RES.

3) Kontroversi Kristaloid versus Koloid


Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi
terus merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah di kaji
untuk resusitasi cairan ,antara lain : NaCl 0,9%, larutan Ringer laktat, NaCl
hipertonik , albumin, fraksi protein murni, plasma beku segar, hetastarch,
pentastarch dan dekstran 70.

a. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang


meningkat karena penggunaan zat – zat ini adalah mengurangi edema
paru. Namun , vaskulatur paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah
besar, termasuk protein ,di antara ruang iintravaskular dan
interstitial.Di pertahankannya tekanan hidrostatik paru pada <15
mmHg tampaknya merupakan factor lebih penting dalam mencegah
edema paru.

b. Alasan lain adalah dengan koloid lebih sedikit jumlah yang di


butuhkan untuk meningkatkan volume intravascular. Infus Ringer
laktat sebanyak 1 L hanya menambah volume intravaskular sebesar
194 ml. Banyak kajian membenarkan hal ini.

c. Resusitasi dengan koloid saja akan mengencerkan protein plasma dan


dengan mengurangi tekanan onkotik memudahkan filtrasi cairan dari
intravaskular ke interstitial. Edema perifer bisa mengurangi secara
mencolok konsumsi O2 karena jarak antara sel dan kapiler menjadi
bertambah. Walaupun demikian perbedaan prognosis belum di
tunjukkan antara kristaloid dan koloid.

d. Larutan sintetik, seperti Hetastarch, pentastarch, dan dekstran 70


memiliki beberapa keunggulan di bandingkan koloid alami seperti
fraksi protein murni, plasma beku segar,dan albumin. Mereka
memiliki sifat ekspansi volume sama, tetapi karena struktur dan berat
molekulnya yang tinggi, zat – zat koloid ini hamper seluruhnya tetap
di ruang intravascular, sehingga mengurangi edema interstitial.
Walaupun ada keunggulan teoritis, kajian – kajian telah gagal
memperlihatkan perbedaan dalam parameter – parameter ventilasi,
hasil tes paru, lama penggunaan ventilator, masa rawat inap dan
kelangsungan hidup. Kombinasi NaCl hipertonik dan ddekstran juga
telah di kaji karena bukti terdahulu bahwa kombinasi ini dapat
memperbaiki kontraktilitas jantung dan sirkulasi.Segera setelah infuse
kombinasi NaCl 7,5% dan 6% dekstran 70, ekspansi volume plasma
adalah 7kali dari volume infus. Efek cairan masih di perdebatkan.
Kajian – kajian di Amerika dan Jepang telah gagalmembuktikan
adanya perbedaan bila kombinasi ini di bandingkan dengan NaCl
isotonic atau Ringer laktat. Jadi, sekalipun banyak tersedia cairan
resusitasi, rekomendasi mutakhir masih menganjurkan penggunaan
NaCl 0.9% atau Ringer laktat.
Kristaloid Koloid

Keunggulan 1. lebih mudah tersedia 1. ekspansi volume plasma tanpa


4) dan murah
ekspansi interstitial
2. komposisi serupa
2. ekspansi volume lebih besar
dengan
3. durasi lebih lama
plasma (Ringer
asetat / Ringer 4. oksigenasi jaringan lebih baik

laktat ) 5.gradien oksigen leveolar –

3. bisa disimpan di suhu arterial lebih sedikit insiden


kamar
6. edema paru dan / atau edema
4. bebas dari reaksi
sistemik lebih rendah
anafilaktik

5. komplikasi minimal

Kekurangan 1. edema bisa 1. anafilaksis


mengurangi
2. koagulopati
ekspansibilitas
3. albumin bisa memperberat
dinding dada
depresi miokard pada pasien syok
2. oksigenasi jaringan (mungkin dengan mengikat
terganggu
kalsium, mengurangi kadar ion
karena bertambahnya
kalsium)
jarak

kapiler dan sel

3. memerlukan volume
4 kali lebih banyak

Terapi Farmakologi
Obat-obatan inotropik dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan
memiliki berbagai macam efek pada resisten vaskular perifer. Obat-obatan
inotropik antara lain adalah vasokonstriktor (misalnya, epinefrin,
norepinefrin), vasodilator (misalnya, dobutamine, milrinon). Indikasi
penggunaan obat-obatan ini adalah apabila pasien memerlukan perbaikan
fungsi kontraksi atau pada pasien dengan syok yang tidak terkompensasi
yang tidak respon hanya dengan terapi cairan.

1. Dopamin
Dopamin sering digunakan pada pasien dengan syok septik,
baik hanya dopamin saja maupun dikombinasi dengan obat inotropik
lainnya. Dopamin berguna dalam fungsi vasodilatornya untuk perfusi
end-organ seperti pembuluh darah di ginjal maupun di intestinal
dengan dosis rendahnya (2-5 mcg/kg/min IV). Pada dosis intermediet
(5-10 mcg/kg/min IV) obat ini dapat meningkatkan kontraktilitas
miokard bersama dengan efek obat agonis-beta1. Pada dosis tinggi (10-
20 mcg/kg/min IV), obat ini dapat meningkatkan vasokonstriksi perifer
dan meningkatkan tekanan darah sentral.

2. Epinefrin
Epinefrin menstimulasi kedua reseptor alfa dan beta, sehingga
dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan meningkatkan
vasokonstriksi perifer. Dosis pemberian biasanya diawali dengan 0.1
mcg/kg/min IV. Pada kasus berat, pasien dapat menerima 2-3
mcg/kg/min IV atau lebih.

3. Dobutamin
Dobutamin merupakan agen inotropik murni, dengan efek
beta-1 agonis yang dapat meningkatkan kontraktilitas jantung. Obat ini
juga dapat memberikan efek beta-2 ringan, yaitu vasodilatasi perifer
yang akan mengurangi tahanan vaskuler sistemik dan afteload, juga
dapat meningkatkan perfusi jaringan. Karena itu, dobutamin
merupakan obat yang cukup baik bagi pasien dengan syok kardiogenik
dengan tujuan untuk meningkatkan kontraktilitas otot jantung.
Dobutamin jarang menyebabkan disritmia ventrikular dibandingkan
dengan epinefrin. Dosis pemberian awal adalah 5 mcg/kg/menit IV
dan dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga 20 mcg/kg.menit IV.

4. Norepinefrin
Norepinefrin merupakan agonis alfa yang dapat memberikan
efek vasokonstriksi perifer dan meningkatkan tahanan vaskular perifer.
Efek utamanya adalah sebagai pressor agent untuk meningkatkan
tekanan darah di sekitar muka pada keadaan syok setelah diberikan
terapi cairan.

Beberapa ahli menyarankan untuk mengkombinasi


norepinefrin dengan dobutamin untuk mendapatkan efek
vasokonstriksi melalui reseptor alfa dan mendapatkan efek
peningkatan kontraktilitas otot jantung. Penggunaan norepinefrin
diawali dengan dosis 0.1 mcg/kg/menit IV.

Table 3. Vasoactive Drugs in Sepsis and Usual Hemodynamic


Responses

Drug Dose Cardiac Blood Systemic


Vascular
Output Pressure
Resistance

Dopamine 2.5-20 + + +

mcg/kg/min

Norepinephrine 0.05-2 + ++ ++

mcg/kg/min

Epinephrine 0.05-2 ++ ++ +

mcg/kg/min

Phenylephrine 2-10 - ++ ++

mcg/kg/min

Dobutamine 2.5-10 + +/- -


mcg/kg/min

5. Glukosa
Bayi dan anak-anak memiliki simpanan glikogen yang terbatas yang dapat
cepat berkurang pada keadaan syok sehingga terjadi hipoglikemia. Karena
glukosa merupakan substrat yang penting, maka harus segera dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa pada pasien syok. Apabila didapatkan kadar
gula yang rendah maka berikan dextrosa IV. Dosis pemberian dextrose
adalah 0.5-1 gr/kg IV. Dextrosa sangat baik diberikan secara IV.
6. Sodium Bikarbonat
Sodium bikarbonat dalam penatalaksanaan syok masih kontroversial.
Dalam keadaan syok, terjadi asidosis yang akan mengganggu
kontraktilitas miokardium dan fungsi optimal dari katekolamin. Namun,
pemberian bikarbonat akan memperburuk keadaan asidosis intraselular
karena sodum bikarbonat hanya mengkoreksi asidosis serum. Hal ini
disebabkan karena ion bikarbonat tidak dapat melewati membran sel
semipermiabel. Sehingga, asidosis dalam serum ditambah dengan
bikarbonat akan menyebabkan produksi karbondioksida dan air, seperti
yang terdapat pada persamaan Henderson-Hasselbach. Apabila
karbondioksida yang meningkat tidak dikeluarkan melalui ventilasi, maka
karbondioksida ini akan masuk ke dalam sel dan terjadi reaksi Henderson-
Hasselbach namun dalam arah yang sebaliknya dan meningkatkan asidosis
intraselular. Asidosis intraselular ini akan menyebabkan penurunan
kontraktilitas otot jantung (Cingolan, 1985; Pannier,1968). Selain itu,
pemberian bikarbonat akan menyebabkan hipernatremia dan
hiperosmolalitas. Oleh karena itu, asidosis yang terjadi pada keadaan syok
dapt dikoreksi dengan meningkatkan perfusi dengan pemberian cairan
tambahan dan penggunaan obat-obatan kardiotropik dibarengi dengan
ventilasi yang optimal. Pada pasien dengan syok persisten dengan
kehilangan bicarbonat yang terus menerus (misalnya pada diare),
pemberian bikarbonat secara hati-hati dapat diindikasikan.
Pemberian bikarbonat dapat dihitung sebagai berikut :
HCO3- (mEq) = Defisit basa x berat badan pasien (kg) x 0,3
Jumlah pemberian awal merupakan setengah dari hasil hitungan di atas
dan dapat diulangi sambil memantau perkembangan pasien. Atau,
bikarbonat dapat juga diberikan 0.5-1 mEq/kg/dosis IV selama 1-2 menit.
Penelitian pada pasien dengan cardiovascular arrest, gagal untuk
menunjukkan perbaikan setelah diberikan terapi bikarbonat.
7. Kalsium
Kalsium merupakan mediator coupling reaksi eksitasi-kontraksi dalam sel,
termasuk sel jantung. Syok dapat menyebabkan perubahan dalam kadar ion
kalsium serum. Pemberian produk darah (yang mengandung sitrat) dapat
mengikat kalsium bebas, sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar
kalsium. Karena itu, pemberian kalsium berguna pada pasien syok dengan
hipkalsemia. Pemberian kalsium juga diindikasikan untuk pasien syok
yang disebabkan oleh aritmia akibat hiperkalemia, hipermagnesemia, atau
toksisitas calcium channel bloker. Kalsium dapat diberikan dalam bentuk
kalsium glukonat atau kalsium klorida. Kalsium klorida merupakan obat
terpilih pada kasus syok, karena kalsium klorida memiliki efek yang dapat
lebih meninggikan dan mempertahankan kadar kalsium dalam darah. Dosis
yang direkomendasikan adalah 10-20mg/kg (0,1- 0,2 ml/kg kalsium klorida
10%) IV, dimasukan bersama cairan ifus dengan kecepatan tetesan tidak
lebih dari 100mg/menit IV.
BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :


1. Syok merupakan suatu keadaan gawat darurat yang sering terjadi pada anak akibat
adanya kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan.
2. Pada keadaan kegawatdaruratan, lakukan PAT dan periksa tanda-tanda vital untuk
mengetahui jenis syok serta derajat syok.
3. Syok harus segera ditatalaksana sesuai dengan jenis syok
4. Resusitasi cairan merupakan salah satu tatalaksana syok
5. Pemberian obat-obatan inotropik dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan
memiliki berbagai macam efek pada resisten vaskular perifer pada pasien syok
dan tidak terkompensasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Frankel LR, Kache S. Shock. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HD,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia:
W.B. Saunders Company; 2007. h.413-20.
2. McNutt S, Denninghoff KR, Temdrup T. Shock: rapid recognition and appropriate
ED intervention. Emerg Med Pract 2000;2:1-24.
3. McKiernan CA, Lieberman SA. Circulatory shock in children: an overview. Pediatr
Rev 2005;26:451-9.
4. Bierley J, Carcillo JA, Choong K, Cornell T, DeCaen A, Deymann A, et al. Clinical
practice parameters for hemodynamic support of pediatric and neonatal septic shock:
2007 update from the American College of Critical Care Medicine. Crit Care Med
2009;37:666-85
5. Yager P, Noviski N. Shock. Pediatr Rev 2010;31:3119
6. Arikan AA, Citak A. Pediatric shock. Signa Vitae. 2008;3:13-23
7. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap
Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.
8. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1985. p.607-21.

Anda mungkin juga menyukai