HARUS COBA
Kreativitas merupakan salah satu potensi anak yang perlu dikembangkan sejak dini. Mengapa?
Karena kreativitas adalah salah satu pondasi agar anak mampu menyelesaikan masalah, mamu
berpikir out of the box, dan menjelajah sesuatu yang baru.
Dan semua itu, bisa menjadi modal untuk kesuksesan anak, apapun bidang yang dipilihnya
kelak, dokter, arsitek, peneliti, sutradara, atau jurnalis.
Berikut ini 10 cara mengasah dan mempertajam kreativitas anak dengan cara
menyenangkan:
1. Bermain
Bermain bisa menjadi media untuk mengembangkan kreativitas anak. Untuk itu, sediakan
berbagai macam mainan untuknya. Anda bisa membelinya -- tentu saja tidak harus mahal-- atau
membuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada. Untuk menemukan ide membuat
mainan Anda bisa mencarinya di pinterest -- kata kunci DIY atau art and craft -- dan di
instagram. Selain itu, beri ia kesempatan untuk bermain di luar rumah, mengenal alam, dan
bermain dengan teman-teman. Lewat cara itu anak akan kaya pengalaman dan terbiasa
berinteraksi dengan lingkungan yang akan membuatnya belajar banyak hal, termasuk
menyelesaikan masalah.
3. Pertanyaan Kreatif
Cobalah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang kreatif dan mendorongnya untuk berekspresi
baik secara verbal maupun non- verbal. Seperti, “Coba, nak, beritahu Bunda, bagaimana cara
kamu memainkan mainan ini?” atau “Apa yang akan terjadi jika kran air tidak ditutup?”.
Perhatikan jawaban anak, walaupun tidak seluruhnya benar, tapi itu berusaha untuk berpikir.
7. Jangan Dipaksa
Jika anak Anda tidak menunjukkan bakat atau kreativitas, Anda tidak perlu terlalu memaksa.
Misalnya, dengan hanya fokus mengembangkannya di situ. Semua butuh proses dan waktu.
Yang bisa Anda lakukan adalah memberikan stimulus untuk memancing kreativitasnya keluar,
seperti kegiatan bermain. Perlahan-lahan pasti akan terlihat. Paling penting adalah ia harus
melakukannya dengan enjoy dan antusias.
9. Kurangi Larangan
Tahukah Anda bahwa larangan dapat mematikan kreativitas seseorang? Hal ini juga berlaku
untuk balita. Sebisa mungkin Anda mengurangi “melarangnya”. Misalnya Anda melarang anak
memegang lumpur atau kodok, hanya karena Anda takut tangannya kotor, padahal tangan kotor
bisa dicuci. Sebagai gantinya, berikanlah saran apa yang seharusnya ia lakukan, bukan
melarangnya. Misalnya, boleh memegang lumpur dan bermain dengan lumpur asal setelahnya
mencuci tangan. Namun, dalam kondisi tertentu bila terpaksa, Anda tentu saja harus tegas.
Misalnya, anak ingin perosotan di pegangan tanggan padahal itu berbahaya. Jika itu yang
terjadi, katakan bahwa Anda tidak ingin ia terluka dan ia tak bisa bermain lagi. Solusinya Anda
bisa mengajaknya bermain perosotan di taman.
https://www.ayahbunda.co.id/balita-psikologi/10-cara-mengasah-kreativitas-anak
Thomas Alva Edison pernah menyatakan bahwa genius is 1% inspiration but 99% perspiration. Hal
ini berarti tidak selamanya seseorang yang memiliki taraf kecerdasan yang tergolong genius dapat
menghasilkan karya yang kreatif kalau tidak diimbangi dengan kerja keras secara terus-menerus
tanpa mengenal putus asa. Sejarah penemuan di bidang apa saja telah membuktikan bahwa
bagaimana individu mencapai kreativitas yang mengagumkan dunia karena kerja keras sepanjang
hayatnya.
Menurut Graham Wallas (dalam Morgan, et al. 1989), proses berpikir kreatif meliputi lima tahap,
yaitu:
1. Persiapan (preparation),
2. Inkubasi (incubation),
3. Iluminasi (illumination),
4. Evaluasi (evaluation),
5. Revisi (revition).
Masa persiapan dianggap sebagai masa untuk mencari dan merumuskan suatu permasalahan secara
jelas. Di sini seseorang berupaya untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya guna memecahkan
masalahnya, tetapi ternyata ia menemukan hambatan. Dengan demikian, sampailah ia pada kondisi
inkubasi, yaitu masa ketika seseorang mencoba seolah-olah tidak memikirkan masalah tersebut. Ia
tidak menggunakan kesadaran untuk berpikir dalam memecahkan masalahnya. Dalam keadaan
seperti itu, alam bawah sadar bekerja. Justru dalam keadaan tidak sadar, tiba-tiba alam kesadaran
menemukan suatu gagasan cemerlang yang dapat memecahkan masalahnya dan disebut masa
iluminasi. Di sini ia mengalamani eureka atau aha experience. Selanjutnya, penemuan tersebut akan
di evaluasi dari sisi kelemahan ataupun kelebihannya. Dengan demikian, akhirnya hasil penemuan
kreatif dapat diterapkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan harkat kehidupan manusia
(masyarakat).
Masa dewasa muda sering kali dianggap sebagai masa untuk berprestasi yang setinggi-
tingginya sehingga tidak menutup kemungkinan mereka dapat mengekspresikan segala potensi untuk
menciptakan karya-karya yang baru, inovatif, dan kreatif. Namun, tidak selamanya individu yang
menginjak masa dewasa muda mampu mewujudkan karya kreatifnya. Maka dari itu, kita perlu
membahas apa saja kendala-kendala yang dialami dalam proses pengembangan kreativitas dan bakat
seseorang.
Iklan
Berikut adalah kendala-kendala yang muncul dari lingkungan terdekat dari siswa yang menghambat
pengembangan kreativitas, yaitu:
1. Kurang adanya kerjasama dan saling percaya antara anggota keluarga dan dalam pertemanan.
2. Orangtua yang otokrat dan tidak terbuka terhadap ide-ide anak.
3. Ketidaknyamanan dalam keluarga dan lingkungan.
4. Gangguan dari lingkungan, keributan, dan kegelisahan.
5. Kurang ada dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.
Kendala Emosi:
Kendala Imajinasi:
Pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra sadar dan tidak sadar
Tidak memberi kesempatan pada daya imajinasi
Tidak mampu membedakan antara realitas dan fantasi
Kendala Intelektual:
Kendala Pengungkapan:
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita dapati perlakuan dan tindakan anak dengan berbagai pola
dan tingkah laku. Sehingga ekspresi kreativitas anak kerap menimbulkan efek kurang berkenan bagi
orang tua. Misalnya orang tua melarang anak merobek-robek kertas karena takut rumah jadi kotor,
atau berteriak saat anak bermain pasir karena takut anak terkena kuman. Dalam suatu studi tingkat
motivasi instrinsik siswa rendah jika guru terlalu banyak mengontrol dan jika guru memberikan lebih
banyak otonom. Beberapa studi menunjukkan Pygmalion Effect yang juga disebut Self- fulfilling
Prophesy, yaitu bahwa tanpa disadari orang berperilaku sebagaimana mereka percaya orang lain
mengharapkan mereka berperilaku (Munandar,2004).
Masalah yang sering terjadi adalah dalam upaya membantu anak merealisasikan potensinya, sering
kita menggunakan cara paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan atau kekerasan tidak saja
berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau memaksakan aturan-aturan, tetapi juga bila kita
memberikan hadiah atau pujian secara berlebihan. Amabile, mengemukakan empat cara yang dapat
mematikan kreativitas, diantaranya:
Evaluasi
Rogers (Munandar, 2004) mengemukakan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif
ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian evaluasi
sewaktu anak sedang asik berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi
kreativitas anak. Selain itu, kritik atau penilaian sepositif apapun meskipun berupa pujian, dapat
membuat anak kurang kreatif, jika pujian itu memuaskan perhatian pada harapan akan dinilai.
Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan perilaku
tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi instrinsik dan
mematikan kreativitas.
Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri, karena
kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila peserta didik merasa bahwa
pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan anak didik lain dan bahwa yang terbaik akan menerima
hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sayangnya dapat mematikan kreativitas.
Albert Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai
anak, ia mempunya pengalaman mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin dan
hapalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajari, dan
pada ujian harus dapat mengulangi dengan tepat. Pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan
menghilangkan minatnya terhadap ilmu, meskipun hanya untuk sementara.
Meminta peserta didik untuk melontarkan beragam ide dalam kelompok, dan kemudian membahas
ide-ide yang dilontarkan. Semakin banyak ide yang dihasilkan, semakin besar kemungkinan
munculnya ide-ide yang unik.
Memberikan peserta didik kebebasan untuk melakukan hal-hal baru, dan sesekali membuat kesalahan
sehingga ia dapat belajar menelaah berbagai sudut pandang untuk memecahkan persoalan.
Menghargai setiap ide maupun karya yang dihasilkan peserta didik secara proporsional menghindari
memberi kritik yang dapat menimbulkan kekecewaan pada peserta didik. Menghindari juga memberi
pujian secara berlebihan. Hendaknya juga tidak selalu menghadapkan peserta didik pada situasi yang
kompetitif.
Melatih peserta didik untuk menelaah berbagai sudut pandang dalam menghadapi persoalan.
Mengenalkan peserta didik pada seseorang yang memiliki suatu karya dan diskusikan mengenai
kemampuannya. Pendidik juga dapat merancang suatu kegiatan di sekolah, misalnya dengan
mengundang ahli dalam bidang tertentu untuk berbagi pengalaman.
Kita diciptakan Tuhan dengan kreativitas yang dapat menjadi salah satu ciri untuk
membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Kreativitas sudah dimiliki manusia sejak
lahir. Maka dari itu, kita dapat menciptakan banyak hal dari sumber daya yang dimiliki melalui
proses kreativitas. Walaupun terdapat beberapa kendala yang bisa saja terjadi pada setiap individu
saat proses pengembangan kreativitas dan bakat, seseorang tetap bisa melanjutkan atau memecahkan
kendala tersebut dengan beberapa cara seperti yang sudah dibahas di atas.
SUMBER :
Dariyo, Agus. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT. Grasindo (online)
www.educationtarbak.blogspot.co.id/2009/11/beberapa-bentuk-kendala-penghambat.html?m=1
www.kompasiana.com/karinakoestiarti/memupuk-bakat-dan-kreativitas-
anak_551036f5a33311c639ba80b3
www.mellyhandayanicyrus.wordpress.com/2015/16/peran-guru-yang-mendukung-dan-menghambat-
pengembangan-kreativitas/