Anda di halaman 1dari 5

Untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, guru

harus mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan model-model belajar


yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk belajar secara mandiri.
Perlu diketahui bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
memahami matematika. Ruseffendi (1991:51) menyatakan bahwa dari sekelompok
siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa
bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi
oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model
pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan
model pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan matematika siswa
yang heterogen sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

Ada banyak model pembelajaran yang bisa digunakan dalam upaya


menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis tersebut, salah satu
model pembelajaran yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan
harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning atau PBL). Model ini merupakan pendekatan
pembelajaran peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga peserta didik
dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan
yang tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan
dirinya

Sebagai contoh soal lain adalah “Pak Budi memiliki tanah berbentuk persegi seluas 1 hektar
dan akan dibagikan kepada kedua anaknya sebagai warisan. Bantulah Pak Budi
membagikan tanahnya agar anaknya mendapat warisan sama luas?”. Jawaban peserta
didik bisa beraneka ragam sesuai kemampuannya. Pertama sekali siswa lancar menjawab
pertanyaan dengan membagi persegi menjadi dua persegi panjang, lalu
diberikan scaffolding sehingga mampu membagi persegi menjadi dua buah segitiga.
Semakin mencoba proses berpikir ternyata siswa menemukan cara untuk membagi persegi
dengan bantuan setengah lingkaran. Hal itulah proses demi proses generasi bangsa akan
bisa semaki kreatif. Dengan mengembangkan pembelajaran matematika yang sesuai pada
kebutuhan dan sumber daya yang ada serta berpandangan pada tuntutan era
globalisasi dan kurikulum diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa.

1. Roleplay dengan Teman Sebaya

Bermain merupakan proses interaksi, baik dengan temannya maupun alat-alat yang
digunakan untuk bermain. Ketika bermain, si Kecil mungkin akan mengalami
konflik dengan temannya. Ia mungkin akan mengalami rasa takut, malu, khawatir,
atau marah saat bermain.
Tapi, ini semua merupakan bagian dari tahap perkembangan kemampuan sosial
emosional yang harus dihadapi. Jadi, sering-seringlah mengajak si Kecil bermain,
terutama bermain yang melibatkan interaksi dengan teman sebayanya.

Nah, roleplay atau bermain peran bisa menjadi contoh kegiatan untuk mengasah
sosial emosional anak TK atau usia prasekolah.

Untuk memulai roleplay, si Kecil dan teman-temannya awalnya mungkin


memerlukan bimbingan Ibu melalui narasi. Anak-anak akan senang memerankan
apa yang mereka ketahui, seperti memasak dan belanja ke pasar.

Namun setelah beberapa saat, anak-anak akan mulai bisa mengembangkan


skenario imajinatif yang memungkinkan mereka untuk melatih keterampilan
sosial-emosional mereka. Jadi, mereka juga akan bisa mengeksplor skenario yang
tidak umum seperti bermain peran polisi dan perampok.

Selama bermain, anak-anak dapat menempatkan diri mereka pada posisi karakter
dan lebih mudah memahami emosi, pikiran, dan motif setiap karakter dalam
adegan tersebut.

Ini adalah cara yang bagus bagi anak-anak untuk bereksperimen dan belajar
mengenai aturan dan cara berperilaku di dalam masyarakat.7

2. Bermain Boneka

Mirip dengan permainan peran, bermain boneka juga bisa menjadi salah satu
contoh untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional anak yang akan
masuk TK, lho!

Dengan bantuan boneka, Ibu bisa memeragakan situasi atau skenario tertentu untuk
membantu anak memahami dan mengeksplorasi emosi.7

Boneka juga dapat Bunda gunakan untuk membantu anak-anak memahami dan
menyelesaikan konflik dengan sehat. Jadi, contohnya, Ibu bisa memfasilitasi
diskusi yang mendukung pemecahan masalah lewat maskot boneka itu.7

Buatlah suara animatif yang mewakili si boneka, kemudian minta anak dan teman-
temannya untuk berbagi perspektif mereka mengenai suatu situasi atau kejadian
dengan menggunakan petunjuk berikut:

o Ceritakan tentang apa yang terjadi.


o Katakan padaku bagaimana perasaanmu?
o Bagaimana perasaan temanmu tentang apa yang terjadi?
o Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat segalanya lebih baik?
Kehadiran boneka mungkin memiliki pengaruh yang menenangkan selama
penyelesaian konflik, karena tidak terlalu mengancam daripada sosok orang
dewasa.

Oleh karena itu, boneka bisa sangat membantu anak-anak mengembangkan


keterampilan sosial emosionalnya tanpa rasa malu.8

3. Doodling

Anak-anak di usia prasekolah ini pasti suka menggambar dan corat-coret, kan, Bu?
Nah, menggambar pola sederhana atau doodling bisa menjadi sarana untuk anak
mengenali dan memahami emosi mereka.

Terlebih karena di usia ini, anak-anak akan mengalami begitu banyak emosi baru
yang mungkin belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Doodling penting untuk
membantu anak-anak memproses emosi yang mereka alami.

Selain itu, doodling juga bisa dapat membantu anak memiliki self–awareness. Apa
maksudnya, ya?

Self-awareness membantu anak-anak berpikir lebih dahulu tentang tindakan dan


perilaku mereka, juga membantu berempati dan mempertimbangkan apa yang
dialami orang lain dari.

Dengan menggambar, anak-anak bisa melatih mengenali emosi serta perasaan


mereka, mengelola emosi secara bertanggung jawab, dan memahami kebutuhan
mereka sendiri.9

Kesadaran diri alias self-awareness memang adalah konsep yang sulit bagi anak-
anak di usia prasekolah ini. Namun, penting untuk Ibu bantu si Kecil mengasahnya
sejak usia dini.

4. Ajari untuk Berbagi

Di usia dini, wajar jika si Kecil masih sulit berbagi mainan dengan teman atau
saudaranya. Tapi, bukan berarti Ibu bisa terus-menerus memberikan toleransi.

Salah satu perkembangan kemampuan sosial anak dapat dilihat dari seberapa
mampu ia mengendalikan sifat egoisnya. Ketika si Kecil sudah bisa berbagi
mainannya dengan rela, tidak menangis ketika diminta berbagi, itu berarti ia telah
memiliki kemampuan sosial emosional yang baik2.

Lalu, bagaimana cara mengajarkan si Kecil untuk berbagi? Saat bermain, misalnya,
Ibu bisa mendorong si Kecil untuk memainkan mainannya bersama-sama dengan
temannya.
Ibu juga bisa mengajak si Kecil untuk mengumpulkan pakaian atau mainan yang
sudah tidak dipakai untuk disumbangkan kepada anak-anak yang lebih
membutuhkan. Jangan lupa, berikan pujian ketika ia mulai menunjukkan
kemampuan untuk berbagi.

Baca Juga: 10 Ide Kegiatan Montessori agar Anak Tumbuh Aktif dan
Mandiri

5. Bercerita dan Membaca Dongeng

Bercerita, membacakan buku, atau mendongeng juga bisa jadi cara


mengembangkan sosial emosional anak usia dini.

Studi klinis mendukung para orang tua untuk menerapkan program membacakan
buku dengan suara jelas dan bermain sebagai sarana untuk mengembangkan
kemampuan sosial-emosional anak untuk hasil jangka panjang3.

Tentu saja cerita yang dipilih haruslah yang mengandung nilai-nilai positif untuk
dijadikan contoh dalam kehidupan nyata si Kecil.

Tanpa harus mendikte, lewat kebiasaan bercerita ini, lama-kelamaan si Kecil akan
mengerti dan menjadikan nilai positif tersebut sebagai bagian dari dirinya4.

6. Jadilah Contoh Buat Si Kecil

Ibu pasti tahu kalau anak-anak merupakan peniru ulung. Apapun yang dilihat,
terutama dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya, akan ditiru olehnya.

Beberapa sikap baik dapat Ibu tunjukkan lewat perilaku sehari-hari untuk
membantu mengembangkan kemampuan sosial si Kecil1.

Mulailah dari hal-hal yang sederhana, seperti menyapa tetangga ketika berpapasan,
berkomunikasi yang baik dengan setiap orang termasuk asisten rumah tangga,
tidak mudah emosi saat menghadapi situasi yang sulit, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Perkembangan Emosi Anak Usia 23 Bulan

7. Perkenalkan Si Kecil dengan Pengalaman Baru

Mengembangkan kemampuan sosial anak juga bisa dilakukan dengan


memperkenalkannya berbagai pengalaman baru. Ajaklah si Kecil melihat situasi,
suasana, hingga pemandangan yang baru. Cara ini diyakini dapat meningkatkan
kemampuannya dalam beradaptasi.

Tidak sulit, kok, memperkenalkan si Kecil dengan pengalaman baru. Tak harus
pergi jauh ke luar negeri atau tempat-tempat baru yang belum pernah ia datangi.
Sesederhana Ibu menyusun rencana piknik bersama keluarga di taman dekat
rumah, atau mengajaknya main layangan di lapangan terbuka.

Lakukanlah hal-hal sederhana yang selama ini belum pernah dilakukan. Itu sudah
cukup untuk memberinya pengalaman baru yang bisa mengembangkan
kemampuan sosialnya. Selama menikmati pengalaman baru ini, si Kecil tentunya
juga akan berinteraksi dengan orang-orang baru yang ditemuinya di tempat
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai