Sebagai contoh soal lain adalah “Pak Budi memiliki tanah berbentuk persegi seluas 1 hektar
dan akan dibagikan kepada kedua anaknya sebagai warisan. Bantulah Pak Budi
membagikan tanahnya agar anaknya mendapat warisan sama luas?”. Jawaban peserta
didik bisa beraneka ragam sesuai kemampuannya. Pertama sekali siswa lancar menjawab
pertanyaan dengan membagi persegi menjadi dua persegi panjang, lalu
diberikan scaffolding sehingga mampu membagi persegi menjadi dua buah segitiga.
Semakin mencoba proses berpikir ternyata siswa menemukan cara untuk membagi persegi
dengan bantuan setengah lingkaran. Hal itulah proses demi proses generasi bangsa akan
bisa semaki kreatif. Dengan mengembangkan pembelajaran matematika yang sesuai pada
kebutuhan dan sumber daya yang ada serta berpandangan pada tuntutan era
globalisasi dan kurikulum diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa.
Bermain merupakan proses interaksi, baik dengan temannya maupun alat-alat yang
digunakan untuk bermain. Ketika bermain, si Kecil mungkin akan mengalami
konflik dengan temannya. Ia mungkin akan mengalami rasa takut, malu, khawatir,
atau marah saat bermain.
Tapi, ini semua merupakan bagian dari tahap perkembangan kemampuan sosial
emosional yang harus dihadapi. Jadi, sering-seringlah mengajak si Kecil bermain,
terutama bermain yang melibatkan interaksi dengan teman sebayanya.
Nah, roleplay atau bermain peran bisa menjadi contoh kegiatan untuk mengasah
sosial emosional anak TK atau usia prasekolah.
Selama bermain, anak-anak dapat menempatkan diri mereka pada posisi karakter
dan lebih mudah memahami emosi, pikiran, dan motif setiap karakter dalam
adegan tersebut.
Ini adalah cara yang bagus bagi anak-anak untuk bereksperimen dan belajar
mengenai aturan dan cara berperilaku di dalam masyarakat.7
2. Bermain Boneka
Mirip dengan permainan peran, bermain boneka juga bisa menjadi salah satu
contoh untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional anak yang akan
masuk TK, lho!
Dengan bantuan boneka, Ibu bisa memeragakan situasi atau skenario tertentu untuk
membantu anak memahami dan mengeksplorasi emosi.7
Boneka juga dapat Bunda gunakan untuk membantu anak-anak memahami dan
menyelesaikan konflik dengan sehat. Jadi, contohnya, Ibu bisa memfasilitasi
diskusi yang mendukung pemecahan masalah lewat maskot boneka itu.7
Buatlah suara animatif yang mewakili si boneka, kemudian minta anak dan teman-
temannya untuk berbagi perspektif mereka mengenai suatu situasi atau kejadian
dengan menggunakan petunjuk berikut:
3. Doodling
Anak-anak di usia prasekolah ini pasti suka menggambar dan corat-coret, kan, Bu?
Nah, menggambar pola sederhana atau doodling bisa menjadi sarana untuk anak
mengenali dan memahami emosi mereka.
Terlebih karena di usia ini, anak-anak akan mengalami begitu banyak emosi baru
yang mungkin belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Doodling penting untuk
membantu anak-anak memproses emosi yang mereka alami.
Selain itu, doodling juga bisa dapat membantu anak memiliki self–awareness. Apa
maksudnya, ya?
Kesadaran diri alias self-awareness memang adalah konsep yang sulit bagi anak-
anak di usia prasekolah ini. Namun, penting untuk Ibu bantu si Kecil mengasahnya
sejak usia dini.
Di usia dini, wajar jika si Kecil masih sulit berbagi mainan dengan teman atau
saudaranya. Tapi, bukan berarti Ibu bisa terus-menerus memberikan toleransi.
Salah satu perkembangan kemampuan sosial anak dapat dilihat dari seberapa
mampu ia mengendalikan sifat egoisnya. Ketika si Kecil sudah bisa berbagi
mainannya dengan rela, tidak menangis ketika diminta berbagi, itu berarti ia telah
memiliki kemampuan sosial emosional yang baik2.
Lalu, bagaimana cara mengajarkan si Kecil untuk berbagi? Saat bermain, misalnya,
Ibu bisa mendorong si Kecil untuk memainkan mainannya bersama-sama dengan
temannya.
Ibu juga bisa mengajak si Kecil untuk mengumpulkan pakaian atau mainan yang
sudah tidak dipakai untuk disumbangkan kepada anak-anak yang lebih
membutuhkan. Jangan lupa, berikan pujian ketika ia mulai menunjukkan
kemampuan untuk berbagi.
Baca Juga: 10 Ide Kegiatan Montessori agar Anak Tumbuh Aktif dan
Mandiri
Studi klinis mendukung para orang tua untuk menerapkan program membacakan
buku dengan suara jelas dan bermain sebagai sarana untuk mengembangkan
kemampuan sosial-emosional anak untuk hasil jangka panjang3.
Tentu saja cerita yang dipilih haruslah yang mengandung nilai-nilai positif untuk
dijadikan contoh dalam kehidupan nyata si Kecil.
Tanpa harus mendikte, lewat kebiasaan bercerita ini, lama-kelamaan si Kecil akan
mengerti dan menjadikan nilai positif tersebut sebagai bagian dari dirinya4.
Ibu pasti tahu kalau anak-anak merupakan peniru ulung. Apapun yang dilihat,
terutama dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya, akan ditiru olehnya.
Beberapa sikap baik dapat Ibu tunjukkan lewat perilaku sehari-hari untuk
membantu mengembangkan kemampuan sosial si Kecil1.
Mulailah dari hal-hal yang sederhana, seperti menyapa tetangga ketika berpapasan,
berkomunikasi yang baik dengan setiap orang termasuk asisten rumah tangga,
tidak mudah emosi saat menghadapi situasi yang sulit, dan masih banyak lagi.
Tidak sulit, kok, memperkenalkan si Kecil dengan pengalaman baru. Tak harus
pergi jauh ke luar negeri atau tempat-tempat baru yang belum pernah ia datangi.
Sesederhana Ibu menyusun rencana piknik bersama keluarga di taman dekat
rumah, atau mengajaknya main layangan di lapangan terbuka.
Lakukanlah hal-hal sederhana yang selama ini belum pernah dilakukan. Itu sudah
cukup untuk memberinya pengalaman baru yang bisa mengembangkan
kemampuan sosialnya. Selama menikmati pengalaman baru ini, si Kecil tentunya
juga akan berinteraksi dengan orang-orang baru yang ditemuinya di tempat
tersebut.