Anda di halaman 1dari 15

B.

Pemetaan area risiko keselamatan dan keamanan

1. Merupakan hasil identifikasi risiko terhadap kemungkinan kecelakaan dan gangguan


keselamatan dan keamanan di RS. Identifikasi risiko dipetakan dalam lingkungan RS
sehingga dapat diketahui tempat/ lokasi yang perlu diwaspadai dan merupakan area
berisiko tinggi terkait dengan ancaman keselamatan dan keamanan yang ada
dilingkungan RS
2. Area yang berisiko tinggi keselamatan dan keamanan berdasarkan hasil identifikasi
ditetapkan dalam surat keputusan Direktur RS

C. Upaya pengendalian risiko keselamatan dan keamanan

RS Hermina melakukan upaya pengendalian dan pencegahan pada kejadian tidak aman
terhadap keselamatan dan keamanan fasilitas dan lingkungan dilakukan dengan cara
menghilangkan kondisi yang tidak standar, menghilangkan tindakan yang tidak standar,
mengurangi unsur kesalahan dari pekerjaan, mengurangi unsur kesalahan dari pengendalian
dan memastikan prinsip kewasapadaan standar, meliputi:

1. Melakukan asesmen risiko pra konstruksi (PCRA) pada waktu merencanakan


pembangunan konstruksi atau renovasi
a. Asesmen risiko pra konstruksi merupakan upaya pengurangan risiko terhadap
dampak kontruksi, renovasi dan demolisi
b. Assesmen risiko pra konstruksi dilakukan terkait perencanaan proyek kontruksi
baru dengan melibatkan semua unit / instalasi pelayanan klinis yang terkena
dampak dari kontruksi baru tersebut, konsultan perencanaan atau manager desain
proyek, Tim/ Komite K3RS, Komite Tim PPI, Bagian Penunjang Umum, Bagian
Teknologi Informasi, Urusan Sarana Prasarana / UPSRS dan unit atau bagian lain
yang diperlukan.
c. Asesmen risiko prakonstruksi menilai risiko - risiko terhadap pasien, keluarga,
staf, pengunjung, vendor, pekerja kontrak dan komunitas luar pelayanan akan
bervariasi tergantung sejauh mana kegiatan kontruksi serta dampaknya terhadap
infrastruktur dan utilitas
d. Assesmen risiko pra-kontruksi dilakukan secara komprehensif dan proaktif
digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana
agar dapat meminimalkan dampak konstruksi renovasi / penghancur (demolish)
sehingga pelayanaa pasien tetap terjaga keamanannya.
e. Assesmen risiko pra-kontruksi (PCRA) mcliputi area - area:
1) Kualitas udara
2) Pengendalian infeksi (ICRA)
3) Utilitas
4) Kebisingan
5) Getaran
6) Bahan Berbahaya
7) Layanan darurat, seperti respon terhadap kode
8) Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan dan layanan
2. Melakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala dan terdokumentasi
a. Pemeriksaan fasilitas secara berkala dengan cara melakukan ronde ABRT-RL
(aman, bersih rapi tampak baru dan ramah lingkungan) setiap 1 minggu sekali
sesuai dengan jadwal
b. Pemeriksaan fasilitas meliputi: kondisi fisik secara umum, fungsi fasilitas di area
yang dilakukan pemeriksaan, kelengkapan fasilitas, kebersihan, ketersediaan alat
pemadam kebakaran, alat proteksi kebakaran, penandaan/ signage, monitoring
CCTV, tata udara, ketersediaan fasilitas cuci tangan, tata udara/ ventilasi dll
c. Pemeriksaan fasilitas dilakukan pada seluruh area di RS termasuk area yang
berisiko keselamatan dan keamanan fasilitas dan lingkungan meliputi area: luar
bangunan, penunjang gedung, lobby, front office dan costumer sevice, IGD, kasir,
Instalasi farmasi Instalasi laboratorium, Instalasi radiologi, lift dan tangga,
poliklinik, Rehabilitasi Medik dan KTK, kamar perawatan, Kamar Operasi dan
kamar bersalin, perawatan intensif, KBBL, Dapur dan pantry, Mushola dan Toilet
Umum, Mobil Operasional, Ambulance dan motor kurir
d. Pemeriksaan fasilitas dilakukan secara bersama-sama oleh Bagian Penunjang
Umum terdiri dari Urusan PSRS dan Urusan Pelayanan Umum
e. Hasil pemeriksaan fasilitas didokumentasikan dalam ceklist pemeriksaan fasilitas
dan dibuatkan laporan hasil pemeriksaan fasilitas yang dapat dilengkapi dengan
dokumentasi dalam bentuk foto
f. Hasil pemeriksaan dibuat dengan sistim web base yang harus dilaporkan oleh
Manajer Penunjang Umum RS dan di dsetujui oleh Direksi RS serta dipantau oleh
Departemen Penunjang Umum PT MH Tbk.
g. Hasil pemeriksaan harus dilakukan tindaklanjut oleh unit terkait, bukti tindak
lanjut didokumentasikan dalam bentuk foto before temuan dan after setelah
diperbaiki
h. Monitoring dan pengawasan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan fasilitas
dilakukan oleh Tim/ Komite K3RS
3. Merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan fasilitas
pendukung yang aman
a. Bagian Penunjang Umum membuat rencana dan melakukan pencegahan
kecelakaan dan cedera, mengurangi bahaya risiko serta mempertahankan kondisi
aman bagi pasien, keluarga dan pengunjung
b. Urusan PSRS memastikan bangunan, fasilitas, peralatan medis berfungsi dengan
baik dan aman saat digunakan baik untuk pasien, karyawan maupun pengunjung
RS lainnya
c. Urusan PSRS melakukan pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap bangunan,
fasilitas, peralatan medis secara berkala sesuai jadwal serta melakukan perbaikan
terhadap hasil yang bermasalah yang dapat berisiko terhadap keselamatan dan
keamanan
d. Bagian Penunjang umum mengganti fasilitas, peralatan medis yang sudah tidak
memenuhi standar kelayakan/ rekomendasi dari pabrikan yang berisiko terhadap
keselamatan dan keamanan pasien, karyawan serta pengunjung di RS di RS
e. Bagian Penunjang umum membuat perencaanan dan meyediakan fasilitas
pendukung yang aman dilakukan setiap ada risiko baru yang timbul karena
adanya penambahan pelayanan, perubahan lingkungan atau perubahan regulasi
dari pemerintah. Perencanaan diajukan oleh unit, untuk dibahas dan disetujui oleh
Direksi RS Hermina.
4. Menciptakan lingkungan yang aman dengan penggunaan kartu identitas
Untuk menciptakan lingkungan yang aman, seperti pencegahan terhadap pencurian
tindak kekerasan dan penculikan di rumah sakit dengan memberikan identitas (badge
name sementara atau tetap) pada pasien, staf, pekerja kontrak, tenant penyewa lahan,
keluarga (penunggu pasien) atau pengunjung (pengunjung diluar jam besuk dan tamu
rumah sakit), dengan cara:
a. Urusan Pelayanan Umum beserta petugas security memastikan seluruh staf dan
semua individu yang bekerja di rumah sakit menggunakan kartu identitas
b. Petugas security melakukan pemberian identitas pada pasien rawat inap,
penunggu pasien, tenant/penyewa lahan, pengunjung diluar area berkunjung
(termasuk tamu) yang memasuki area terbatas (Restricted Area) yang beresiko
keamanan dan hasil pemberian identitas didokumentasikan
c. Petugas security yang bertugas wajib menanyakan kepada semua tamu/
pengunjung tentang maksud dan tujuan berkunjung ke rumah sakit, apabila
kunjungan tersebut berkaitan dengan penugasan maka petugas yang menerima
tamu wajib menanyakan surat tugas yang bersangkutan.
d. Petugas security memberitahukan kepada tamu pengunjung wajib meninggalkan
tanda pengenal di pos jaga untuk diganti dengan tanda pengenal kartu tamu.
Petugas security mencatat nama dan alamat tamu/pengunjung sesuai dengan
identitas yang dimiliki (KTP, SIM, PASPORT). Setelah selesai berkunjung,
tamu/pengunjung kembali ke pos jaga untuk menyerahkan kartu tamu dan
mengambil identitasnya.
e. Petugas security memastikan penggunaan kartu identitas dari staff RS, penunggu
pasien, tamu, pengunjung diluar jam berkujung, staf RS, tamu, staf kontrak dan
tenant dengan melakukan patroli/ pemeriksaan ke seluruh area RS termasuk pada
area yang berisiko keselamatan dan keamanan dan hasil patroli didokumentasikan
f. Berkoordinasi dengan Bagian HRD RS Hermina dalam pemberian kartu identitas
kepada karyawan tetap atau karyawan kontrak pada hari pertama karyawan/staf
tersebut masuk.
g. Pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan kartu identitas karyawan/staf RS
dan tenant dilakukan oleh petugas security dan berkoordinasi bagian HRD RS
untuk hasil kepatuhannya
5. Melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan atau
pengrusakan barang milik pribadi dan tindak kekerasan
a. Melakukan pemasangan Akses Door/ door lock, kamera CCTV pada area
berisiko terhadap keselamatan dan keamanan.
b. Petugas security melakukan patroli secara berkala terhadap area berisiko
terjadinya keselamatan keamanan di rumah sakit
c. Petugas security memastikan seluruh area yang berisiko keselamatan dan
keamanan dalam kondisi aman, tidak ada hal - hal yang mencurigakan yang
berpotensi terjadinya kejadian tidak aman
d. Petugas security mendokumentasikan hasil patroli pada area keselamatan dan
keamanan
e. Petugas security memastikan fasilitas pengawasan yang mendukung terhadap
keamanan berfungsi dengan baik
f. Memastikan pelaporan jika terjadi insiden/ tindak kejahatan perorangan,
kehilangan, kerusakan atau pengrusakan barang milik pribadi dan tindak
kekerasan kepada Direksi RS
6. Melakukan monitoring dengan memasang kamera sistem Closed Circuit
Television (CCTV)
a. Manager penunjang Umum dan Petugas PSRS memastikan area berisiko
keselamatan dan keamanan terpasang kamera CCTV
b. Adapun pemasangan kamera CCTV dilakukan pada area:
1) Ruang bayi dan kamar operasi, daerah yang berisiko lainnya seperti ruang
anak, lanjut usia dan keluarga pasien rentan yang tidak dapat melindungi diri
sendiri atau memberi tanda minta bantuan bila terjadi bahaya
2) Daerah terpencil atau terisolasi, area parkir, dan area lainnya yang sering
terjadi kehilangan atau gangguan keamanan di rumah sakit
c. Pemasangan kamera CCTV tidak diperbolehkan di ruang pasien dan tetap harus
memperhatikan hak privasi pasien
d. Penempatan layar monitoring CCTV harus ditempat yang tidak dapat dilihat atau
di akses oleh petugas atau pihak yang tidak berwenang.
e. Monitoring CCTV dilakukan oleh petugas security yang sedang berdinas dengan
cara melakukan pencatatan kegiatan dan fungsi rekaman setiap jam.
f. Pemantauan kamera CCTV yang dipasang di ruang perawatan pasien covid
ditempatkan di Nurse Station bertujuan untuk memantau aktifitas pasien untuk
kepentingan medis dilakukan oleh perawat. Pemantauan oleh petugas keamanan
terhadap CCTV tersebut adalah terkait fungsi kamera dan decoder rekaman
7. Menyediakan fasilitas yang aman sesuai dengan peraturan dan perundangan
RS melakukan identifikasi terhadap fasilitas fisik bangunan apakah sudah sesuai
dengan peraturan perundangan dengan melakukan cek list pemeriksaan terhadap
bangunan fisik sebagai berikut:
a. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan serangga,
tikus, dan binatang penggangu lainnya.

b. Plafond

1. Langit-langit kuat berwarna terang dan mudah dibersihkan, tidak mengandung unsur
yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur.

2. Rangka langit harus kuat

3. Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar (koridor)


minimal 2,40 m

4. Tinggi langit-langit di raungan operasi minimal 3,00 m

5. Pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan langit-langit harus memiliki
tingkat ketahanan api (TKA) minimal 2 jam

6. Pada tempat-tempat yagn membutuhakan tingkat kebersihan ruangan tertentu, maka


lampu-lampu penerangan dipasang dibenamkan pada plafon (recessed).

7. Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan
profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit- langit

c. Dinding

1. Permukaan dinding harus kuat rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak
luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.

2. Sudut dinding dengan lantai, dinding dengan langit-langit membentuk comus (tidak
membentuk siku).

3. Pada daerah yang dilalui pasien, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan
(handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80-100cm dari permukaan lantai.

4. Pegangan (handrail) harus mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg
yang berpeganan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada.

5. Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan
dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif.
6. Dinding KM/WC dari bahan yang kuat dan kedap air.

7. Permukaan dinding keramik rata, rapi dan sisa permukaan keramik dibagi sama ke
kanan dan ke kiri.

8. Khusus ruang radiologi dinding dilapis Pb minimal 2 mm atau setara dinding bata
ketebalan 30 cm serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi

9. Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,5m dari
lantai.

10. TPS dibangun dengan dinding dan lantai dari bahan yang kuat, kedap air dan

mudah dibersihkan

11. Ruang yang mempunyai tingkat kebisiingan tinggi (misalkan ruang mesin, genset,
mesin blower, kompresor, chiller,dll) maka bahan dinding menggunakan bahan yang kedap
suara atau menggunakan bahan yang dapat mnyerap bunyi.

d. d. Lantai

1. Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin, mudah dibersihkan
dan berwarna terang

2. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup kea
rah saluran pembuangan air limbah.

3. Pertemuan lantai untuk ruang operasi, NICU,ICU, Perina pertemuan lantai dengan
dinding berbentuk konus atau lengkung agar mudah dibersihkan.

4. Khusus ruang operasi, lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk
berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan tidak mudah
terbakar

e. Pintu Jendela

1. Pintu utama dan pintu-pintu yang dilalui brangkar/tempat tidur pasien memiliki lebar
120 cm, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses tempat tidur pasien memiliki lebar bukaan
minimal 90 cm.
2. Di daerah sekitar pintu masuk tidak boleh ada perbedaan ketinggian lantai.

3. Pintu untuk kamar mandi di ruangan perawatan pasien dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar dan lebar

4. Pintu-pintu yang menjadi akses tempat tidur pasien harus dilapisi bahan anti benturan.

5. Ruang perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang dapat terbuka secara
maksimal untuk kepentingan pertukaran udara.

6. Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup pintu
otomatis (automatic door closer) dan membuka kearah tangga darurat/ arah evakuasi dengan
bahan tahan api minimal 2 jam.

7. Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai

8. Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar, memakai jeruji.

9. Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi harus menutup
sendiri (dipasang penutup pintul door close).

10. Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan dilapisi Pb minimal 2
mm atau setara dinding bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu merah tanda bahaya
radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.

f. Kamar Mandi

1. Toilet umum

a. Lantai terbuat dari bahan yagn kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang,

mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan genangan. Permukaan lantai harus tidak licin dan
tidak boleh menyebabkan genangan.

b. Pembuangan air limbahd ari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau
(water seal)

c. Letak kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi dan
ruang khusus lainnya
d. Lubang pengahwaan harus berhubungan langsung dengan udara luar

e. Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap dan
karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.

f. Toilet pengunjung harus terletak ditempat yagn mudah dijangkau dan ada petunjuk
arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1-20 pengunjung
wanita, 1 (satu) toilet untuk 1-30 pengunjung pria.

g. Harus dilengkapi dengan slogan atau peringan untuk memelihara kebersihan

h. Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air aygn dapat menjadi tempat
prindukan/nyamuk

i. Toilet atau kamar mandi umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk
dan keluar oleh pengguna.

j. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna (36- 38
cm).

k. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.

l. Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat

2. Toilet untuk aksesibilitas

a. Toilet atau kamar mandi umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan
tampilan rambu/simbol "disabel" pada bagian luarnya.

b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar pengguna kursi roda.

c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna


kursi roda sekitar (45 - 50 cm)

d. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan
penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke
atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
e. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-
perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasangsedemikian hingga
mudah digunakan oleh orang yang memiliki

keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda

f. Permukaan lantai harus tidak licin dan tidak boleh menyebabkan genangan.

g. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi
roda

h. Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar jika terjadi kondisi
darurat

i. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,
dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-
waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

g. Koridor

1. Ukuran koridor yang aksesibilitas tempat tidur minimal 2,40 meter.

h. Tangga

1. Harus memilih dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.

2. Tinggi masing masing pijakan / tanjakan adalah 15-17 cm

3. Harus memiliki kemiringan tangga kurang 600

4. Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat untuk
mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakatan atau sitrasi darurat lainnya

5. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga

6. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)

7. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65-80 cm dari lantai,
bangian ujung harus bulat atau dibelokan dengan baik kea rah lanate, dinding atau tiang.
8. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak
dan bagian bawah) dnegan 30 cm

i. RAM

1. Kemiringan ram tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tidak termasuk
awalan dan akhiran ram

2. Panjang mendatar dari satu ram (Dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900
cm. Panjang ram dengan kemiringan lebih rendah dapat lebih Panjang.

3. Lebar minimum dari ram adalah 2,40 meter dengan tepi pengaman

4. Muka datar (bordes) pada awalan dan akhiran harus bebas dan datar dengan ukuran
minimum 160 cm

5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus memiliki tekstur sehingga tidak
licin.

6. Lebar tepi pengaman ram (low curb) maksimal 10 cm sehingga dapat mengamankan
roda dari kursi roda atau brangkar/tempat tidur pasie agar tidak

terperosok atau keluar ram.

7. Pencahayaan harus cukup

8. Dilengkapi dnegan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekauatannya dengan


ketinggian yang sesuai.

j. Ventilasi

1. Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15 % dari luas lantai

2. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang operasi,


kombinasi antara exhaust fan dan air conditioner (AC) harus dapat memberikan sirkulasi
udara dengan tekanan positif

3. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.


i. Meubelair

Penggunaan meubelair diupayakan tidak mempernudah penyebaran infeksi, bahan mudah


dibersihkan, dipelihara dan ditempatkan sesuai kebutuhan

j. Sanitasi

1. Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak cacat
serta mudah dibersihkan

2. Urinoir dipasang / ditempel pada dinding, kuat dan berfungsi dengan baik

3. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau, dilengkapi
dengan disinfektan dan tisu yang sekali buang

4. Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toiletnya dan kamar
mandi 10: 1

5. Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 20:1

k. k. Proteksi Kebakaran

Penilaian risiko terhadap fasilitas proteksi kebakaran menggunakan Fire Safety Risk
Asesment (FSRA) dan fire Safety Checklist. Adapun ketentuan Proteksi kebakaran sebagai
berikut :

a. Smoke dan Heat Detector

Semua detektor asap mempunyai persyaratan jarak antara detektor yang sama, juga semua
detektor panas mempunyai persyaratan jarak antara detektor yang di proteksi dan detektor
terdekat ke titik tersebut harus tidak melebihi 7,5 meter untuk detektor asap dan 5,3 meter
untuk detektor panas.

2. Sprinkle

a. Sistem sprinkle otomatis harus dipasang diseluruh bangunan

b. Sistem sprinkle otomatis tidak wajib di area berikut:

1) Setiap ruangan di mana penerapan air, atau nyala api dan air, merupakan ancaman
yang serius terhadap kehidupan atau bahaya
kebakaran.

2) Setiap kamar atau ruang di mana sprinkle dianggap tidak diinginkan karena sifat dari
isi ruangan.

3) Ruang generator dan transformator yang dipisahkan dari bangunan dengan dinding
dan lantai / langit-langit atau rakitan atap langit- langit yang memiliki nilai ketahanan api
tidak kurang dari 2 jam.

4) Di kamar alau daerah yang konstruksinya tidak mudah terbakar dengan isi
sepenuhnya bahan tidak mudah terbakar.

5) Untuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkan pasien dipindahkan (ruang bedah,


ruang ICU, ruang radiologi, dan lain- lain), sprinkle boleh tidak dipasang asalkan dinding,
lantai, langit-langit dan bukaan, mempunyai tingkat ketahanan api minimal 2 Jam

c. Sistem ini meliputi kepala sprinkle, kap kontrol alam dan sistem pemipaannya

d. Pengujian dan pemeliharaan sprinkie dilakukan secara berkala

3. APAR

a. Jarak tempuh penempatan alat pemađam api ringan dari setiap tempat atau titik dalam
bangunan rumah sakit harus tidak lebih dari 15 (lima belas) meter.

b. Setiap ruangan tertutup dalam bangunan rumah sakit dengan luas tidak lebih dari 250
m2, harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah alat pemadam api ringan berukuran
minimal 2 kg sesuai klasifikasi isi ruangan

c. Apar diletakan pada dinding dengan ketinggian antara 15-120 cm dalam kondisi baik,
rapi dan bersih

d. Diruang Genset tersedia APAR CO2

l. Jalur Evakuasi

Terpasang digantung dibawah atap dan dipasang diatas lantai pada akses menuju pintu arah
keluar ke titik kumpul evakuasi, secara berurutan setiap lantai dengan jarak tidak lebih 15-30
cm dari lantai dan 200 cm dari atas permukaan lantai
l. m. Alat Medis

1. Pemeliharaan

Pemeliharaan alat medis dapat dibagi menjadi kategori utama yaitu

a. Inspeksi dan pemeliharaan preventif

Ketika pada saat kegiatan terdapat masalah pada peralatan, perbaikan peralatan tersebut dapat
dijadwalkan untuk dilakukan perbaikan tanpa mengganggu kegiatan yang dilakukan.

b. Pemeliharaan korektif, terdiri dari:

1) Perbaikan dan trouble shooting

Perbaikan peralatan terjadi ketika pengguna peralatan telah melaporkan

masalah tentang peralatan tersebut Pemeliharaan korektif ini dapat dicapai pada berbagai
tingkatan:

a) Tingkat komponen, troubleshooting tingkat komponen dan perbaikan mengisolasi


kegagalan sampai ke komponen tunggal yang diganti. Dalam peralatan elektrik, peralatan
mekanik, dan untuk komponen pasif dari peralatan elektronik (seperti resistor atau kapasitor
dalam suatu rangkaian elektronik, atau sekering) ini sering pendekatan perbaikan yang paling
efektif. Dalam kaitannya dengan peralatan elektronik, bagaimanapun, komponen tingkat
perbaikan dapat memakan waktu dan sulit. Modul (circuit4 board) elektronik modern
(terutama modul digital) sering tidak dipcrbaiki pada tingkat komponen. Dalam kasus-kasus
papan-tingkat sistem-tingkat bahkan atau perbaikan perlu dipertimbangkan.

b) Tingkat Modul (board level), untuk peralatan elektronik, adalah umum untuk
mengisolasi kegagalan untuk sebuah modul tertentu dan untuk mengganti seluruh modul dari
pada komponen elektronik yang diberikan

c) Tingkat peralatan atau sistem. Dalam beberapa kasus bahkan papan- tingkat
pemecahan masalah dan perbaikan terlalu sulit atau memakan waktu. Dalam kasus seperti itu
lebih efektif jika mengganti seluruh peralatan atau sub sistem tersebut

2) Inspeksi dan penggunaan pada pelayanan


Kegiatan ini akan mengukur kinerja peralatan dan memungkinkan untuk setiap pengaturan
yang diperlukan untuk mengembalikan fungsi peralatan secara penuh. Setelah hal ini
diselesaikan, peralatan dapat dikembalikan untuk digunakan dalam layanan pasien.

2. Kalibrasi

Dilakukan untuk menjaga kondisi alkes agar tetap sesuai dengan suplier dan besaran pada
spesifikasinya Dengan adanya kalibrasi maka akurasi ketelitian dan keamanan alat kesehatan
dapat dijamin sesuai besaran yang tertera.

Alat kesehatan yang lulus kalibrasi akan mendapatkan sertifikat kalibrasi serta tanda Laik
Pakai, demikian juga alat kesehatan yang lulus uji akan mendapatkan sertifikat
pengujian/kalibrasi dan tanda Laik Pakai.

m. n. Penilaian kesiapan bangunan dalam kondisi bencana

Penilaian terhadap rumah sakit atau fasilitas pelayanan Kesehatan apakah tetap dapat
beroperasi, berfungsi dan memberikan pelayanan dalam kondisi darurat dan/ atau bencana
emnggunakan instrument penilaian Hospital Safety Index (HSI). Pemeriksaan fisik bangunan
apakah tetap dapat beroperasi dan memberikan pelayanan

Penilaian menggunakan Hospital Safety Index (HSI) dibagi menjadi 4 (empat) bagian
penilaian yaitu :

1. Bahaya yang berdampak pada keamanan Rumah Sakit dan peran Rumah Sakit dalam
pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana

2. Keamanan Struktur Bangunan

3. Keamanan Non-Struktural

4. Pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana Aspek pengelolaan kondisi darurat

5. Perhitungan nilai Hospital Safety Index (HIS)

Anda mungkin juga menyukai