Anda di halaman 1dari 2

Karakteristik dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara

Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak pada asas-asas hukum
yang melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan
apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum.
Kita menyebutnya demikian oleh karena; pertama, ia merupakan landasan yang
paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum
itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut
landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau
merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Selanjutnya Satjipto Rahardjo
menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar
kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu
mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.

Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum
adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum
masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-
putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-
keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.

Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis


besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam Hukum
Acara Peradilan tata Usaha Negara: 
1. Asas Praduga rechtmatig. (Pasal 67 ayat (1) UU PTUN)
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata
usaha negara (KTUN) yang dipersengketakan. (Pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a)
3. Asas para pihak harus didengar . 
4. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24 UUD 1945
jo Pasal 4 UU 14/1970)
5. Asas peradilan dilakukan dengan sederahana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 UU
14/ 1970)
6. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim
mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan
tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengakapi dengan pertimbangan-
pertimbangan (Pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui
apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk
melengkapinya (Pasal 63 UU PTUN). Dengan demikian asas ini memberikan peran
kepada hakim dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materil
dan untuk itu UU PTUN mengarah kepada pembuktian bebas .Bahkan, jika dianggap
perlu untuk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh informasi atau data yang
diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejatan TUN sebagai pihak
tergugat itu untuk memberikan informasi atau yang diperlukan itu (Pasal 85 UU
PTUN).
7. Asas sidang terbuka untuk umum. (Pasal 17 dan Pasal 18 UU 14/1970 jo Pasal 70
UU PTUN).
8. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah
yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (PT 1TUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA). Dengan
dianutnya asas ini, maka kesalahan dalam keputusan pengadilan yang lebih rendah
dapat dikoreksi oleh Pengadilan yang lebih tinggi. Terhadap putusan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum banding kepada PT
TUN dan kasasi kepada MA. Sedangkan terhadap putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum permohonan peninjuan kembali
kepada MA.
9. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. (Pasal 78 dan
pasal 79 UU PTUN).
10. Asas Obyektivitas.

1
Sudikno Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty. Yogyakarta. hlm 54
Indroharto. 1993. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Buku II,
Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara. Ed. Revisi. Pusataka Sinar Harapan. Jakarta. hlm 154

Anda mungkin juga menyukai