DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
PEREKAMAN EKG DAN INTERPRETASI EKG
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Menurut (Armiyati, 2016: 161) EKG atau elektrokardiogram adalahsuatu
representasi dari potensial listrik otot jantung yang didapatmelalui serangkaian
pemeriksaan menggunakan sebuah alat bernamaelektrokardiograf.Elektrokardiograf
adalah alat medis yang digunakan untukmerekam beda potensial bioelektrik di
permukaan kulit yangdibangkitkan jantung dengan memasang elektroda rekam
(Ag/AgCl)pada tempat tertentu di permukaan tubuh. (Haryosuprobo dkk, 2016).
2. TUJUAN
Elektrokardiogram atau EKG adalah tes untuk mengukur dan merekam aktivitas
listrik jantung menggunakan mesin pendeteksi impuls listrik (elektrokardiograf).
3. PRINSIP
Prinsip kerja EKG adalah merekam signal elektrik yang berkaitan dengan
aktivitas jantung dan menghasilkan grafik rekaman tegangan listrik terhadap waktu.
4. KOMPLIKASI
7. PETUNJUK UMUM
1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2) Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3) Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4) Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau dipahami
8. KESELAMATAN KERJA
1) Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2) Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3) Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4) Perhatikan setiap langkah pemeriksaan EKG
9. PROSEDUR TINDAKAN
PROSEDUR PEREKAMAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
1) Tahap Preinteraksi
a. Explorasi diri
b. Baca catatan keperawatan dan medis
c. Cuci tangan
d. Siapkan alat: Mesin EKG, kabel eletroda, 6 elektroda prekordial dan 4 elektroda
ektremitas, kabel ground, kabel penghubung arus listrik, kertas EKG, jelly, kapas
alcohol, tissue, dan spidol atau pena (marker)
2) Tahap orientasi
a. Ucapkan salam dan panggil nama pasien
b. Perkenalkan diri
c. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan, dan kontrak waktu pada pasien atau keluarga
d. Beri kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
3) Tahap kerja
a. Dekatkan alat ke pasien
b. Jaga privasi pasien
c. Atur posisi yang nyaman untuk pasien (posisi supinasi)
d. Minta klien untuk melepaskan jam tangan, ikat pinggang dan barang lain yang
terbuat dari logam
e. Siapkan peralatan (sambungkan mesin EKG dengan kabel listrik dan sambungkan
dengan sumber listrik, pasang kabel ground, sambung kabel elektroda dan
pasangkan dengan masing-masing elektroda)
f. Nyalakan mesin, atur kecepatan dan voltage
g. Minta dan bantu pasien untuk membuka baju bagian atas
h. Bersihkan dengan menggunakan kapas alcohol pada area dada dan ektremitas yang
akan di pasang elektroda
i. Lakukan palpasi untuk menentukan area pemasangan elektroda pada daerah
precordial dan tandai dengan spidol atau pena
j. Oleskan jelly pada area pemasangan elektroda
k. Pasang elektroda pada:
a) Area precordial:
V1 : ICS IV garis sternal dektra
V2 : ICS IV garis sternal sinistra
V3 : antara V2 dan V4
V4 : ICS V garis midclavicula dektra
V5 : setinggi V4 garis anterior aksilaris sinistra
V6 : setinggi V4 garis midiaaksilaris sinistra
b) Ektremitas:
Electrode RA : pasang di tangan kanan
Electrode LA : pasang di tangan kiri
Electrode RL : pasang di tungkai kanan
Electrode LL : pasang di tungkai kiri
Dharma, Surya. (2012). Sistematika Interpretasi EKG: Pedoman Praktis. EGC: Jakarta.
Greven, Ruth. (1999) fundamental of nursing: human health and function, Philadelphia:
lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
PENGAMBILAN DARAH ARTERI DAN INTERPRETASI AGD
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Analisa gas darah merupakan suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengetahui kecukupan oksigensi, ventilasi, dan status asam basa. Asam adalah ion
hidrogen atau donor proton. Suatu cairan dianggap asam apabila mampu
menyumbangkan atau melepas ion H+. Basa adalah ekseptor proton. Suatu cairan dikatan
basa apabila mampu menerima ion H+.
Pada pemeriksaan AGD akan diketahui status: pH, PaO2, PaCO2, SaO2, dan
untuk fungsi yang normal dari semua enzim dan proses metabolisme sel-sel tubuh maka
diperlukan suasana asam basa yang baik. Gangguan pernafasan sedikit saja dapat
menyebabkan retensi CO2 yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH darah.
Stabilisasi pH merupakan syarat mutlak untuk menjamin kehidupan dan
kemampuan bertahan hidup. Mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pH dalam
batas aman meliputi: mekanisme pengendalian pernafasan (paru-paru), mekanisme
pengendaliam ion hidrogen di ginjal dan sistem buffer (penyangga).
2. TUJUAN
1) untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida dan tingkat asam basa (pH) di dalam
darah
2) Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ paru yang
menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida
3. PRINSIP
Sampel darah arteri digunakan terutama untuk pemeriksaan analisa gas darah
(AGD) arteri. Sampel dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu pada pasien yang sering
diperiksakan AGD melalui kateter dalam arteri, atau dengan menggunakan spuit untuk
tusukan arteri pada pasien yang hanya butuh satu kali pemeriksaan
4. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi :
1) Trombosis arteri: menyebabkan iskemik dan kematian jaringan
2) Hematoma: dicegah dengan penekanan selama 3-5 menit pada luka. Penanganan jika
terjadi hematoma dengan kompres hangat.
3) Perdarahan: lokasi luka perlu dievaluasi terutama pada pasien dengan pemeriksaan
koagulasi yang memanjang atau mendapatkan obat antikoagulan.
5. KRITERIA
Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ paru yang
menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Tes ini juga dilakukan pada
pasien yang sedang menggunakan alat bantu napas untuk memonitor kondisi serta
mengetahui apakah pengaturan alat sudah sesuai.
8. KESELAMATAN KERJA
1) Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2) Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3) Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4) Perhatikan setiap langkah pemeriksaan dan pelaksanaan pengambilan darah Arteri dan
Interpretasi AGD
9. PROSEDUR TINDAKAN
PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH ARTERI
1) Tahap Pra Interaksi
a. Eksplorasi diri
b. Baca catatkan keperawatan dan medis
c. Cuci tangan
d. Siapkan alat: spuit insulin/ spuit 3 cc, heparin, kapas alcohol, plester, gunting
plester, karet penutup, kassa steril, perlak, bengkok, container, sarung tangan bersih,
2) Tahap Orientasi
a. Berikan salam dengan menyebut nama pasien
b. Perkanlkan diri
c. Jelaskan tujuan, prosedur, dan kontrak waktu kepada pasien dan keluarga
d. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
3) Tahap Kerja
a. Jaga privasi pasien
b. Pakai sarung tanganlabel)
c. Pasang perlak di area penyuntikan
d. Dekatkan alat-alat ke dekat klien
e. Buka bungkus spuit 3 cc tanpa mengkontaminasi jarumnya, masukkan heparin
(2strip) ke dalam spuit
f. Lakukan palpasi di area penyuntikan untuk mencari arteri:
Arteri radialis: posisikan lengan dalam posisi abdukssi dengan telapak tangan
menghadap keatas. Bagian bawah pergelangan tangan dapat diganjal bantal
kecil bila perlu
Arteri brakialis: lengan pasien dalam posisi ekstensi maksimal
g. Bersihkan area penyuntikan dengan kapas alcohol & biarkan kering dengan gerakan
melingkar dari pusat ke tepi, pegang kapas dengan jari lain /letakkan pada kulit
pasien. Oleskan juga kapas alkohol pada ujung jari tangan yang akan digunakan
untuk meraba nadi
h. Lepaskan tutup jarum letakkan pada tempat yang aman
i. Lakukan penusukan pada arteri dengan sudut 450 (arteri brakialis) atau 300 (arteri
radialis) dengan arah jarum menghadap keatas. Pilih arteri yang nadinya teraba
paling kuat
j. Setelah tampak darah pada, maka spuit akan terdorong oleh tekanan darah
(penderita hipotensi: spuit dapat ditarik pelan-pelan)
k. Setelah jumlah darah terpenuhi kemudian cabut jarum dan spuit dari tangan pasien
menggunakan tangan kanan
l. Tangan kiri langsung melakukan penekanan pada area penusukan dengan kassa
steril selam 5-10 menit untuk menghentikan perdarahan
m. Tangan kanan mengatur keluar udara dari spuit dan menusukkan ujung jarum pada
karet penutup yang sudah dipersiapkan (untuk mencegah udara masuk ke dalam
spuit)
n. Spuit yang sudah berisi darah diberi label: nama, No RM, tanggal dan jam
pengambilan darah
o. Letakkan spuit pada container untuk dibawa ke laboratorium
p. Tutup dengan kasa seril dan plester pada tempat tusukan sesudah perdarahannya
berhenti
q. Atur posisi pasien kembali
r. Lepaskan sarung tangan
s. Rapikan alat
4) Tahap Terminasi dan dokumentasi
a. Tanyakan (eksplorasi) perasaan pasien
b. Simpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan
c. Berikan reinforcement kepada pasien
d. Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam
e. Lakukan dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
(tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
1) Spesimen darah arteri sebanyak 3 – 5 ml dimasukkan ke dalam spuit yang telah terisi
heparin
2) Tuliskan pada sisi spuit: nama klien, No RM, tanggal, jam pengambilan darah
3) Hasil akan dilaporkan dan kemudian dibandingkan dengan tanda klinis pasien
1) Perhatikan pH untuk menentukan keadaan asidosis atau alkalosis, jika pH normal lihat
nilai BE
2) Tentukan penyebab primer/ utama dari keadaan tersebut:
a. PaCO2: jika penyimpangan searah dengan pH maka respiratorik
b. BE, HCO3: jika penyimpangan searah dengan pH maka metabolic
3) Tentukan apakah sudah ada kompensasi
Apabila PaCO2 atau BE sudah menyimpang ke arah yang berlawanan dengan pH
artinya sudah ada kompensasi. Jika tidak ada kompensasi disebut asidosis atau
alkalosis murni.
4) Perhatikan kondisi klinis pasien
REFERENSI
Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba
Mardika Hudak & Gallo. (2011). Keperawatan Kritis Pndekatan Holistik. Edisi 8. EGC:
Jakarta
https://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Chest+drain
LAPORAN PENDAHULUAN
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
TEKNIK FISIOTERAPI DADA
A. KONSEP TEORI:
I. PENGERTIAN
Tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural, clapping dan
vibrating pada pasien dengan gangguan system pernafasan seperti penyakit paru-
paru Obstruksi kronis (Bronkhitis kronis), Asma dan Emfisema.
Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk
mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam
fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, air, padas, dingin,
massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas
toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan.
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat
berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis.
Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat
efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien
dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit
paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot
pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk
mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada
penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk
kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim
paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik.
Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian postural drainage, perkusi, dan vibrasi.
Kontra indikasi.
Fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status
asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif
seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor
paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsangan.
II. TUJUAN
1. Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan
2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus
3. Untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran
sekret
4. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
5. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang
cukup
6. Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
III. PRINSIP
IV. KOMPLIKASI
V. KRITERIA
D. KESELAMATAN KERJA
1. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang
2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap
3. Periksa nadi dan tekanan darah
4. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan sekret.
1. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap kebawah didaerah dada yang akan
didrainage. Satu tangan diatas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama
dan ekstensi. Cara yang lain tangan bisa diletakan secara bersebelahan.
2. Anjurkan klien menarik nafas dalam-dalam melalui hidung dan menghembuskan
nafas secara perlahan lewat mulut atau pursed lips.
3. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan dan gunakan
hampir semua tumit tangan. Getarkan tangan, gerakkan kearah bawah.
Hentikan getaran jika klien melakukan insipirasi.
4. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien untuk batuk dan keluarkan sekret kedalam
tempat sputum.
Prosedur kerja:
Perkusi
1. Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk atau pakaian untuk
mengurangi ketidaknyamanan
2. Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat, untuk meningkatkan relaksasi
3. Perkusi pada tiap segman paru selama 1-2 menit
4. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah terjadi
cedera, seperti:mammae, sternum, dan ginjal.
F. REFERENSI
Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia” Editor: Monica
Ester.- Jakarta : EGC : 2004
Dewit & O neill, Fundamental Concept and Skill For Nursing, Lipincott,2010.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi KebutuhanDasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
NEBULISASI/TERAPI INHALER
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Berbagai macam obat yang dapat diberikan dengan nebulizer antara lain
antibiotik, anti kolinergik, bronkodilator, kortikosteroid, kromolin, dan mukolitik.
Nebulizer dapat juga diberikan untuk melakukan profokasi untuk mendiagnosis suatu
penyakit, seperti menggunakan obat histamin atau metakolin.
Pada bayi dan anak-anak, metode pemberian bronkodilator yang terpilih adalah
menggunakan nebulizer dimana memiliki efektivitas yang sama dengan pemberian
intravena namum memiliki efek samping yang jauh lebih kecil. Steroid yang diberikan
secara inhalasi dalam jangka panjang dapat berguna untuk pencegahan serangan asma,
sehingga pemberian steroid sistemik dapat dibatasi hanya saat eksaserbasi atau pada
penderita tertentu dengan asma berat.
2. TUJUAN
1) Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
2) Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar
3) Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
4) Melegakan pernafasan
5) Mengurangi pembekakan selaput lender
6) Mencegah pengeringan selaput lender
7) Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
8) Menghilangkan gatal pada kerongkongan
3. PRINSIP
Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol
sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker.
4. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:
1) Henti nafas
2) Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun
tekniknya.
3) Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat
4) Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik
padasistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau ventricular
disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan dosis
5) Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan
5. KRITERIA
8. PROSEDUR TINDAKAN
PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI NEBULISASI
1. Tahap Pra-Interaksi
a. Eksplorasi diri
b. Baca catatan keperawatan dan medis
c. Siapkan alat: alat nebulizer, selang udara, masker atau mouthpiece, obat inhalasi
sesuai order, Nacl 0,9 %, Sarung tangan bersih, kapas alkohol, tissue, bengkok.
d. Cuci Tangan
2. Tahap Orientasi
a. Berikan salam, panggil nama klien dengan namanya
b. Jelaskan prosedur & tujuan tindakan pada klien
c. Berikan kesempatan kepada pasein dan keluarga untuk bertanya
d. Jaga privasi klien.
3. Tahap Kerja
a. Dekatkan alat ke pasien, letakkan nebulizer di tempat yang aman dan mudah
dijangkau
b. Pakai sarung tangan
c. Ukur obat sesuai dengan dosis dan pengencer sesuai dengan order dokter
d. Masukkan obat ke dalam tempat penampungan obat (cup) nebulizer
e. Hubungkan selang udara dari kompresor ke dasar nebulizer cup. Pastikan bahwa
selang udara dan nebulizer cup tersambung dengan kuat sehingga obat tidak keluar.
f. Hubungkan mouthpiece atau face mask ke nebulizer cup
g. Hidupkan nebulizer dan lakukan pengecekan bahwa alat berfungsi dengan baik
(ditandai adanya uap), lalu matikan.
h. Atur posisi fowler atau posisi yang nyaman
i. Jalan nafas hidung dibersihkan dengan kapas lembab, kapas yg kotor buang ke
bengkok
j. Sebelum nebulizer diberikan, dengarkan dahulu suara napas
k. Hidupkan nebulizer:
1) Jika menggunakan mouthpiece: letakkan mouthpiece diantara gigi dan minta
pasien menutup bibir disekelilingnya
2) Jika menggunakan facemask: letakkan masker diwajah sehingga menutup
hidung dan mulut
l. Minta pasien untuk menghirup uap yang keluar melalui nebulizer dengan tenang
sekitar 3-5 detik, penghisapan udara dilakukan dari hidung dan keluar melalui mulut
m. Minta pasien untuk menahan nafas, sehingga obat dapat menyebar ke jalan nafas.
n. Minta pasien untuk bernafas normal
o. Putar nebulizer cup bila masih ada obat yang tersisa dan masih dapat menguap
p. Setelah obat sudah habis matikan mesin nebulizer, lepaskan mouthpiece atau face
mask
q. Dengarkan lagi suara napas dengan stetoscope
r. Perhatikan keadaan umum pasien
s. Mulut klien dibersihkan dengan tissue
t. Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung tangan dilepas
u. Cuci tangan
Tarwoto, Wartonah .(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta
:Salemba Mardika
Lynn, P. B., Taylor, C., & Lynn, P. B. (2011). Taylor's handbook of clinical nursing skills.
Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
“SUCTIONING”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
NEBULISASI/TERAPI INHALER
B. KONSEP DASAR
9. PENGERTIAN
Berbagai macam obat yang dapat diberikan dengan nebulizer antara lain
antibiotik, anti kolinergik, bronkodilator, kortikosteroid, kromolin, dan mukolitik.
Nebulizer dapat juga diberikan untuk melakukan profokasi untuk mendiagnosis suatu
penyakit, seperti menggunakan obat histamin atau metakolin.
Pada bayi dan anak-anak, metode pemberian bronkodilator yang terpilih adalah
menggunakan nebulizer dimana memiliki efektivitas yang sama dengan pemberian
intravena namum memiliki efek samping yang jauh lebih kecil. Steroid yang diberikan
secara inhalasi dalam jangka panjang dapat berguna untuk pencegahan serangan asma,
sehingga pemberian steroid sistemik dapat dibatasi hanya saat eksaserbasi atau pada
penderita tertentu dengan asma berat.
10. TUJUAN
9) Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
10) Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar
11) Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
12) Melegakan pernafasan
13) Mengurangi pembekakan selaput lender
14) Mencegah pengeringan selaput lender
15) Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
16) Menghilangkan gatal pada kerongkongan
11. PRINSIP
Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol
sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker.
12. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:
6) Henti nafas
7) Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun
tekniknya.
8) Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat
9) Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik
padasistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau ventricular
disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan dosis
10) Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan
13. KRITERIA
6. Tahap Orientasi
e. Berikan salam, panggil nama klien dengan namanya
f. Jelaskan prosedur & tujuan tindakan pada klien
g. Berikan kesempatan kepada pasein dan keluarga untuk bertanya
h. Jaga privasi klien.
7. Tahap Kerja
v. Dekatkan alat ke pasien, letakkan nebulizer di tempat yang aman dan mudah
dijangkau
w. Pakai sarung tangan
x. Ukur obat sesuai dengan dosis dan pengencer sesuai dengan order dokter
y. Masukkan obat ke dalam tempat penampungan obat (cup) nebulizer
z. Hubungkan selang udara dari kompresor ke dasar nebulizer cup. Pastikan bahwa
selang udara dan nebulizer cup tersambung dengan kuat sehingga obat tidak keluar.
aa. Hubungkan mouthpiece atau face mask ke nebulizer cup
bb. Hidupkan nebulizer dan lakukan pengecekan bahwa alat berfungsi dengan baik
(ditandai adanya uap), lalu matikan.
cc. Atur posisi fowler atau posisi yang nyaman
dd. Jalan nafas hidung dibersihkan dengan kapas lembab, kapas yg kotor buang ke
bengkok
ee. Sebelum nebulizer diberikan, dengarkan dahulu suara napas
ff. Hidupkan nebulizer:
3) Jika menggunakan mouthpiece: letakkan mouthpiece diantara gigi dan minta
pasien menutup bibir disekelilingnya
4) Jika menggunakan facemask: letakkan masker diwajah sehingga menutup
hidung dan mulut
gg. Minta pasien untuk menghirup uap yang keluar melalui nebulizer dengan tenang
sekitar 3-5 detik, penghisapan udara dilakukan dari hidung dan keluar melalui mulut
hh. Minta pasien untuk menahan nafas, sehingga obat dapat menyebar ke jalan nafas.
ii. Minta pasien untuk bernafas normal
jj. Putar nebulizer cup bila masih ada obat yang tersisa dan masih dapat menguap
kk. Setelah obat sudah habis matikan mesin nebulizer, lepaskan mouthpiece atau face
mask
ll. Dengarkan lagi suara napas dengan stetoscope
mm. Perhatikan keadaan umum pasien
nn. Mulut klien dibersihkan dengan tissue
oo. Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung tangan dilepas
pp. Cuci tangan
Tarwoto, Wartonah .(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta
:Salemba Mardika
Lynn, P. B., Taylor, C., & Lynn, P. B. (2011). Taylor's handbook of clinical nursing skills.
Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.
“PERAWATAN WSD”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
NEBULISASI/TERAPI INHALER
C. KONSEP DASAR
17. PENGERTIAN
Berbagai macam obat yang dapat diberikan dengan nebulizer antara lain
antibiotik, anti kolinergik, bronkodilator, kortikosteroid, kromolin, dan mukolitik.
Nebulizer dapat juga diberikan untuk melakukan profokasi untuk mendiagnosis suatu
penyakit, seperti menggunakan obat histamin atau metakolin.
Pada bayi dan anak-anak, metode pemberian bronkodilator yang terpilih adalah
menggunakan nebulizer dimana memiliki efektivitas yang sama dengan pemberian
intravena namum memiliki efek samping yang jauh lebih kecil. Steroid yang diberikan
secara inhalasi dalam jangka panjang dapat berguna untuk pencegahan serangan asma,
sehingga pemberian steroid sistemik dapat dibatasi hanya saat eksaserbasi atau pada
penderita tertentu dengan asma berat.
18. TUJUAN
17) Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
18) Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar
19) Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
20) Melegakan pernafasan
21) Mengurangi pembekakan selaput lender
22) Mencegah pengeringan selaput lender
23) Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
24) Menghilangkan gatal pada kerongkongan
19. PRINSIP
Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol
sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker.
20. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:
11) Henti nafas
12) Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun
tekniknya.
13) Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat
14) Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik
padasistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau ventricular
disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan dosis
15) Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan
21. KRITERIA
Tarwoto, Wartonah .(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta
:Salemba Mardika
Lynn, P. B., Taylor, C., & Lynn, P. B. (2011). Taylor's handbook of clinical nursing skills.
Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.
TOURNIQUET TES
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
TOURNIQUET TES
G. KONSEP TEORI:
VI. PENGERTIAN
Tes tourniquet sering disebut juga dengan rumple leede test merupakan tes
yang bertujuan untuk melihat adanya tanda kerapuhan pada pembuluh darah
kapiler yang ditandai dengan adanya patechie (ruam atau bitnik-bintik merah).
Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa pasien menderita demam berdarah. Tes
tourniquet harus diulang apabila hasilnya negatif atau tidak ada tanda patechie.
Tourniquet test adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan
pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik
kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit.
Sebuah tes tourniquet (juga dikenal sebagai Rumpel-Leede Kerapuhan
kapiler-Test atau hanya tes kerapuhan kapiler) menentukan kapiler kerapuhan. Ini
adalah metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan
pada pasien. Ia menilai kerapuhan dinding kapiler dan digunakan untuk
mengidentifikasi trombositopenia(dengan pengurangan count platelet).
Tes ini juga dikenal sebagai tourniquet test, adalah evaluasi nonspesifik
untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan kekurangan jumlah platelet dan
fungsinya.
VII. TUJUAN
Mengetahui gejala penyakit utamanya DHF atau DBD atau penyakit lainnya.
VIII. PRINSIP
Prinsip yang digunakan dalam uji torniquet adalah dimana terhadap
kapiler diciptakan suasana anoksida dengan jalan membendung aliran darah vena.
Anoksia merupakan ketiadaan penyediaan oksigen ke jaringan meskipun perfusi
darah ke jaringan adekuat. Suasana anoksia dan penambahan tekanan internal
akan memperlihatkan kemampuan ketahanan kapiler. Jika ketahan kapiler turun
akan timbul petekie di kulit.
IX. KOMPLIKASI
Tes Rumpel Leede umumnya tidak menimbulkan komplikasi.
Pemeriksaan ini sederhana, aman, murah, dan tidak invasif.
Perlu diketahui bahwa terdapat laporan kasus dimana hasil tes Rumpel
Leede positif pada pasien dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Pemeriksaan
ini juga memiliki nilai prediksi positif yang tinggi dan nilai prediksi negatif yang
rendah untuk diagnosis demam dengue, sehingga sebaiknya tetap dilanjutkan
dengan pemeriksaan serologi.
X. KRITERIA
I. PETUNJUK UMUM
J. KESELAMATAN KERJA
Hastuti, Oktri. 2008. Demam berdarah dengue penyakit dan cara pencegahan. Yogyakarta:
kanisius. http://www.kalbe.com.id diles/edk/files/05_DemamBerdarahDengue.pdf/05-
Demamberdarah.htmlwww.scribd.com
“TRANSFUSI DARAH”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
A. KONSEP TRANSFUSI DARAH
1. PENGERTIAN
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi darah adalah proses
menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang
lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah
dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah.
Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
membutuhkan darah dengan cara memasukan darah melalui vena dengan menggunakan
set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi volume sirkulasi
darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum. Banyak komplikasi dapat
ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang
kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan
reaksi tranfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak
benar atau pembuatan label darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan
pemberian darah yang inkompatibel.
2. TUJUAN
- Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
- Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin
pada klien yang mengalami anemia berat.
- Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor
pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang menderita
hemofilia)
3. PRINSIP
Adanya aglutinogen dan aglutinin yang sama dalam plasma darah menyebabkan
terjadinya koagulasi (penggumpalan) darah peristiwa menggumpalnya darah
karena kesamaan aglutinin A dan aglutinogen A dalam darah menyebabkan terjadinya
koagulasi darah. Pada peristiwa transfusi darah, koagulasi darah lebih disebabkan oleh
aglutinin dari darah resipien dibandingkan oleh aglutinin darah donor.
4. INDIKASI
- Kehilangan darah akut, bila 20-30% total volume darah hilang dan perdarahan masih
terus terjadi
- Anemia berat
- Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan sebagai
tambahan dari pemberian antibiotic).
- Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
- Transfuse tukar pada neonates dengan icterus berat
5. KONTRAINDIKASI
- Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal.
- Pasien yang memiliki tekanan darah rendah
- Transfusi dengan golongan darah yang berbeda.
- Transfusi dengan darah yang mengandung penyakit, seperti HIV/AIDS, Hepatitis B.
6. KOMPLIKASI
- Reaksi transfusi hemolitik
a. Reaksi hemolitik ekstravaskuler
b. Reaksi hemolitik intravaskuler
- Infeksi
a. Bakteri (stapilokok, citobakter)
b. Virus (hepatitis, AIDS, CMV)
c. Parasit (malaria)
- Lain-lain Demam, urtikaria, anafilaksis, hiperkalemia, asidosis
7. ALAT
- Kateter besar (18G atau 19G)
- Cairan IV salin normal (Nacl 0.9%)
- Set infuse darah dengan filter
- Produk darah yang tepat
- Sarung tangan sekali pakai
- Kapas alcohol
- Plester
- Manset tekanan darah
- Stetoskop
- Thermometer
- Format persetujuan pemberian transfusi yang ditanda tangani
8. KESELAMATAN KERJA
Unit Tranfusi Darah yang disingkat dengan UTD merupakan proses pengambilan darah
dari masyarakat umum atau disebut pendonor, dimana petugas tidak melakukan
pemeriksaan awal terhadap status darah atau kesehatan pendonor. Apakah pendonor
memiliki riwayat penyakit yang dapat ditularkan kepada petugas seperti Hepatitis, HIV,
ataupun pendonor tidak menjadi ancaman bagi petugas. Ketidaktahuan status darah atau
riwayat kesehatan pendonor memberikan risiko terhadap petugas yang bekerja di bagian
UTD. Untuk mencegah risiko ditempat kerja petugas harus memperhatikan hirarki
pencegahan risiko. Hirarki tersebut adalah :
- Eliminasi
- Subtitusi
- Administrasi
- Alat pelindung diri.
Dari ke empat hirarki tersebut, pemakaian APD merupakan pengendalian yang paling
efektif di laksanakan pada pekerja di UTD. Hal ini dikarekan proses kegiatan pekerja di
UTD tidak bisa dihindari dari kontak langsung dengan pendonor. Anjuran pemakaian
APD saat melakukan tranfusi darah juga terdapat pada permenkes 91 tahun 2015 tentang
standar pelayanan tranfusi darah (Silaban G, 2016 )
9. PROSEDUR
- Jelaskan prosedur kepada klien, kaji pernah atau tidak klien menerima transfusi
sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
- Minta klien untuk melaporkan adanya menggigil, sakit kepala, gatal-gatal atau ruam
dengan segera
- Pastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan
- Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
- Pasang selang IV dengan menggunakan kateter berukuran besar Lampiran
- Gunakan selang infuse yan memiliki filter didalam selang
- Gantungkan botol larutan salin normal 0.9% untuk diberikan setelah pemberian infuse
darah selesai
- Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah
- Identifikasi produk darah dan klien dengan benar
- Ukur tanda vital dasar klien
- Berikan dahulu larutan salin normal. Mulai berikan transfuse secara perlahan diawali
dengan pengisian filter didalam selang
- Atur kecepatan sampai 2ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien.
- Monitor tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit pertama transfuse, selanjutnya ukur
setiap jam.
- Pertahankan kecepatan infuse yang di programkan dengan menggunakan pompa infuse.
- Lepas dan buang sarung tangan, cuci tangan.
REFERENSI
Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta: EGC.
“INFUS”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
PEMASANGAN INFUS
A. KONSEP TEORI
a. Pengertian
Pemasangan Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah
jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh..
b. Tujuan
1. Mempertahankan atau menggantikan cairan tubuh yang menganung air,elektrolit,
vitamin, protein lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui
oral
2. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
3. Memperbaiki keseimbangan asam basa
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
c. Prinsip
Pemasangan infus sesuai SOP adalah pasien dalam keadaan berbaring. Menyambungkan
botol cairan infus dengan selang kemudian digantungkan pada standar infus. Menentukan area
vena yang akan ditusuk kemudian memasang alas dibawahnya. Area vena yang akan ditusuk
dipasangkan tourniquet kurang lebih 15 cm diatas area.
d. Komplikasi
1. Infiltrasi: larinya cairan kedalam jaringan sub cutan penyebabnya adalah jarum melesat
2. Phlebitis : inflamasi pada pembuluh darah penyebabnya adalah Trauma mekanik dari
jarum kateter, Trauma kimia , Dari larutan septic yang terkontaminasi, Memakai cairan
hipertonik (osmolaritas terlalu tinggi), Satu jarum dipakai jangka panjang, dan Memakai
vena kecil
3. Thrombus : penggumpalan darah penyebabnya adalah trauma jaringan oleh jarum infus
4. Embolus : adanya udara dalam sirkulasi penyebabnya adalah Thrombus dipaksa keluar
dan bersirkulasi di dalam darah dan Udara masuk ke pembuluh darah melalui jalur infus
5. Speed shock : reaksi tubuh terhadap substansi yang disuntikan kedalam sirkulasi terlalu
cepat penyebabnya adalah infus cairan kedalam sirkulasi terlalucepat
e. Kreteria
1. Keadaan emergency yang memungkinkan pemberian obat langsung kedalam Intra
Vena (IV)
2. Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat
3. Pasien yang mendapatkan terpi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalu
Intra Vena (IV)
4. Pasien yang mendapatkan tranfusi darah
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi
besar dengan resiko perdarahan, dipasang jalur infuse Intra Vena (IV) untuk
persiapan jika terjadi syok)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya dehidrasi daan syok,
sebelum pembuluh darah kolaps sehingga tidak dapat dipasang jalur infuse
7. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan dengan
injeksi Intra Muskuler (IM)
B. BAHAN - ALAT DAN PERLENGKAPAN
C. PETUNJUK UMUM
1. Vena yang terlihat jelas bukan berarti vena yang terbaik
2. Pastikan tempat insersi dirotasi. Frekuensi rotasi tergantung bahan kateter:
3. Kateter Teflon atau Vialon perlu diganti setiap 48-72 jam
4. Kateter Aguavene dapat dipertahankan lebih lama
5. Kateter yang terpasang lebih dari 72 jam perlu diberi alasan yang didokumentasikan
dalam catatan perawatan pasien
Tempat insersi perlu diganti jika terjadi kemerahan, edema, nyeri tekan, atau filtrasi
Pedoman pemilihan vena”
1. Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu
2. Gunakan lengan pasien yang tidak dominan
3. Pilih vena-vena diatas area fleksi
4. Pilih vena yang cukup besar untuk aliran darah adekuat ke dalam kateter
5. Palpasi vena untuk tentukan kondisnya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh dan yang
tidak tersumbat
6. Pastikan lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari
7. Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang
akan dilaksanakan
8. Vena-vena superficial yang sering digunakan untuk infus IV pada bayi, anak dan
dewasa
a) Bagian atas tangan
1. Metacarpal Veins
2. Dorsal Venous Arch
3. Cephalic Vein
4. Basilic Vein
b) Bagian bawah tangan
1. Median antebrachial vein
2. Accessory Cephalic Vein
3. Median cuboital vein
4. Cephalic Vein
D. KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu isu penting di dunia
kerja saat ini termasuk di lingkungan rumah sakit. Angka kecelakaan kerja di rumah sakit
lebih tinggi dibandingkan tempat kerja lainnya dan sebagian besar diakibatkan oleh
perilaku yang tidak aman. Agar dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang
berkualitas dan berkinerja tinggi diperlukan tenaga keperawatan yang profesional,
memiliki kemampuan intelektual, teknikal dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar
praktik, memperhatikan kaidah etik dan moral. Jenis tindakan perawat yang sering
dilakukan di IGD yaitu memasang infus, menjahit luka, mengangkat dan memindahkan
pasien dan tindakan lain.
Risiko pada pemasangan infus yaitu tertusuk jarum suntik, terpapar darah pasien,
postur janggal, tertular penyakit Hepatitis dan low back pain. Nilai Consequences (C),
Exposure (E), Likelihood (L) pada tindakan pemasangan infus untuk risiko fisik dan
biologi adalah C:5, E:6, dan L:6, (180); risiko ergonomi C:5, E:3 dan L:3; (45). Tingkat
risiko bahaya pemasangan infus berada pada level risiko besar. Pengendalian yang sudah
di lakukan manajemen Rumah Sakit adalah penyediaan APD berupa (masker, sarung
tangan, sepatu, celemek), SOP tindakan untuk semua jenis pekerjaan, dan perlengkapan
alat cuci tangan. Disarankan untuk upaya pengendalian lebih lanjut sesuai dengan
hierarki pengendalian K3 yang terdiri implementasi SOP, role play setiap tindakan, dan
pelatihan yang berhubungan dengan pengetahuan keterampilan perawat tentang K3
rumah sakit, upaya perbaikan perilaku aman selama bekerja, pemeriksaan kesehatan
berkala, program vaksinasi, serta melengkapi beberapa peralatan dan meja tindakan yang
aman.
Jika cairan tidak menetes klien tidak nyaman segera menghubungi perawate.
LAPORAN PENDAHULUAN
“TERAPI INTRAVENA”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
TERAPI INTRAVENA
Terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui
vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolit lewat mulut,
untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga kebutuhan cairan, untuk
menyediakan kebutuhan gula(glukose/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk
metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui
intravena serta untuk memberikan medium untuk pemberian obat secara intravena.
(Aryani, et. Al. 2009).
Terapi intravena adalah metode untuk memberikan cairan obat secara langsung ke
dalam vena. Karena menggunakan drip chamber atau ruang tetes, infus seringkali
diistilahkan sebagai tetesan. Sedangkan obat yang masuk melalui intravena disebut obat
khusus. Terapi intravena mengirim dua jenis cairan, kristaloid dan koloid.
6. PETUNJUK UMUM
- pemilihan vena
pilih vena diatas area fleksi
guakan vena kaki jika vena tangan tidak bias diakses
pilih vena yang mudah diraba
gunakan vena distanatal untuk pilihan pertama
- hindari memilih
vena yang nyeri palpasi
vena yang tidak stabl
vena yang mudah pecah
venak yang berbelok-belok
vena dorsla yang rapuh
vena yang rusak karna insersi sebelumnya(karna flebitis, inflitrasi,
sklerosis)
- cara memunculkan vena
mengurut ekstremitas dari distal ke proksimal dibawah tempat fungsi
vena
meminta klien menggemgam dan membuka secara bergantian
ketuk ringan diatas vena
gunkan turniket sedikitnya 5-15 cm diatas tempat yang akan diinsersi,
kencangkan torniket
beri kompres hanagt terhadap ekstremitas selama beberapa menit
7. KESELAMATAN KERJA
Tingkat risiko bahaya pemberian terapi intravena adalah tertusuk jarum, berada
pada level risiko besar. Pengendalian yang sudah di lakukan manajemen Rumah Sakit
adalah penyediaan APD perlengkapan keamanan saat melakukan injeksi / pemberian obat
langsung ke intravena.
8. TAHAP KERJA
1) Pertama lakukan verifikasi order yang ada untuk terapi IV.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.
3) Pilih vena yang layak untuk dilakukan venipuncture.
a) Bagian belakang tangan - vena metakarpal. Jika memungkinkan jangan lakukan pada
vena digitalis.
Keuntungan dilakukannya venipuncture diisi ini adalah
memungkinkan lengan bergerak bebas.
Jika kemudian timbul masalah pada sisi ini, gunakan vena lain diatasnya.
b) bLengan bawah - vena basilica atau cephalica.
c) Siku bagian dalam - fossa antecubital - median basilic dan median cephalic untuk infus
jangka pendek.
d) Ekstermitas bawah.
1Kaki - vena pleksus dorsum, arkus vena dorsalis, vena medikal marginalis.
2Mata kaki - vena saphena magma.
e) Vena sentralis digunakan:
Jika obat dan infus hipertonik atau sangat mengiritasi, membutuhkan kecepatan, dilusi
volume yang tinggi untuk mencegah reaksi sistemik dan kerusakan vena lokal ( misal:
kemoterapi, hiperalimentasi).
LAPORAN PENDAHULUAN
“PEMASANGAN OKSIGEN”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
Pemberian terapi Oksigen adalah suatu Tata cara pemberian bantuan gas oksigen
pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke paru paru yang melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat khusus,Pemberian oksigen pada Klien dapat
melalui 3 cara : kateter nasal,kanula nasal dan masker oksigen.
Pemberian terapi oksigen ini dapat menimbulkan efek samping di sistem pernafasan,
susunan saraf pusat, dan juga mata (terutama pada bayi prematur).¹ Pada sistem respirasi:
a. Depresi nafas Keadaan ini terjadi pada pasien yang menderita PPOM dengan hipoksia
dan hiperkarbia kronik. Oleh karena pada penderita PPOM kendali pusat nafas bukan oleh
kondisi hiperkarbi seperti pada keadaan normal, tetapi oleh kondisi hipoksia, sehingga
apabila kadar oksigen dalam darah meningkat malah akan menimbulkan depresi nafas. Pada
pasien PPOM, terapi oksigen di anjurkan dilakukan dengan sistem aliran rendah dan
pemberiannya secara intermiten.
b. Keracunan oksigen Keracunan oksigen ini terjadi apabila pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi (>6O%) dalam jangka waktu lama. Akan timbul perubahan pada paru
dalam bentuk: kongesti paru, penebalan membrane alveoli, edema, konsolidasi dan
atelektasi. Pada keadaan hipoksia berat, pemberian terapi oksigen dengan FiO2 sampai
100% dalam waktu 6-12 jam untuk life saving seperti misalnya pada saat resusitasi masih di
anjurkan. Namun setelah keadaan kritis teratasi, FiO2 harus segera di turunkan.
c. Nyeri substemal Nyeri substernal dapat terjadi akibat iritasi pada trakea yang
menimbulkan trakeitis. Hal ini terjadi pada pemberian oksigen konsentrasi tinggi dan
keluhannya akan lebih hebat lagi apabila oksigen yang diberikan itu kering (tanpa
humidifikasi). Pada susunan saraf pusat : Pemberian terapi oksigen dengan konsentrasi
tinggi dapat menimbulkan keluhan parestesia dan nyeri pada sendi. Pada mata : Pada bayi
baru lahir terutama pada bayi prematur, hiperoksia
Risiko Jangka Panjang Terdapat tiga klasifikasi risiko penggunaan jangka panjang terapi
oksigen yaitu: fisik, fungsional, dan sitotoksik.
a. Risiko fisik Penggunaan jangka panjang dari terapi oksigen secara fisik dapat
mengakibatkan luka lecet pada hidung dan wajah yang timbul dari pemakaian nasal kateter
dan sungkup. Kulit kering dan pengelupasan kulit dapat muncul dengan penggunaan gas
yang kering tanpa proses humidifikasi.
2. PROSES OKSIGENASI
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmsfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Prose ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain
adanya perbedaan tekanan antara atmosfer paru,adanya kemampuan thraks dan paru pada
alveoli dalam melaksanakan ekspansi ,adanya jalan nafas yang dimulai dengan hidung
hingga alveoli yang kerjanya dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, dan adanya refleks
batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di aveoli dengan kapiler paru CO2,dikapiler
dengan alveoli.poses ii dpengaruhi beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan
paru,tebalnya membran respirasi dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan ,perbedaan tekanan antara kontraksi O2, dan kemampuan untuk menembus
dan saling mengikat Hb.
c. Transfortasi gas
Yaitu prose pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh ke kapiler,transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantranya
cardiac output dan kondisi pembuluh darah,latihan dan lain lain.
3. INDIKIASI
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo (2012), indikasi terapi
oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia.
4. KESELAMATAN KERJA
5. Kateter Nasal
6. Vaselin
7. Masker
Langkah –Langkah
a. Tahap Pra interaksi
NO Tahapan Gambar
1 Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2 Cuci tangan.
3 Siapkan Alat
b. Tahap Orientasi
NO Tahapan Gambar
1 Beri salam, panggil klien dengan
namanya.
d. Tahap Terminasi
NO Tahapan Gambar
1 Evaluasi hasil / respon klien.
2 Dokumentasikan hasilnya
NO Tahapan Gambar
1 Jelaskan Prosedur apa yang dilakukan
2 Cuci tangan
3 Observasi Humidifier dnegan melihat jumlah
air yang sudah disiapkan sesuai level yang
telah ditetapkan
8. MASKER OKSIGEN
NO Tahapan Gambar
1 Jelaskan Prosedur apa yang dilakukan
2 Cuci tangan
Kaji cuping
7 Kaji hidung, sputum, mukosa hidung serta
periksa kecepatan aliran oksigen, rute
pemberian dan respon pasien
8 Cuci Tangan
REFERENSI
Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan.Edisi 3. Salemba Medika.
Jakarta.
Wilkinson, J.M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. EGC. Jakarta.
Knight, john; Nigam, Yamni; Jones, Aled. Effects of bedrest 2: gastrointestinal, endocrine, renal,
reproductive and nervous systems. Nursing Times; (2009), 105; 22
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Guyton, AC; Hall, JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Volume 11. Jakarta :
EGC
Gunawan, Adi. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot.INTEGRAL, vol. 6, no. 2, Oktober
2001
LAPORAN PENDAHULUAN
“TRAKHEOTOMI”
DISUSUN OLEH :
2020242005
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN 2021/2022
1. PENGERTIAN
` Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).
2. TUJUAN
4. Mencegah infeksi
3. INDIKASI
1. Tumor laring
2. Injuri/trauma berat
5. Mengeluarkan sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fiisologis,
misalnya pada pasian dalam keadaan koma
6. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut, sekitar
lidah, dan farin.
4. PROSEDUR
PERSIAPAN PASIEN
3. Stetoskop
4. Suction set
9. sikat pembersih
5. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan prosedur dan tujuannya kepada klien
2. Membantu klien mengatur posisi yang nyaman (supine atau semifowler)
3. Membentangkan handuk didada klien
4. Menjaga kebutuhan privacy klien
5. Mendekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau
6. Menutup sampiran
7. Mencuci tangan dan memakai handscoen bersih
8. Membuka set peralatan dan bungkus alat-alat yang dibutuhkan untuk pembersihan
trakeostomi.
a. Meletakkan perlak paling bawah
b. Mengatur mangkuk steril kedua dekat, jangan menyentuh bagian dalam mangkuk
c. Tuangkan 50 ml hidrogen peroksida ke mangkuk, jangan sampai menetes ke
perlak
d. Membuka sikat steril dan letakkan disebelah mangkuk yang berisi hidrgen
peroksida
e. Membuka sikat steril dan letakkan disebelah mangkuk yang berisi hidrogen
peroksida
f. Membuka bungkusan kasa, tuangkan hidrogen peroksida diatas kasa pertama, dan
normal salin pada kasa kedua, sedangkan kasa ketiga dibiarkan kering.
g. Jika trakeostomi menggunakan kanule dalam sekali pakai ( disposible), buka
bungkusnya sehingga dapat dengan mudah diambil. Pertahankan sterilisasi kanule
dalam
h. Menentukan panjang tali pengikat trakeostomi yang diperlukan dengan
menggandakan lingkar leher dan menambah 5 cm dan gntung tali pada panjang
tersebut.
9. Melakukan prosedur penghisapan. Pastikan telah mengguanakan skort, kaca mata
pelindung, dan handscoen steril
10. Melepaskan handscoen yang sudah basah dan kenakan handscoen steril yang baru.
Pertahankan agar tangan dominan tetap steril sepanjang prosedur dilakukan.
11. Membersihkan kanule dalam.
12. Mengganti kanule dalam sekali pakai ( disposible inner-canule)
a. Buka dan lepaskan kanul dalam dengan menggunakan tangan yang tidak dominan
dengan hati-hati
b. Lakukan teknik penghisapan dengan teknik steril (jika diperlukan)
c. Mengeluarkan kanul dalam baru steril dari bungkusnya dan siramkan normal salin
steril pada kanul baru tersebut. biarkan normla salin menetes dari kanul dalam.
d. Memasang kanul dalam dengan hati-hati dan cermat dan kunci kembali agar tetap
pada tempatnya
e. Menghubungkan kembali klien dengan sumber oksigen
13. Membersihkan dalam tak disposible
a. Lepaskan kanule dalam menggunakan tangan tidak dominan dan masukkan kanule
tersebut ke dalam mangkuk berisi hidrogen peroksida
b. Membersihkan kanule dalam dengan menggunakan sikat (tangan dominan
memegang sikat dan tangan yang tidak dominan memegang kanul).
c. Memegang kanula diatas mangkuk yang berisi hidrogen peroksida dan tuangkan
normal saline pada kanula sampai semua bagian kanula terbilas dengan baik.
Biarkan normal saline menetes dari kanule dalam.
d. Memasang kembali kanule dalam dan kunci
e. Hubungkan kembali klien ke sumber oksigen
14. Membersihkan bagian luar/sekitar kanula dan kulit sekitarnya dengan menggunakan
hidrogen peroksida, lalu bilas dengan Nacl dan keringkan dengan kasa
15. Mengganti tali pengikat trakeostomi:
a. Membiarkan tali yang lama tetap pada tempatnya sementara memasang tali yang
baru
b. Menyisipkan tali yang baru pada salah satu sisi faceplate. Melingkarkan kedua
ujung bebasnya mengelilingi bagian belakang leher klien ke sisi
lainnya faceplate dan ikat dengan kuat tetapi tidak ketat. Gunting tali trakeostomi
yang lama.
16. Memasang kasa mengelilingi kanul luar dibawah tali pengikat dan faceplate. Periksa
kembali untuk memastikan bahwa tali pengikat tidak terlalu ketat tetapi pipa
trakeostomi tertahan dengan aman pada tempatnya.
17. Mengempiskan dan mengembangkan balon (cuff) pipa trakeostomi:
a. memakai hanscoen
b. jika terdapat klem pada pipa cuff lepaskan klemnya dan sambungkan dengan spuit
c. meminta klien menghirup nafas dalam (biasanya 5cc). Amati kesulitan bernafas
18. Mengatur kembali posisi klien, memasang pengaman tempat tidur dan atur kembali
ketinggian tempat tidur.
19. Rapikan peralatan
20. Melepaskan handscoen dan mencuci tangan.
6. DOKUMENTASI
1. Form lembar catatan perkembangan terintegrasi
2. Form observasi tanda-tanda vital