Anda di halaman 1dari 3

Hukuman buat pemburu satwa liar

Dalam sistem perundang-undangan nasional, terminologi “qanun” tidak dikenal,

tetapi keberadaannya dikenal dan diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

 Aceh telah memiliki Qanun atau Peraturan Daerah [Perda] Nomor: 11 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Satwa Liar.
 Peraturan ini dibuat untuk menjawab kebutuhan perlindungan satwa liar
dilindungi beserta habitatnya.
 Pada Pasal 7 Qanun disebutkan, dalam rangka Pengelolaan Satwa Liar,
Pemerintah Aceh menyusun Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan [SRAP] Satwa
Liar.
 Bagaimana perkembangan SRAP? Dalam draf SRAP 2020-2025 dijelaskan,
kehidupan satwa liar sangat terancam dengan meningkatnya aktivitas perburuan,
perdagangan ilegal, dan konflik manusia-satwa liar.

Provinsi Aceh telah menyusun Qanun atau Peraturan Daerah [Perda] Nomor: 11 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Satwa Liar. Aturan ini dibuat untuk menjawab kebutuhan perlindungan
satwa liar dilindungi beserta habitatnya.

Pada Pasal 7 Qanun disebutkan, dalam rangka Pengelolaan Satwa Liar, Pemerintah Aceh
menyusun Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan [SRAP] Satwa Liar. Sementara Pasal 8
memerintahkan, SRAP Satwa Liar ditetapkan dalam Peraturan Gubernur untuk jangka waktu
lima tahun.

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menyepakati pengesahan sejumlah qanun, termasuk


pengelolaan satwa liar, dengan hukuman tembak di tempat untuk pemburu yang melawan,
langkah yang menurut pakar hukum menyalahi prosedur.
Ketua Komisi II, DPR Aceh Nurzahri, yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan
mengatakan pengesahan menjelang tengah malam termasuk "tembak di tempat" yang akan
dilakukan melalui "prosedur apabila pemburu melakukan perlawanan dan menggunakan senjata
api."

Nurzahri mengatakan hukuman tembak di tempat untuk pemburu liar dilakukan dengan
mempersenjatai polisi kehutanan, dengan pengaturan tentang penggunaan senjata api di bawah
mekanisme dan sesuai peraturan kepolisian.
"Jumlah polhut 30 orang, pamhut (satuan pengamanan hutan) di kita 1000 orang, dengan jumlah
yang sedikit maka akan sangat butuh senjata api dalam perlindungan," qanun pengelolaan satwa
liar ini akan efektif mulai berlaku sejak Januari 2020 untuk mendengar akan ada masukan dan
revisi dari kementerian dalam negeri.
Selain tembak di tempat, qanun pengelolaan satwa liar ini juga mencantumkan hukuman cambuk
untuk para pelaku sebanyak 100 kali cambukan serta untuk pejabat yang lalai dalam mengurus
permasalah satwa dan lingkungan dan menyebabkan kematian satwa.

 Gerakan Keadilan Untuk Bunta menyoroti tewasnya gajah BKSDA di Aceh


 'Penderitaan Tikiri telah berakhir' Gajah kurus berumur 70 tahun telah mati
 Rancangan qanun poligami di Aceh: 'Pernikahan monogami saja belum tentu adil apalagi
dengan berpoligami'

Dalam sidang ini, semua faksi menyepakati qanun terkait satwa liar ini dengan latar belakang
keprihatinan anggota dewan yang mencatat maraknya perburuan gajah dan satwa liar lain.

Alasan di balik disahkannya qanun ini yang diangkat DPRA termasuk data sejak 2012 dengan
ditemukannya "45 ekor gajah yang mati tanpa gading" serta maraknya perdagangan satwa," lapor
Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
pemberlakuan dan pengesahan qanun ini dapat memberikan efek jera bagi para pemburu satwa
sehingga menjaga keberlansungan satwa dan hutan di Provinsi Aceh."Efektifnya sosialiasi yang
harus dilakukan secara terus menerus, jadi dari sejak pengesahan sampai qanun ini berlaku PR
besarnya ialah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar mereka tau," pemberlakuan qanun
pengelolaan satwa liar juga harus mengatur regulasi yang lebih jelas tentang tupoksi antara
penegak hukum dengan polisi hutan serta diskusi khusus karena tidak mudah pemberlakuan
untuk sangsi tembak ditempat serta mempersenjatai polhut.

Tembak di tempat menyalahi hukum

qanun ini bagian dari dukungan terhadap undang-undang nomor 5 tahun 1990 Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistem, Aceh dengan kekhususannya sudah baik karena
mengatur ini.
Tetapi pengajar hukum pidana Universitas Syiah Kuala, Dahlan Ali, mengatakan pembahasan
soal senjata perlu dilakukan perundingan secara nasional.
"Ini hanya qanun, jadi kalau membahas soal satwa dan persenjataan baiknya itu dibahas secara
nasional dalam undang-undang karena tidak akan ada perbedaan antara satwa dari Aceh atau
daerah lain," kata Dahlan Ali."Polisi saja dilarang melakukan tembak ditempat untuk pelaku
kejahatan besar, kecuali untuk melumpuhkan tersangka, nah masa ini karena memburu satwa
kemudian manusia yang ditembak di tempat," jelas Dahlan Ali.Pengesahan qanun pengelolaan
satwa liar ini menurut Dahlan, justru terkesan tergesa-gesa karena DPR Aceh sudah akan
mengakhiri masa jabatan, sehingga banyak pasal yang kurang relevan.
Salah satu kasus yang menimbulkan kemarahan publik terkait satwa liar adalah tewasnya Bunta,
gajah jinak di daerah konservasi di Desa Bunin, Lokop, Aceh, pada Juni 2018. Foto Bunta saat
itu viral dan pegiat lingkungan, mengatakan foto itu memperlihatkan fenomena pemburu yang
kini menyasar gajah jinak untuk diburu gadingnya daripada gajah liar.
Bunta ditemukan mati dengan gading terpotong dan gajah itu diduga diracun oleh pemburu.
Gajah jinak ini banyak membantu BKSDA Aceh menggiring gajah liar yang berkonflik di
berbagai tempat.

Anda mungkin juga menyukai