Anda di halaman 1dari 23

1

USULAN RANCANGAN PENELITIAN

A. Judul penelitian :

Perlindungan Hukum Terhadap Satwa Liar (Studi Penelitian Kabupaten Aceh


Timur)

B. Identitas Pelaksana Penelitian :


1. Nama : Ulul Azmi Funna
2. Nim : 130510165
3. Angkatan : 2013
4. Fakultas/Jurusan : Hukum
5. Program Studi : Ilmu Hukum/Pidana
6. Alamat : Desa Cut Mamplam Dusun Pang Karim
Kecamatan Muara Dua No. 25 Kota Lhokseumawe

C. Latar Belakang Masalah

Sumber daya hayati merupakan karunia Allah Subhanawataalla dan

merupakan anugerahnya, sehingga harus disyukuri dengan memanfaatkanya

melalui kegiatan-kegiatan yang bijaksana serta melindunginya agar sumber daya

Hayati tetap lestari dan terlindungi ekosistemnya.1 Konservasi sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat mendukung

peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakat.

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan alam

yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan kebutuhan hidup manusia

1
Departemen Kehutanan, Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan
Kalimantan, Jakarta, 2007, hlm. 2.
2

karena hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama.2 Sumber daya alam

hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam

nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

non hayati membentuk suatu ekosistem.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa Indonesia merupakan

negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman sumber daya Hayati dan

ekosistemnya. Salah satu yang menjadi ciri keunikan Indonesia dibidang

keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman satwanya.

Kondisi satwa yang ada di Indonesia beranekaragam karena disebabkan

wilayah yang luas dan ekosistemnya dengan begitu wilayah Indonesia memiliki

berbagai satwa khas atau endemik yang hanya terdapat di Indonesia saja. Pada

kenyataanya saja kira-kira 10% dari semua makhluk yang hidup dan menghuni

Bumi hanya terdapat di Indonesia saja.3 Sehingga Indonesia memiliki berbagai

satwa yang dilindungi.

Maraknya pembunuhan terhadap hewan liar disebabkan oleh faktor

lemahnya penegakan hukum tentang konvervasi sumber daya alam hayati juga

rendahnya kesadaran masyarakat akan satwa. Pengetahuan yang kurang itu

membuat satwa-satwa yang dilindungi terancam hidupnya baik dari perdagangan

satwa karena nilai ekonomisnya maupun karena tindakan lain seperti membunuh

satwa untuk menjaga kebun agar terlindungi dari satwa liar. Perbuatan tersebut

sangat merugikan negara dan telah melanggar kententuan perundang-undangan

2
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (1)
3
Saifullah, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang Konservasi
Keanekaragaman Hayati, UIN Malang Press, Malang, 2007, hlm. 35.
3

yang ditetapkan oleh negara yaitu melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur mengenai sanksi pidana

terhadap pelaku penganiayaan ringan terhadap hewan. Yaitu dalam pasal 302

KUHP yang berbunyi4:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan
ringan terhadap hewan:
1. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan
sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatanya;
2. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan segaja tidak memberi
makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang selueuhnya atau
sebagian menjadi kepunyaanya dan ada dibawah pengawasannya, atau
kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau
menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan
pidana paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga
ratus rupiah, karena penganiayaan hewan

Sebagaimana yang terdapat dalam KUHP dijelaskan mengenai saksi

terhadap pelaku penganiayaan terhadap hewan, sedangkan satwa merupakan

pengertian yang spesifik dari pada hewan artinya tidak semua satwa atau hewan

dapat dikatakan satwa liar. Pembatasan dalam penggologan atau pengkategorian

terhadap satwa liar tersebut termuat dalam Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yaitu:

‘’Ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk

dalam satwa’’

4
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 302 Ayat (1)
4

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sudah secara jelas dan tegas diatur

mengenai sanksi pidana bagi para pelaku yang diangap megancam kelestarian

satwa yang dilindungi tersebut. Tertera pada Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang

No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, apabila dengan sengaja dilakukan pelanggaran terhadap ketentuan

yang sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2, yaitu melakukan

kegiatan terhadap tumbuhan dan satwa yang dilindungi, serta Pasal 33 ayat 3

yaitu, melakukan kegiatan yang tidak sesuai fungsi zona lain dari taman Nasional,

taman hutan raya, dan taman wisata alam, dipidana dengan pidana penjara paling

lama lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).5

Habitat dan kepunahan beberapa jenis satwa liar yang dilindungi selama

ini banyak yang telah dirusak ataupun sengaja dirusak oleh berbagai ulah

sekelompok manusia yang tidak bertanggung jawab.6 Upaya ataupun langkah-

langkah nyata untuk melindungi satwa liar tersebut harus segera dilakukan, sebab

tidak tertutup kemungkinan spesies-spesies yang telah punah atau hampir punah

tersebut memiliki peran penting bagi menjaga keutuhan ekosistem hutan nasional.

Kondisi serupa tidak jauh berbeda dengan keadaan satwa liar yang berada di

Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. Lemahnya perlindungan hukum terhadap

satwa liar di kawasan tersebut membuat habitat satwa liar disana semakin

5
Muhammad Taufik Makaro, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, Indeks, Jakarta, 2011,
hlm. 35.
5

terancam keberadaanya, salah satunya keberadaan gajah sumatera (Elephas

maximus sumatratus).

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatratus) merupakan salah satu

anggota dari ordo proboscidea yang terancam kelestariannya. Gajah dapat

dikelompokan ke dalam dua kelompok yaitu gajah Asia dan gajah Afrika. Gajah

sumatera merupakan satwa langka yang dilindungi oleh hukum negara Indonesia.

Oleh karena itu menangkap gajah secara ilegal dihabitat aslinya, memelihara

tanpa izin dan memperjual-belikannya apalagi membunuhnya merupakan

tindakan melawan hukum.7

Habitat gajah meliputi seluruh hutan di pulau sumatera dari Lampung

sampai Provinsi Aceh, mulai dari hutan basah berlembah dan hutan payau didekat

pantai sampai hutan pengununggan pada ketinggian 2000 meter. Kelangsungan

hidup gajah sumatera makin terancam karena tingginya tekanan dan gangguan

serta kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara hidup gajah dihabitat

aslinya.8

Kawasan hutan di Kabupaten Aceh Timur memiliki karakteristik sebagai

habitat gajah Sumatera. Tetapi dalam kondisi hutan yang berdekatan dengan

manusia selalu menimbulkan konflik diantara kedua belak pihak sehingga gajah

sumatera tersebut menjadi tersingkirkan dari habitat ekosistemnya.

Kerusakan habitat dan eksploitasi berlebihan menjadi penyebab utama

terancam punahnya satwa liar atau satwa langka di kabupaten Aceh Timur yang

7
Abdullah, Karakteristik Habitat Gajah Sumatera Pada Habitat Terganggu di Ekosistem
Hutan Selawah, Jurnal Edubio Tropika, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2013, hlm. 57
8
R. F Altevogt dan Kurt, Pemilihan Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatratus),Universitas Syiah Kuala, 1990, hlm.1
6

disebut sebagai hewan lindung. Kondisi ini diperburuk dengan masih lemahnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa liar atau satwa langka

dan habitatnya.

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia

adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah. maka dari itu dalam

memberikan perlindungan yang sama terhadap hak-hak setiap orang maupun

segenap satwa sebagai flora dan fauna untuk memiliki hak hidup yang bisa

dilindungi oleh hukum. Karena melakukan penganiayaan terhadap hewan yang

dilindungi merupakan tindakan melawan hukum.9

Satwa liar yang kerap bersingungan langsung dengan kehidupan

masyarakat di kawasan hutan Kabupaten Aceh Timur akan memicu konflik antara

satwa liar dengan penduduk setempat10. Berdasarkan keterangan Brigadir Dedi

Saputra dari satuan reserse kriminal Polres Aceh Timur menyatakan bahwa pada

tahun 2014 terjadi pembunuhan terhadap gajah sumatra betina (Elephas maximus

sumatratus) di kecamatan mandala Kabupaten Aceh Timur yang dimana gajah

tersebut dibunuh oleh empat orang pelaku yang berkerja di PT. Bumi Flora.

Permasalahan tersebut menjadi perhatian penting bagi penulis guna

mengkaji perlindungan hukum terhadap satwa liar yang berada di Kabupaten

Aceh Timur yang dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dimana dalam hal ini

perlindungan hukum terhadap satwa liar merupakan suatu permasalahan yang

9
Abdullah, dkk., Karakteristik Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
di Kawasan Ekosistem Seulawah Kabupaten Aceh Besar, Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi,
Universitas Syiah Kuala, Vol IV, No. 1, Juni 2012, hlm. 4.
10
Yesika Liuw, Perlindungan Hukum Terhadap Hewan Lindung Menurut Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1990, Jurnal Lex Crimen, Vol. IV, No. 3, Mei 2015, hlm. 26.
7

harus diperhatikan oleh pemerintah sebagai pemegang kekuasaan atas satwa

tersebut.

Aparat hukum sebagai penegak hukum dalam menangani kasus

penganiayaan tersebut serta kita sebagai masyarakat, dalam hal ini ikut serta

melindungi dan menjaga lingkungan kita baik itu tumbuhan maupun satwa, agar

keseimbangan ekosistem terjaga, dan tidak akan menimbulkan dampak yang

buruk bagi kita sebagai manusia yang sama-sama hidup di bumi ini.

Mengingat pentingnya masalah ini untuk melihat sejauh mana Undang-

Undang memberikan perlindungan hukum kepada satwa liar yang berada di

Kabupaten Aceh Timur dengan begitu perlu adanya kajian secara ilmiah dalam

sebuah karya ilmiah untuk penyelesaian tugas akhir perkuliahan ilmu hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap satwa liar di Kabupaten

Aceh Timur?

2. Apa hambatan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap satwa

liar di Kabupaten Aceh Timur?

3. Apa upaya dalam menangulangi hambatan perlindugan hukum satwa

liar di Kabupaten Aceh Timur?

E. Ruang Lingkungan penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini hanya memfokuskan tentang Perlindungan

hukum terhadap satwa liar. Adapun daerah penelitian yang dipilih adalah

Kabupaten Aceh Timur.


8

F. Tujuaan dan Manfaat penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap satwa liar

di Kabupaten Aceh Timur

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan hambatan perlindungan hukum terhadap

perlindungan hukum terhadap satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.

3. Untuk mengetahui dan mejelaskan upaya dalam menanggulangi hambatan

perlindungan hukum terhadap satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.

Adapun manfaat yang diharapkan penyusun dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan sebagaimana sumbangan untuk

mengembangkan pengetahuan dibidang ilmu hukum umumnya, dan

khususnya dibidang hukum pidana, serta mengembangkan teori yang ada

terutama mendapat informasi tentang perlindungan hukum terhadap satwa liar

di Kabupaten Aceh Timur.

2. Secara Praktis, penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran kepada penulis khususnya mahasiswa, dan lembaga pemerintahan

mengenai perlindungan hukum terhadap satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.

G. Kajian Pustaka

1. Pengertian Pidana

Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman yang berasal

dari kata straf, istilah ini merupakan istilah umum dan konvensional, yang dapat

mempunyai arti luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan
9

bidang hukum yang cukup luas, meskipun berbagai literatur kedua istilah tersebut

dapat dibedakan.11 Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi

yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang.

Pidana itu sendiri merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan

hukum pidana.12

Berdasarkan definisi pidana tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri antara lain sebagai berikut.13

a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau


nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
b. Pidana itu memberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang
mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang)
c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau badan hukum (korporasi) yang
telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.
Pengertian pidana tidak terbatas hanya pada pemberian nestapa, tetapi

pidana juga digunakan untuk menyerukan tata tertib, pidana pada hakikatnya

mempunyai dua tujuan utama yakni memengaruhi tingkah laku dan untuk

menyelesaikan konflik.14 Pidana disatu sisi tidak hanya dimaksudkan untuk

memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat jera, tapi disisi lain juga

ditunjukan agar membuat para pelanggar dapat kembali hidup bermasyarakat

sebagaimana layaknya.

Pidana yang diberikan pada seseorang harus dirumuskan secara eksplisit

dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis sebagai suatu legalitas dari

11
Hamzah Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta,
1993, hlm. 1.
12
Ibid, hlm. 2.
13
Dwidja Priyanto, Sistem Plaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2006, hlm. 7.
14
Niniek supriani, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar
Grafika, Jakarta, 1993, hlm. 12.
10

pidana yang diancamkan, hal ini ditemukan dalam KUHP sebagai induk dari

hukum pidana Indonesia.15

2. Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan adalah suatu rangkaian cara untuk memberikan kepada

seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana, wujud dari penderitaan yang

dapat dijatuhkan oleh Negara, cara menjatuhkan dan bagaimana cara menjalankan

pidana itu, oleh karena itu pemidanaan merupakan suatu proses.16

Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah

tanpa ada akibat yang pasti terhadap akibatnya tersebut. Pemidanaan terhadap

seseorang seyogyanya harus dipahami dengan melihat dari tujuan dijatukanya

pidana terhadap seseorang tersebut. Tujuan pemidanaan pada umumnya tidak

dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, oleh karena itu para sarjana

menyebutnya dengan teori yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang

bermanfaat.17

3. Pengertian tindak pidana

Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum mempunyai banyak

pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan

atau tafsiran tersebut ada yang berbentuk delik sebagai perbuatan yang dapat atau

boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.18

Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa

15
Ibid. hlm. 20.
16
Ibid. hlm. 2.
17
Adami Chawazi, Pelajaran Hukum Pidana I, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hlm. 156.
18
Sianturi SR, Azaz-Azaz Hukum Pidana, Storia Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 60.
11

yang ada serta untuk menunjukan tindakan hukum apa saja yang terkandung

didalamnya.19

Tindak pidana atau delik menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan

yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti

bertentangan dengan atau terlaksananya tata pergaulan dalam masyarakat

dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial dapat juga dikatakan sebagai

suatu tindak pidana. Beberapa pendapat lainnya yang dikemukakan oleh para

sarjana mengenai istilah straafbaar feit anatara lain Moeljatno yang memakai

istilah ‘’perbuatan pidana’’ untuk mengambarkan isi pengertian straafbaar feit

dan beliau mendefinisikanya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan definisi diatas, moeljatno menjabarkan unsur-unsur tindak

pidana sebagai berikut:

a. Perbuatan
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum)
c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar)
Menurut R.Tresna straafbaar feit atau perbuatan pidana adalah suatu

perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-

undang atau peraturan perundang-udangan lainnya, terhadap perbuatan mana

diadakan penghukuman. Beliau kemudian memberikan definisi bahwa untuk

memenuhi syarat telah terjadinya suatu perbuatan atau peristiwa pidana tersebut

adalah:20

19
Ibid. hlm. 204.
20
Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana I, Rajawali Press, Jakarta, 2002, Hlm. 73.
12

a. Harus ada suatu perbuatan manusia


b. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam
ketentuan hukum.
c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat yaitu bahwa orang
tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan.
d. Terhadap perbuatan tersebut harus tersedia adanya ancaman hukumanya
didalam undang-undang.
4. Teori Perlindungan Hukum

Permasalahan perlindungan hukum tidak terlepas dari suatu bentuk

kepatuhan hukum atau ketaatan hukum oleh masyarakat yang merupakatan objek

yang tidak dapat terpisahkan di dalam ruang lingkup perlindungan hukum

tersebut. Masalah kepatuhan hukum atau ketaatan hukum merupakan suatu unsur

dari persoalan yang lebih luas yaitu kesadaran hukum. Sikap hukum diartikan

sebagai kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya suatu penghargaan

terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum

itu ditaati. Suatu sikap hukum akan melibatkan pilihan masyarakat terhadap

hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam dirinya, sehingga

akhirnya masyarakat mampu menerima hukum berdasarkan penghargaan

terhadapnya, dan suatu bentuk perlindungan hukum mampu terwujud seiring

dengan selarasnya bentuk kepatuhan hukum dalam suatu sikap hukum yang

disiplin, sebagaimana yang tertuang dalam cita perlindungan hukum yang

bertujuan melindungi hak dan kewajiban masyarakat serta mengatur ketertiban

dan keamanan dalam masyarakat.

Hukum bertujuaan menginteraksikan dan mengkoordinasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat membatasi kepentingan


13

dilain pihak21. Akan tetapi pada kenyataanya perlindungan hukum tidak hanya

diberikan kepada manusia yang memiliki berbagai kepentingan dalam kehidupan

bermasyarakat. Satwa sebagai makhluk hidup juga memiliki hak untuk

mendapatkan perlindungan hukum, karena satwa merupakan makhluk hidup yang

memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik secara langsung atau tidak

langsung sehingga bentuk perlindungan hukum terhadap satwa harus dijalankan.

Secara teoritis, suatu negara harus berlandaskan pada Teori Negara

Hukum yang menurut Friendrich Julius Stahl dicirikan unsurnya yakni:22

1) Adannya Jaminan HAM


2) Adannya Pembagian Kekuasaan
3) Adannya Legalitas
4) Adanya Peradilan Administrasi.
5. Pengertian Penegakan Hukum Pidana

Dalam mewujudkan suatu kesejahteraan umum mutlak membutuhkan

adanya suatu ketertiban sosial yang hanya dapat terwujud dengan terselengaranya

penegakan hukum yang berfungsi sebagai kontrol sosial melalui sanksi-sanksinya.

Korelasi antara penerapan hukum (criminal policy) dengan kebijakan sosial dan

penerapan sanksi-sanksi hukum yang adil melalui suatu proses penegakan hukum

tentunya diperlukan untuk mewujudkan ketertiban sosial yang diinginkan dan

hukum yang dimaksud adalah hukum pidana.23

21
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 53.
22
Nandang Kusnadi, Analisis Penerapan Teori Perlindungan Hukum Dalam Sengketa
Tata Usaha Negara, Jurnal Lex Cerimen, Vol. IV, Nomor 3, Mei 2015, hlm. 4.
23
Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya, Bandung,
2005, hlm. 30.
14

Sudarto mengemukakan bahwa kebijakan kriminal memiliki tiga

pengertian yang berkaitan dengan asas dan metode, fungsi dan kebijakan/politik

kriminal itu sendiri yaitu:24

a. Dalam arti sempit yaitu keseluruan asas dan metode yang menjadi dasar
dari reaksi terhadap pelanggaran hukum berupa pidana.
b. Dalam arti luas ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,
termasuk didalamnya cara dari pengadilan dan polisi.
c. Dalam arti yang paling luas yaitu keseluruhan kebijakan yang dilakukan
melalui perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk
menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.
Hukum pidana itu sendiri memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu

melindungi dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Metode atau cara

bagaimana menjalankan hukum pidana itu sendiri diwujudkan dalam suatu

perundang-undangan pidana yang baik. Dengan kata lain merupakan suatu bentuk

politik hukum pidana. Sudarto juga mengemukakan bahwa politik hukum pidana

adalah suatu cara bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu

perundang-undangan pidana yang baik, dengan kata lain merupakan suatu bentuk

cara melakukan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan yang baik,

memenuhi syarat kejadian dan daya guna.25

6. Pengertian Perlindungan Terhadap Satwa Liar

Tidak semua hewan dapat dikategorikan sebagai satwa liar yang

dilindungi. Pemakaian bahasa sehari-hari menunjukan bahwa satwa dapat

diistilahkan dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna ataupun

makhluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak.

24
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya, Bandung,
1996, hlm. 1.
25
Ibid. hlm. 6.
15

Pengertian satwa menurut Undang-Undang Nomor 5 1990 Tahun 1990

tentang Konservasi Daya Alam dan Ekosistemnya seperti yang tercantum dalam

pasal 1 butir 5 yaitu: ‘’Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik

yang hidup didarat maupun diair’’.26

Pengertian satwa liar antara lain dirangkum dalam pasal 1 butir 7 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya

sebagai berikut: ‘’Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau

di air/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas

maupun yang dipelihara oleh manusia’’.

Pembatasan dan penggolongan lainnya terhadap satwa liar tersebut juga

termuat dalam penjelasan pasal 1 butir 7 yaitu sebagai berikut: ‘’ Ikan dan ternak

tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian

satwa’’ .

Perlindungan terhadap satwa umumnya ditujukan pada beberapa

karakteristik tertentu dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu27:

a. Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi

sempit sehingga jumlahnya dalam keadaan kritis.

b. Mengarah kepunahan, yakni populasi merosot akibat eksploitasi

yang berlebihan dan kerusakan habitatnya.

c. Jarang, populasinya berkurang.

H. Metode Penelitian

26
Undang-Undang 1990 Tahun 1990 tentang Konservasi Daya Alam dan Ekosistemnya.
27
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Erlangga, Jakarta, 1995, hlm. 49.
16

Penelitian adalah suatu usaha untuk menentukan, mengembangkan, dan

menguji kebenaran suatu pengetahuan, dilakukan dengan mengunakan metode

ilmiah. Pentingnya dilaksanakan penelitian hukum adalah untuk mengembangkan

disiplin ilmu dan ilmu hukum sebagai salah satu tridarma perguruan tinggi.

Penelitian hukum itu bertujuan untuk membina kemampuan dan keterampilan

para mahasiswa dan para sarjana hukum adalah mengungkapkan kebenaran

ilmiah, yang objektif, metodik, dan sistematis.28 Sebuah tulisan baru dapat

dirasakan bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena

didukung oleh informasi yang teruji kebenaranya.29

1. Jenis Penelitian

Dari jenisnya, penelitian dibagi atas penelitian yuridis normatif dan

penelitian yuridis empiris (sosiologis). Soejono Soekanto, berpendapat bahwa

tipologi dibagi menjadi dua jenis.30 Metode kualitatif adalah suatu cara penelitian

yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh

reponden secara tertulis atau lisan dan juga prilakunya yang nyata, diteliti dan

dipelajari sebagai suatu yang utuh.31

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yaitu

memusatkan penelitian terhadap efektifitas hukum tersebut.32 Dengan

28
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
Mandar Maju , Bandung, 1995, hlm. 8.
29
Slamet Soenoso, Teknik Penulisan Ilmiah Populer, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 8.
30
Jamaludin, Buku Panduan Akademik, Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh,
Lhokseumawe, 2015, hlm. 106.
31
Soejono Soekanto, Penghantar Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1986, hlm.
250.
32
Sejono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hlm. 97.
17

menggunakan pendekatan yuridis sosiologis tersebut maka akan dilakukan

penelitian lapangan sehingga diketahui bagaimana perlindungan hukum terhadap

satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.

2. Sifat Penelitian

Sifat dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu mengambarkan

perlindungan hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif maksudnya untuk

memberikan data yang seteliti mungkin33 tentang perindungan hukum terhadap

satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.

3. Lokasi Penelitian.

Lokasi Penelitian ini adalah di Kabupaten Aceh Timur. Dengan melihat

bagaimana perlindungan hukum terhadap satwa di lindungi.

4. Populasi dan sampel penelitian

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.

Populasi dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, kasus-kasus, waktu, atau

tempat dengan sifat dan ciri yang sama.34 Sampel yaitu populasi yang dianggap

mewakili populasinya. Penentuan sampel dilakukan dengan cara yaitu memilih

beberapa responden beserta informasi yang berhubungan dengan masalah yang

akan diteliti yang diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi, sampel yang

akan diambil terdiri dari:

d. Responden

33
Ronny Hanitijo, Metode Penelitian dan Jumatri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm.
97-98.
34
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm
118.
18

Responden adalah subjek yang mempunyai kaitan langsung dengan

masalah yang diteliti.

e. Informan

Informan adalah subjek yang tidak langsung dengan permasalah yang

ingin diteliti, akan tetapi dapat memberikan pendapat berdasarkan bidang

keahliannya, adapun informan dalam penelitian ini:

1) Anggota Satuan Reskrim Polres Aceh Timur

2) Hakim Pengadilan Idi

3) WALHI Aceh

4) BKSDA Aceh

5. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data utama yang digunakan dalam penulisan ini. Data

utama ini didapatkan secara langsung dalam penulisan lapangan, seperti

wawancara dan observasi.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penulisan kedua setelah data primer, data ini

didapatkan secara tidak langsung, artinya data ini didapatkan tidak melalui

wawancara dan observasi. Data sekunder ini didapatkan melalui media perantara

seperti buku-buku, internet dan lain-lainya.

6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk dapat terlaksana suatu penelitian dengan baik, maka penelitian di

lakukan dengan dua tahap yaitu :


19

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Di dalam penelitian ini, digunakan pula data sekunder yang memiliki

kekuataan memikat kedalam, dan dibedakan dalam:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat, misalnya

peraturan perundang-undangan.

2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer, misalnya buku-buku.

3) Penelitian lapangan, dimaksud adalah untuk memperoleh bahan atau

dapat primer, yaitu dengan menggunakan wawancara atau interview

dengan para pihak yang terlibat langsung atau mengetahui dalam

masalah yang diteliti.

b. Alat pengumpulan data

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a) Studi Dokumen yaitu merupakan suatu alat pengumpulan data

dilakukan melalui data tertulis.

b) Wawancara yaitu proses tanya jawab yang dilakukan secara langsung

untuk mendapatkan informasi.

c. Analisi Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian perpustakaan maupun penelitian

lapangan dianalisis dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis

penelitian kualitatif digunakan untuk menghasilkan data deskriptif analisis

terhadap penerapan teori perlindungan dan teori penegakan hukum dalam

memberikan perlindungan terhadap satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.


20

Bahan analisis diperoleh baik secara tertulis maupun lisan dari wawancara

dengan responden dan informasi lainya, kemudian dipelajari dan diteliti sebagai

kesatuan yang utuh.

7. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran singkat dalam pembahasan penelitian ini,

maka dibuatlah sistematika penulisan. Adapun penelitian ini terdiri 5 Bab, yang

masing-masing terbagi dalam beberapa sub bab yaitu:

Bab I merupakan bab yang menguraikan latar belakang permasalahan,

rumusan masalah, ruang lingkup penelitian , tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II merupakan tinjauan pustaka yang menguraikan tentang pengertian

pidana, pengertian pemidanaan, pengertian tindak pidana, teori perlindungan

hukum, pengertian penegakan hukum pidana dan pengertian perlindungan

terhadap satwa liar.

Bab III merupakan metode penelitian, antara lain jenis, pendekatan, sifat,

lokasi, populasi dan sampel penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,

alat pengumpulan data, serta analisis data.

Bab IV merupakan bab pembahasan yang menguraikan tentang

bagaimanakah perlindungan hukum terhadap satwa liar, Hambatan-hambatan

dalam memberikan perlindungan terhadap satwa liar dan Upaya dalam

menanggulangi hambatan perlindungan hukum terhadap satwa liar di Kabupaten

Aceh Timur.

Bab V merupakan bab penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan

saran untuk perlindungan hukum terhadap satwa liar di Kabupaten Aceh Timur.
21

8. Jadwal Penelitian

Untuk melaksanakan penulisan skripsi ini, penulis memerlukan waktu

untuk melakukan penelitian ini sebagai berikut:

No Jadwal Penelitian Waktu yang dibutuhkan

1 Persiapan Penelitian 30 Hari

2 Pengumpulan Data 21 Hari

3 Pengolahan Data 30 Hari

4 Analisis Data 21 Hari

5 Penulisan Skripsi 30 Hari

Jumlah 132 Hari

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
------------------------, 1986, Penghantar Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Adami, Chawazi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I, Rajawali Press, Jakarta.
Hadikusuma, Hilman, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, Mandar Maju , Bandung.
Hamzah, Andi, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya
Paramita, Jakarta.
Hanitijo, Ronny,1994, Metode Penelitian dan Jumatri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Jamaludin, Buku Panduan Akademik, Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh,
Lhokseumawe, 2015, hlm. 106.
Makaro, Muhammad Taufik, 2011, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, Indeks,
Jakarta.
22

Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Erlangga, Jakarta, 1995, hlm.
49.
Nawawi, Barda, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya,
Bandung.
Nursahid, Rosek, (Tanpa Tahun), Perdangangan Satwa Liar itu Kejam dan
Kriminal, Profauna, Jakarta.
Priyanto, Dwidja, 2006, Sistem Plaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Refika
Aditama, Bandung.
Raharjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Saifullah, 2007, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang
Konservasi Keanekaragaman Hayati, UIN Malang Press, Malang.
Soekanto, Soejono, 1984, Pengantar Ilmu Hukum, UI Press, Jakarta.
Soenoso, Slamet, 1986, Teknik Penulisan Ilmiah Populer, Gramedia, Jakarta.
SR, Sianturi, 2002, Azaz-Azaz Hukum Pidana, Storia Grafika, Jakarta.
Suhartono, Tony, 2003, Pelaksanaan Konvensi, CITES, Jakarta.
Sunarso, Siswanto, 2005, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya,
Bandung.
Supriani, Niniek, 1993, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta.

B. Peraturan Perundang Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
C. Jurnal

Abdullah, dkk., Karakteristik Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus


sumatranus) di Kawasan Ekosistem Seulawah Kabupaten Aceh Besar,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, Vol IV, No. 1,
Juni 2012,
Abdullah, Karakteristik Habitat Gajah Sumatera Pada Habitat Terganggu di
Ekosistem Hutan Selawah, Jurnal Edubio Tropika, Volume 1, Nomor 1,
Oktober 2013, hlm. 57.
Nandang Kusnadi, Analisis Penerapan Teori Perlindungan Hukum Dalam
Sengketa Tata Usaha Negara, Jurnal Lex Cerimen, Vol. IV, Nomor 3, Mei
2015, hlm. 4.
23

Yesika Liuw, Perlindungan Hukum Terhadap Hewan Lindung Menurut Undang-


Undang Nomor 5 Tahun 1990, Jurnal Lex Crimen, Vol. IV, No. 3, Mei
2015, hlm. 26.

D. Akses Internet
Berita Satu.com, Walhi Gajah di Aceh Terancam Punah,
http//m.beritasatu.com/nusantara/208621-wahli-gajah-di-aceh-terancam-
punah.html, Akses Tanggal 18 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai