Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH HUKUM & PERUNDANGAN PARIWISATA

PEMERTAHANAN HUKUM TERHADAP PERBURUAN SATWA LIAR


DILINDUNGI DI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU

Disusun Oleh :

Evanie Zahirah Berlianty (20045010060)


Mohammad Reza Hudzaifah (20045010064)
Novalda Nur Fajrina (20045010075)
Mohammad Alif Syahrizal Aszidik (20045010027)
Muhammad Adriansyah (20045010049)

PROGRAM STUDI S1 PARIWISATA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

SURABAYA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal menjadi negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.


Keanekaragaman biologi (biological diversity atau biodiversity) adalah kata yang
digunakan untuk menunjukkan keragaman ekosistem serta berbagai bentuk
variabilitas binatang, tumbuhan, dan jasad renik pada alam. Dengan demikian
keanekaragaman biologi mencakup keragaman ekosistem (tempat asal), jenis
(spesies) serta genetik (varietas/ras). Menurut UU No. 5 Tahun 1990 yang dimaksud
dengan Sumber Daya Alam hayati artinya unsur-unsur hayati pada alam yang terdiri
dari asal daya alam nabati (tumbuhan) dan asal daya alam hewani (satwa) yang
bersama unsur nonhayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Kualitas keanekaragaman hayati serta lingkungan hidup sangat ditentukan oleh
perbuatan insan. Rusaknya keanekaragaman biologi serta lingkungan hayati karena
perilaku insan yang tidak bertanggung jawab dalam mengelola, tidak peduli terhadap
lingkungannya dan mementingkan dirisendiri. dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan PengelolaanLingkungan hidup pasal 1 ayat 2 menyatakan :
“proteksi dan pengelolaan lingkungan hidup ialah upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan buat melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran serta/atau kerusakan lingkungan hayati yang mencakup perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, supervisi, serta penegakan aturan.”
Salah satu ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hayati yaitu
pemeliharaan. buat menjaga agar pemanfaatan asal daya alam hayati dapat
berlangsung dengan cara sebaik baiknya, maka diharapkan langkah-langkah
konservasi sebagai akibatnya asal daya alam biologi serta ekosistemnya selalu
terpelihara serta bisa mewujudkan ekuilibrium dan melekat menggunakan
pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan warga Indonesia
menetapkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 perihal konservasi sumber Daya
Alam hayati serta Ekosistemnya menjadi pengaturan yang menampung dan mengatur
secara menyeluruh tentang konservasi asal daya alam hayati serta ekosistemnya.
Istilah kawasan konservasi merujuk di suatu daerah hutan yang diproteksi atau
dilindungi. proteksi atau perlindungan tersebut bertujuan buat melestarikan hutan
serta kehidupan yang ada di dalamnya supaya mampu menjalankan manfaatnya
secara maksimal . Hutan perlindungan artinya hutan milik negara yang dikelola oleh
pemerintah, pada hal ini Direktorat Jenderal perlindungan dan perlindungan Alam,
Kementrian Lingkungan hidup dan Kehutanan. Secara awam bentuk perlindungan
bisa dibedakan menjadi dua golongan, yaitu konservasi in situ serta konservasi ek situ
dimana perlindungan in situ adalah aktivitas perlindungan tumbuhan/hewan yang
dilakukan di pada habitat aslinya. konservasi in situ meliputi tempat suaka alam serta
kawasan pelestarian alam . Perlindungan ek situ dilakukan sang forum konservasi
seperti kebun raya, arbetrum, kebun binatang, taman safari, dan tempat penyimpanan
benih serta sperma satwa.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah salah satu Taman Nasional yang
ada pada Indonesia yang sudah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
mempunyai tugas utama melaksanakan pengelolaan tempat dalam rangka
perlindungan asal daya alam biologi dan ekosistemnya berdasarkan peraturan yang
berlaku. Tempat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru masih terus mendapat
ancaman, gangguan berasal pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, disamping
berasal dari alam itu sendiri juga dari dari kegiatan manusia yang bisa mengakibatkan
kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati pada tempat Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru.
Ancaman lain yang tak kalah penting merupakan berasal dari kegiatan warga
disekitar daerah Taman Nasional. Kegiatan tersebut salah satunya adalah perburuan
satwa liar dilindungi baik untuk keperluan komersial maupun keperluan langsung
atau sendiri. Akibatnya perlu dilakukan upaya pada mengatasi dan menanggulangi
perbuatan yang bersifat menghambat tempat Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru agar timbulnya dampak jera terhadap pelaku tindak pidana di bidang
perlindungan, sehingga mengurangi meluasnya kerusakan tempat Taman Nasional.
Terkait kasus tindak pidana perburuan satwa liar dilindungi, penulis sebelumnya
sudah mengumpulkan bukti-bukti terjadinya tindak pidana perihal perburuan satwa
liar yang terjadi pada tempat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. pada tahun
2011 terjadi perburuan satwa liar berupa burung prenjak yang berjumlah 7 ekor
pelaku diberi hukuman 5 bulan penjara dan denda Rp 1.000.000,- jika denda tidak
dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan, sanksi ini sesuai
putusan No. 304/Pid.B/2011/PN. 725/Pid.Sus/2014/PN.Kpn. Pada tahun 2015
terdapat perburuan satwa liar berjenis kera ekor panjang yang berjumlah 2 ekor
ditemukan mati pelaku yang tertangkap diberi sanksi pidana penjara selama 1 tahun
dan denda sejumlah Rp. 206/Pid.Sus/2015/PN.Lmj. Pada tahun 2016 terdapat
perburuan satwa liar berjenis 1 ekor Lutung Jawa dan 2 ekor burung Perci namun
pada kasus ini pelaku berhasil melarikan diri. Pada tahun 2017 terjadi 3 tindak pidana
perburuan satwa liar yaitu masing masing 2 ekor landak, 15 ekor burung yang tidak
disebutkan jenisnya dan 1 ekor Kukang Jawa ketiga kasus tersebut pelakunya berhasil
melarikan diri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa bentuk pertanggung jawaban pelaku perburuan satwa liar yang
dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru?
2. Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum bagi pelaku perburuan satwa liar
dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana pelaku perburuan satwa liar
yang dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
2. Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum bagi pelaku perburuan
satwa liar dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bentuk Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Perburuan Satwa Liar


yang Dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
A. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pelaku Perburuan Satwa Liar Dilindungi Di
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Tindak pidana merupakan perbuatan yang bisa dikenakan hukuman sebab
artinya pelanggaran terhadap undang-undang (pelanggaran hukum). Sebelum
berkiprah pada pemberian hukuman terlebih dahulu penyelidik dan penyidik
harus mencari hal hal yang berkaitan menggunakan dugaan terjadi nya tindak
pidana dan alasan terjadinya tindak pidana tersebut selain itu buat mengenakan
pidana itu wajib dipenuhi syarat-syarat eksklusif, kondisi-kondisi eksklusif ini
lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat
dikenakan pidana jika perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak
pidana (strafbaarfeit). Suatu perbuatan pidana harus terdiri berasal unsur-unsur
fakta asal perbuatannya, suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan
pidana Jika perbuatan tadi artinya perbuatan yang dihentikan serta bisa diancam
dengan hukuman pidana bagi siapa yang melakukan perbuatan tersebut, perlu
diketahui mengenai unsur-unsur perbuatan pidana yaitu :
a. Sifat melanggar hukum;
b. Kualitas si pelaku; dan
c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

B. Bentuk Tindak Pidana Perburuan Satwa Liar yang Dilindungi di Taman


Nasional Bromo Tengger Semeru
Adi O.S Harriej, menyatakan bahwa :
“Pidana pada hakikatnya adalah suatu kerugian berupa penderitaan yang
sengaja diberikan oleh negara terhadap individu yang melakukan pelanggaran
terhadap hukum. Kendatipun demikian, pemidanaan juga adalah suatu pendidikan
moral terhadap pelaku yang telah melakukan kejahatan dengan maksud agar tidak
mengulangi perbuatannya.” Rumusan mengenai perbuatan pidana yang dilarang
dalam tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi pada dasarnya
mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya-
upaya untuk pelestarian dan perlindungan satwa-satwa liar yang dilindungi yaitu
Undang - Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
Terkait ekosistem atau habitat satwa yang dilindungi di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru terdapat pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
menyatakan bahwa Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam dan pada Pasal 33
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya Ayat, yakni :
a) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
b) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luar zona inti taman
nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli; dan
c) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan dan zona lain
Berdasarkan pasal diatas menjelaskan bahwa terdapat hukuman bagi pelaku
perburuan satwa liar yang dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Tetapi masih banyak ditemukan masyarakat dan pengunjung yang melanggar aturan
untuk tidak melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan
dan zona lain dari taman nasional.
Bagi Pelaku Tindak Pidana Pelanggaran Satwa berdasarkan Pasal 40 ayat3
menyatakan bahwa :
“Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan
pidanakurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
Tetapi hasil dari penelitian dan wawancara kepada Pejabat Penyidik Negeri
Sipil Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menyebutkan bahwa tidak
semua pelaku yang melakukan tindak pidana perburuan satwa liar dilindungi
diberikan hukuman pidana sesuai Pasal 40 UU Konservasi, tetapi beberapa pelaku
tindak pidana perburuan satwa liar dilindungi diberi pembinaan dan membuat surat
pernyataan bermaterai diketahui oleh keluarga dan kepala desa setempat selain itu
juga mengembalikan satwa pada habitat sebelumnya. Hukuman ini dilakukan karena
alasan kasihan dan kemanusiaan hal initentunya tidak memberi efek jera bagi
pelakunya selain itu kurangnya personil penjaga kawasan dan kurangnya kesadaran
masyarakat sebagai penyebab utama penegakan hukum terhadap pelaku perburuan
satwa liar dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru kurang maksimal.

2.2 Pelaksanaan Penegakan Hukum Bagi Pelaku Perburuan Satwa Liar


Dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Penegakan hukum dalam pemberantasan perburuan satwa liar dilindungi di
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dimulai dari adanya laporan penyelidikan,
penyidikan, penyerahan berkas perkara beserta alat buktikepada kejaksaan oleh
PPNS, penuntutan oleh kejaksaan dalampengadilan, dan diakhiri dengan pembacaan
putusan oleh hakim. Selain penegakan hukum secara pidana Balai Besar Taman
Nasional BromoTengger Semeru mempunyai upaya untuk mencegah maupu
memberantas perburuan satwa liar dilindungi di kawasan TNBTS yaitu dengan cara
pembentukan masyarakat mitra polisi hutan, pemberian CCTV pada kawasan yang
rawan perburuan satwa dilindungi, sosialisasi,dan pembinaan/ pelatihan pada
masyarakat sekitar kawasan TNBTS.
Penegakan hukum terhadap pelaku perburuan satwa liar dilindungi di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru masih tergolong lemah dan kurang tegas hal ini
dikarenakan adanya rasa kasihan dan kemanusiaan yang menghambat penegakan
hukum dan pemberian efek jera kepada pelaku perburuan satwa liar dilindungi
sehingga bagi pelaku perburuan satwa liar dilindungi yang terbukti tertangkap dan
baru pertama kali melakukan tindak pidana tersebut maka akan diberi pembinaan dan
membuat surat pernyataan bermaterai yang diketahui oleh keluarga dan kepala desa
setempat.Penindakan hukum secara pidana dilakukan bagiseseorang yang telah
melakukan kembali tindak pidana yang pernahdiperbuatnya dalam hal ini seseorang
tersebut telah melanggar suratpernyataan bermaterai yang telah dibuat sebelumnya.
Selain adanya rasakasihan dan kemanusiaan dalam penegakan hukum terhadap
pelakuperburuan satwa liar dilindungi di Taman Nasional Bromo TenggerSemeru
terdapat kekurangan lain juga yang membuat penegakan hukum dikawasan TNBTS
lemah yaitu kurangnya aparat penegak hukum dalamkawasan, kurangnya kesadaran
masyarakat dalam upaya konservasi danstruktur penegakan hukum yang berubah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tindak pidana tentu berkaitan dengan hukuman karena merupakan
suatu tindakan yang melanggar undang-undang (pelanggaran hukum). Suatu
perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana jika perbuatan tersebut
merupakan perbuatan yang dilarang dalam undang-undang, serta pelaku dapat
diancam dengan hukuman pidana bagi siapa saja yang melakukan perbuatan
tersebut. Pidana selain merupakan hukuman, juga merupakan suatu pendidikan
terhadap pelaku yang telah melanggar hukum dengan tujuan agar pelaku tidak
mengulangi perbuatannya tersebut.
Kaitannya mengenai habitat dan ekosistem yang dilindungi di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru, kawasan tersebut telah ditetapkan dalam
undang-undang sebagai kawasan yang dilindungi. Setiap orang dilarang
melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan
suaka alam, juga dilarang untuk merubahan keutuhan zona inti taman nasional
yang meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luar zona inti taman
nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli, dan
setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan dan zona lain. Peraturan tersebut jelas jika dilanggar maka akan
mendatangkan hukuman bagi pelaku perburuan satwa liar yang dilindungi di
kawasan tersebut. Tetapi masih banyak ditemukan masyarakat dan pengunjung
melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan
zona lain dari taman nasional.
Banyak kasus penangkapan pelaku pelanggaran terselesaikan, namun
juga banyak pelaku yang lolos dari hukuman. Terdapat juga beberapa pelaku
yang hanya diberi pembinaan dan membuat surat pernyataan bermaterai
diketahui oleh beberapa pihak, dan juga mengembalikan satwa pada habitat
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya personil penjaga kawasan
dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelaku perburuan satwa liar
dilindungi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Penegakan hukum terhadap perburuan satwa liar di kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru masih tergolong lemah dan kurang tegas.
Rasa kasihan dan kemanusiaan memang wajar, namun pelanggaran terhadap
peraturan tetap harus ditegakkan untuk memberi efek jera pada pelaku dan
membina agar pelaku tidak mengulangi perbuatan pelanggaran tersebut lagi.
Kurangnya aparat penegak hukum, serta kurangnya kesadaran masyarakat
dalam upaya konservasi dan penegakan hukum juga perlu ditingkatkan dalam
kawasan Tamanl Nasiona Bromo Tengger Semeru.

3.2 Saran

Selain meningkatkan pengawasan dan memberikan sosialisasi terhadap


masyarakat disekitar TNBTS, perlu adanya kesadaran akan hukum yang harus
ditegakkan di kawasan TNBTS ini. Jangan sampai hanya karena alasan kasihan dan
kemanusiaan, para pelanggar hukum tidak diberikan hukuman sesuai hukum yang
berlaku. Jadi, sosialisasi akan penegakan hukum untuk para penegak hukum di
kawasan TNBTS harus dilakukan. Dan penambahan para penegak hukum yang yang
masih kurang di kawasan TNBTS juga perlu dilakukan, agar hukum yang berlaku
bisa dijalankan dengan tegas dan memberikan efek jera kepada para pelanggar
hukum.

Anda mungkin juga menyukai