Anda di halaman 1dari 16

Sanksi Pidana Adat Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perzinaan

OLEH

Nurlinda Yenti, SH, MH


Arnes Satriani, SH, MH

ABSTRAK

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah diatur mengenai


perbuatan perzinaan dalam Pasal 284 KUHP dengan ancaman penjara selama-lamanya
Sembilan bulan bagi laki-laki yang beristeri berzina maupun bagi perempuan yang berzina
atau salah satunya terikat tali perkawinan. Walaupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia, namun dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat masih memberlakukan dan mentaati Norma Adat/ hukum adat. Norma
Adat/hukum adat merupakan aturan yang berlaku terhadap suatu adat yang ada pada suatu
wilayah. Oleh karena itu setiap daerah di Indonesia ini memiliki Adat dan kebiasaan
sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama justru oleh karena ketidak
samaan inilah masyarakat dapat mengatakan bahwa adat merupakan unsur yang penting
yang memberikan identitas kepada daerah yang bersangkutan. Demikian juga di Sumatera
Barat juga berlaku hukum adat Minangkabau, salah satu Nagari di Minangkabau yang
masih menerapkan hukum adat/sanksi adat yaitu Nagari Ulakan, Kabupaten Padang
Pariaman. Masalah yang perlu di carikan jawabannya dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah bentuk-bentuk sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana perzinaan
di Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman. 2. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana
adat terhadap pelaku tindak pidana perzinaan di Nagari Ulakan Kabupaten Padang
Pariaman. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam
rangka pengembangan ilmu hukum pidana, khususnya hukum pidana Adat. Secara praktis,
hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi penegak hukum dan
masyarakat hukum adat. Target luaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
publikasi ilmiah dalam jurnal lokal yang mempunyai ISSN, Laporan Penelitian dan bahan
ajar. Jenis penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Sementara itu, teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode studi dokumen dan wawancara
(interview). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder dan tersier . Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan proses
editing dan dianalisis secara kualitatif, yaitu dimaksudkan sebagai analisis terhadap data
secara rasional bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa bentuk-bentuk sanksi pidana adat adalah: Di
usir dari kampung/ nagari dan dibuang sepanjang adat, Takambiang, Denda. Penerapan
sanksi pidana adat adalah dengan adanya pengaduan masyarakat kepada wali Korong dan
wali Korong akan melaporkan kepada wali nagari dan wali nagari akan melaporkan kepada
ketua KAN. KAN akan melakukan sidang adat dan menjatuhkan sanksi
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang selanjutnya di sebut KUHP berlaku untuk
seluruh wilayah di Indonesia, Namun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih
memberlakukan dan mentaati Norma Adat/hukum adat. Norma Adat/hukum adat
merupakan aturan yang berlaku terhadap suatu adat yang ada pada suatu wilayah. Oleh karena
itu setiap daerah di Indonesia memiliki Adat dan kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan
yang lainnya tidak sama, justru oleh karena ketidak samaan inilah masyarakat dapat
mengatakan bahwa adat merupakan unsur yang penting yang memberikan identitas kepada
daerah yang bersangkutan.
Kehidupan yang disusun menurut hukum adat, yang dimaksud dengan hukum adat itu
sendiri ialah aturan-aturan hidup yang tidak tertulis dalam kitab-kitab hukum, tidak dimuat
dalam kondifikasi-kondifikasi melainkan hanya meliputi aturan-aturan yang hidup di dalam
kesadaran hukum dari rakyat yang memakainya 1.
Demikian juga halnya di Sumatera Barat yang dikenal dengan Adat Minangkabau.
Adat Minangkabau menarik garis keturunan dari ibu atau yang disebut juga
matriachat/matrilineal. Adat minangkabau menganut prinsip “Adat Basandi Syarak (agama),
Syarak Basandi Kitabullah”. Adat/norma-norma adat harus berdasarkan agama Islam atau
tidak boleh bertentangan dengan agama Islam.
Masyarakat hukum adat mentaati hukum positif Indonesia, Hukum Agama dan juga
Hukum Adat. Walaupun suatu perbuatan tersebut telah diatur di dalam hukum positif,
misalnya hukum pidana, perbuatan tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), namun pada kenyataannya masyarakat masih menerapkan Hukum
Pidana Adat.
Salah satu Nagari di Minangkabau yang masih menerapkan hukum pidana adat adalah
Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman yaitu tentang

1
DR.Chairul Anwar, Hukum Pidana Adat Indonesia meninjau hukum adat minangkabau, PT. Rineka cipta, jakarta.
tindak pidana perzinaan. Masyarakat masih menerapkan hukum pidana adat dalam kasus
tersebut, padahal ini sudah jelas diatur di dalam KUHP.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang perlu dicarikan jawabannya dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana
perzinaan di Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman.
2. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana perzinaan di
Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman.
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Hukum Pidana Adat Minangkabau


Mengenai pengertian hukum pidana adat, Terrhaar memberikan pernyataan bahwa
setiap perbuatan dalam system adat di nilai dan dipertimbangkan berdasarkan tata
susunan persekutuan yang berlaku pada saat perbuatan tersebut di lakukan. Pelanggaran
yang terjadi di dalam hukum adat atau juga disebut pidana adat menurutnya adalah setiap
gangguan terhadap keseimbangan dan setiap gangguan terhadap barang-barang materil
dan immaterial milik seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan reaksi adat. 2
Sehubungan dengan hal tersebut apabila kita menyelidiki segala sesuatu mengenai
Minangkabau tentulah kita akan berjumpa dengan perkataan adat. Di Minangkabau adat
yang telah lama dipakai sejak turun-menurun terdiri dari 4 (empat) macam:
1. Adat Nan Sabana Adat ( Adat yang sebenar adat)
Yang dimaksud dengan Adat Nan Sabana adat ialah segala sesuatu yang telah terjadi
menurut kehendak Allah, yang dimaksud dengan kehendak Allah yaitu suatu hal
yang telah merupakan undang-undang alam, yang selalu abadi dan tidak berubah-
ubah seperti: murai bakicau, jawi malanguah, kabau mangoak (murai berkicau, sapi
melenguh, kerbau mengowek).
Jadi hal ini sudah merupakan hukum kodrat (lex naturalis) yang memang demikian
yang telah di dijelmakan alam.
2. Adat nan Diadatkan

2
Soebakti Poponoto.1981. Asas-asas dan susunan hukum adat, pradnya paramita, Jakarta, hal 125
Adat nan diadatkan ialah adat yang dibuat oleh para orang ahli pengatur tata alam
Minangkabau yaitu Dt. Katumanggungan beserta Dt. Parpatiah Nansabatang.
Menurut anggapan rakyat adat ini juga bersifat abadi dan tak berubah-ubah seperti
yang kita jumpai dalam pepatah ’’Indak lakang dek paneh, Indak lapuak dek hujan’’
karena adat itu adalah aturan hidup, sedangkan kehidupan manusia bergerak dengan
dinamikanya, maka berubah-ubahnya adat untuk melaraskan diri dengan
kehendak/kebutuhan zaman biasa digambarkan oleh kata-kata sebagai berikut:
Sakali aia gadang
Sakali tapian baranjak
Sakali rajo baganti
Sakali adat berubah
Adat nan diadatkan seperti yang dikatakan di atas adalah aturan-aturan yang dibuat
oleh kedua ahli pengatur tata alam Minangkabau yang salah satunya adalah undang-
undang nan ampek, yang merupakan undang-undang nan ampek yaitu:
a. Undang-Undang Luhak/Rantau
Undang-undang luhak/rantau : ini adalah aturan mengenai bagaimana
susunan di luhak dan di rantau, seperti kata adat: luhak bapangulu, rantau
barajo.
b. Undang-Undang Nagari
Undang-Undang Nagari : ini mengenai aturan-aturan yang mengatur
syarat-syarat apa yang harus dipunyai oleh tiap-tiap nagari: harus
balabuah, batapian, bagalanggang, babalai, bamusajid.
c. Undang-Undang dalam Nagari
Biasanya disebut undang-undang orang nagari, yang dimaksudkan dengan
undang-undang orang nagari yaitu aturan perdata, yaitu aturan yang
mengatur hubungan seseorang dengan orang lain (dalam kedudukan yang
setaraf sebagai anak nagari) di dalam nagari.
d. Undang-Undang Nan Duo Puluah
Undang- undang nan duo puluah merupakan aturan-aturan hukum pidana
yang mencakup macam-macam kejahatan. undang-undang nan duo puluah
dibagi atas :
1. Undang-undang nan salapan (8)
2. Undang-undang nan duo baleh(12)
Jadi undang-undang nan duo puluah ini mengatur hubungan anak nagari
(penduduk nagari) dengan nagari sebagai kesatuan kenegaraan di dalam
kejahatan-kejahatan yang dilakukan anak nagari dalam hubungan yang
gesubordineerd (hubungan antara rakyat dan penguasa).

3. Adat nan teradat ialah adat yang terpakai yang berbeda di dalam sanagari-sanagari,
saluhak-saluhak, salaras-salaras yang merupakan aturan diselesaikan menurut
keadaan dan tempat, juga merupakan aturan-aturan untuk menyelesaikann diri
dengan kehendak zaman.
4. Adat istiadat
Yang dimaksud dengan adat istiadat ini berkaitan dengan kata pepatah:
Dimano batang taguliang
Disinan tandawan tumbuah
Dimano tanah dipijak
Disinan langik dijunjuang.
Setelah kita mengetahui sifat-sifat dan corak hukum delik adat, maka kita secara positif
dapat mengadakan kategorisasi tentang beberapa jenis delik, umumnya dikenal dalam hukum
adat yaitu sebagai berikut:
1. Perbuatan pengkhianatan
Yaitu suatau contoh perbuatan yang memperkosa keselamatan masyarakat dalam arti
sebenarnya dan sekaligus dinilai sebagai perbuatan yang menentang kehidupan
bersama.
2. Membuka rahasia masyarakat atau sekongkol dengan golongan musuh
Yaitu suatu delik penghianatan dan merupakan delik yang berat dan tidak jarang
reaksi hukum yang diberikan adalah hukuman mati, hal ini dikenal dalam penerapan
hukum adat suku Dayak, Buru, Timor, serta beberapa pulau dimaluku.
3. Perbuatan mengadakan pembakaran sehingga memusnahkan rumah
Yaitu menentang keselamatan masyarakat dan merusak keseimbangan yang tiada
tara. Orang yang melakukan, dikeluarkan dari persekutuan, dapat dibunuh atau
dibuang seumur hidup.
4. Perbuatan menghina secara pribadi kepada kepala adat
Yaitu perbuatan yang dianggap melibatkan atau merusak keseimbangan masyarakat
itu sendiri. Di Minangkabau disebut ”dago”, di batak disebut dengan istilah ”tidak
memenuhi perintah raja”. Diseluruh indonesia melakukan perbuatan tidak sopan
terhadap kepala adat (pemimpin) adalah suatu pelanggaran hukum berat atau ringan
(hukuman) adalah tergantung pada keadaan setempat.
5. Perbuatan sihir atau tenung
Yaitu suatu perbuatan delik yang tidak di atur dalam KUHP, didalam sistem hukum
adat digolongkan dalam delik yang berat karena merupakan perbuatan mencelakakan
seluruh masyarakat. Tidak jarang perbuatan itu dihukum dengan hukuman mati,
kadang-kadang dengan jalan cekik atau dibenamkan di dalam air, sehingga mati.
6. Perbutan atau delik incest
Yaitu suatu delik yang berat yang berati memiliki 4(empat) macam delik adat yaitu
sebagai berikut:
a. Suatu hubungan seksual antara dua orang yang menurut hukum adat tidak boleh
melakukan perkawinan karena pelanggaran terhadap eksogami.
b. Pelanggaran terhadap hubungan darah yang terlalu dekat menurut ukuran hukum
adat
c. Suatu hubungan seksual antara dua orang yang berlainan kasta misalnya wanita
Brahmana kawin dengan pria sudra (Bali).
d. Hubungan sumbang antara orang tua dan anaknya, sungguh pun jarang rerjadi,
tetapi kadangkala terdapat di dalam masyarakat.
7. Perbuatan hamil di luar perkawinan
Yaitu perbuatan ini merupakan bentuk-bentuk perkawinan yang untuk mengulangi
keadaan yang luar biasa karena, bila tidak demikian pada beberapa suku antara lain
seperti suku bugis, perempuan itu dibunuh oleh keluarganya sendiri. Bila dia sempat
melarikan diri kerumah raja atau kepala adat diusahakan supaya dia kawin dengan
orang tertentu, supaya anak yang akan lahir itu berada dalam status kawin
mempunyai bapak berarti “terang”. Di sumatera selatan dan jawa, kerap kali
diusahakan mengawinkan perempuan itu dengan laki-laki yang menghamilinya dan
apabila dia tidak mengakui anak dalam kandungan atau orangnya tidak dijumpai
maka akan dikawinkan dengan siapa saja yang bersedia.3

B. Bentuk-Bentuk Sanksi Dalam Hukum Pidana Adat Minangkabau


Dalam Hukum Pidana adat berat ringannya suatu sanksi pidana tersebut tergantung
kepada hukum adat yang berlaku diwilayah / nagari masing-masing. Di Minangkabau Di
dalam delik adat / pidana adat yang sangat memiliki peran dalam adat Minangkabau
yaitu adanya Ninik mamak, Kemenakan, Urang Sumando, Cadiak Pandai, Alim Ulama,
dan bundo kanduang semua memiliki peran penting dalam satu kaum yang dia embanya,
untuk menjaga anak kemenakan dan harta pusako tingginya.
Ninik mamak adalah seorang laki-laki dari satu kaum telah dituakan dan sudah
menjadi tampek baiyo dan bamolah (bermusyawarah) walaupun dia masih muda.
Sedangkan mamak sendiri adalah orang yang ada hubungan darah dengan ibu kandung
yang merupakan adik atau kakak dari orang tua perempuan yang berfungsi untuk
melindungi saudaranya.
Dalam suku adat Minangkabau, Ninikmamak sangat memiliki andil dalam suatu perkara
dalam kaumnya, baik itu terhadap kemenakan yang mana telah di jadikan kata pepatah sebagi
anak dipangku kemenakan di bimbing, hal ini melambangkan peran ninik mamak dan mamak
itu sendiri selain peduli dan sayang kepada keluarga, anak dan istri ninik mamak juga
bertanggung jawab terhadap kemenakan dan keluarga sesukunya.
Bentuk sanksi adat di Minangkabau adalah :
1. Diarak sekeliling kampung atau dipermalukan
2. Dinikahkan
3. Membayar denda adat
4. Diusir dari kampung
C. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perzinaan
Kata perzinaan berasal dari kata zina yang berarti perbuatan bersenggama antara seorang
laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan isterinya atau

3
ibid
seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan
suaminya. 4
Pada Hukum positif Indonesia perbuatan zina dapat kita temukan dalam Pasal 284 KUHP
yang berbunyi:
diancam pidana penjara paling lama Sembilan bulan :
a. Seorang pria yang telah kawin melakukan gendak (overspel) padahal di ketahui
pasal 27 BW belaku baginya
b. Seorang wanita yang telah kawin ysng melakukan gendak, padahal di ketahui Pasal
27 BW berlaku baginya.
Pada hakikatnya zina melakukan hubungan sex/kelamin tanpa ikatan pernikahan.
Namun menurut KUHP perbuatan tersebut baru bisa dikatakan zina hanya apabila salah
satu atau keduanya terikat tali perkawinan, akan tetapi apabila salah satu atau keduanya
tidak terikat tali perkawinan melakukan hubungan sex/kelamin tidaklah termasuk zina
dalam KUHP.
Tindak Pidana perzinaan atau Overspel yang dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1)
KUHP ini merupakan tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Ini berarti
bahwa unsur kesengajaan itu harus terbukti pada sipelaku agar dapat terbukti sengaja
dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinaan yang diatur Pasal 284 ayat (1). 5
Namun dalam pandangan masyarakat kita atau nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat mereka memahami bahwa zina tersebut adalah melakukan hubungan suami
isteri atau hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan wanita tanpa ikatan
pernikahan, Jadi apabila terjadi hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan
perempuan apakah mereka masih berstatus isteri/suami orang ataupun keduanya masih
belum terikat tali perkawinan yang dalam bahasa minangkabau di sebut “ Bujang untuk
laki-laki dan Gadih untuk perempuan” perbuatan tersebut tetap di sebut zina

4
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1985, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Hal 155

5
Lamintang, 1990, Delik-delik khusus: tindak pidana yang melanggar norma-norma kesusilaan dan norma
kepatutan, mandar maju, Bandung. Hal 1
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis Sosiologis (Socio Legal), Penelitian
hukum sosiologis dimaksudkan sebagai penelitian yang dilaksanakan dengan studi lapangan dan
di dukung dengan studi dokumen. Sehingga nantinya penelitian ini dapat menggambarkan
jawaban permasalahan secara cermat dan sistematis sehingga bersifat deskriptif, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang
penelitian yang dilakukan.

B. Jenis dan Sumber Data


a. Data Primer
Data yang diperoleh lansung dari lapangan untuk mendapatkan data yang konkret
mengenai materi yang dibutuhkan dan diperoleh melalui wawancara yang dilakukan
dengan:
1. Ninik Mamak penghulu adat sebanyak 3 orang
2. Pemuka masyarakat sebanyak 3 orang
3. Pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Ulakan Kecamatan Ulakan Tapakis
Kabupaten Padang Pariaman sebanyak 3 orang
4. Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Ulakan Kecamatan Ulakan Tapakis
Kabupaten Padang Pariaman sebanyak 1 orang
b. Data Sekunder yaitu:
Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan diperoleh melelui studi kepustakaan
terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hokum yang mengikat yang terdiri dari:
a.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu:
a. Buku-buku yang ditulis para ahli tentang hukum adat
b. .Buku-buku yang di tulis para ahli tentang hukum pidana
c. Bahan-bahan/dokumen yang dimiliki oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN)
3. Bahan Hukum tersier yaitu:
a. Kamus-kamus Hukum
b. Kamus besar Bahasa Indonesia
c. Bahan hukum yang diambil dari internet

C. Teknik Pengumpulan Data


Secara umum pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian
lapangan atau field research, yaitu dengan mengumpulkan data melalui :

a. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui dokumen
yang ada serta juga data tertulis. Dalam hal ini dilakukan guna memperoleh literature-
literatur yang berhubungan dengan peran pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN)
dan badan penegak hukum
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan melakukan komunikasi
antara satu orang dengan orang lainnya untuk mendapatkan suatu informasi yang
jelas dan akurat . Dalam hal ini dengan menanyakan lansung secara lisan kepada
pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Ulakan Kabupaten Padang
Pariaman, wawancara ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terhadap nara
sumber.

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Setelah semua data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan proses Editting,
yaitu pemilihan data yang diperoleh sehingga menjadi terstruktur untuk memastikan data
tersebut sudah lengkap untuk diolah dan dianalisis. Dalam menganalisis data yang telah
diperoleh dipergunakan teknik analisis kualitatif, yaitu dimaksudkan sebagai analisis terhadap
data secara rasional bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk- bentuk sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana perzinaan di Nagari
Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman.
Nagari Ulakan terletak di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman
Propinsi Sumatera barat. Di Sumatera Barat ( Minangkabau) pemerintahan setingkat
desa/ kelurahan dinamakan Nagari yang di pimpin oleh Walinagari, sedangkan secara
adat di pimpin oleh seorang ketua KAN ( Kerapatan Adat Nagari). Di Minangkabau
sangat menjunjung tinggi nilai adat istiadat dalam kehidupan masyarakat, tidak tekecuali
juga di Nagari Ulakan setiap masyarakat yang melanggar norma-norma adat dan aturan
yang berlaku dalam Nagari tersebut akan dikenakan sanksi adat yang telah diatur oleh
Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Menurut Ketua KAN Nagari Ulakan Sudirman Rangkayo Mangkuto (RRM) bentuk-
bentuk Sanksi adat terhadap pelaku perzinaan di Nagari Ulakan adalah 6:

1. Diusir dari Nagari /kampung dan dibuang sepanjang adat


Maksudnya adalah bagi pelaku perzinaan di Nagari Ulakan akan di usir
dari Nagari dan tidak diakui lagi sebagai anak kemenakan sampai pelaku
mengisi adat dan limbago. Sanksi ini biasanya diberikan kepada
seseorang yang melakukan zina yang mana laki-laki maupun perempuan
terikat tali perkawinan (selingkuh), dalam hukum pidana inilah yang
dikatakan Zina. Kalau bagi pelaku zina yang msih gadis dan bujang
biasanya sanksinya adalah membayar denda 20 sak semen dan dua truk
pasir serta mereka dinikahkan. Tetapi terhadap zina secara hukum
pidana ini tidak bisa langsung dinikahkan karena ada pihak yang masih
terikat tali perkawinan.
2. Takambiang
Setelah diusir dari Nagari selama beberapa tahun, dan menyadari
perbuatannya serta ingin kembali pulang kampung maka pelaku zina
harus menyembelih kambing untuk memberrsihkan kampung dari
bencana atau yang di sebut juga bala
3. Denda

6
Wawancara penulis dengan ketua KAN Ulakan Sudirman Rangkayo Rajo Mangkuto (RRM) tgl 22 juni 2016
Pelaku zina harus membayar denda dengan membayar beberapa sak
semen dan beberapa truk pasir sebagai alas kaki ninik mamak yang telah
tercoreng harkat dan martabatnya dalam satu kampung. Denda semen
dan pasir ini juga diberikan sanksi baik kepada pelaku zina secara pidana
maupun pelaku zina secara agama dan adat. Sehingga Jl. Sikabu yang
ada di ulakan tersebut dibuat dari hasil denda tersebut.

Menurut Zulkifli Tanjung 7

Tata cara pembayaran denda adalah setelah pelaku tertangkap maka akan disidangkan oleh para
anggota KAN yang dipimpin lansung oleh ketua KAN, bagi anak kemenakan yang melakukan
zina baik yang sudah bekeluarga maupun yang masih lajang akan dikenakan denda secara adat
yaitu membayar minimal 20 sak semen dan 2 truk pasir yang lansung akan diterima oleh Wali
Korong dan wali Korong akan lansung mempergunakan untuk pengaspalan jalan contohnya jalan
Sikabu adalah hasil dari denda perbuatan anak kemenakan yang dijatuhi sanksi.

Alasan masyarakat menyelesaikan kasus zina secara adat bukan secara pidana (Kepolisian)
adalah:

1. Ninik mamak malu.


Artinya kalau kasus zina ini sampai ke kepolisian maka mamak suku tersebut (pelaku)
akan malu karena dianggap tidak bias menjaga anak kemenakan serta juga tidak sanggup
menyelesaikan masalah di suku tersebut.
2. Kaum malu
Maksudnya adalah kalau pelaku zina adalah kaum tesebut maka satu kaum itu akan jadi
malu karena selalu jadi pergunjingan oleh masyarakat lain/ kaum lain. Dan kaum tersebut
akan tercemar di mata masyarakat
3. Biaya
Kalau kasus tersebut sampai ke kepolisian akan menghabiskan biaya yang besar,
sedangkan kalau di selesaikan secara adat biayanya sedikit dan tidak berbelit-belit.

7
Zulkifli Tanjung, Ketua Korong Taruna Ulakan, wawancara tgl 22 Juni 2016
B. Penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana perzinaan di Nagari Ulakan
Kabupaten Padang Pariaman.
Sanksi adat bagi pelaku zina /pelanggar norma adat diproses secara hukum adat yaitu dengan
prosedur yang telah diatur oleh Kerapatan Adat nagari yaitu dengan mengadakan sidang adat
yang dihadiri oleh:
Ninik mamak suku Koto adalah Taher m. dt Panduko Magek
Ninik mamak suku Guci adalah Agus dt Jambatuah
Ninik Mamak suku Tanjuang adalah Jamaris dt batuah
Ninik mamak suku koto adalah lukman dt majolelo
Ninik mamak suku sikumbangadalah yahya dt tamin alam
Ninik mamak suku jambak adalah amaisaik
Ninik mamak suku Panyalai adalah Tarjudin dt Nangkodo Sati
Rajo suku Panyalai adalah Jamaludin Rangkayo Rajo Sulaiman
Rajo di ulu adalah Zaidin Rangkayo rajo
Sebelum dilaksanakan sidang adat kronologisnya adalah :
Pelaku ditangkap oleh masyarakat dan diserahkan kepada wali Korong (Wali Jorong) dan
ketua pemuda setempat, setelah itu wali Korong akan melaporkan kepada wali nagari dan
wali nagari akan melaporkan kepada ketua KAN, maka ketua KAN akan melaksanakan
sidang adat di aula adat bersama ninik mamak/anggota KAN dan dihadiri oleh sanak
saudara/family kedua belah pihak
Kasus atau tindak pidana Perzinaan ini terjadi di Minangkabau yaitu di Nagari Ulakan
Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman. Penulis melakukan melakukan
wawancara dengan tokoh masyarakat yaitu Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) Nagari
Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman yang bernama Sudirman
Rangkayo Mangkuto (RRM) , menurut keterangannya bahwa dalam adat Nagari Ulakan ini
terkenal dengan adat istiadat yang sangat kental terhadap nilai-nilai agama yang religius, dan
norma adat yang telah dijunjung tinggi oleh masyarakat Ulakan. Karena Ulakan merupakan
tempat berkembangnya Islam yang dibawa oleh seorang Syekh yang bernama Syekh
Burhanuddin sampai saat ini masih sangat ditaati serta dipatuhi terhadap aturan adat istiadat
dan norma adat yang mengatur dalam wilayah Ulakan tersebut.
Dalam korong Banagari maka aturan yang dibuat oleh Nagari yang dilaksanakan oleh
korong sesuai dengan Undang-Undang yang dibuat sendiri oleh Nagari yang disepakati oleh
Ninik Mamak, Alim Ulama cadiak pandai dan atas persetujuan dari Tungku Tigo Sapilin yang
menyatakan bahwa setiap korong memiliki berbagai macam cara untuk menyelesaikan suatu
perkara atau disebut juga dengan:
“kampuang bapaga buek
“adat bapaga jo nagari
Sesuai dengan pernyataan dari Sudirman Rangkayo Mangkuto (RRM) ketua KAN
bahwa Nagari Ulakan selain memiliki adat istiadat dan nilai agama yang tinggi juga sangat
tabu terhadap hal-hal yang menodai nama Kampung dan Nagari, setiap anak nagari atau
korong dalam Nagari Ulakan sudah dibekali dengan nilai adat dan nilai agama yang akan
dipergunakan kelak di kehidupanya pribadi dan keluarganya, bila hal tersebut disalah gunakan
dalam kehidupannya maka akan mendapatkan sanksi yang berat sesuai dengan perbuatan
dalam pelanggaran adat. Perbuatan-perbuatan yang mendapatkan sanksi yang berat adalah
Perbuatan Perzinaan atau disebut juga perselingkuhan.
Perbuatan ini sudah sering terjadi pada masyarakat setempat atau di Nagari Ulakan,
perzinaan ini dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki ikatan sebelumnya dengan
pasangannya, seperti sudah suami orang atau sudah istri orang lain, perbuatan ini merupakan
perbuatan yang sangat Tabu dan dilaknat Allah. Karena kedua belah pihak sudah
mendustakan perkawinan yang sebelumnya terjalin. Salah satu contoh kasus perbuatan
perzinaan ini dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga bernama ND, usia 35 tahun yang
beralamat di Korong Olo Padang Nagari Ulakan Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten
Padang Pariaman dengan SR, umur 40 tahun yang beralamat di korong yang sama yang
dilakukan di rumah perempuan sendiri disaat sang suami berada di luar kota. Sanksi Pidana
adat yang diterapkan terhadap kedua belah pihak baik itu pihak wanita maupun pihak laki-
laki yaitu dengan cara :
a. Diarak sekeliling kampung atau dipermalukan,
b. Dilakukan musyawarah dengan pihak-pihak keluarga dan alim ulama cadiak
pandai untuk menemukan titik terang dengan keluarga kedua belah pihak,
dimana pihak yang terikat tali perkawinan melakukan perceraian terlebih dahulu
dan menunggu masa I`dah, dan kemudian yang melakukan perzinaan tersebut
dinikahkan.
c. Membayar denda adat atau disebut juga sebagai mambayia adat dengan cara
takambiang, takambiang di sini memiliki arti bahwa nagari harus dibersihkan
dari perbuatan kotor dengan makan bersama para ninik mamak dan alim ulama
dengan menyembelih kambing
d. Setelah keduanya dinikahkan, maka pasangan yang melakukan perzinaan
tersebut diusir dari kampung dan disuruh merantau jauh atau disebut juga
dibuang sepanjang adat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Chairul Anwar, 1997. Hukum Pidana Adat Indonesia meninjau hukum adat
Minangkabau, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Bushar Muhamad, 1985, Pokok-pokok hukum adat, Pradnya Paramita, Jakarta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta

Hilman Hadikusuma. 1989.Hukum Pidana Adat. Alumni. Bandung


Lamintang, 1990 Delik-delik khusus: Tindak Pidana yang melanggar norma-norma
kesusilaan dan norma kepatutan, Mandar maju, Bandung.

Nia daniati, Tindak pidana cabul di ulakan kecamatan Tapakis Padang Pariaman, skripsi,
Universitas Tamansiswa Padang

Soebakti Poesponoto. 1981, Asas-asas dan susunan hukum adat, Pradnya Paramita,
Jakarta.

Surajo Wignjodipuro, Gunung Agung,jakarta MCMLXXXIII


B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Adat Minangkabau tentang Undang-Undang Nan Duo Puluah

Anda mungkin juga menyukai