Anda di halaman 1dari 9

Buletin Kaffah, No.

268
17 Rabi’ul Akhir 1443 H
11 November 2022 M

MENEGUHKAN
IDENTITAS ISLAM

P
ilpres (Pemilihan Presiden) 2024 memang masih jauh.
Namun demikian, kekhawatiran bahkan ketakutan ke-
lompok radikal-sekuler anti Islam terhadap kemena-
ngan kelompok Islam di Pilpres 2024 tampak nyata.
Trauma kekalahan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
benar-benar membekas di hati mereka. Mereka khawatir ja-
goan mereka berikutnya—yang diduga kuat merupakan bone-
ka oligarki selanjutnya—bakal kalah di Pilpres 2024.
Karena itu segala cara mereka lakukan untuk membendung
kekuatan politik Islam. Salah satunya dengan terus-menerus
menuding kelompok Islam memainkan ‘politik identitas’. Tudi-
ngan ini sebetulnya tidak berbeda dengan tudingan-tudingan
sebelumnya, bahwa kelompok Islam sering memainkan ‘isu
agama’, melakukan ‘politisasi agama’, jualan ‘ayat dan mayat’

01
(ini sering mereka kaitkan dengan kasus Pilkada DKI Jakarta
2017), dll. Tujuan dari berbagai tudingan tersebut tentu saja
agar kaum Muslim tidak memilih Capres/Cawapres Muslim
yang dianggap kental warna keislamannya atau dianggap
berpihak pada Islam dan umat Islam.

Awas Jebakan
Umat Islam tentu tidak seharusnya terjebak dalam per-
mainan istilah yang digunakan oleh kelompok radikal-sekuler
anti Islam. Alasannya: Pertama, tudingan mereka sesungguh-
nya hanya membuktikan sikap hipokrit (kemunafikan) mere-
ka. Faktanya, setiap menjelang Pilpres atau Pilkada, merekalah
sebetulnya yang sering memainkan ‘politik identitas’ atau
melakukan ‘politisasi agama’. Caranya dengan memanipulasi
identitas bahkan agama/keyakinan mereka. Aslinya para calon
yang mereka dukung acapkali berasal dari kalangan radikal-
sekuler anti Islam, bahkan berasal dari kalangan non-Muslim
(kasus Ahok). Namun, setiap menjelang Pilpres/Pilkada calon-
calon yang mereka dukung itu sering mendadak islami. Tiba-
tiba sering memakai sarung, baju koko dan peci. Tiba-tiba
berkerudung dan berjilbab. Tiba-tiba rajin berkunjung ke
pesantren-pesantren. Tiba-tiba sering sowan kepada para kiai.
Tiba-tiba kegiatan ibadah ritualnya—seperti shalat, zikir dan
berdoa—diviralkan seolah ingin menunjukkan keshalihan pri-

02
badinya. Padahal aslinya ada yang diduga terlibat korupsi,
suka nonton bokep, zalim terhadap rakyat kecil, dll.
Kedua, tudingan mereka bertujuan agar umat Islam me-
ninggalkan sama sekali identitas keislaman mereka. Juga agar
umat Islam tidak menggunakan kacamata Islam dalam memi-
lih pemimpin mereka. Sebabnya, mereka tentu sangat trauma
dengan kekalahan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
akibat umat terpengaruh oleh fatwa ‘haram memilih pemim-
pin kafir’. Mereka tidak ingin umat Islam yang mayoritas di
negeri ini terpengaruh oleh fatwa-fatwa agama di Pilpres 2024
yang akan merugikan calon yang mereka dukung, yang aslinya
memang sekuler bahkan anti Islam.

Wajib Memegang Teguh Identitas Islam


Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya agar memeluk
Islam secara kâffah, dalam seluruh aspek kehidupan:
ِ ‫ﻳﺎ أَﻳـﱡﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا ادﺧﻠُﻮا ِﰲ اﻟ ﱢﺴ ْﻠ ِﻢ َﻛﺎﻓﱠﺔً وَﻻ ﺗَـﺘﱠﺒِﻌﻮا ﺧﻄُﻮ‬
‫ات‬ َ ُ ُ َ ُْ َ َ َ َ
ِ َ‫اﻟﺸﱠﻴﻄ‬
ٌ ِ‫ إِﻧﱠﻪُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋ ُﺪ ﱞو ُﻣﺒ‬, ‫ﺎن‬
‫ﲔ‬ ْ
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam
secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan!
Sungguh ia musuh yang nyata bagi kalian (QS al-Baqarah [2]:
208).

03
Imam al-Qurthubi di dalam kitab tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm
al-Qur’ân, menjelaskan: “Ketika Allah SWT menjelaskan kepada
umat manusia, baik Mukmin, kafir maupun munafik, maka Dia
(seolah) berfirman: Jadilah kalian dalam satu agama, berhim-
punlah kalian dalam Islam, dan berpegangteguhlah dengannya.
Kata “as-Silmi” di sini maknanya Islam. Ini dinyatakan oleh
Mujahid dan diriwayatkan oleh Abu Malik dari Ibn ‘Abbas.”
Karena itu ayat ini memerintahkan semua umat manusia
untuk memeluk Islam secara kâffah.
Dalam kitab yang sama Imam al-Qurthubi lalu menjelaskan
makna kâffah di dalam ayat ini: Pertama, menyeluruh, yakni
meliputi seluruh ajaran Islam. Kedua, menolak yang lain, di luar
Islam. Dengan kata lain, orang yang telah memeluk Islam wajib
mengambil Islam secara menyeluruh dan menolak yang lain
selain Islam. Itu baru disebut masuk Islam secara kâffah.
Dengan kata lain, seorang Muslim wajib mengimani dan
mengambil Islam secara utuh. Tidak boleh sepotong-sepo-
tong. Dipilih-pilih yang enak dan mudah saja (Lihat: QS al-
Baqarah [2]: 85).
Karena itu haram hukumnya meninggalkan identitas Islam
dalam hal apapun. Sebaliknya, identitas Islam harus dipegang
teguh oleh setiap Muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
Tidak hanya saat beribadah, tetapi juga dalam melakukan

04
kegiatan lain seperti ekonomi, sosial, pendidikan, politik, pe-
merintahan dan sebagainya.
Dalam konteks politik Islam, Al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh
Muhammad Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:

‫ َوﺗَ ُﻜ ْﻮ ُن ِﻣ ْﻦ ﻗِﺒَ ِﻞ‬،‫اﺧﻠِﻴًّﺎ َو َﺧﺎ ِرِﺟﻴًّﺎ‬


ِ ‫اَﻟ ﱢﺴﻴﺎﺳﺔُ ِﻫﻲ ِرﻋﺎﻳﺔُ ُﺷﺆو ِن اﻷُﱠﻣ ِﺔ د‬
َ ُْ َ َ َ َ َ
ُ‫ َواﻷُﱠﻣﺔ‬،‫ﺎﺷُﺮ َﻫ ِﺬﻩِ اﻟﱢﺮ َﻋﺎﻳَِﺔ َﻋ َﻤﻠِﻴًّﺎ‬ ِ ‫ ﻓَﺎﻟﺪﱠوﻟَﺔُ ِﻫﻲ اﻟﱠِﱵ ﺗُـﺒ‬،‫اﻟﺪﱠوﻟَِﺔ واﻷُﱠﻣ ِﺔ‬
َ ْ َ ْ َ ْ
ُ‫ﺐ َﻫ ِﺬﻩِ اﻟﺪ ْﱠوﻟَﺔ‬ ِ ‫ِ ﱠ‬
ُ ‫ﻫ َﻲ اﻟ ِ ْﱵ ُﲢَﺎﺳ‬
Politik adalah mengurusi urusan umat di dalam dan luar negeri.
Hal itu dilakukan oleh negara dan umat. Negaralah yang melak-
sanakan pengurusan ini secara langsung, sedangkan umatlah
mengoreksi negara (An-Nabhani, Mafâhim Siyâsiyyah, hlm. 5).

Mengurusi umat di dalam negeri itu dilakukan oleh negara


dengan cara menerapkan ideologi Islam (akidah dan syariah)
secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan. Tugas umat
adalah mengoreksi jalannya penerapan ideologi Islam ini jika
terjadi penyimpangan. Adapun mengurusi umat di luar negeri
adalah dengan mengemban dan menyebarkan ideologi Islam
ke luar negeri.
Berpolitik—yakni mengurusi urusan umat, di dalam dan
luar negeri—dengan menerapkan Islam secara kâffah itu hu-

05
kumnya wajib, baik oleh negara maupun umat. Itulah politik
Islam.
Karena itu seorang Muslim sejatinya adalah politikus. Se-
babnya, politik dalam pandangan Islam adalah mengurusi uru-
san umat dengan syariah Islam. Karena itu setiap politisi Mus-
lim wajib menguasai fiqih Islam dengan baik dan benar. Sebab-
nya, jika tidak menguasai fiqih Islam, ia tidak akan bisa mengu-
rusi urusan umat dengan baik dan benar. Karena itu fiqih dan
politik, dalam pandangan Islam, tidak bisa dipisahkan. Pasal-
nya, fiqih adalah solusinya, sedangkan politik adalah cara ba-
gaimana mengimplementasikan fiqih tersebut dalam kehidu-
pan.
Di sisi lain, seorang ahli fiqih Islam tidak boleh berhenti pada
penguasaan hukum fiqih, tetapi harus sampai pada level im-
plementasi (penerapan) fiqih Islam itu ke dalam kehidupan.
Jika tidak, hukum fiqih atau syariah Islam tersebut hanya
menjadi sebatas gagasan.
Karena itu berpolitik dengan merujuk pada fiqih atau
syariah Islam itu hukumnya fardhu sebagaimana shalat, puasa,
zakat, haji dan jihad. Sama-sama wajib. Tidak boleh dibeda-
bedakan. Dengan demikian fiqih Islam akan melekat di dalam
politik dan tidak bisa dipisahkan. Inilah yang sekaligus menja-
dikan politik memiliki identitas yang jelas, yakni Islam. Politik

06
Islam semacam inilah yang membedakan dirinya dengan poli-
tik sekuler.
Sebaliknya, ketika politik umat Islam tidak menggunakan
fiqih atau syariah Islam, maka politiknya tidak mempunyai
identitas yang jelas. Politiknya akan menjadi politik sekuler
yang oportunis dan hipokrit. Inilah yang digambarkan dalam
al-Quran:
ِ ْ ‫ وﻣﻦ ﻳ‬, ‫ﻣ َﺬﺑ َﺬﺑِﲔ ﺑـﲔ َٰذﻟِﻚ َﻻ إِ َ ٰﱃ ٰﻫﺆَﻻ ِء وَﻻ إِ َ ٰﱃ ٰﻫﺆَﻻ ِء‬
ُ‫ﻀﻠ ِﻞ اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ْ ََ َُ َ َُ َ َْ َ َ ْ ُ
‫ﻓَـﻠَ ْﻦ َِﲡ َﺪ ﻟَﻪُ َﺳﺒِ ًﻴﻼ‬
Mereka (orang-orang munafik) dalam keadaan ragu di antara
yang demikian (iman atau kafir). Tidak termasuk golongan (o-
rang beriman) ini dan tidak (pula) golongan (orang kafir) itu.
Siapa saja yang dibiarkan sesat oleh Allah (karena tidak mengi-
kuti tuntunan-Nya dan memilih kesesatan), kamu tidak akan
menemukan jalan (untuk memberi petunjuk) bagi dirinya (QS
an-Nisa’ [4]: 143).

Alhasil, tidak boleh seorang Muslim menanggalkan syariah


Islam sebagai identitasnya dalam berpolitik. Apapun alasan-
nya. Sebaliknya, dia wajib terikat dengan syariah Islam dalam
segala aspek kehidupannya.

07
Pentingnya Syiar Islam
Identitas Islam harus benar-benar tampak menonjol dalam
kehidupan umat Islam. Tak boleh lagi disembunyikan. Apalagi
jika alasan yang mendasari sikap menyembunyikan identitas
Islam itu adalah kekhawatiran atau ketakutan akan tudingan
kelompok radikal-sekuler anti Islam. Sebabnya, tentu kelom-
pok radikal-sekuler anti Islam tak ingin Islam dan syariahnya
mewarnai kehidupan umat Islam yang merupakan penduduk
mayoritas negeri ini.
Karena itu umat Islam, para tokoh Islam, para pimpinan
partai Islam maupun para calon pemimpin dari kalangan Islam
tak perlu ragu lagi menunjukkan identitas keislaman mereka.
Tak perlu ragu lagi mereka menyuarakan syariah Islam. Saat-
nya mereka berani secara lantang menyuarakan syariah Islam.
Jangan lagi mereka menyembunyikan kebenaran Islam. Se-
babnya, Allah SWT telah berfirman:
ِ ‫اﳊ ﱠﻖ ﺑِﺎﻟْﺒ‬
ْ ‫ﺎﻃ ِﻞ َوﺗَ ْﻜﺘُ ُﻤﻮا‬
‫اﳊَ ﱠﻖ َوأَﻧْـﺘُ ْﻢ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮ َن‬ َ َْ ‫َوَﻻ ﺗَـﻠْﺒِ ُﺴﻮا‬
Janganlah kalian mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan.
Jangan pula kalian menyembunyikan kebenaran, padahal kalian
tahu (TQS al-Baqarah [2]: 42).

Selain itu, menampakkan identitas Islam merupakan bagian


dari syiar Islam yang harus terus diagungkan. Sebabnya,

08
mengagungkan syiar Islam adalah bagian dari ketakwaan
kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
ِ ُ‫وﻣﻦ ﻳـﻌﻈﱢﻢ َﺷﻌﺎﺋِﺮ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻓَﺈِﻧـﱠﻬﺎ ِﻣﻦ ﺗَـ ْﻘﻮى اﻟْ ُﻘﻠ‬
‫ﻮب‬ َ ْ َ َ َ ْ َُ ْ ََ
Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah maka sungguh
itu berasal dari ketakwaan di dalam hati (TQS al-Hajj [22]: 32).

WalLâhu a’lam. []

HIKMAH:

Allah SWT berfirman:

‫اﳊَ ﱢﻖ ﻟِﻴُﻈْ ِﻬَﺮﻩُ َﻋﻠَﻰ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ ُﻛﻠﱢ ِﻪ‬


ْ ‫ُﻫ َﻮ اﻟﱠ ِﺬي أ َْر َﺳ َﻞ َر ُﺳﻮﻟَﻪُ ﺑِﺎ ْﳍَُﺪى َوِدﻳ ِﻦ‬
‫َوﻟَ ْﻮ َﻛ ِﺮَﻩ اﻟْ ُﻤ ْﺸ ِﺮُﻛﻮ َن‬
Dialah (Allah) Yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar untuk Dia menangkan agama
itu atas seluruh agama yang ada meski kaum musyrik
membencinya.
(TQS at-Taubah [9]: 33). []

09

Anda mungkin juga menyukai