Ikhwah Fillah....
Keberimanan terhadap Islam sebagai agama samawi yang diturunkan Allah SWT
memang sudah final. Tetapi, pemahaman manusia terhadap Islam tidak dapat dikatakan
sudah mencapai final sehingga berhenti pada satu titik.
نواَلذذيِنن نجاَنهددواَ ذفيِنناَ نلنننمهذديِنننلندهمم دسبُدنلننناَ نوإذلن اَل لهن لننمنع اَلمدممحذسذنيِنن
“ Orang-orang yang berjihad di jalan Kami sungguh akan Kami tunjukkan jalan-
jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang berbuat kebaikan.
(Q.S. 29/Al-Ankabuut: 69).
Ibn Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan walladziina jaahduu fiinaa
adalah Rasulullah SAW, para sahabatnya, dan pengikutnya sampai hari kiamat nanti.
Sedangkan yang dimaksud subulanaa adalah jalan-jalan untuk urusan dunia dan akhirat.
Terkait dengan hadits tentang Muadz bin Jabbal yang diutus oleh Rasulullah SAW
ke negeri Yaman dan menyatakan akan melakukan ijtihad apabila tidak diperoleh nash
dalam Al-Quran dan As-Sunnah dalam memutuskan perkara, banyak yang menekankan
bahwasanya pintu ijtihad belum tertutup. Dari waktu ke waktu muncul ulama-ulama
besar dengan pikiran dan pendapatnya yang segar dan baru berdasarkan pemahaman
mereka tentang nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah.
Pemahaman yang terlalu kaku dengan pendapat yang terkait dengan situasi
kontekstual tertentu akan menyebabkan seorang aktivis dakwah tidak mampu
berinteraksi dengan problema yang dihadapinya pada masa kini.
Demikian pula arkanul baiah yang disusun oleh Imam Hasan Al- Banna bukanlah
sesuatu yang bersifat mati atau jumud sehingga ia akan menjadi masa lalu dari para
kader dakwah. Padahal ia harus membaca, memahami, dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari yang terus berjalan.
Begitu juga kualitas dan kapasitas amal kita, jihad kita, tadhiyah (pengorbanan)
kita, tha ah (ketaatan) kita, tsabat (kekokohan) kita, tajarrud (kesungguhan) kita, al-
ukhuwah (persaudaraan) kita, dan tsiqah (kekokohan) kita harus terus-menerus
dikembangkan.
Ikhwah Fillah...
ههوو الذذيِ أورروسول ورهسولوهه ذباِرلهودىَ ووذديِذن ارلوقق لذيهظرذهورهه وعولىَ القديِذن هكلقذه وووكوفىَ ذباِللذه وشذهيددا
“ Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai
saksi. (Q.S. Al-Fath: 28).
Kehadiran Islam dalam wujud sebuah institusi yang mengendalikan telah menjadi
obsesi dari Imam Syahid Hasan Al-Banna sebagaimana ungkapannya yang disampaikan
kepada para pemuda, Adalah sangat mengherankan sebuah paham seperti komunisme
memiliki negara yang melindunginya, yang mendakwahkan ajarannya, yang
menegakkan prinsip-prinsipnya, dan menggiring masyarakat untuk menuju ke sana.
Demikian juga paham fasisme dan nazisme, keduanya memiliki bangsa yang
mensucikan ajarannya, berjuang untuk menegakkannya, menanamkan kebanggaan
kepada para pengikutnya, menundukkan seluruh ideologi bangsa-bangsa untuk
mengekor kepadanya. Dan lebih mengherankan lagi, kita dapati berbagai ragam
ideologi sosial politik di dunia ini bersatu untuk menjadi pendukung setianya. Mereka
perjuangkan tegaknya dengan jiwa, pikiran, pena, harta benda, dan kesungguhan yang
paripurna, hidup dan mati dipersembahkan untuknya. Namun sebaliknya, kita tidak
mendapatkan tegaknya suatu pemerintahan Islam yang bekerja untuk menegakkan
kewajiban dakwah Islam, yang menghimpun berbagai sisi positif yang ada di seluruh
aliran ideologi dan membuang sisi negatifnya. Lalu ia persembahkan itu kepada seluruh
bangsa sebagai ideologi alternatif dunia yang memberi solusi yang benar dan jelas bagi
seluruh persoalan umat manusia. (Majmu Rasail I: 184).
Suatu catatan penting dari Imam Hasan Al-Banna adalah peringatannya tentang
adanya pemahaman yang sempit bahwa jika disebut dengan politik maka orang-orang
akan segera membayangkan sebuah partai politik. Politik yang dimaksudkannya
bukanlah sekadar sebuah partai politik, tetapi keseluruhan aktivitas dakwah yang
dilakukan untuk mengurusi nasib umat hingga mengangkat mereka ke kedudukan
sebagaimana yang diperintahkan Al-Quran di tengah-tengah manusia.
Bahkan, terhadap partai politik yang berkembang saat itu Al-Banna mempunyai
kritikankritikan yang mendasar, Ikhwanul Muslimun berkeyakinan bahwa partai-partai
politik yang ada di Mesir didirikan dalam suasana yang tidak kondusif. Sebagian besar
didorong oleh ambisi pribadi, bukan demi kemaslahatan umum
. Ikhwan juga
berkeyakinan bahwa partai-partai yang ada hingga kini belum dapat menentukan
program dan manhajnya secara pasti
Ikhwan berkeyakinan bahwa hizbiyah (sistem
kepartaian) yang seperti itu akan merusak seluruh tatanan kehidupan, memberangus
kemaslahatan, merusak akhlak, dan memporakporandakan kesatuan umat.
Amal siyasi sebagai bagian penting dari keseluruhan amal Islami harus mendapat
perhatian serius dari para aktivis dakwah dan baiat mereka kepada jalan dakwah adalah
baiat mereka pula kepada amal siyasi.
Allah Berfirman :
نونممن يِدننوُلذهمم يِننموُنمئذذذ. نيِاَ أنيِيننهاَ اَلذذيِنن نآنمندوُاَ إذنذاَ لنذقيِتددم اَلذذيِنن نكنفدرواَ نزمحففاَ فننل تدننوُيلوُدهدم اَملنمدنباَنر
ذ ددبنرهد إذلل متنحلرففاَ لذذقنتاَذل أنو متنحيِلنزاَ إذنلىَ فذئنذة فنننقمد باَء بذغن ن ذ ذ ل ذ
ضب منن اَل ه نونمأمنواَهد نجنهنلدم نوبمئ ن
س نن م د نف دن د ن
صيِدراَلمم ذ
ن
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang
kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka
(mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka di waktu itu, kecuali berbelok untuk
(siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya adalah neraka jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (Q.S.
8/Al-Anfaal: 16).
Kefahaman tentang amal siyasi yang dikembangkan pada saat ini boleh jadi
berbeda dengan sebelumnya karena perbedaan-perbedaan situasi dan kondisi yang
menyertainya. Pandangan Imam Hasan Al-Banna tentang sistem kepartaian yang
menyebabkan beliau tidak mendirikan partai politik, tetapi membolehkan kesertaan
dalam pemilihan umum telah diposisikan secara aktual dalam beberapa kurun terakhir.
Partai-partai politik dalam berbagai bentuknya telah berdiri dan diusung oleh para
aktivis dakwah di berbagai negara dalam rangka amal siyasi mereka berdasarkan syuro-
syuro yang mereka lakukan.
Amal siyasi yang dilakukan bukanlah sekadar untuk meraih kekuasaan dan
mencapai kedudukan-kedudukan tinggi dalam pemerintahan, tetapi semata-mata
ditujukan bagi penegakkan hukum-hukum Allah SWT di dalam masyarakat berdasarkan
prinsip-prinsip keadilan yang telah digariskan-Nya. Inilah rukun ikhlas yang akan
menjauhkan aktivis dakwah dari perangkap kediktaktoran, korupsi, dan kesombongan
tatkala meraih suatu kedudukan dalam kekuasaan.
Kesungguhan dalam kerja siyasi adalah bagian dari jihad yang harus dilakukan.
Kesungguhan itu akan terjadi jika aktivis dakwah menghargai dan mematuhi jalan
dakwah yang telah digariskan berdasarkan syuro. Tidak boleh ada seorang pun yang
bermalas-malasan dalam bidang ini hanya lantaran ia merasa bukan bidangnya atau
tidak sependapat dengan hasil-hasil syuro.
Apapun yang disumbangkan dalam amal siyasi, mulai dari harta sampai dengan
jiwa, adalah bagian dari ruhul tadhiyah (jiwa pengorbanan) di jalan dakwah. Tidak ada
istilah mati sia-sia dalam suatu amal siyasi karena seluruh pengorbanannya harus
diyakini akan dihisab oleh Allah SWT dengan timbangan kebaikan dakwah.
Ketaatan dalam janji setia aktivis dakwah adalah ketaatan yang penuh selama
masih dalam jalan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada ketaatan yang bersifat setengah-
setengah, misalnya hanya kepada perintah-perintah atau kesepakatan-kesepakatan
dalam bidang sosial saja, sedang dalam politik ia membangkang. Termasuk dalam
perkataan fi makrahi (dalam keadaan tidak menyenangkan) adalah ketaatan kepada hal-
hal yang ketika bersyuro kita tidak sependapat dengan hasil keputusannya.
Keteguhan (tsabat) adalah bagian penting dalam dakwah ini dan lebih istimewa
lagi dalam amal siyasi. Jika dalam amal ijtimaiy mungkin banyak pujian yang datang
tetapi dalam amal siyasi kondisinya terbalik, banyak orang yang merasa terancam
dengan kehadiran dakwah dan Islam di panggung politik, banyak orang yang apriori dan
bahkan memusuhinya sebagai bagian dari konspirasi global yang sudah terjadi sejak
masa Nabi Muhammad SAW.
Resiko-resiko yang diterima tanpa ada keteguhan akan menjadi dasar penyesalan
atas keputusan yang telah disepakati, padahal waktu adalah bagian dari solusi.
Keberhasilkan perjuangan seringkali tidak dapat diukur dalam waktu yang pendek.
Amal siyasi yang diperjuangkan adalah amal siyasi yang islami. Ini adalah
komitmen yang tidak boleh berubah, meskipun tawaran-tawaran berbagai ideologi
sangat banyak dalam dunia politik. Manhaj Islam sedemikian terang benderangnya, dan
oleh karenanya aktivis dakwah tidak akan terjebak pada pemikiran dan metode yang
tidak jelas hanya karena ketidak-sabarannya bekerja dengan waktu.
Ini adalah makna tajarrud (kemurnian total) dalam arkanul baiah yang sepuluh.
Dunia politik adalah dunia yang memiliki karakteristik tersendiri sehingga banyak orang
mengatakan politik itu kotor. Perkataan itu sesungguhnya tidak benar karena dunia
sosial, perdagangan, bahkan dunia dakwah itu sendiri dapat saja menjadi kotor oleh
perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab. Namun
demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perpecahan, persengketaan,
permusuhan diantara teman, intrik dan fitnah terjadi di dunia politik.
Oleh karena itu, jika rukun ukhuwah diabaikan dan tidak bekerja maksimal dalam
amal siyasi, semua kemungkinan dan kekhawatiran itu dapat juga terjadi pada diri kita.
Terakhir, perlu direnungkan makna tsiqah yakni menyiapkan rasa puas kepada
pemimpin atas kapasitas kemimpinannya dan maupun keikhlasan, dengan kepuasan
yang mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan, dan
ketaatan. Semakin jauh jenjang organisasi dari titik pusat pengambil keputusan rukun
tsiqah ini akan semakin signifikan dalam membangun komitmen.
Tentu, rukun ini tidak menghilangkan fungsi pemimpin sebagai guru dan
pembimbing kepada para anggota sehingga kepuasan itu hadir dengan penuh qanaah
tidak terpaksa. Keputusan-keputusan dalam amal siyasi dalam kadar tertentu
kadangkala memang begitu rumit karena demikian kompleksnya persoalan yang
dihadapi. Ketsiqahan diantara aktivis dakwah dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
degradasi soliditas karena adanya keputusan-keputusan qiyadah yang belum terpahami.
2. Mazhar arhabu shadran. Keteguhan sikap itu tidak melahirkan sikap yang kaku
karena selain ada aqidah yang rasikh, aqidah yang kuat, tetapi juga ada akhlaqul
karimah yang akan melahirkan arhabu shadran (kelapangan dada). Di atas
kekokohan sikap itu kita paling bisa dan paling sanggup berlapang dada dalam
menghadapi realitas kehidupan, dalam menghadapi tantangan, dalam
bermuamalah menghadapi berbagai sikap-sikap lain. Termasuk ketika kita
berinteraksi dengan sesama kelompok Islam yang kebetulan mereka belum satu
manhaj dengan kita dengan perlakuan dan sikap-sikap mereka yang tidak
menyenangkan.
Di sana kita harus memancangkan rahmatan lil alamin sehingga setiap makhluk
hidup --bukan manusia saja-- merasakan sentuhan rahmat dari kita. Tidak
mungkin kita melakukan itu bila kita tidak mempunyai pandangan yang sangat
luas terhadap kehidupan ini.
6. Begitu juga kita menyadari sepenuhnya bahwa syumuliyatul Islam tidak mungkin
diperjuangkan secara individual, tapi harus diperjuangkan secara jamaiy
(kolektif). Maka, kita pun harus menampilkan secara struktural ashlabu
tanzhiman (organisasi yang paling solid dan kokoh bagaikan baja). Tanzhim kita
tanzhim yang kokoh tidak gampang reot oleh benturan-benturan yang diarahkan
oleh lawan-lawan, musuh-musuh, pesaing-pesaing, atau oleh orang-orang yang
belum memahami dakwah kita.
Kita tetap teguh. Keputusan jamaah tidak pernah dihasilkan oleh pressure,
tekanan, ancaman apapun. Semuanya, yang penting, proses prosedur berjalan
maka kita putuskan dengan mengabaikan tekanan dari manapun. Ini sebagai
pembuktian dari ashlabu tanzhiman.
7. Mazhhar aktsaru naf an (penampilah sebagai pihak yang paling banyak memberi
manfaat). Dulu sering saya katakan bahwa kita dituntut oleh Allah SWT untuk
menjadi orang-orang yang produktif menghasilkan kebajikan-kebajikan. Sebab,
pada dasarnya secara fitriyah kita sudah menjadi orang-orang yang konsumtif.
Kalau masalah konsumtif tidak perlu didorong, tidak perlu diprogram, karena
sudah sudah menjadi tabiat dasar. Begitu lahir kita mengkonsumsi kebajikan ibu,
kebajikan ayah, kebajikan saudara-saudara kita, kebajikan tetangga-tetangga
yang menimang-nimang kita. Wallahualam.