Disusun Oleh :
Kelompok 1
Chaterina Zeofany Rappay (01.2.21.00743)
Cut Nasya Obillia Putri P (01.2.21.00744)
Imanuel Dwi Agung W (01.2.21.00755)
Lisa Raykawati (01.2.21.00757 )
Teresa Yasmin Kalia (01.2.21.00764)
Vanesa Febriana Putri (01.2.21.00766)
Toli Wanena (01.2.21.00773)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah ini dengan judul
“Anemia Aplastik Dan Anemia Defesiensi Besi” dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai salah satu bentuk tugas dari mata kuliah Keperawatan Dewasa
Sistem Kardio, Respiratori, dan Hematologi
1. Ibu Desi Natalia, T.I., S. Kep., Ns., M.Kep selaku dosen dari mata
kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardio, Respiratori, dan
Hematologi
2. Beberapa pihak yang telah mendukung keberlangsungan
pembuatan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel
darah merah yang mengakibatkan penurunan jumlah hemoglobin dan
hematokrit di bawah 12 g/dL. Asupan protein dalam tubuh sangat membantu
penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerja sama dengan rantai protein
mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi. Selain itu
vitamin C dalam tubuh harus tercukupi karena vitamin C merupakan reduktor,
maka di dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro
sehingga lebih mudah diserap. Selain itu vitamin C membantu transfer zat besi
dari darah ke hati serta mengaktifkan enzim-enzim yang mengandung zat besi.
(Brunner & Suddarth, 2000:22)
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan pada prekusor sel-sel
sumsum tulang dan penggatian sumsum dengan lemak. Anemia aplastik sering
terjadi pada usia 15 & 25 tahun dan ada puncak kedua yang lebih kecil pada
kasus anemia aplastik setelah umur 60 tahun. Dimana usia rerata dalam
penelitian antara lain 38,0 kurang lebih 15,6 tahun pada pasien dewasa dengan
anemia aplastik. Sebagian besar penyebab kasus dari anemia aplastik ini
bersifat idiopatik dan dari beberapa kasus yang ada penyakit anemia aplastik
bisa berhubungan dengam infeksi, obat-obatan, racun, radiasi, kehamilan
(Wong, 2012).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia
hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi
kosong. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas
untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang
berlebihan yang diakibatkan perdarahan. Besi merupakan bagian dari molekul
Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan
berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin
merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar
hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang
sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah gangguan kegagalan susmsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum .produksi sel-sel darah
menurun atau terhenti .terjadi pansitopenia dan hiposelularitas sumsum (Betz
& Swoden, 2002). Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan
berkurangnya sel darah dalam darah tepi, sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah
atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume)
dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap
keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio setelah beberapa
minggu dari pada masa anak atau dewasa(Ngastiyah, 2012). Anemia aplastik
disebabkan oleh rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya
sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoetik dalam sumsum tulang. Istilah anemia mendeskripsikan keadaan
penurunan jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai
normal. Sebagai akibat dari penurunan ini, kemampuan darah untuk
membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen untuk
jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik yang
paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak (Wong, 2009).
2.1.1 Patofisiologi
3
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein
pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin
akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar : 1) hitung retikulosit
dalam sirkulasi darah; 2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi;
dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia (Betz dan Swoden,
2002).
2.1.2 Pathway
2.1.3 Etiologi
4
b. Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsam),
piribenzamine (antihistamin), santonin kalomel, obat
sitostatika (myleran, methotrexate, TEM , vincristine,
rubidomycine, dan sebagainya.
c. Radiasi: sinar rontgen, radioaktif.
d. Faktor individu : alergi terhadap obat,bahan kimia dan
sebagainya.
e. Infeksi, keganasan, gangguan endokrin dan
sebagainya,idiopatik sering ditemukan.
1. Sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak
napas intolransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga
gejala payah jantung.
b. Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang – kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari
5
posisis jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu dan perasaan dingin
pada ekstremitas.
c. Sistem percernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut
kembung, enek di ulu hati, diare atau konstipasi.
d. Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
e. Epitel dan kulit : kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang
cerah, rambut tipis dan kekuning-kuningan.
2. Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan
subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena atau
menorrhagia pada wanita. Perdarahan organ dalam lebih jarang
dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
3. Tanda – tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher,
febris, sepsis atau syok septik.
2.1.5 Komplikasi
1. Sepsis
2. Sensifiitas terhadap antigen donor yang bereaksi silang
menyebabkan perdarahan yang tidak terkendali.
3. Graff versus host disease(timbul setelah pencangkokan sumsum
tulang)
4. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi sumsum
tulang)
5. Leukimia mielogen akut- berhubungan dengan anemia fanconi.
6
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
Pendidikan kesehatan
1. Pencegahan primer :
a. Menghindari paparan bahan kimia berlebih. Bahan kimia yang dapat
menyebabkan anemia aplastik antara lain yang terkandung pestisida
dan insektisida. Kandungan benzena dalam bensin juga disebut dapat
menyebabkan anemia aplastik pada seseorang. Anemia aplastik ini
dapat sembuh dengan sendirinya apabila menghindari paparan
berulang dari bahan kimia tersebut.
7
b. Menjauhi radiasi sinar x atau radiasi. Salah satu penyebab anemia
aplastik pada seseorang adalah perawatan radiasi dan kemoterapi. Hal
ini merupakan sebuah perawatan yang dilakukan untuk membunuh sel
kanker di dalam tubuh, yang ternyata dapat merusak sel sehat,
termasuk sel yang memproduksi darah di sumsum tulang. Pada
akhirnya, anemia aplastik pun terjadi karena efek samping dari
perawatan tersebut.
2. Pencegahan sekunder
di keluarga.
3. Pencegahan tersier
a. Tranfusi sel darah merah. Transfusi darah bertujuan untuk
mempertahankan jumlah sel darah yang cukup untuk mempertahankan
tubuh agar tetap sehat. Pemberian transfusi dilakukan melalui selang
intravena ke pembuluh darah.
b. Tranplantasi sumsum tulang. Penggantian sumsum tulang belakang
dari pendonor yang sehat dapat berpotensi menyembuhkan anemia
aplastik.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pengkajian identitas klien berupa nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk RS, tanggal
rencana operasi, nomor medrek, diagnosa medis dan alamat
(Rohmah, 2010).
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penangguang jawab baik ayah, ibu, suami, istri, ataupun
anak yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
8
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat (Rohmah,
2010).
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
o Keluhan utama saat masuk rumah sakit. Keluhan yang
biasanya dikeluhkan oleh klien anemia aplastik adalah
cepat lelah, penurunankadar hemoglobin dalam darah,
kepala terasa pusing, lesu, susah berkonsentrasi,
penglihatan berkunang-kunang, prestasi kerja fisik
pikiran menurun.
o Keluhan utama saat dikaji Keluhan yang dikemukakan
sampai dibawa ke RS dan masuk ruang perawatan,
komponen ini terdiri dari PQRST yaitu : P : Palliative
merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal
yang meringankan atau memperberat gejala, klien
dengan anemia aplastik mengeluhkan kepala terasa
pusing dan mudah lelah. Q : Quallitative suatu keluhan
atau penyakit yang dirasakan. Rasa pusing dikepala
menyebabkan susah konsentrasi dan prestasi kerja fisik
pikiran menurun. R : Region sejauh mana lokasi
penyebaran yang dirasakan. Pusing dikepala bagian atas
kebelakang menyebabkan susah untuk berkonsentrasi. S :
Serverity/scale derajat keganasan atau intensitas dari
keluhan tersebut. T : Time dimana keluhan dirasakan dan
juga lama serta frekuensinya. Pusing dirasakan pada
waktu yang tidak menentu dan biasanya akan terasa jika
terlalu banyak beraktivitas.
o Riwayat kesehatan dahulu Perlu ditanyakan antara lain
apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya atau punya penyakit yang menular (Rohmah,
2010).
o Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji apakah ada
anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan klien atau apakah ada penyakit yang
sifatnya keturunan maupun menular (Rohmah, 2010).
9
d.Pola aktivitas sehari-hari
Disini dikaji pola aktivitas klien di rumah (sebelum sakit) dan
selama di RS (saat sakit). Pengkajian pola aktivitas ini meliputi pola
nutrisi, eliminasi, istirahat tidur, personal hygiene dan aktivitas
(Rohmah, 2010).
- Pola nutrisi
Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan
atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari.
Pada klien anemia aplastik sering mengalami anoreksia/nafsu
makan berkurang.
- Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah,
konsistensi, serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah
yang berhubungan dengan pola eliminasi atau tidak. Pola
eliminasi pada klien dengan anemia aplastik biasanya tidak
terganggu.
- Pola istirahat tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah
ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur. Pola
istirahat tidur pada klien anemia aplastik biasanya suah tidur dan
sering terjaga dimalam hari (insomnia).
- Personal hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku. Pada klien dengan anemia aplastik akan
terjadi penurunan kemampuan peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
- Aktivitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari dilingkungan keluarga dan
masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih bergantung
dengan orang lain. Pada klien anemia aplastik aktivitas klien
akan terbatas karena terjadi kelemahan otot.
e. Pemeriksaan fisik
10
- Keadaan umum dan tanda-tanda vital. Pada klien dengan anemia
aplastik akan didapatkan gejala pucat, kepala pusing, tampak
lesu, penglihatan berkunang-kunang, aktivitas berkurang, susah
berkonsentrasi dan cepat lelah. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital sering ditemukan nadi meningkat (takikardi) dan
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
- Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem Pernafasan Pada klien anemia aplastik akan
ditemukan pernafasan nafas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
b. Sistem Kardiovaskular Pada klien anemia aplastik akan
ditemukan peningkatan sistolik dengan diastolik stabil.
c. Sistem Pencernaan Disfagia kesulitan menelan,
anoreksia nafsu makan menurun, membran mukosa
kering, konstipasi diare, dan BAB menghitam.
d. Sistem Perkemihan Terdapat hematuria atau kencing
yang ditandai adanya darah pada urine, warna urine
gelap.
e. Sistem Endokrin Sistem endokrin biasanya jarang
terjadi gangguan pada kasus anemia aplastik.
f. Sistem Integumen Konjungtiva pucat, perdarahan pada
gusi dan hidung, adanya petekie (keunguan), ekimosis
(luka memar) pada kulit, turgor kulit kurang, kulit
kering. Kulit seperti berlilin, pucat atau kuning lemon
terang.
g. Sistem Muskuloskeletal Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu
menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-
tanda lain yang menunjukkan keletihan.
h. Sistem Persarafan Pememriksaan sakit kepala,
berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi. Penurunan penglihatan, dan kelmahan,
serta keseimbangan buruk.
f. Data Psikologi
1. Body Image Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari
segi ukuran dan bentuk
11
2. Idela Diri Persepsi individu tentang bagaimana dia harus
berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai
pribadi.
3. Identitas Diri Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari
observasi dan penilaian diri sendiri.
4. Peran Diri Perlaku yang diharapkan secara sosial yang
berhubungan dnegan fungsi individu pada berbagai kelompok.
12
ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan
lemak.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Betz and Swoden (2009) dan Taylor (2010) diagnosa
keperawatan yang muncul pada anak dengan anemia aplastik adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan suplai O2 ke jaringan.
2. Resiko cedera berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai O2.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas
tubuh sekunder menurun (penurunan HB), prosedur
invasif.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Keletihan fisik berhubungan dengan menurunya
imunitas tubuh.
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan menurunya imunitas tubuh.
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kekurangan asupan nutrisi esensial.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan pada anak dengan anemia aplastik menurut
Taylor (2010) untuk diagnosa keperawatan pertama dan diagnosa kedua
dan keenam menurut Betz and Swoden (2009), diagnosa ketujuh
menurut Ngastiyah (2012) sebagai berikut:
Diagnosa 1 :
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai O2 ke jaringan dengan intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital.
2) observasi adanya emboli.
13
3) tingkatkan aktivitas untuk cegah pengumpulan darah
4) Berikan penkes tentang terapi antikoogulan
5) Monitor tanda-tanda perdarahan
6) Monitor adanya data laboratorium terkait dengan
kehilangan darah (misalnya hemoglobin, hematokrit).
7) anjurkan pasien untuk konsumsi sayursayuran yang hijau.
8) observasi nadi perifer setiap 4 jam
9) kaji warna kulit dan tekstur kulit setiap 4 jam
10) Berikan produk darah yang diresepkan dokter.
11) kolaborasi pemberian terapi antikoagulan.
Diagnosa 2 :
Resiko cedera berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2
ke jaringan dengan Intervensi :
1) Kaji ulang keberadaan faktor resiko cedera.
2) Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman.
3) Ajarkan klien tentang upaya penundaan cedera.
4) kolaborasi dengan dokter tentang penatalaksanaan
cedera.
Diagnosa 3 :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder
menurun (penurunan HB), prosedur invasif. Intervensi :
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2) Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan untuk istirahat
yang cukup.
3) Anjurkan keluarga untuk cucitangan sebelum dan setelah
kontak dengan klien.
4) Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
5) Lakukan cucitangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
6) Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindun.
7) Pertahankan lingkungan yang aseptic selama
pemasangan alat.
8) Lakukan perawatan luka dan dressing infus.
9) Tingkatkan intake nutrisi, dan cairan yang adekuat
berikan antibiotic sesuai program.
Diagnosa 4 :
14
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Intevensi:
1) Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai denga konteks usia dan perkembangan.
2) Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
mengenai keterbatasan yang dialami, Perbaiki defisit status
fisiologi sebagai prioritas utama.
3) Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan
untuk menjaga ketahanan, Monitor asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang adekuat.
4) Catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien.
5) Monitor sumber dan ketidak nyamanan /nyeri yang dialami
pasien selama aktivitas.
Diagnosa 5 :
Diagnosa 6 :
15
5) Anak akan menunjukan status nutrisi yang
adekuat yang ditandai dengan nafsu makan baik
dan berat badan sesuai.
Diagnosa 7 :
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
kekurangan asupan nutrisi esensial. Intervensi:
1) anjurkan pasien untuk tidak konsumsi makanan
berbumbu dan bergas
2) Penkes tentang diet tinggi zat besi dan kurangi
makanan berserat.
3) Berikan makanan yang menarik sambil bercerita
saat makan
4) Berikan makanan yang hangat dan menarik sesuai
kesukaan pasien.
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
6) Timbang BB.
7) ajarka pasien tidak konsumsi makanan berbumbu
dan bergas.
8) kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
suplimen, vitamin, zat besi dan folat.
9) kolaborasi dengan ahli gizi untuk rubah makan
TKTP
4. Implementasi
5. Evaluasi
a) Evaluasi formatif
16
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai kefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen
yang dikenal dengan SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan
data dengan teori), dan perencanaan.
b) Evaluasi sumatif
Hasil Penelitian
Hasil laboratorium pada pasien Anemia aplastik yang telah mendapat terapi
sikloposfamid ditampilkan pada table 1. Pada table tersebut bisa dilihat bagaimana
jumlah haemoglobin, leukosit, trombosit baik sebelum dan sesudah tansfusi
packed red cell (PRC) dan juga Trombosit. Data pada table tersebut terlihat bahwa
pada beberapa pasien menunjukkan hasil yang baik tetapi pada berapa pasien
nampaknya tidak menimbukan efek terapi seperti yang diharapkan. Terapi
sikloposfamid dosis tinggi (50 mg/kg) telah dianjurkan sebagai lini pertama yang
efektif untuk anemia aplastik. 1,8,9 Angka respon yang tinggi dikaitkan dengan
pencegahan kekambuhan dan juga penyakit klonal. Namun sitopenia yang
berkepanjangan menghasilkan toksisitas yang berlebihan akibat komplikasi
neutropenik . Follow-up jangka panjang pada pasien yang mendapat
sikloposfamide memperlihatkan bahwa relaps dan penyakit klonal dapat terjadi
setelah terapi sikloposfamid. Pada hasil penelitian ini terlihat tidak sesuai dengan
hasil penelitian diatas, pada data table satu diatas kita lihat bahwa pada sebagian
besar terapi sikloposfamide yang diberikan tidak memberikan respon seperti yang
diharapkan untukmencapai respon komplit. Hal yang sama juga bias kita lihat dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Griner. Hampir pada semua pasien yang
17
diterapi dengan sikloposfamide pada penelitian masih menunjukkan adanya
sitopenia dan masih membutuhkan transfuse sel darah merah dan transfuse
trombosit.
Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang
tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis.
Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk
membentuk sel sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar
hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut
anemia gizi besi. Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh berkurangnya cadangan hesi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan
menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau
hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan
sebagai anemia mikrosilik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis
hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia Wanita usia subur sering
mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan
kebutuhan besi sewaktu hamil.
1. Makrositik
18
Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan
jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia
makrositik yaitu :
a. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat
dan gangguan sintesis DNA.
b. Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat
dan peningkatan luas permukaan membran.
2. Mikrositik
Mengecilnya ukuran sel darah merah yang dischabkan oleh defisiensi besi,
gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguant metabolisme
besi lainnya.
3. Normositik
Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini
disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma
secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik. gangguan endokrin, ginjal,
dan hati.
2.2.3 Etiologi
19
a. Masukan besi dan makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya
membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi.
Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi
selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama
digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat
ASI eksklusif jarang menderita kekurangan besi pada 6
bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang terkandung
dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang
terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi
dalam ASI diabsropsi bayi, sedangkan dari PASI hanya
10% hesi yang dapat diabsropsi. Pada bayi yang
mengkonsumsi susu sapi lebih banyak daripada ASI lebih
berisiko tinggi terkena anemia defisiensi besi.
b. Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
ususnya mengalami perubahan secara histologis dan
fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi
parsial atau total sering disertai Anemia Defisiensi Besi
walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi.
Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan
makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat
utama penyerapan besi heme dan non heme.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting
terjadinya Anemia Difisiensi Besi. Kehilangan darah akan mempengaruhi
keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan
kehilangan besi 0.5 mg, schingga darah 3-4 ml/hari (1.52 mg) dapat
mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa
perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum,
karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat
anti inflamasi non steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan
menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
20
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
Anemia Difisiensi Besi pada akhir masa fetus dan pada awal masa
neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan
besi melaui urin rata-rata 1.8 - 7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak bisa diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko untuk menderita Anemi Difisiensi Besi
21
zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya
jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan
diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya
terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar
Rb (Gutrie, 186:303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan
mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin
serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi
dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang
rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan
anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak
selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena
status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan
kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes
skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht),
volume sel darah merah (MCV). konsentrasi Hb dalam sel
darah merah (MCH) dengan hatasan terendah 95% acuan
(Dallman, 1990)
2.2.5 Pathway
22
3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.
4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel
hipofaring.
2.2.6 Komplikasi
Anemia defisiensi besi umumnya tidak menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, kondisi ini dapat menimbulkan
komplikasi yang berbahaya jika tidak segera diobati, yaitu :
1. Masalah jantung, seperti gangguan irama jantung, yang dapat memicu
kardiomegali atau gagal jantung
2. Komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, atau berat badan lahir yang
rendah pada bayi jika anemia terjadi pada ibu hamil
3. Gangguan pertumbuhan dan rentan terkena infeksi pada bayi atau
anak-anak
4. Depresi
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
23
Salah satu pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan
sumsum tulang, dan pemeriksaan sumsum tulang diindikasikan
pada defisiensi besi yang diagnosisnya sulit ditegakkan dan
pemeriksaan–pemeriksaan lainnya yang memberiksan hasil
meragukan. Pada defisiensi besi, pemeriksaan sumsum tulang
dengan pewarnaan prussian blue menunjukkan gambaran
hiperplastik pada tahap awal, dengan penurunan rasio myeloid-
eritroid (M:E ratio), karena peningkatan dari eritropoiesis.
Dengan terus berlangsungnya proses defisiensi besi,
hiperplasia akan menghilang dan akan berlanjut dengan
produksi RBC yang semakin melambat. Normoblast
polikromatofil yang akan memperlihatkan perubahan
morfologi yang paling jelas. Perbandingan nukleus dan
sitoplasma akan menjadi asinkron, dengan pematangan
sitoplasma lebih lambat dibandingkan pematangan nukleus.
Sitoplasma tetap berwarna kebiru-biruan setelah nukleus mulai
berkondensasi. Membran sel tampak ireguler dan biasanya
disebut “shaggy”.Pada ADB gambaran sumsum tulang dengan
pewarnaan prussian blue tidak ada besi yang terwarnai.
Asuhan Keperawatan
1. Tahap Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data dari klien, keluarga dan laporan atau buku
catatan kesehatan klien baik berupa data subyektif maupun data obyektif,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti
pemeriksaan laboratorium. Menurut (Kyle, T., & Carman, 2016) pada
anak defisiensi besi akan terlihat kuku cekung menyerupai sendok,
kelemahan otot, sakit kepala, irritabilitas, sesak nafas, pucat, letih, adanya
splenomegali, keletihan dan ketidakmampuan makan sesuai kebutuhan dan
dampak neurolgis seperti berjalan, berdiri, dan duduk terganggu. pada
pemeriksaan labolatorium secara teori jika anemia defisiensi besi akan
menunjukan hasil labolatorium MCV dan MCH rendah (mikrositik), dan
RDW meningkat. Dari hasil pengkajian penulis mengenai mansifestasi
klinis dan juga data labolatorium ada kesenjangan antara teori dan juga
kasus yang penulis kaji yaitu penulis tidak menemukan kuku seperti
24
sendok (koilonika), hepatomegali, sesak nafas, karena jika ada tanda yang
seperti di atas, itu menunjukan anemia defisiensi besi yang sudah
menggangu pada jantung, dan pada pemeriksaan labolatorium secara teori
jika anemia defisiensi besi akan menunjukan hasil labolatorium MCV dan
MCH rendah (mikrositik), dan RDW meningkat akan tetapi yang penulis
dapatkan dari hasil labolatorium hanya RDW yang meningkat yang
mengindikasikan Anemia Defisiensi Besi. Dalam melakukan pengkajian
terhadap klien, penulis tidak mendapatkan suatu halangan atau kesulitan
dengan melakukan pengkajian. Hal ini dibantu oleh kerjasama dengan
orang tua klien dan tenaga medis lainnya.
25
jiwa yang dibuktikan dengan kesedihan berat atau penyangkalan, menarik
diri, atau mengungkapkan ketidakadekuatan keterampilan koping.
7) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang berhubungan dengan
masalah bicara, motorik, psikososial, atau kognitif yang di buktikan
dengan keterlambatan dalam memenuhi penanda perkembangan.
26
tidur, atau penurunan minat untuk bermain. Diagnosa ini tidak
dimunculkan, karena penulis sudah memasukannya ke diagnosa gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
3 Tahap Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses untuk merumuskan tujuan dan
menentukan intervensi yang sesuai dengan diagnosis keperawatan yang
ditegakkan:
a. Tujuan
Tidak ada teori yang membahas tentang tujuan, maka solusinya adalah
penulis hanya dapat memperkirakan kriteria waktu sesuai dengan analisis
penulis. Begitu juga dengan kriteria hasil yang harus dicapai, penulis
memperkirakan berdasarkan data fokus yang didapat pada saat anamnesa
dengan klien. Penulis membuat rumusan tujuan yang memuat kriteria
hasil dan kriteria waktu yang didasarkan pada keadaan klien dan
perjalanan penyakit yang diderita klien. Rumusan tujuan dibuat spesifik
untuk tiap diagnosis keperawatan dan Smart.
b. Intervensi
c. Rasional
4 Implementasi
27
Tahap implementasi merupakan tahap dimana penulis melaksanakan asuhan
keperawatan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Pada tahap ini penulis
menemukan hambatan dalam melaksanakan implementasi. Diantaranya pada saat
memberikan tindakan pemeriksaan Denver II dan terapi bermain klien menangis
dan rewel, maka pemecahannya adalah melibatkan orang tua klien dalam setiap
melaksanakan tindakan agar semua implementasi dapat berjalan dengan lancar.
Tidak semua implementasi dilaksanakan oleh penulis karena keterbatasan waktu
penulis, maka pemecahannya adalah penulis bekerja sama dengan perawat yang
lain untuk melanjutkan tindakan keperawatan kepada By. A.
5 Evaluasi
28
Pendidikan Kesehatan
1. Pencegahan Primer
2. Pencegahan Sekunder
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, keluhan yang ditemukan, seperti kulit pucat, lemah, pucat
pada membran mukosa, konjungtiva, pucat pada kuku dan jari tangan, serta lemah
karena kekurangan sel darah merah.
c. Pemeriksaan Darah
3. Pencegahan Tersier
29
a. Menyediakan Suplemen Zat Besi
Suplemen zat besi yang diperlukan, yaitu Tablet Tambah Darah (TTD). Tablet
Tambah Darah (TTD) merupakan tablet besi folat yang mengandung 60 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat. Mengonsumsi tablet tambah darah ketika
menstruasi dapat membantu mencegah anemia pada remaja.
Makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti daging, ayam, ikan, hati, telur,
sayur-sayuran, dan buah-buahan dapat membantu meningkatkan penyerapan zat
besi di dalam usus sehingga dapat membantu mencegah terjadinya anemia.
d. Edukasi Gizi
Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Bowles menyatakan bahwa dalam penilaian yang
dilakukan terhadap 61 wanita hamil, 50% menyatakan patuh mengkonsumsi
suplemen besi (Bowles, 2010). Menurut penelitian lain dikatakan bahwa tingkat
kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi suplementasi besi di Perancis adalah
87% yang diukur dengan menggunakan kuesioner (Blot et al, 2008). Penelitian
lain menunjukkan bahwa 97.7% ibu hamil di India Tengah mengikuti saran
dokter, baik dosis, frekuensi dan lama penggunaan obat (Adhikari et al, 2011).
Hasil uji statistik menggunakan ChiSquare dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa pengetahuan berhubungan signifikan terhadap kepatuhan ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet zat besi dengan koefisien (r) +13,108 dan nilai signifikansi
(p) 0,011. Dimana nilainya lebih kecil daripada nilai α yang ditetapkan (α=0,05).
Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa hipotesis awal (Ho) ditolak. Hal ini
didukung dengan penelitian oleh Wipayani (2008) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia dan kepatuhan
mereka untuk mengkonsumsi tablet besi dengan p = 0,014.
30
31