Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI TERJADINYA KREDIT


BERMASALAH PADA BANK PEMBANGUNAN
DAERAH (BPD) PERIODE TAHUN 2006-2013
(Studi Perbandingan Pada BPD Jawa Barat dan BPD Jawa Timur)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :
FRENDI ROSYADA
115020100111007

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
KREDIT BERMASALAH PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD)
PERIODE TAHUN 2006-2013
(Studi Perbandingan Pada BPD Jawa Barat dan BPD Jawa Timur)
Frendi Rosyada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: frendi117@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan variabel CAR, LDR, NIM,
Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap terjadinya kredit bermasalah (NPL)
pada BPD Jawa Timur dan Jawa Barat tahun 2006-2013. Dalam penelitian ini juga
membandingkan keterkaitan variabel yang mempengaruhi terjadinya kredit
bermasalah antara BPD Jawa Timur dan BPD Jawa Barat. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda yang digunakan untuk
menguji keterkaitan variabel tersebut. Kemudian hasil dari regresi tersebut
digunakan untuk membandingkan pengaruh dari variabel yang mempengaruhi kredit
bermasalah antara kedua daerah BPD tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah
walaupun kedua BPD tersebut memiliki tingkat NPL yang relatif hampir sama dana
juga keadaan perekonomian kedua daerah BPD tersebut memiliki tinkat
perekonomian yang hampir serupa tetapi penyebab faktor yang mempengaruhi
terjadinya kredit bermasalah berbeda. Pada BPD Jawa Timur variabel CAR, LDR,
NIM, dan inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap terjadinya NPL dan variabel
pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh terhadap terjadinya NPL.
Sedangkan pada BPD Jawa Barat variabel CAR, NIM, inflasi dan pertumbuhan
ekonomi memiliki pengaruh signifikan terhadap terjadinya NPL dan variabel LDR
tidak memiliki pengaruh terhadap terjadinya kredit bermasalah ( NPL).

Kata Kunci: Kredit Bermasalah, CAR, LDR, NIM, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

A. Pendahulan
Sektor perbankan di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting
dalam meningkatkan suatu pertumbuhan ekonomi. Perbankan tersebut mempunyai
tugas dan kewajiban untuk memegang komitmen sebagai pendorong perekonomian
atau development agent. Hal tersebut dapat dilihat ketika sektor perekonomian di
Indonesia mengalami penurunan, maka salah satu cara untuk mengembalikan
stabilitas perekonomian tersebut adalah dengan cara menata kembali sektor
perbankan agar menjadi lebih baik. Perekonomian suatu negara secara keseluruhan
akan memperoleh manfaat dari keberadaan suatu bank. Dimana manfaat tersebut
dapat berupa mekanisme alokasi sumber dana secara efektif dan efisien. Pemanfaatan
tersebutlah yang dinamakan fungsi intermediasi yang dapat diartikan bank sebagai
penyalur dana dari unit ekonomi yang mempunyai kelebihan dana kepada unit yang
kekurangan dana.
Bank selain memiliki tugas sebagai stabilisasi dalam perekonomian juga
memiliki tujuan sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua
pihak. Dimana bank sebagai lembaga keuangan menjadi perantara antara pihak yang
memiliki kelebihan dana dan juga pihak yang kekurangan dana. Pihak yang memiliki
kelebihan dana akan menyimpan dana tersebut dalam bentuk simpanan dan pihak
yang membutuhkan dana akan melakukan pinjaman pada bank tersebut. Salah satu
produk pinjaman yang diberikan oleh bank kepada pihak yang membutuhkan dana
disebut dengan kredit. Kredit bank sendiri memiliki pengertian yaitu fasilitas dari
suatu bank kepada nasabah yang membutuhkan dana untuk kepentingannya dan
nasabah tersebut harus mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada bank pemberi
pinjaman pada waktu yang telah ditentukan. Pemberian pinjaman tersebut tentunya
nasabah juga harus membayar bunga bank
Pada suatu bank dengan adanya penyediaan kredit sangatlah bermanfaat,
dimana pengembalian kredit tersebut dapat menghasilkan bunga pinjaman. Bunga
pinjaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan suatu bank
dalam kelancaran kredit kegiatan dan kontinuitas usahanya. Oleh karena itu jika
tingkat pengembalian kredit turun maka dapat menyebabkan pendapatan bunga dan
laba yang dihasilkan berkurang sehingga dapat mengganggu operasional bank itu
sendiri. Selain itu tingkat pengembalian kredit juga dapat menggambarkan kondisi
kredit bermasalah yang dapat mempengaruhi besarnya penyisihan untuk cadangan
aktiva produktif dan berpengaruh juga pada modal bank itu sendiri.
Pemberian kredit oleh BPD Jawa Timur dan Jawa Barat yang diberikan
kepada nasabah oleh bank biasanya terdapat nasabah yang tidak dapat
mengembalikan dana pinjaman kepada pihak bank yang telah memberikan pinjaman
tersebut. Kegagalan nasabah tersebut dalam mengembalikan pinjaman biasanya
disebut dengan kredit bermasalah . Kredit bermasalah atau non performing loan itu
sendiri adalah kredit yang nasabah meminjam dana tetapi mengalami kesulitan atau
masalah dalam masa pelunasan pinjaman kepada bank tersebut karena adanya faktor-
faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. Pada
BPD Jawa Timur dan Jawa Barat menarik untuk dibandingkan karena NPL kedua
BPD tersebut relatif hampir sama dan kenaikan cukup tinggi diakhir penelitian.
Grafik 1 : Perbandingan NPL BPD Jawa Timur & Jawa Barat

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan data diolah (2015)


Pada grafik 1 menjelaskan tentang kredit bermasalah atau NPL pada BPD
Jawa Barat dan Jawa Timur. NPL pada BPD Jawa Barat pada taun 2009-2013
mengalami kenaikan dan penuruan. Hampir sama dengan BPD Jawa Barat pada BPD
di Jawa Timur juga mengalami kenaikan dan penurunan NPL pada tahun-tahun
tersebut. Kenaikan NPL pada kedua BPD tersebut terjadi pada akhir-akhir tahun 2013
dan mengalami penurunan di pertengahan tahun antara 2009-2013. Kenaikan NPL
kedua BPD menarik untuk diteliti karena kenaikan yang cukup tinggi diakhir tahun
2013.
Kredit bermasalah yang terjadi pada bank disebabkan oleh berbagai faktor
penyebabnya. Penyebab dari kredit bermasalah tersebut bisa datang dari nasabah dan
juga bank itu sendiri yang memberikan pinjaman kredit. Jika terjadi kredit
bermasalah hal ini mungkin disebabkan nasabah tidak memiliki dana untuk
menggantinya karena faktor lain seperti keadaan inflasi dan pertumbuhan
perekonomian daerah tersebut. Berikut ini faktor yang mungkin menyebabkan
terjadinya kredit bermasalah dilihat dari pihak perbankan yaitu dilihat dari
permodalan yang dimiliki bank tersebut. Permodalan dan pengelolaan BPD Jawa
Timur dan Jawa Barat biasanya mengacu pada rasio CAR, LDR, dan NIM.
Sedangkan untuk nasabahnya sendiri dalam penyebab kredit bermasalah bisa diukur
juga menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Grafik 2 : Perbandingan Faktor Penyebab NPL BPD Jawa Timur

Sumber : Bank Indonesia data diolah (2015)


Pada grafik 2 yang menggambarkan perbandingan faktor yang mempengaruhi
terjadinya kredit bermasalah pada BPD Jawa Timur menunjukkan kenaikan dan
penurunan yang fluktiatif dari variabel penyebab kredit bermasalah. Disini akan
dijelaskan tentang ketidaksesuaian antara teori yang ada dengan kenyataan ada dari
hasil variabel yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah. Variabel CAR yang
mengukur permodalan jika semakin tinggi maka akan mengurangi terjadinya NPL
tetapi pada tahun 2012 yang terjadi CAR semakin naik tetapi NPL juga ikut naik.
Untuk variabel LDR yang mengukur total kredit dibandingkan dengan dana pihak
ketiga jika semakin naik maka semakin buruk dan yang terjadi pada tahun 2010
kenaikan LDR cenderung diikuti penurunan NPL. Pada variabel NIM yang mengukur
pendapatan bunga dibandingkan total aset dimana jika semakin naik akan semakin
bagus tetapi pada tahun 2011 kenaikan NIM cenderung diikuti kenaikan NPL.
Kemudian untuk variabel inflasi jika inflasi semakin naik maka NPL akan semakin
naik pula tetapi pada kenyataannya pada tahun 2010 kenikan inflasi cenderung
membuat NPL turun. Sedangkan pada pertumbuhan ekonomi jika semakin naik maka
NPL cenderung turun tetapi pada tahun 2010 hal itu terjadi sebaliknya. Penjelasan
tersebut merupakan beberapa contoh dari adanya gap teori yang terjadi pada BPD
Jawa Timur pada tahun 2009-2013.
Grafik 3 : Perbandingan Faktor Penyebab NPL BPD Jawa Barat

Sumber : Bank Indonesia data diolah (2015)


Dapat dijelaskan pada grafik 3 yang menggambarkan perbandingan faktor
yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah pada BPD Jawa Barat
menunjukkan kenaikan dan penurunan yang fluktiatif dari variabel penyebab kredit
bermasalah. Disini akan dijelaskan tentang ketidaksesuaian antara teori yang ada
dengan kenyataan ada dari hasil variabel yang mempengaruhi terjadinya kredit
bermasalah. Variabel CAR yang mengukur permodalan jika semakin tinggi maka
akan mengurangi terjadinya NPL tetapi pada tahun 2011 yang terjadi CAR semakin
turun tetapi NPL juga ikut turun. Untuk variabel LDR yang mengukur total kredit
dibandingkan dengan dana pihak ketiga jika semakin naik maka semakin buruk dan
yang terjadi pada tahun 2011 kenaikan LDR cenderung diikuti penurunan NPL. Pada
variabel NIM yang mengukur pendapatan bunga dibandingkan total aset dimana jika
semakin naik akan semakin bagus tetapi pada tahun 2013 kenaikan NIM cenderung
diikuti kenaikan NPL. Kemudian untuk variabel inflasi jika inflasi semakin naik
maka NPL akan semakin naik pula tetapi pada kenyataannya pada tahun 2010
kenikan inflasi cenderung membuat NPL turun. Sedangkan pada pertumbuhan
ekonomi pada BPD Jawa Barat cenderung mengalami kesesuaian pada teori tentang
kenaikan NPL dengan tidak ditemukannya gap teori pada penelitian tersebut.
Berdasarkan beberapa faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah dan
adanya beberapa masalah penelitian atau gap yang telah dikemukakan diatas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kredit
bermasalah dan memlakukan perbandingan pada BPD Jawa Timur dan Jawa Barat
karena kredit bermasalah dan keadaan perekonomian kedua daerah tersebut relatif
hampir sama.
B. Tinjauan Pustaka
Pada bagian tinjauan pustaka ini akan dijelaskan tentang perbankan, kredit
dan hubungan antar variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
Bank Dalam Perekonomian
Industri perbankan memang memegang peranan yang penting bagi
pembangunan ekonomi. Diamana bank sendiri merupakan suatu lembaga keuangan
atau badan usaha tersebut berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara
keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang
kekurangan dana. Karena demikian eratnya kaitan antara bank dan uang, maka bank
disebut juga sebagai suatu lembaga yang berniaga uang. Bank menerima simpanan
uang dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. Kemudian uang
tersebut dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk kredit (Sinungan, 2000).
Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk - bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat yang banyak.
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas
perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai
bank tidak terlepas dari masalah keuangan.Keuntungan utama dari bisnis perbankan
yang berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih bunga simpanan yang
diberikan kepada penyimpan dengan bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan.
Keuntungan dari selisih bunga ini dikenal dengan istilah spread based (Kasmir,
2008).
Pemahaman Tentang Kredit
Perbankan dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari produk-produk
yang diberikan kepada nasabah salah satunya pemberian kredit. Istilah kredit berasal
dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan atau trust, oleh karena itu
dasar kredit adalah kepercayaan seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit
atau kreditur percaya bahwa penerima pinjaman atau kredit debitur dimana yang akan
datang akan sanggup memenuhi segala kewajiban yang telah di perjanjikan terlebih
dahulu. Terjadinya transaksi kredit antara lain dengan adanya suatu keinginan
khususnya para pengusaha yang untuk memperlancar usahanya kekurangan modal,
maka dilakukan transaksi kredit, dimana transaksi kredit didasarkan kepada saling
percaya.
Dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Bab 1 Ketentuan
Umum Pasal 1 butir 11 yaitu pengertian dari kredit sendiri adalah sebagai penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak pinjam meminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Sedangkan menurut Arianti dan Firdaus (2004) kredit diartikan
sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada
pemakai dengan pengharapan memperoleh keuntungan kredit diberikan berdasarkan
kepercayaan orang yang diberikan berdasarkan kepercayaan orang yang memberikan
terhadap kecakapan dan kejujuran si peminjam.
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa kredit merupakan suatu
perjanjian atau suatu prestasi dari satu pihak ke pihak lain, yang pengembalian
prestasi itu akan dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan di sertai dengan kontra
prestasi berupa bunga. Sehingga nilai ekonominya sepadan dengan kata lain kredit
merupakan penundaan pembayaran, oleh karena itu kredit menyangkut masalah
waktu yang akan datang, kepercayaan merupakan suatu syarat untuk memperoleh
kredit.
Hubungan CAR Terhadap NPL
Capital Adequacy Ratio menurut Lukman Dendawijaya (2000) adalah rasio
yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut di biayai dari dana
modal sendiri bank disamping memperoleh dana dari sumber-sumber di luar bank
seperti dana dari masyarakat, pinjaman dan lain-lain. Rasio CAR diperoleh dari
perbandingan antara modal yang dimiliki dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR). Sehingga jika proporsi modal sendiri bank lebih besar dibandingkan
dengan ATMR maka bank tersebut akan lebih berhati-hati dalam mengelola aset
tersebut khususnya aset kredit sebagai aset mayoritasnya.
Penurunan jumlah rasio CAR terjadi akibat dari menurunnya jumlah modal
bank atau meningkatnya jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Jumlah
modal bank yang kecil disebabkan oleh adanya penurunan laba yang diperoleh
perusahaan. Penurunan laba yang terjadi pada bank salah satunya terjadi karena
peningkatan kredit bermasalah atau kualitas kredit yang buruk (Taswan, 2006).
Sedangkan, kenaikan ATMR dapat terjadi karena bobot risiko dari aktiva produktif
mengalami kenaikan atau dengan kata lain bank melakukan peralihan investasi pada
aktiva yang berisiko rendah ke aktiva yang berisiko tinggi. Seharusnya rasio CAR
tersebut memiliki pengaruh posotif terhadap NPL karena jika permodalan semakin
membaik maka kredit yang disalurkan akan lebih bertambah dan kemungkinan
peluang dalam terjadinya kredit bermasalah atau NPL akan semakin besar.
Hubungan LDR Terhadap NPL
Menurut Mulyono (1995), rasio LDR merupakan rasio perbandingan antara
jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat atau kredit dengan jumlah dana simpanan
masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menggambarkan
kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin
tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank (Dendawijaya,
2000).
Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber
pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besar kredit yang salurkan
dibandingkan dengan simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi
semakin besar risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan. Sehingga
akan menyebabkan semakin besar pula kemungkinan terjadinya NPL. Menurut Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, LDR dapat diukur dari
perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga.
Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika
bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka
akan menyebabkan bank tersebut rugi karena tidak adanya pemasukan dari
pendapatan bunga kredit tersebut. (Kasmir, 2008).
Hubungan NIM Terhadap NPL
Rasio Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara pendapatan
bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Semakin besar nilai rasio NIM,
maka kinerja suatu bank dikatakan semakin baik pula dan keuntungan yang diperoleh
bank tersebut juga semakin besar. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.
6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Net Interest Margin yaitu bahwa rasio ini
dipergunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva
produktivitasnya dalam rangka untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan
aktiva produktif dalam bentuk kredit, sebaliknya ketika NIM menunjukkan persentase
yang minim, maka akan terjadi kecenderungan munculnya kredit bermasalah. Adapun
Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas. Semakin
besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin
kecil. Jika pendapatan bunga yang dimiliki oleh pihak bank semakin besar maka bank
tersebut akan memiliki tambahan dana untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat.
Jika proporsi penyaluran kredit lebih banyak atau diukur sebagai aktiva produktif
bank maka pihak bank akan lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit tersebut agar
tidak terjadi kredit bermasalah dan pendapatan bunga bersih akan semakin
meningkat.
Hubungan Inflasi Terhadap NPL
Menurut Kamus Bank Indonesia, inflasi adalah keadaan perekonomian yang
ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya
daya beli, sering pula diikuti menurunnya tingkat tabungan dan atau investasi karena
meningkatnya konsumsi masyarakat dan hanya sedikit untuk tabungan jangka
panjang. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi
barang.
Menurut Martono dan Agus Harjito (2008), inflasi akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi.
Inflasi juga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada
penurunan penjualan. Penurunan penjualan yang terjadi dapat menurunkan return
perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam membayar angsuran kredit. Pembayaran angsuran yang semakin
tidak tepat menimbulkan kualitas kredit semakin buruk bahkan terjadi kredit
bermasalah (Taswan, 2006) sehingga meningkatkan angka Non Performing Loan.
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap NPL
Pertumbuhan ekonomi diukur dari kenaikan nilai seluruh barang dan jasa
yang diproduksi dalam suatu daerah atau negara tanpa membedakan
kewarganegaraan yang menghasilkan barang dan jasa pada periode perhitungan
tertentu. Pertumbuhan ekonomi dianggap penting sebagai penentu ekonomi makro
dari kinerja bank dan memungkinkan untuk mengendalikan fluktuasi bisnis. Secara
signifikan pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi kemampuan peminjam dalam
mengambalikan pinjamannya (Thiagajaran et.al, 2011).
Sebuah penurunan ataupun peningkatan pertumbuhan ekonomi akan
mempengaruhi risiko kredit melalui efek negatif pada pendepatan masyarakat yang
nantinya akan menyebabkan munculkan risiko kredit. Semakin tingginya
pertumbuhan ekonomi suatu daerah, maka dapat terbilang daerah tersebut memiliki
tingkat kemakmuran yang tinggi. Dengan begitu, para pengusaha akan mendapatkan
keuntungan yang besar dari hasil produksinya sehingga dapat mengembalikan
pinjaman beserta suku bunga dengan tepat waktu. Bonifrm (2003) mengatakan ketika
nilai risiko kredit berada pada titik tertinggi, maka pada saat itu pertumbuhan
ekonomi berada pada titik terendah.
C. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan
lingkup penelitian adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Variabel yang digunakan adalah variabel terikat dalam penelitian ini adalah kredit
bermasalah dan variabel bebasnya adalah CAR, LDR, NIM, inflasi serta pertubuhan
ekonomi. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari website
Bank Indonesia , Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Periode penelitian ini adalah mulai tahun 2006 sampai tahun 2013. Metode analisis
yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda untuk melihat
bagaimana pengaruh variabel CAR, LDR, NIM, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi
terhadap kredit bermasalah (NPL). Sedangkan untuk membandingkan keterkaitan
variabel yang mempengaruhi kredit bermasalah menggunakan hasil dari regresi
tersebut.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian tentang faktor yang
mempengaruhi kredit bermasalah dan juga pembahasannya.
Hasil Penelitian
Tabel 1: Hasil Uji t BPD Jawa Timur
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -1,711 1,895 -,903 ,375
X1 ,060 ,029 ,449 2,063 ,049
X2 ,061 ,015 1,068 3,965 ,001
1
X3 -,250 ,106 -,376 -2,354 ,026
X4 ,120 ,050 ,385 2,381 ,025
X5 -,133 ,177 -,118 -,752 ,459
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Pada tabel 1 merupakan hasil dari uji t BPD Jawa Timur. Dimana Y kredit
bermasalah (NPL), X1 adalah CAR, X2 adalah LDR, X3 adalah NIM, X4 adalah
inflasi dan X5 adalah pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil uji t dengan α=5%,
diperoleh bahwa variable X1, X2, X3, dan X4 signifikan terhadap Y sedangkan
variable X5 tidak signifikan pada Y.
Tabel 2: Hasil Uji t BPD Jawa Barat
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -5,637 2,029 -2,778 ,010
X1 ,166 ,053 ,481 3,157 ,004
X2 ,009 ,020 ,078 ,436 ,666
1
X3 ,381 ,144 ,459 2,655 ,013
X4 -,288 ,113 -,372 -2,559 ,017
X5 ,183 ,083 ,327 2,202 ,037
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Pada tabel 2 merupakan hasil dari uji t BPD Jawa Barat. Dimana Y kredit
bermasalah (NPL), X1 adalah CAR, X2 adalah LDR, X3 adalah NIM, X4 adalah
inflasi dan X5 adalah pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil uji t dengan α=5%,
diperoleh bahwa variable X1, X3, X4, dan X5 signifikan terhadap Y sedangkan
variable X2 tidak signifikan pada Y.
Pembahasan
Suatu perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak dapat terlepat
dari kegiatn kredit. Kredit sendiri merupakan pinjaman yang diberikan oleh bank
kepada nasabah yang membutuhkan dana pinjaman untuk menjalankan
kepentingannya seperti untuk memulai usaha baru atau memajukan usaha yang telah
ada. Keuntungan kredit bagi bank, yaitu dapat digunakan sebagai instrumen bank
dalam memelihara likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. Tetapi kredit yang
disalurkan oleh bank biasanya terjadi kredit bermasalah atau rasio NPL meningkat.
Rasio Non Performing Loan merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang
diberikan dengan tingkat kolektibilitas yang merupakan kredit bermasalah
dibandingkan dengan total kredit yang diberikan oleh bank. Jika terjadi kredit
bermasalah maka bank akan mengalami kerugian dan menyebabkan rasio kesehatan
bank akan menurun. Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah sendiri bisa berasal
dari kesalahan nasabah dan kesalahan bank itu sendiri. Dari beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah antara lain CAR, LDR, dan NIM yang
berasal dari bank sedangakan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi berasal dari nasabah.
Keterkaitan CAR dengan Kredit Bermasalah
Pada BPD Jawa Timur CAR secara signifikan dan positif berpengaruh
terhadap terjadinya NPL. Sedangkan untuk BPD Jawa Barat CAR juga berpengaruh
signifikan dan positif terhadap NPL. Jadi variabel CAR berpengaruh secara signifikan
dan positif terhadap terjadinya NPL di kedua daerah BPD tersebut. Hal ini terjadi
dikarenakan jika modal yang dimiliki oleh bank tersebut meningkat maka akan
berakibat pada penyaluran kredit juga akan meningkat. Pihak bank sendiri akan
menyalurkan kredit dikarenakan modal yang dimilikina meningkat dan jika
penyaluran kredit oleh bank tersebut meningkat maka akan menimbulkan terjadinya
kredit bermasalah jika kredit bermasalah semakin banyak terjadi maka tentunya akan
berakibat naiknya rasio NPL.
Tetapi pada hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa CAR memiliki
pengaruh yang positif terhadap kredit bermasalah hal tersebut berbeda dengan teori
yang ada bahwa semakin besar jumlah modal yang dimiliki suatu bank maka akan
semakin kecil peluang terjadinya kredit bermasalah. Semakin tinggi rasio kecukupan
modal maka dapat berfungsi untuk menampung risiko kerugian yang dihadapi oleh
bank karena peningkatan kredit bermasalah. jadi modal yang dimiliki oleh bank
tersebut digunakan untuk menutupi kerugian pada kredit bermasalah yang terjadi
pada bank tersebut sehingga akan menurunkan rasio NPL tersebut. Tetapi yang
terjadi pada kedua BPD tersebut semakin tinggi kecukupan modal dibandikan aktiva
tertimbang menurut resiko maka nilai kredit bermasalah juga meningkat.
Keterkaitan LDR dengan Kredit Bermasalah
Variabel LDR BPD Jawa Timur berpengaruh secara signifikan dan positif
terhadap terjadinya NPL. Sedangkan untuk BPD Jawa Barat LDR memiliki pengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap NPL. Jadi variabel LDR hanya berpengaruh
secara signifikan dan positif terhadap terjadinya NPL di Jawa Timur sedangkan untuk
Jawa Barat variabel LDR tidak mempengaruhi terjadinya NPL. Pada BPD Jawa
Timur yang variabel LDR memiliki pengaruh postif dan signifikan, hal ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Iksan Adisaputra (2012) dan Km. Suli Astrini,
I Wayan Suwendra, I Ketut Suwarna (2014) bahwa terdapat pengaruh positif antara
LDR dan NPL. Hasil tersebut menyerupai teori yang ada, bahwa semakin tinggi
jumlah kredit yang disalurkan dari pada jumlah simpanan nasabah pada suatu bank
maka akan semakin tinggi pula peluang timbulnya kredit bermasalah. Kredit yang
disalurkan sendiri memang cukup tinggi dibandingkan dengan simpanan dana pihak
ketiga. Jadi jika suatu bank tidak memiliki pemasukan dari dana pihak ketiga maka
bank tersebut tidak akan dapat menjalakan kegiatan usahanya dan juga akan lebih
merugikan jika kredit yang disalurkan lebih banyak terjadi kredit bermasalahnya.
Sedangkan untuk BPD Jawa Barat yang LDR memiliki pengaruh tidak
signifikan. Hal ini bisa terjadi dikarenakan bank tersebut LDR masih dikisaran 80% -
110% yang merupakan batas aman rasio LDR. Hasil ini diperkuat oleh penelitian
yang dilakukan oleh Kurnia Dwi Jayanti (2013) bahwa tidak ada pengaruh LDR
terhadap NPL atau variabel LDR tidak signifikan. Faktor LDR tidak memiliki
pengaruh terhadap kredit bermasalah dikarenakan jumlah dari simpanan nasabah
lebih banyak dibandinkan dengan total penyaluran kredit. Penyaluran kredit dalam
bank BPD itu sendiri disalurkan kepada pegawai negeri sipil hal itu dikarenakan bank
BPD merupakan bank milik pemerintah daerah. Jika pegawai negeri sipil mengambil
kredit dari bank BPD maka jika terjadi kredit bermasalah pihak pemerintah akan
menutupi kredit bermasalah tersebut dengan memotong gaji PNS tersebut. Hal
tersebut akan mengakibatkan kredit bermasalah pada BPD tersebut berkurang dan
juga faktor LDR tidak berpengaruh terhadap rasio kredit bermasalah.
Keterkaitan NIM dengan Kredit Bermasalah
Penelitian variabel Net Interest Margin (NIM) pada BPD Jawa Timur secara
signifikan dan negatif berpengaruh terhadap terjadinya NPL. Sedangkan untuk BPD
Jawa Barat NIM juga berpengaruh signifikan dan positif terhadap NPL. Jadi variabel
NIM berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap terjadinya NPL di Jawa Barat
sedangkan untuk Jawa Timur yang menunjukkan hasil negatif dan signifikan
menunjukkan faktor NIM cenderung tidak sensitif dalam menaikan atau menurunkan
tingkat NPL. Rasio NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Batas minimum nilai rasio Net Interest Margin (NIM) yang ditetapkan oleh bank
sebesar 6%. Semakin tinggi nilai rasio (NIM), maka semakin baik kinerja bank
tersebut.
Variabel nim berpengaruh terhadap rasio kredit bermasalah karena jika
pendapatan bunga lebih kecil dari pada aset produktifnya maka akan timbul kredit
bermasalah. Pendapatan bunga bank sendiri didapatkan dari kredit yang disalurkan
kepada masyarakat. Jika penyaluran kredit atau aset produktif bank lebih banyak
maka akan menghasilkan pendapatan bunga yang banyak. Sedangkan jika kredit
tersebut bermasalah maka pihak dari bank akan mengalami kerugian dengan tidak
adanya pemasukan dari pendapatan bunga kredit. Pendapatan bunga dari kredit yang
disalurkan itu sendiri bisa juga digunakan untuk menutupi kredit yang bermasalah
dari masyarakat. Hal ini dapat disimpulkan jika variabel NIM memiliki pengaruh
terhadap dalam mengurangi terjadinya kredit bermasalah pada BPD Jawa Timur,
sedangkan pada BPD Jawa Barat rasio NIM memiliki pengaruh terhadap kredit
bermasalah dikarenakan jika pendapatan bunga kredit semakin banyak maka pihak
bank akan menambah penyaluran kredit tersebut. Jika penyaluran kredit semakin naik
maka akan menimbulkan naiknya kredit bermasalah.
Keterkaitan Inflasi dengan Kredit Bermasalah
Inflasi merupakan kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena
permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran harga di pasar.
(Sukirno 2004). Pada penelitian tersebut BPD Jawa Timur variabel inflasi secara
signifikan dan positif berpengaruh terhadap terjadinya NPL. Sedangkan untuk BPD
Jawa Barat inflasi juga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap NPL. Jadi
variabel inflasi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap terjadinya NPL di
Jawa Timur sedangkan untuk Jawa Barat yang menunjukkan hasil negatif dan
signifikan hal inin menunjukkan variabel inflasi di Jawa Barat cenderung tidak
sensitif dalam menaikkan atau menurunkan tingkat NPL. Inflasi berpengaruh positif
dan signifikan hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermawan
Soebagio (2005).
Dalam hubungan inflasi dan kredit bermasalah menurut beberapa teori
disimpulkan jika inflasi naik maka kredit bermasalah akan naik hal ini dikarenakan
jika harga naik daya beli masyarakat akan turun dan menyebabkan pendapatan
berkurang. Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa Inflasi merupakan faktor
yang mempengaruhi besar kecilnya peluang terjadinya kredit bermasalah dan hal
tersebut sesuai dengan yang terjadi pada daerah Jawa Timur. Sedangkan untuk daerah
Jawa Barat yang menunjukkan hasil inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan hal ini dikarenakan jika harga naik maka masyarakat lebih memilih untuk
membayarkan tanggungan kredit yang dimiliki pada bank tersebut dari pada untuk
membeli barang yang naik. Jika pembayaran kredit dari masyarakat semakin lancar
akan menyebabkan kredit bermasalah yang dimiliki bank tersebut akan semakin
berkurang atau rasio NPL akan turun. Jadi dapat disimpulkan sesuai pemaparan
tersebut variabel inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan dalam penurunan
rasio NPL atau kredit bermasalah.
Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kredit Bermasalah
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian pada kedua BPD tersebut mengalami
perbedaan hasil penelitian. BPD Jawa Barat secara signifikan dan positif berpengaruh
terhadap terjadinya NPL. Sedangkan untuk BPD Jawa Timur pertumbuhan ekonomi
tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap NPL. Jadi dapat disimpulkan
variabel pertumbuhan ekonomi hanya berpengaruh secara signifikan dan positif
terhadap terjadinya NPL di Jawa Barat sedangkan untuk Jawa Timur pertumbuhan
ekonomi tidak mempengaruhi terjadinya NPL.
BPD Jawa Timur, variabel pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh
yang signifikan diakarenakan semakin tinggi pendapatan akan membuat pertumbuhan
ekonomi semakin meningkat. Kemudian dengan adanya pendapatan yang tinggi
membuat pembayaran kredit akan tepat waktu, sehingga akan mengurangi terjadinya
kredit bermasalah dan juga jika pendapatan yang dimiliki masyarakat semakin tinggi
maka masyarakat tersebut akan lebih memilih untuk menginvestasikan uangnya
dalam produk bank yang lain dari pada lebih memilih mengambil kredit pada pihak
perbankan. Maka dari itu pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh terhadap
rasio kredit bermasalah. Pada BPD Jawa Barat varibel pertumbuhan ekonomi
memiliki pengaruh positif dan signifikan dikarenakan jika pertumbuhan ekonomi
semakin tinggi atau pendapatan masyarakat semakin tinggi masyarakat pada daerah
tersebut lebih memilih untuk menggunakan pendapatan untuk konsumsi sehingga
menomer duakan kewajiban membanyarkan tanggungan kredit tersebut. Jika hal
tersebut terjadi maka akan mengakibatkan kredit bermasalah naik dan menaikkan
rasio NPL.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kredit Bermasalah Pada Bank
Pembangunan Daerah Tahun 2006-2013. Studi Perbandingan Pada BPD Jawa Timur
dan BPD Jawa Barat” maka dapat diperoleh kesimpulan :
1. Hasil penelitian pada BPD Jawa Timur menunjukkan CAR, LDR, dan inflasi
memiliki pengaruh langsung dalam naiknya tingkat NPL pada bank tersebut.
Selanjutnya NIM memiliki pengaruh dalam turunnya nilai NPL pada BPD di
Jawa Timur. Sedangkan untuk faktor pertumbuhan ekonomi tidak memiliki
pengaruh terhadap NPL. Maka adanya faktor pertumbuhan ekonomi tersebut
sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap naik turunnya NPL.
2. Hasil penelitian pada BPD Jawa Barat menunjukkan CAR, NIM, dan
pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh langsung dalam naiknya tingkat NPL
pada bank tersebut. Selanjutnya faktor inflasi memiliki pengaruh dalam turunnya
nilai NPL pada BPD di Jawa Barat. Sedangkan untuk faktor LDR tidak memiliki
pengaruh terhadap NPL. Maka adanya faktor LDR tersebut sama sekali tidak
memiliki pengaruh terhadap naik turunnya NPL.
3. Pengaruh terjadinya kredit bermasalah antara BPD Jawa Timur dan BPD Jawa
Barat memiliki karakteristik yang berbeda dalam faktor penyebab kredit
bermasalah tersebut. Penyebab kredit bermasalah secara langsung pada BPD Jawa
Timur disebabkan oleh faktor CAR, LDR, dan inflasi sedangkan BPD Jawa Barat
CAR, NIM, dan pertumbuhan ekonomi menyebabkan secara langsung terhadap
kredit bermasalah. Faktor NIM pada BPD Jawa Timur dan faktor inflasi BPD
Jawa Barat memiliki pengaruh terhadap kredit bermasalah tetapi cenderung tidak
sesinsitif dalam menaikan atau menurunkan tingkat kredit bermasalah. Sedangkan
faktor pertumbuhan ekonomi di BPD Jawa Timur dan LDR di BPD Jawa Barat
tidak memiliki pengaruh dalam naik atau turunnya kredit bermasalah.
Saran
Setelah melakukan penelitian, pembahasan, dan merumuskan kesimpulan dari
hasil penelitian, maka penulis memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan
penelitian yang telah dilakukan untuk dijadikan masukan dan bahan pertimbangan
yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Perbankan adalah penulis menyarankan kepada pihak bank yang
menyalurkan kredit kepada masyarakat harus lebih selektif dalam penyaluran
kredit tersebut. Dalam penelitian ini faktor yang menyebabkan kredit bermasalah
seperti CAR, LDR dan NIM ternyata memiliki pengaruh terhadap terjadiya kredit
bermasalah. Jadi diharapkan bank dapat selalu meningkatkan pengawasan
terhadap pengelolaan kinerja keuangan yang dapat meningkatkan keuntungan
untuk mencapai apa yang diharapkan dan tidak mengalami terjadinya kredit
bermasalah. Kemudian BPD Jawa Timur dan Jawa Barat juga harus menjaga
perbandingan rasio tersebut bahkan lebih bisa diminimalisir agar kinerja
keuangan bank lebih efektif.
2. Bagi Masyarakat adalah diharapkan bagi masyarakat dengan adanya penelitian
ini masyarakat tersebut mampu mempertimbangkan faktor penyebab terjadinya
kredit bermasalah sebagai acuan jika meminjam dana pada pihak bank. Dalam
penelitian ini faktor yang dapat digunakan sebagai acuan dalam meminimalisir
terjadinya kredit bermasalah adalah variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Jika terjadi kenaikan inflasi maka masyarakat harus lebih selektif mengolah
dananya agar tidak sampai terjadi kredit bermasalah.
3. Bagi peneliti selanjutnya adalah penulis menyadari bahwa penelitian ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis memberikan saran untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian terhadap NPL di lengkapi dengan
variable lain yang secara umum mempengaruhi, seperti dari perbankan yaitu
menambah ROA dan BOPO sedangkan dari masyarakat umum dapat menambah
variabel suku bunga dan nilai tukar terhadap terjadinya kredit bermasalah.

DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra, Iksan. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Non Performing Loan
Pada Pt. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Skripsi Jurusan Manajemen Pada Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Boediono, 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi
1, Cetakan Ke 5, Jogjakarta: BPFE,
Bonifrm, D. 2003. Credit Risk Drivers: Evaluating The Contribution Of Firm Level
Information And Macroeconomic Dynamics. Journal of Banking & Finance, 33 2009
Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta:
Salemba Empat.
Darmawi, Herman. 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Dwi Jayanti, Kurnia, 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Non-Performing
Loan (Studi Pada Bank Umum Konvensional yang Go Public di Indonesia Periode 2008-
2012). Skripsi Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang.
Fearied Wijaya, M. 2001. Perkreditan Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan, Yogyakarta :
Edisi Pertama BPFE.
Firdaus, Rachmat. 2003. Teori Dan Analisa Kredit Serta Kentuan-Ketentuan Tentang
Beberapa Jenis Kredit. Bandung : Purnasarana Lingga Utama.
Ghozali, Imam, 2006. Aplikai Analisis Multivarite dengan SPS, Semarang: Cetakan
Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar N. 2010. Dasar-Dasar Ekonometrika (Buku 1, edisi ke-5). Jakarta:
Salemba Empat.
Hasibuan, Malayu. 2006. Dasar‐Dasar Perbankan. Cetakan Kelima. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Jogiyanto. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis, Salah Kaprah dan Pengalaman‐Pengalaman.
Edisi Pertama, Cetakan Ketiga. Yogyakarta: BPFE
Kasmir. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raharja Grafindo.
Kuncoro dan Suhardjono, 2002. Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi), Edisi Pertama,
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
M. Suparmoko, 2001. Ekonomi Publik, Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,
Edisi Pertama, Yogyakarta, Penerbit: Andi
Martono dan D Agus Sarjito. 2008. Manajemen keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.
Mulyono, Teguh Pudjo. 1995, Analisis Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Jakarta:
Djambatan.
OP. Simorangkir, 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Cetakan
Kedua, Penerbit Ghalia Indonesia
Putong, Iskandar, 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Riyadi, Selamet. 2006. Banking Assets and Liability Management. Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Siamat, Dahlan. 2003. Manajemen Bank Umum. Jakarta: Intermedio.
Sinungan, Muchdarsyah. 2003. Produktivitas apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara
Somanadevi Thiagarajan, et al. 2011. Market Discipline, Behavior and Capital Adequacy of
Public and Private Sector Banks in India. European Journal of Social Science–Volume 23.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung, Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Perkasa.
Susilo Sri Y., Triandaru, Sigit, Totok Budisantoso A. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat.
Suyatno, Thomas. 2003. Dasar-dasar Perkreditan Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Taswan. 2010. Manajemen Perbankan: Konsep, Teknik dan Aplikasi. Edisi Kedua.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Todaro M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai