Anda di halaman 1dari 97

i

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lembaga-lembaga keuagan khusus nya khusus nya perbankan telah lama


mewarnai kegiatan ekonomi negara. Keberadaan perekonomian saat ini sebagai
lembaga yang menghubungkan antara pihak yang memiliki modal dengan yang
membutuhkan modal perbankan harus memiliki kinerja yang sangat baik, karena
dengan kinerja yang baik bank akan lebih mudah mendapat kepercayaan dari pada
nasabah. Perbankan sebagai usaha yang bergerak dibidang keuagan sangat
membutuhkan kepercayaan dari para nasabahnya guna mendukung dan
memperlancar kegiatan yang yanmg dilakukan. Lancarnya kegiatan yang dilakukan
oleh bank sangat mendukung tercapainya kesejahteraan para stackholder dan akan
meningkatkan nilai perusahaan.
Bank adalah suatu lembaga yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara
pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Sebagai
lembaga intermediasi bank berperan penting dalam menyalurkan dana ke sector riil
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penting bagi bank untuk senantiasa menjaga kinerja yang baik, terutama
menjaga tingkat profitabilitas yang tinggi, mampu membagikan deviden dengan baik,
prospek usaha berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking
regulation dengan baik. Apabila bank dapat menjaga kinerja nya dengan baik maka
dapat menaikkan saham di pasar sekunder dan jumlah dana pihak ketiga. Kenaikkan
nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga merupakan salah satu indikator naik nya
kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan. Penilaian kinerja bank
penting dilakukan , baik manajemen, pemegang saham, pemerintah maupun pihak

1
lain yang berkepentingan dan terkait dengan disribusi kesejahteraan diantara mereka,
tidak terkecuali perbankan. Penialaian terhadap kinerja suatu bank dapat dilakuakan
dengan menggunakan analisis laporan keuangan.
Dalam perkembangan nya perbankan di indoneseia kini kian mengantarkan
industri ini kepada kesadaran yang lebih tinggi lagi mengenai pentingnya
pengeloaaan serta antisipasi atas resiko bsinis yang dihadapi, sebab fungsi yang
dijalani industry perbankan diantaranya yaitu sebagai intermediasi guna kelancaran
kegiatan kegiatan perekonomian sebuah Negara. Peran yang besar tersebut
kemudian menuntut sebuah tata kelola yang memliki tingkat kehati-hatian yang
tinggi khususnya dalam mengambil sebuah keputusan.
Bank sebagai perusahaan jasa memiliki orientasi pada laba harus mampu
menjaga kinerja keuangan yang baik terutama dalam mempertahankan tingkat
profitabilitas. Profitabilitas yang merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba kemudian mampu menjadi salah satu aspek penilaian
keberhasilan operasional perbankan. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
(SEBI) No.13/30/DPNP/2011, untuk mengukur tingkat kemampuan bank dalam
memperoleh keuntungan digunakan rasio profitabilitas. Rasio tersebut diantara nya
terdiri dari ROA ( Return of Asset ) dan ROE ( Return of Equity ). ROA adalah
perhitungan laba sebelum pajak dibagi dengan total asset. Sedangkan ROE adalah
perhitungan laba setelah pajak dibagi dengan modal inti. Berikut adalah data ROA
bank BUMN daru tahun 2007 hingga tahun 2011
Tabel 1.1 Data ROA bank BUMN
Tahun
Nama Perusahaan
2007 2008 2009 2010 2011
PT Bank Nasional
Indonesia 0,90 1,10 1,70 2,50 2,90
PT Bank Rakyat
Indonesia 2,78 2,33 2,60 2,86 3,03
PT Bank Tabungan
Negara 1,92 1,80 1,47 2,05 2,03
PT Bank Mandiri 2,30 2,50 3,00 3,40 3,40
Rata-rata 1,98 1,93 2,19 2,70 2,84

2
Dari data tersebut dapat dilihat meskipun secara rata-rata profitabilitas
menunjukkan kenaikan namun secara personal data ROA masih mengalami
fluktuasi. Artinya ROA mengalami naik dan turun di setiap tahun nya.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 13/ 1//PBI/ 2011 tentang penilaian
tingkat kesehatan bank umum, dimana tingkat kesehatan bank adalah hasil penelaian
kondisi bank yang dilakukan terhadap resiko dan kinerja bank. Lebih lanjut diatur
bahwa bank diwajibkan untuk melakukan penedekatan resiko Risk Based Bank
Rating (RBBR) baik secara individu maupun secara konsolidasi. Dalam melakukan
penilaian tingkat kesehatan bank, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor.
Profil resiko ( Risk Profile ), Good Corporate Governance ( GCG ), Rentabilitas
( Earning ), Permodalan ( Capital ).
Menurut ( Dermawi, 2011 ) ada beberapa resiko yang sering dihadapi bank:
resiko kredit, resiko likuiditas, dan resiko operasional. Resiko kredit merupakan
resiko yang timbul sebagai akibat dari kegagalan nasabah dalam memnuhi janjinya.
Indikator yang diapakai adalah NPL ( Non Performing Loan ) yaitu perbandingan
antara total kredit bermasalah dengan total kredit yang diberikan. Rasio NPL dapat
dihitung dengan memperbandingkan antara kredit bermasalah dengan total kredit
bermasalah dengan total kredit yang disalurkan, merupakan rasio yang dipergunakan
untuk mengukur kemampuan bank dalam mengcover resiko pengembalian kredit
oleh deibitur.
Resiko likuiditas merupakan resiko yang disebebkan oleh ketidak mampuan
bank memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Indikator yang dipakai adalah
LDR ( Loan to Deposit Ratio ). LDR menggambarkan kemampuan bank membayar
kembali penarikan yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang
diberikan sebagai sumber likuiditas. LDR dirumuskan dengan membandingkan
jumlah kredit yang disalurkan dengan dana pihak ketiga. LDR adalah rasio yang
menunjukkan tingkat likuiditas bank dan menjalankan fungsi intermediasi nya dalam
menyalurkan dana pihak ketiga ke kredit. LDR merupakan rasio kredit terhadap dana
pihak ketiga, LDR memiliki dan memiliki pengaruh dalam perubahan laba.

3
Resiko operasional merupakan rasio yang disebabkan oleh kurang berfumgsi
nya proses internal bank, human error, kegagalan system teknologi, atau akibat
permasalahan eksternal. Untuk resiko operasional indikator yang digunakan adalah
BOPO ( Biaya Operasional per Pendapatan Operasional ). BOPO menunjukkan
kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya opersional terhadap
pendapatan operasional.
Adapun yang berpengaruh terhadap profitabilitas selain resiko adalah modal.
Indikator yang digunakan untuk modal ini adalah CAR ( Capital Adequicy Ratio ).
Menurut ( Kasmir, 2014 ) CAR adalah perbandingan rasio tersebut antara rasio
modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko dan sesuai ketentuan
pemerintah. Dengan demikian Capital Adequacy Ratio (CAR) mempunyai pengaruh
terhadap kinerja bank.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja atau
profitabilitas perbankan, mendapat kan hasil yang tidak konsisten dari para peneliti.
Temuan ( Bernardin Deden Edwar Yokeu, 2016 ) dalam penelitian nya yang
berjudul Analisis Pengaruh CAR dan LDR terhadap ROA menunjukkan hasil bahwa
Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan.
Penelitian tentang biaya operasional dan pendapatan operasional ( Hartini, T
2016 ) menyatakan bahwa kondisi biaya oprasional per pendapatan operasional
( BOPO ) yang tinggi akan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas.
Semakin tinggi BOPO maka semakin turun profitabilitas nya.
Analisis ROA dalam analisa keuangan memilki makna tertentu sabagai salah
satu teknik analisis keuangan. Rasio ROA digunakan dalam penelitian ini sebagai
variabel dependen karena sebagai alat ukur kinerja keuangan ROA juga dapat
memperhitungkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba.
Penelitian mengenai analisis pegaruh rasio keuangan terhadap kinerja bank
sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti ( Andra Rizkita, 2012 ),
( Sartono, 2013 ). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian-penelitian
tersebut diatas.

4
Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perbankan yang
diukur dengan CAR, NPL, LDR dan BOPO adalah sangat menyebabkan bank
mengalami kesulitan likuiditas LDR yang tinggi menunjukkan kesanggupan dan
kesediaan bank untuk mengatasi persoalan likuiditas nya sementara LDR yang
rendah menunjukkan bank tidak mampu berperan sebagai lembaga intermediasi
sehingga menimbulkan hilangnya kepercayaan masyarakat pada bank tersebut.
BOPO yang tinggi menunjukkan tidak efisiennya bank dalam menjalankan usahanya
senhingga menyebabkan kerugian pada bank.
Sebagai upaya dalam memini malkan resiko yang terjadi bank harus
mejalankan fungsinya dengan berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dalam
mengelola dana masyarakat. Oleh karena itu setiap bank wajib memiliki manajemen
resiko yang mampu mengidentifikasi, mengukur, mamantau, dan mengendalikan
resiko sehingga segala macam resiko yang berpotensi untuk muncul dapat
diantisipasi sejak awal dan dicarikan cara penanggulangan nya.
Berdasarkan uraian tersebut maka untuk peneliti tertarik untuk membuat “
ANALISIS PENGARUH CAR, LDR, BOPO, DAN NPL TERHADAP ROA
PERBANKAN BUMN DI BEI “

B. PERUMUSAN MASALAH

Atas dasar latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
terjadinya suatu kesenjangan (gap) antara teori yang selama ini dianggap benar dan
selalu diterapkan pada industri perbankan dengan kondisi empiris bisnis perbankan.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya beberapa riset gap antara peneliti satu dengan
peneliti yang lain, perbedaan pendapat antar peneliti secara garis besar dapat
dipaparkan seperti keterangan dibawah ini.
Menurut ( Setiawan, 2017 ) dalam penelitiannya tentang analisis analisis
pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap ROA dimana CAR tidak berpengaruh
signifiakan terhadap ROA. Sementara LDR berpengaruh terhadap ROA

5
Paparan di atas memperkuat alasan perlunya diadakan penelitian ini, yaitu
analisis pengaruh kemampuan modal yang diwakili oleh rasio CAR dan likuiditas
perbankan yang diwakili oleh LDR terhadap keuntungan perbankan yang diwakili
oleh ROA perbankan yang tercatat di BEI. Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
maka permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh kemampuan modal terhadap keuntungan bank


BUMN yang tercatat di BEI?
2. Apakah terdapat pengaruh dari likuiditas terhadap keuntungan bank BUMN
yang tercatat di BEI?
3. Apakah terdapat pengaruh dari biaya operasional pendapatan operasional
terhadap keuntungan bank BUMN yang tercatat di BEI?
4. Apakah terdapat pengarh dari kredit bermasalah terhadap keuntungan bank
BUMN yang tercatat di BEI?
5. Apakah terdapat pengaruh dari kemampuan modal, likuiditas, biaya
operasional pendapatan opersional, dan kredit bermasalah secara bersamaan
terhadap kentungan bank BUMN yang tercatat di BEI?

C. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:


1. Menganalisis pengaruh dari kemampuan modal terhadap keuntungan
perbankan yang tercatat di BEI.
2. Menganalisis pengaruh dari likuiditas terhadap keuntungan perbankan yang
tercatat di BEI.
3. Menganalisis pengaruh dari biaya operasional pendapatan operasional
terhadap keuntungan bank BUMN yang tercatat di BEI?
4. Menganalisis pengaruh dari biaya operasional pendapatan operasional
terhadap keuntungan bank BUMN yang tercatat di BEI?

6
5. Menganalisis pengaruh dari kemampuan modal, likuiditas, biaya operasional
pendapatan opersional, dan kredit bermasalah secara bersamaan terhadap
kentungan bank BUMN yang tercatat di BEI?

D. MANFAAT PENELITIAN

Sejalan dengan tujuan dari penelitian ini, maka kegunaan yang diperoleh dari
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagi Emiten
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam bidangkeuangan terutama dalam
rangka memaksimumkan kinerjaperusahaan dan pemegang saham, sehingga saham
perusahaannya dapat terus bertahan dan mempunyai return yang besar.

2. Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi
untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi saham perbankan
di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi untuk
penelitian selanjutnya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEUANGAN PRUSAHAAN
1. Pengertian Bank dan Perbankan

Di zaman modern seperti ini, istilah Bank sudah tidak asing lagi dikalangan
masyarakat. Mendengar kata bank ataupun istilah perbankan, masyarakat selalu
mengaitkan dengan keuangan. Asal mulanya kegiatan perbankan dimulai dan jasa
penukaran uang. Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan operasional perbankan
bertambah lagi menjadi tempat penitipan uang atau disebut dengan kegiatan
simpanan. Kemudian kegiatan perbankan berkembang dengan kegiatan peminjaman
uang yaitu dengan cara uang yang semula disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan
dipinjamkan kembali dengan kemasyarkat yang membutuhkannya. Akibat dari
kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan semakin meningkat, maka peranan dunia
perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik yang berada di
Negara maju maupun di Negara berkembang. Sehingga masyarakat berpendapat
bahwa dalam dunia perbankan, Bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun
Dana dari masyarakat dan disalurkannya kembali berupa pinjaman kredit kemudian
menawarkan jasa-jasa lainnya. Sebagai lembaga keuangan, bank menyediakan
berbagai jasa dalam dibidang keuangan, antara lain kegiatan usaha bank: Funding
(simpanan berupa rekening giro, tabungan, deposito dan sertifikat deposito). Serta
Lending (penyaluran Dana berupa kredit. Kredit Konsumer, Modal kerja, Investasi,
Eksport-Import, Bank Garansi). Kemudian Services (Penyalanan, berupa jasa
transfer, kliring, SDB, Eksport-Import, Collection, Forex).
Sebagian dari masyarakat di Indonesia pengertian perbankan sering
dicampuradukkan dengan perngertian bank. Padahal dua hal tersebut sangat berbeda.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

8
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan usahanya.
Sedangkan Bank hanya mencangkup aspek kclembagaan. Pada beberapa buku
perbankan terdapat beberapa pengertian ataupun definisi bank yaitu:

1. Menurut Dictionary of Banking and financial serviceby Jerry Rosenberg


bahwa yang dirnaksud dengan bank adalah lembaga yang menerima
simpanan giro, deposito, dan mernbayar atas dasar dokumen yang ditarik
pada orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat berharga, memberikan
pinjaman dan menanamkan dananya dalam surat berharga.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bank
adalah sebuah lembaga atau perusahaan yang aktivitasnya menghimpun Dana
berupa giro, deposito, tabungan dan simpanan yang lain dari pihak yang kelebihan
Dana kemudian menempatkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan
Dana melalui penjualan jasa keuangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat banyak. Pada pengertian diatas tampak sangat statis. Bank
sebagai lembaga atau badan usaha, sedangkan pengertian perbankan sangat
dinamis.

2. Jenis-jenis bank

Jenis-jenis Bank menurut Sentosa Sembibing dalam bukunya tercantum


pembahasan, sebagai berikut:
a. Bank Umum
Menurut O.P Simorangkir di Indonesia istilah yang umum dipergunakan
adalah dipergunakan bank umum, hal ini kemungkinan karena pengaruh
bank-bank asing tahun-tahun terakhir maka bank umum disebut pula bank
komersial. Apa yang dikemukakan penulis buku-buku perbankan ini terlihat,
bahwa tidak ada perbedaan antara Bank Umum dengan Bank Komersial.
Pengertian Bank Umum sendiri dijabarkan dalam pasal 1 angka 3 UPP yang
mengemukakan, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan

9
usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Sedangkan
yang dimaksud dengan usaha bank secara konvensional adalah usaha
perbankan memberi kredit kepada nasabah baik kepada orang pribadi
maupun badan usaha.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Seperti halnya Bank Umum, terminologi Bank Perkreditan Rakyat dapat
ditemui dalam pasal 5 ayat (1) UPP. Sedangkan pengertian Bank Perkreditan
Rakyat dijabarkan dalam pasal 1 angka 4 UPP sebagai berikut : Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensial atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Mencermati pengertian yang
diberikan dalam UPP sebenarnya tidak ada perbedaan mencolok antara Bank
Umum dengan BPR ini, kecuali dalam bidang usaha layanan jasa dalam lalu
lintas pembayaran hanya diberikan kepada bank umum.
c. Bank Khusus
Dalam Pasal 5 Ayat (2) UPP dikemukakan, Bank umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan
perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Selanjutnya dalam
penjelasan pasal ini dikemukakan, yang dimaksud dengan “mengkhususkan
diri untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan
untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan
ekonomi lemah, pengembangan ekspor nonmigasi, dan pengembangan
pembangunan perumahan.

1. Jenis bank berdasarkan kepemilikan


a) Bank milik Negara
Dilihat dari kepemilikannya bank dapat dimiliki oleh negara, dalam arti
modal bank yang bersangkutan berasal dari Pemerintah Daerah. Bank milik
negara sering juga digunakan istilah bank milik pemerintah. Sebelum

10
diterbitkannya UPP tahun 1992, pengaturan tentang bank milik negara diatur
dalam undang-undang tersendiri.
b) Bank milik swasta
Bank milik swasta dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:
1) Swasta Nasional
artinya modal bank yang bersangkutan dimiliki oleh warga negara
Indonesia secara Individual dan atau badan hukum Indonesia.
2) Swasta atau Asing
artinya modal bank tersebut dimiliki oleh warga negara Asing dan atau
badan hukum asing.
3) Selain kedua diatas
Disamping kedua jenis bank diatas, dalam dunia perbankan pun dikenal
pula apa yang dimaksud bank campuran disini adalah bank umum yang
didirikan bersama oleh satu atau lebih bank yang berkedudukan di
Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia dan atau badan
hukum Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan diluar
negeri.

2. Jenis bank dilihat berdasarkan kegiatan devisa


a. Bank Devisa
yaitu bank yang memperoleh surat keputusan dari Bank Indonesia untuk
melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan valuta asing.
b. Bank Non Devisa
yaitu bank yang tidak dapat melakukan transaksi pembayaran dengan
menggunakan valuta asing.

c. Jenis bank dilihat dari nominasi pangsa pasarnya


1. Retail Banking, yaitu bank yang dalam kegiatanya mayoritas melayani
perorangan, usaha kecil dan koperasi

11
2. Whosale Banking, yaitu bank yang mengandalkan nasabah besar atau
nasabah koorporasi.

3. Kinerja Bank

Kamus besar bahasa Indonesia mendifinisikan kinerja adalah suatu yang


dicapai atau prestasi yang diperlukan. Menurut ( Kasmir, 2013 ) kinerja bank
merupakan ukuran keberhasilan bagi direksi bank tersebut sehingga apabila kinerja
bank buruk maka sangat mungkin umtuk para direksi bank tersebut diganti.
Menurut ( Kasmir, 2014 ) fungsi utama perbankan adalah sebagai
penghimpun dana dri masyarakat dalam bentuk simpanan, menyalurkan dana ke
masyarakat, dan memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Menurut ( Bahtiar Usman, 2013 ) perbankan memliki kedudukan yang
startegis, yakni sebagai penunjang kelancaran system pembayaran, pelaksanaan
kebijakan moneter, dan stabilitas system keuangan, sehingga diperlukan perbankan
yang sehat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

B. TINGKAT KESEHATAN BANK

1. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian


Tingkat Kesehatan BankUmum, dimana tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian
komdis bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Lebih lanjut diatur
bahwa bank diwajibkan untuk melakukan pendekatan risiko ( Risk Based Bank Rating
= RBBR ) baik secara individu maupun secara konsolidasi. Dalam melakukan
penilaian tingkat kesehatan bank, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor.
Profil Risiko ( Risk Profile ), Good Corporate Governance ( GCG ), Rentabilitas (
Earning ), Permodalan ( Capital ).
Dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan bank, bank perlu memperhatikan
prinsip-prinsip umum sebagai landasan penilaian, sebagai berikut:

12
1. Berorientasi risiko
Penilaian didasarkan pada risiko-risiko bank dan dampak yang ditimbulkan
pada kinerja bank, dengan cara melakukan identifikasi faktor internal dan
eksternal yang dapat meningkatkan risiko atau dapat mempengaruhi kinerja
keuangan bank pada saat ini dan di masa yang akan dating.
2. Proporsionalitas
Penggunaan indikator dalam setiap factor penilaian dengan memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha bank dengan menggunakan indikator
minimal yang terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/24/DPNP tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
3. Materialitas dan Signifikan
Yaitu dengan memperhatikan faktor penilaian dari profil risiko, GCG,
rentabilitas dan pemodalan serta signifikansi indikator penilaian dari masing-
masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat
faktor.
4. Komprehensif dan Terstruktur
Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan
pada permasalahan utama bank. Analisis juga harus didukung oleh faktor-faktor
pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan
tingat permasalahan yang dihadapi oleh bank. Peringkat akhir hasil penilaian
setiap factor-faktor diatas disebut Peringkat Komposit.

2.1 Matriks Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank

Peringka Penjelasan
t
PK 1 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat
sehingga dinilai sangat mampu menghadap pengaruh negative yang
signifikan dan perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil
risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara

13
umum sangat baik. Apabila terdapat kelemahan tersebut tidak
signifikan
Peringka Penjelasan
t
PK 2 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat, sehingga
dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dan
perubahan kondisi bisnis dari faktor eksternal lainnya tercermin dari
peringkat faktor – faktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan
GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang baik.
Terdapat kelemahan yang secara umum baik. Apabila terdapat
kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan
PK 3 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat
sehingga dinilai cukup mampu mengahadapi pengaruh negatif yang
signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil
risiko, penerapan GCG, rentabilitas dan permodalan yang secara umum
cukup baik. Apabila terdapat kelemahan maka secara umum
kelemahan tersebut cukup signifikan dan apabila tidak berhasil diatasi
dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan suatu
Bank
PK 4 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat,
sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang
signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil
risiko, penetapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara
umum kurang baik. Terdapat kelemahan yang secara umum signifikan
dan tidak dapat diatasi dengan baik oleh manajemen serta mengganggu
kelangsungan usaha Bank.

14
Peringka Penjelasan
t
PK 5 Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat,
sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang
signifikan dan perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya
tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil
risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara
umum kurang baik.
Terdapat kelemahan yang secara umum sangat signifikan sehingga
untuk mangatasinya dibutuhkan dukungan dana dan pemegang saham
atau sumber dana dari pihak lain untuk memperkuat kondisi keuangan
Bank.

2. Profil Risiko ( Risk Profile )

Penilaian faktor profil risiko ( risk profile ) merupakan penilaian terhadap risiko
inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam aktivitas operasional bank
yang terdiri atas 8 ( delapan ) jenis risiko yaitu:
1. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan / atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada bank. Dalam menilai risiko kredit
parameter/indikator yang digunakan adalah (i) komposisi portofolio aset dan
tingkat konsentrasi (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan
(iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana dan
(iv) faktor eksternal.
2. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk
risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi risiko suku bunga ( baik

15
dari posisi trading book maupun posisi banking book yang mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum ),
risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan risiko komoditas. Dalam melakukan
penilaian atas risiko pasar, risiko ekuitas, dan risiko komoditas. Dalam
melakukan penilaian atas risiko pasar, parameter/indikator yang digunakan
adalah (i) volume dan komposisi portofolio (ii) kerugian potensial ( potential
loss ) risiko suku bunga dalam banking book (Interest Rate Risk in Banking
Book-IRRBB) dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis.
3. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank dalam memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset
likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan
kondisi keuangan bank atau biasa disebut risiko likuiditas pendanaan ( funding
liquidity risk ). Risiko likuiditas dapat juga disebabkan ketidakmampuan bank
melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar
aktif atau adanya gangguan pasar ( market disruption ) yang parah atau biasa
disebut risiko likuiditas pasar ( market liquidity risk ). Dalam menilai risiko
likuiditas parameter/indikator yang digunakan adalah (i) komposisi dari aset,
kewajiban, dan transaksi rekening administratif (ii) konsentrasi dari aset dan
kewajiban (iii) kerentanan pada kebutuhan pendanaan dan (iv) akses pada
sumber-sumber pendanaan.
4. Risiko operasional adalah akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian
eksternal yang mempengaruhi kegiatan operasional bank. Dalam menilai risiko
operasional parameter/indikator yang digunakan adalah (i) karakteristik dan
kompleksitas bisnis (ii) sumber daya manusia (iii) teknologi informasi dan
infrastruktur pendukung (iv) fraud, baik internal maupun eksternal dan (v)
kejadian eksternal.
5. Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau aspek
kelemahan yuridis serta ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendasari atau kelemahan perikatan. Dalam menilai risiko hukum

16
parameter/indikator yang digunakan adalah (i) faktor litigasi (ii) faktor
kelemahan perikatan dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-
undangan.
6. Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam mengambil
keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Dalam menilai risiko stratejik
parameter/indikator yang digunakan adalah (i) kesesuaian strategi bisnis bank
dengan lingkungan bisnis (ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi (iii)
posisi bisnis bank dan (iv) pencapaian rencana bisnis bank.
7. Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi
dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku dan kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap
ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Dalam menilai risiko
kepatuhan parameter/indikator yang digunakan adalah (i) jenis dan signifikansi
pelanggaran yang dilakukan (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau
track record ketidakpastian bank atau (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau
standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu.
8. Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
Dalam menilai risiko reputasi parameter/indikator yang digunakanadalah (i)
pengaruh reputasi negatif dari pemilik bank dan perusahaan terkait (ii)
pelanggaran etika bisnis (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis bank
(iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif bank dan (v)
frekuensi dan materialitas keluhan nasabah.

Penetapan tingkat risiko ditetapkan berdasarkan penilaian dari tingkat risiko


inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dari 8 (delapan) jenis risiko dengan
memperhatikan signifikansi dan hasil analisis dari masing-masing risiko terhadap
profil risiko secara keseluruhan. Penetapan peringkat faktor risiko terdiri dari 5 (lima)
peringkat yaitu peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5.

17
Peringkat dengan faktor profil risiko yang lebih kecil mencerminkan semakin
rendahnya risiko yang dihadapi oleh bank.

2.2 Matriks Penetapan Tingkat Rasio

Resiko Kualitas Penerapan Manajemen Resiko


Inheren
Strong Statisfactory Fair Marginal Unstatisfactory
Low X X
Low to
X
Moderate
Moderate X
Moderate
X
to High
High X X

Tabel 2.3 Matriks peringkat profil resiko

Peringkat Definisi
Peringkat 1 Profil risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
 Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari risiko
inheren komposit tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
 Kualitas penerapan manajemen risiko secara komposit sangat
memadai. Meskipun terdapat kelemahan manor, tetapi
kelemahan tersebut dapat diabaikan.

18
Peringkat Definisi
Profil risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada umumnya
memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
 Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dan risiko
Peringkat 2 inheren komposit tergolong rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
 Kualitas penerapan manajemen risiko secara komposit memadai.
Meskipun terdapat kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut
perlu mendapatkan perhatian manajemen.
Profil risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
 Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari risiko
inheren komposit tergolong cukup tinggi selama periode waktu
Peringkat 3
tertentu di masa datang.
 Kualitas penerapan manajemen risiko secara komposit memadai.
Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa
kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen dan
perbaikan.
Peringkat 4 Profil risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
 Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari risiko
inheren komposit tergolong tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
 Kualitas penerapan manajemen risiko secara komposit kurang

19
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
manajemen risiko yang membutuhkan tindakan korektif segera.

Peringkat Definisi
Profil risiko Bank yang termasuk dalam peringkat ini pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
 Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
Bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank dari risiko
inheren komposit tergolong sangat tinggi selama periode waktu
Peringkat 5 tertentu di masa datang.
 Kualitas penerapan manajemen risiko secara komposit tidak
memadai. Terdapat kelemahan signifikan pada berbagai aspek
manajemen risiko di mana tindakan penyelesaianya di luar
kemampuan manajemen.

Tabel 2.4 Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor Permodalan

Peringkat Definisi

Peringkat Modal secara signifikan berada lebih tinggi dari ketentuan


KPMM yang berlaku dan diperkirakan tetap berada di tingkat ini
1
untuk 12 (dua belas) bulan mendatang
Modal berada lebih tinggi dari ketentuan KPMM yang
Peringkat herlaku dan diperkidari tingkat rakan tetap berada di tingkat ini
2 serta membaik dari tingkat saat ini untuk 12 (dua belas) bulan
mendatang.
Peringkat Modal berada sedikit diatas atau sesuai dengan ketentuan
KPPM yang berlaku dan diperkirakan tetap berada pada
3
tingkat ini selama 12 ( dua belas ) bulan mendatang.

20
Peringkat Definisi
Modal sedikit dibawah ketentuan KPPM yang berlaku
Peringkat dan diperkirakan mengalami perbaikan dalam 6 (enam) Bulan

4 mendatang

Peringkat Modal berada lebih rendah dari ketentuan KPMM yang


berlaku dan diperkirakan tetap berada di tingkat ini
5
atau menurun dalam 6 (enam) bulan mendatang.

Tabel 2.5 Matriks Kriteria Penetapam Peringkat Faktor Kualitas Aset

Peringkat Definisi

Kualitas aset sangat baik dengan risiko portofolio yang


sangat minimal. Kebijakan dan prosedur pemberian

Peringkat pembiayaan telah dilaksanakan dengan sangat baik dan


sesuai dengan skala usaha bank, serta sangat mendukung
1
kegiatan operasional yang aman dan sehat dan
didokumentasikan dan diadministrasikan dengan sangat
baik
Peringkat Kualitas aset baik namun terdapat kelemahan yang tidak
signifikan. Kebijakan dan prosedur pemberian
2
pembiayaan dan pengelolaan risiko dari pembiayaan telah
dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan skala usaha bank,
serta sangat mendukung kegiatan operasional yang aman dan sehat
dan didokumentasikan dengan baik.

21
Peringkat Definisi
Kualitas aset cukup baik namun diperkirakan akan
mengalami penurunan apabila tidak dilakukna perbaikan.
Perinkat Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan
3 risiko dari pembiayaan telah dilaksanakan dengan skala bank,
namun masih terdapat kelemahan yang tidak signifikan dan atau
didokumentasikan dan diadminsitrasikan dengan cukup baik.
Kualitas aset kurang baik dan diperkirakan akan
mengancam kelangsungan hidup bank apabila tidak dilakukan
perbaikan secara mendasar. Kebijakan dan prosedur pemberian

Peringkat pembiayaan dan pengelolaan risiko dari


pembiayaan dilaksanakan dengan kurang baik dan atau belum
4
sesuai dengan skala usaha bank, serta terdapat kelemahan yang
signifikan apabila tidak segera dilakukan tindakan korektif dapat
membahayakan kelangsungan usaha bank dan
atau didokumentasikan dan di administrasikan dengan tidak baik.
Kualitas aset tidak baik dan diperkirakan kelangsungan

hidup bank sulit untuk dapat diselamatkan. Kebijakan dan

prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan risiko dari

Peringkat pembiayaan dilaksanakan dengan tidak baik dan atau tidak

5 sesuai dengan sklala usaha bank, serta terdapat kelemahan

yang sangat signifikan dan kelangsungan usaha bank sulit

untuk dapat diselamatkan dan atau didokumentasikan dan

diadministrasikandengan tidak baik.

22
Tabel 2.6 Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor Rentabilitas
Peringkat Definisi

Kemampuan rentabilitas sangat tinggi untuk mengantisipasi

Peringkat potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsi


akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan
1
pembagian keuntungan (profit distribution) telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Kemampuan rentabilitas tinggi untuk mengantisipasi potensi

Peringkat kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip akuntansi,


pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan pembagia
2
keuntungan (profit distribution) telah dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Kemampuan rentabilitas cukup tinggi untuk mengantisipasi

Peringkat potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip


akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan
3
pembagian keuntungan (profit distribution) belum sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Kemampuan renrabilitas rendah untuk mengantisipasi
potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan

Peringkat prinsip akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya


dan pembagian keuntungan (profit distribution) belum sesuai
4
dengan ketentuan yang berlaku.

Kemampuan rentabilitas sangat rendah untuk mengantisipasi

Peringkat potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip


akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan
5
pembagian keuntungan (profit distribution) tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Tabel 2.7. Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor Likuiditas

23
Peringkat Definisi

Peringkat Kemampuan likuiditas bank untuk mengantisipasi kebutuhan


1 likuidtas dan penerapan manajemen risiko likuiditas sangat kuat

Peringkat Kemampuan likuiditas bank untuk mengantisipasi kebutuhan


2 Likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas kuat.

Peringkat Kemampuan likuiditas bank untuk mengantisipasi kebutuhan


3 Likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas memadai.

Peringkat Kemampuan likuiditas bank untuk mengantisipasi kebutuhan


4 Likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas lemah

Peringkat Kemampuan likuiditas bank untuk mengantisipasi kebutuhan


Likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas sangat
5
lemah.

Tabel 2.8 Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor Manajemen

Peringkat Definisi

Manajemen Bank memiliki track record yang sangat memuaskan,


independen. Mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi
ekstern, dan memiliki sistem pengendalian risiko yang sangat kuat

Peringkat serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi baik saat ini
maupun di masa akan datang. Respon pengurus sangat baik
A
sehingga tidak diperlukan tindakan pengawasan yang bersifat
mandatory.

Peringkat Definisi
Peringkat Manajemen Bank memiliki track record yang memuaskan,

24
independen, mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi
ekstern, dan memiliki sistem pengendalian risiko yang kuat
serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi baik saat ini
B
maupun di masa akan datang. Respon pengurus sangat baik
sehingga tidak diperlukan tindakan pengawasan yang bersifat
mandatory yang tidak material.
Manajemen Bank memiliki track record yang cukup
memuaskan, cukup independen, cukup mampu beradaptasi
dengan perubahan kondisi ekstern, dan memiliki sistem

Peringkat pengendalian risiko yang memadai serta cukup mampu


mengatasi masalah yang dihadapi baik saat ini maupun di masa
C
akan datang. Respon pengurus cukup baik namun otoritas perlu
mengambil tindakan pengawasan (mandatory) agar kondisi Bank
tidak berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya.
Manajemen Bank memiliki track record yang memuaskan,
independen, mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi
ekstern, dan memiliki sistem pengendalian risiko yang lemah
Peringkat serta kurang mampu mengatasi masalah yang dihadapi baik saat
D ini maupun di masa yang akan datang. Respon pengurus kurang
baik sehingga otoritas perlu mengambil beberapa tindakan
pengawasan (mandatory) agar kondisi Bank tidak mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya

3. Corporate Governance

a. Pengertian Corporate Governance

Corporate Governance harus memperhatikan kemungkinan adanya konflik


kepentingan antara principal dengan agents. Tetapi jika dapat terbangun trust dari

25
principals, maka agents juga dapat termotivasi untuk melakukan yang terbaik bagi
stakeholders untuk memperoleh reputasi yang baik demi mencapai pasar di masa
yang akan datang. Agents juga sebaiknya mempunyai jaringan dengan eksternal
maupun internal stakeholders agar kepentingan bersama dapat terpenuhi. Peranan
Board of Directors yang anggotanya berasal dari luar perusahaan dapat memberikan
akses ke sumber daya kritis dan juga ke pihak – pihak yang berpengaruh dalam
masyarakat untuk melindungi kepentingan perusahaan dan stakeholders nya.
Secara umum corporate governance adalah sistem dan struktur yang baik untuk
mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta
mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (
stakeholders ) seperti, pemegang saham, konsumen, pekerja, pemerintah dan
masyarakat luas.
Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance (GCG) Indonesia 2006,
terdapat 5 ( lima ) asas GCG.
1) Akuntabilitas.
Asas ini mengharuskan perusahaan mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Terdapat 6 ( enam ) pedoman pokok pelaksanaan terkait
dengan asas ini yaitu:
a. Rincian tugas dan tanggung jawab masing – masing organ perusahaan,
b. Keyakinan tentang kemampuan masing – masing organ perusahaan dalam
menjalankan fungsi – fungsinya,
c. Sistem pengendalian internal yang efektif,
d. Adanya ukuran kinerja,
e. Sistem penghargaan dan sangsi,
f. Dan semua fungsi organ perusahaan tersebut harus berpegang pada etika bisnis
dan pedoman perilaku yang telah disepakati.
2) Transparansi.
Asas ini menegaskan bahwa untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan
bisnis, maka perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses da dipahami oleh pemangku kepentingan.Pedoman

26
pelaksanaannya, perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
3) Responsibiltas
Prinsip dasar dalam asas ini adalah perusahaan harus mematuhi peraturan
perundang – undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengukuran sebagai good corporate citizen.
4) Independensi
Prinsip dasar asas ini adalah demi melancarkan pelaksanaan asas GCG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5) Kewajaran dan Kesetaraan
Dalam pedoman pokok pelaksanaan dinyatakan bahwa perusahaan harus
memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan
dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses
terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan
masing – masing. Selain itu perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan
wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan, Lebih lanjut perusahaan harus memberikan kesempatan
yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarirmdan melaksanakan tugasnya secara
profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan kondisi fisik.

b. Tujuan Penerapan Corporate Governance.


1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang
memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham,
pegawai dan stakeholders lainnya.
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil dan
dapat dipertanggungjawabkan.

27
3. Mangakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders.
4. Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah – kaidah demokrasi, pengelolaan
dan partisipasi organisasi secara legitimate.
5. Meminimalkan agency cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang
mungkin timbul antara pihak principal dengan agent.
6. Meminimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk para
penyedia modal. Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya
modal yang lebih rendah, meningkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang
lebih baik dari pada stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan.
Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat (FCGI, 2001), yaitu:
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders,
b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigit ( karena faktor kepercayaan ) yang pada akhirnya akan meningkatkan
corporate value.
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menenamkan modalnya di
Indonesia, dan
d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders’s dan dividen.

c. Mekanisme Corporate Governance


1). Kepemilikan Manajerial
Secara umum mekanisme corporate governance terdiri atas 2 ( dua ) jenis
yaitu:
a. the internal mechanism of corporate governance; dan
b. the external mechanism of corporate governance,

28
Mekanisme internal adalah cara – cara pengendalian perusahaan dengan
menggunakan berbagai elemen yang ada di dalam organisasi misalnya memberikan
kepemilikan saham kepada manajer. Mekanisme eksternal adalah cara – cara
mengendalikan perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme eksternal
perusahaan di antaranya menghadirkan agen yang dikenal karena reputasinya dalam
hal ini termasuk profesi akuntan. Faktor eksternal dimaksudkan untuk mendisiplinkan
perilaku pihak insider agar lebih transparan, accountable dalam mengelola korporasi.
2). Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi
manajemen laba. Menurut ( Nabela, 2012 ) kepemilikan institusional merupakan
proporsi saham yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang diukur prosentase. Jika
kepemilikan institusional dilandasi dengan praktek good corporate governance
berarti adanya jaminan bagi investor atas investasi yang telah ditanamkan.
3). Ukuran Dewan Komisaris
Menurut ( Setiawan dkk, 2016 ) dewan direksi merupakan organ perusahaan
yang menentukan kebijakan dan strategi yang diambil oleh perusahaan. Dewan
komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam
pelaksanaan good corporate governance.
Peranan dewan komisaris dapat dilihat dari karakteristik dewan, salah satunya
adalah komposisi keanggotaannya. Komposisi keanggotaan dewan komisaris dalam
hal ini, semakin besar persentase anggota yang berasal dari luar perusahaan, akan
menjadikan peranan dewan komisaris semakin efektif dalam melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, karena dianggap semakin independen.
Fungsi resource dependence dari dewan komisaris pertama kali dikemukakan
oleh Pfeffer (1978). Perspektif fungsi ini memandang dewan komisaris sebagai suatu
alat untuk mendapatkan informasi dan sumber daya yang penting. Peran ini sangat
berguna mengingat sumber daya yang langka justru dapat menciptakan keuntungan
yang kompetitif.
4). Komisaris Independen

29
Terdapat 3 ( tiga ) elemen penting yang akan mempengaruhi tingkat efektivitas
dewan komisaris, yaitu independensi, kompetensi, dan komitmen. Independensi
diharapkan timbul dengan keberadaan komisaris independen. Keberadaan komisaris
independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih obyektif dan
independen, dan juga menjaga “fairness” serta mampu memberikan keseimbangan
antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap
kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan para stakeholder
lainnya. Komisaris independent merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang
biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar
perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan
keseluruhan. Menurut ( Makhdalena, 2012 ) komisaris independen merupakan salah
satu mekanisme monitoring karena komisaris independen sangat efektif untuk
meminimalisir masalah keagenan yang timbul antara manajemen dengan pemegang
saham.
Keberadaan komisaris independent telah diatur Bursa Efek Indonesia melalui
peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000. Dalam peraturan tersebut, persyaratan jumlah
minimal Komisaris Independen adalah 30 % dari seluruh anggota dewan komisaris.
Keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi
integritas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen.
5). Komite Audit
Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan direksi untuk
mengaudit operasi dan keadaan. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya satu
orang, yang merupakan komisaris independen perusahaan sekaligus menjadi ketua
komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus
berasal dari pihak eksternal yang independen (Nasution dan Setiawan, 2007). The
Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan
publik harus memiliki komite audit yang diatur sebagai komite tetap.
Berdasarkan Surat Keputusan Ketus BAPEPAM KEP 41/PM/2003,SK Dir.BEJ
Nomor 315/BEJ?06-2000, Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2000, dan
Undang – BUMN Nomor 19/2003, pembentukan komite audit merupakan suatu

30
keharusan. Tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memenuhi
tanggungjawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Komite audit
harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor, sehingga komite audit hanya
bertanggungjawab kepada dewan komisaris.
6). Kualitas Audit.
Argumentasi yang mendasari dimasukkannya komite audit berkaitan dengan
kualitas audit. Menurut ( Basuki dalam Bangun 2012 ) kualitas audit adalah
pemerikasaan yang sistematis dan independen untuk menentukan aktifitas mutu dan
hasilnya sesuai dengan peraturan yang telah direncanakan apakah pengaturan tersebut
diimplementasikan secara efektif dan cocok dengan tujuan. Para pengguna laporan
keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan
pada laporan keuangan yang telah diaudit. Hal ini berarti auditor merupakan pihak
yang mempunyai peranan penting dalam melakukan penilaian atas laporan keuangan
suatu perusahaan.
Dengan reputasi auditor yaitu memberikan penilaian secara independen dan
professional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan.
Auditor eksternal dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar
manajemen menyajikan informasi keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik
kecurangan akuntansi.

4. Teori agency

Konsep agency theory menurut ( Anthony dan Govindarajan dalam Siagian,


2011) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal
mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal,
termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada
agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham
bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agent
mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan principal.

31
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Menurut ( Jensen dan
Meckling dalam Siagian, 2011) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antar manajer (agent) dengan pemegang saham (principal).
Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan
pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah makhluk ekonomi
yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri sendiri. Pemegang
saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing menginginkan
tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah munculnya konflik
kepentingan. Pemegang saham menginginkan pengembalian yang lebih besar dan
secepat-cepatnya atas investasi yang mereka tanamkan sedangkan manajer
menginginkan kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau
insentif yang sebesar-besarnya atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan.
Menurut ( Eisenhardt dalam Siagian, 2011) menyatakan bahwa teori agensi
menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu :
1. manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest),
2. manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan
3. manusia selalu menghindari resiko (risk averse).

Dari asumsi sifat dasar manusia tersebut dapat dilihat bahwa konflik agensi
yang sering terjadi antara manajer dengan pemegang saham dipicu adanya sifat dasar
tersebut. Manajer dalam mengelola perusahaan cenderung mementingkan
kepentingan pribadi daripada kepentingan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Dengan perilaku opportunistic dari manajer, manajer bertindak untuk mencapai
kepentingan mereka sendiri, padahal sebagai manajer seharusnya memihak kepada
kepentingan pemegang saham karena mereka adalah pihak yang memberi kuasa
manajer untuk menjalankan perusahaan

5. Profitabilitas

32
Rasio Profitabilitas merupakan analisis terhadap laba dan berbagai unsur yang
membentuk laba merupakan aspek penting, karena kelangsungan hidup dan sukses
tidaknya suatu perusahaan sangat tergantung pada kemampuannya dalam
menghasilkan laba. Analisis profitabilitas perusahaan merupakan bagian utama
analisis laporan keuangan. Seluruh laporan keuangan dapat digunakan untuk analisis
profitabilitas, namun yang paling penting adalah laporan laba rugi.
Menurut ( Harahap, 2012) menjelaskan bahwa :“Rasio rentabilitas atau disebut
juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba
melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”.
Sedangkan menurut ( Husnan dan Pujiastuti, 2012 ) yaitu:”Rasio profitabilitas
dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan.”
Profitabilitas menurut ( Gitman dan Zutter, 2012) dapat diukur dengan banyak cara
antara lain:
1) Gross Profit Margin (GPM).
Rumusan ini mengukur persentase laba kotor dibandingkan dengan penjualan,
presentasi dari tiap penjualan yang tersisa setelah dikurangi biaya harga pokok
penjualan. Semakin tinggi GPM maka semakin baik operasi perusahaan begitu juga
sebaliknya.
2) Operating Profit Margin (OPM).
Rumusan ini mengukur presentasi profit yang diperoleh perusahaan dari tiap
penjualan sebelum dikurangi dengan biaya bunga dan pajak serta saham preferen.
Semakin tinggi OPM maka semakin baik keuntungan perusahaan.

3) Return On Assets (ROA).


Rumusan ini mengukur efektivitas manajemen secara garis besar dalam
menghasilkan keuntungan melalui aset yang ada. Semakin tinggi keuntungan (
return ) yang diperoleh dari total aset maka semakin baik kinerja perusahaan.
4) Return On Equity (ROE).

33
Rumusan ini mengukur seberapa banyak keuntungan ( return ) yang diterima
pemegang saham di perusahaan. Semakin tinggi ROE maka semakin banyak
jumlah keuntungan yang diterima pemegang saham.ROE merupakan perkalian antara
profitabilitas atas aset yang dimiliki perusahaan dengan keputusan pendanaannya.
Dinyatakan dalam bentuk persamaan: ROE = ROA x Leverage.
Dalam hal ini ROA adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
aset, sedangkan leverage menunjukkan seberapa banyak hutang dipergunakan oleh
perusahaan. Dapat dijelaskan ROA = Laba Bersih Setelah Pajak /Total Aset. ROE
diperoleh dengan Laba Bersih Setelah Pajak dibagi Ekuitas atau ROA dikalikan
Leverage. Sedangkan Leverage diperoleh dengan membagi Total Aset dengan
Ekuitas. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan akan mampu
meningkatkan ROE – nya apabila ROA – nya meningkat sedangkan leverage – nya
konstan. Leverage konstan berarti proporsi modal pinjaman tidak berubah. Apabila
ROA – nya meningkat maka berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga
dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang
saham.Hal yang sama juga berlaku apabila perusahaan mampu mempertahankan
ROA dengan menggunakan hutang yang makin besar (leverage – nya meningkat).
Kalau perusahaan mampu mempertahankan ROA dengan penggunaan hutang yang
main besar, maka hal tersebut berarti bahwa penggunaan hutang tersebut mampu
memberikan keuntungan yang lebih besar dari biayanya. Sebagai akibatnya ROE
meningkat.
Untuk menentukan Earning Per Share (EPS) adalah ROE dikalikan dengan
Nilai Buku Per Saham. Untuk keperluan analisis kita perlu memperhatikan EPS di
masa yang akan datang , bukan EPS yang telah diperoleh. Hal tersebut disebabkan
karena harga saham hari ini merupakan present value dari penghasilan – penghasilan
yang akan diterima oleh pemodal di masa yang akan datang, dan penghasilan –
penghasilan laba di masa yang datang. Memahami faktor – faktor yang
mempengaruhi EPS di waktu yang lalu memang baik dilakukan, tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana faktor – faktor tersebut dipergunakan untuk
memperkirakan EPS di masa yang akan datang.

34
Perbedaan antara Retun On Asset (ROA) dengan Return On Equity (ROE)
adalah:
1. Pada ROA maka membandingkan antara keuntungan netto dengan total
aset.Sedangkan pada ROE membandingkan antara keuntungan netto dengan
total modal sendiri.
2. Pada perhitungan ROA hanya memperhitungkan semua unsur – unsur pos
dalam Perhitungan Rugi / Laba ( Profit and Loss Statement ) dan Pos – Pos
Neraca ( Balance – Sheet ) sebelah Aktiva ( Assets), lihat rumus Analisis Du
Pont untuk perhitungan ROA.

6. Rasio Kecukupan Modal ( CAR )


Permodalan bank adalah penting dalam perbankan modern, karena sebagai alat
untuk meredam krisis dan mengurangi risiko kegagalan. Permodalan bank yang kuat
juga berfungsi sebagai pemikat bagi deposan untuk menyimpan karena percaya
dananya berada ditempat yang aman dan bagi investor karena percaya akan memiliki
kesempatan investasi yang lebih baik. Terutama untuk perbankan yang sudah go
public apabila tersebut memiliki CAR yang mencukupi bahkan cukup tinggi akan
mrmberi keyakinan kepada para investor untuk membeli saham perbankan.
Capital Adequacy Ratio ( CAR ) merupakan rasio yang mengukur kecukupan
modal terhadap risiko dari aktiva bank. Menurut ( Kasmir, 2014 ) CAR adalah
perbandingan rasio tersebut antara rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut
resiko dan sesuai pemerintah.
CAR merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank
yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain )
ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana – dana dari
sumber lain – lain. CAR adalah indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva berisiko misalnya kredit yang diberikan.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, modal bank terdiri atas modal inti dan
modal pelengkap sedangkan ATMR ( Aktiva Tertimbang Menurut Risiko ) dihitung

35
berdasarkan nilai masing –masing pos aktiva pada neraca dikalikan bobot risiko nya
masing – masing. Semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, Nomor 15/12/PBI/2013 tentang kewajiban
penyediaan modal minimum bank umum yang menetapkan CAR minimum bagi bank
– bank umum di Indonesia adalah 8 %.
Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal bank
dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang
akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap komponen sebagai berikut:
1. Kecukupan, proyeksi ( trend ke depan ) permodalan dan kemampuan
permodalan dalam menanggulangi risiko.
2. Kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari
keuntungan, rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses
kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham.Dalam
penelitian ini kecukupan modal diukur dengan CAR. CAR menjadi pedoman
bank dalam melakukan ekspansi di bidang perkreditan. Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut ( SE BI no. 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001 ):

Modal
CAR = X 100%

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

Menurut ( Rivai, Basir, Sudarto dan Veithzal, 2013 ) Capital Adequacy Ratio
merupakan perbandingan antara selisih modal dan harta tetap ( equity capital – fixed
assets ) dengan harta tetap ( equity capital – fixed assets ) dengan pinjaman macet (
estimated risk in loans ).
Kegunaan: untuk mengukur kemampuan dana intern menutup kredit macet.
Semakin besar nilai rasio ini semakin baik performa perkreditan cabang tersebut

36
karena semakin besar dana yang tersedia untuk menutup kredit macet. Rumusnya
adalah sebagai berikut.

Equity Capital – Fixed Assets


Capital Adequacy Ratio =
Estimated Risk in Loans

7. Loan Deposit Ratio ( LDR )

LDR merupakan rasio yang dipergunakan untuk melihat besaran kredit dan
likuiditas bank, rasio ini mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan
dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang diterima bank.
Likiditas menurut ( Darmawi, 2011 ) adalah suatu istilah yang dipakai untuk
menunjukkan persediaan uang tunai dan asset lain yang dengan mudah dijadikan
uang tunai. Adapun menurut ( Kasmir, 2014 ) LDR adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur komposisi jumlah jumlah kredit yang diberikan dibandingkan
dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan .
Dari pengertian LDR menurut para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
LDR adalah rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan bank dalam membayar
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang
diberikan sebagai sumber likuiditas nya.
Adapun perhitungan untuk mencari nilai LDR di tentukan melalui satu formula
yang ditentukan oleh Bank Indonesia melalui surat edaran Bank Indonesia
No.3/30/DPNP Tanggal 14 Desember 2001 yaitu:

Total kredit yang diberikan


LDR = x 100 %
Total Dana Pihak Ketiga

37
LDR merupakan rasio yang dipergunakan untuk melihat besaran kredit dan
likuiditas bank, rasio ini mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan
dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang diterima bank. LDR menyatakan
seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan oleh deposan dengan mengandalikan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya.

8. Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO )

Dalam penelitian ini BOPO ( Biaya Operasional Pendapatan Operasional )


dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya
dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank ( ROA ).
Menurut ( Rivai et.al, 2013 ) rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional
( BOPO ) adalah perbandingan antara biaya operasional dalam mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Dalam hal ini
perlu diketahui bahwa usaha utama bank hádala menghimpun dana dari masyarakat
dan selanjutnya menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit,
sehingga beban bunga dan hasil bunga merupakan porsi terbesar bagi bank.
Sebagai dasar analisis untuk mengungkap biaya operasional bank, penulis
mencoba mengadopsi tiga teori biaya perusahaan/bank ( banking operational cost
theory), yaitu:
1) Transactional Cost Theory
Teori ini adalah cabang dari ilmu ekonomi mikro yang menganalisis dari sisi
penawaran melalui maksimalisasi keuntungan. Dalam teori ini biaya produksi
memiliki kedudukan yang penting. Teori Hasrat Likuiditas ( Liquidity Preference
Theory )
Keynes menghadirkan teori hasrat likuiditas sebagai “liquidity ( preference )
theory of interest” sebagai teori yang diharapkan untuk menutupi kekurangan dari
“classical ( savings ) theory of interest”. Teori hasrat likuiditas yang awalnya
dikembangkan oleh Keynes menganalisis suku bunga ekuilibrium melalui interaksi
penawaran uang dengan permintaan agrerat publik untuk memegang uang. Keynes

38
mengasumsi bahwa sebagian besar individu memegang kekayaan hanya dalam
bentuk dua bentuk: uang dan obligasi. Permintaan uang mempunyai hubungan yang
negatif dengan tingkat bunga. Hubungan yang negatif antara permintaan uang dengan
tingkat bunga ini dapat diterangkan Keynes, dia mengatakan bahwa masyarakat
mempunyai pendapat tentang adanya tingkat bunga nominal ( natural rate ). Bilamana
tingkat bunga turun dari tingkat bunga nominal dalam masyarakat ada suatu
keyakinan memegang obligasi ( surat berharga ) pada saat suku bunga naik ( harga
obligasi mengalami penurunan ) pemegang obligasi tersebut akan menderita kerugian
( capital loss ). Guna menghindari kerugian ini, tindakan yang dilakukan adalah
menjual obligasi dengan sendirinya akan mendapatkan uang kas, dan uang kas ini
yang akan dipegang pada saat suku bunga naik. Hubungan inilah yang disebut motif
spekulasi permintaan uang karena masyarakat akan melakukan spekulasi tentang
obligasi dimasa yang aakan datang. Tanggapan Keynes yang kedua adalah
berhubungan dengan ongkos ( harga ) memegang uang kas, karena makin tinggi
tingkat bunga makin besar ongkos memegang uang kas. Hal ini akan menyebabkan
keinginan memegang uang kas juga akan makin menurun. Bila tingkat bunga turun
berarti ongkos memegang uang rendah, sehingga permintaan uang kas naik. Bila
tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang rendah, sehingga permintaan
uang kas naik. Permintaan ini akan menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga
keseimbangan pada io terjadi bila jumlah kas yang ditawarkan ( uang beredar ) sama
dengan yang diminta. Bila terjadi peningkatan suku bunga (di atas i o) masyarakat
akan menginginkan uang kas lebih sedikit dengan membeli obligasi ( tingkat
bunga turun ) sampai kembali pada tingkat keseimbangan. Bilamana tingkat bunga
yang terjadi berada dibawah keseimbangan (io) masyarakat akan menginginkan uang
kas lebih besar. Ini perlu agar menjual obligasi yang dipegang, Tindakan untuk
menjual inilah yang mendesak harganya turun dan tingkat bunga akan bergerak naik.
2) Teori Karakteristik Perusahaan ( Firm Characteristic Theories )
Kemampuan bank untuk meminimalisir informasi yang asimetris yang terjadi
antara peminjam ( borrowers ) dengan bank, serta kemampuan untuk mengelola
risiko adalah inti sari dari kinerja perbankan. Teori Karakteristik Perusahaan

39
menemukan bahwa perusahaan cenderung meragamkan sumber pembiayaan untuk
proyek – proyek yang lebih berkualitas dan menguntungkan
Efisiensi operasional dapat dicapai melalui perencanaan yang seksama,
aktivitas dan penetapan target pendapatan yang terukur, dan pembatasan pengeluaran.
Dalam penelitian ini perhitungan untuk mencari nilai BOPO adalah sebagai berikut:

Biaya Operasional
BOPO = x 100 %
Pendapatan Operasional

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya BOPO yang normal berkisar


antara 94 % - 96 %.

9. Non Performing Loan ( NPL )

Non Performing Loan ( NPL ) atau kredit bermasalah merupakan salah satu
indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, Salah satu fungsi bank adalah
sebagai lembaga intermediari atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah, antara lain:
adanya peristiwa – peristiwa eksternal dengan adanya peningkatan biaya – biaya
operasi. Biaya –biaya operasi tambahan yang timbul ini berasal dari berbagai sumber
yang termasuk biaya pengawasan terhadap peminjam bermasalah , evaluasi terhadap
jaminan, biaya pengikatan dan pengambilalihan jaminan bila terjadi gagal bayar.
Penyebab lainnya adalah manajerial yang buruk dapat disebabkan dari kegagalan
manajer dalam mengelola portofolio kredit/pinjaman, pengetahuan yang minim dalam
evaluasi kredit dan alokasi sumber daya yang tidak tepat untuk pengawasan kredit.
Pada saat ini untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah bank menerapkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat

40
Kesehatan Bank Umum, dimana tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian
kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank.Lebih lanjut diatur
bahwa bank diwajibkan untuk melakukan pendekatan risiko ( Risk Based Bank Rating
= RBBR ) baik secara individu maupun secara konsolidasi. Dalam melakukan tingkat
kesehatan bank, dengan cakupan penilaian meliputi faktor – faktor : Profil Risiko (
Risk Profile ), Good Corporate Governance ( GCG ), Rentabilitas ( Earning ),
Permodalan ( Capital ).
Kredit yang diberikan kepada masyarakat bukannya tidak berisiko gagal atau
macet. Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio
kredit bermasalah ( NPL ) adalah sebesar 5 % , Adapun rumus perhitungan NPL
adalah sebagai berikut :

Total Non Performing Loan


NPL = x 100 %.
Total Kredit

Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total


kredit sebesar 1000, maka rasio NPL bank tersebut adalah 5 % ( 50/1000 = 0.05 ).
Perhitungan NPL bisa dihitung berdasarkan besaran CKPN ( Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai ) sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/33/DPNP yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2010. CKPN merupakan
penyisihan yang dibentuk apabila nilai tercatat kredit setelah penurunan nilai kurang
dari nilai tercatat awal ( PAPI, 2008 ). CKPN adalah jumlah yang diturunkan dari
nilai tercatat hingga menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali dari asset
( Febriani, 2013 ). CKPN merupakan dana cadangan khusus yang dibentuk pihak
perbankan untuk menanggulangi risiko kredit yang tidak dapat ditagih kembali.
Pembentukan dana CKPN berdasarkan dari penilaian kredit yang dilakukan pihak
perbankan. Penilaian kredit adalah proses menetapkan ukuran kuantitatif tunggal atau
skor untuk peminjam potensial melalui perkiraan kinerja kredit peminjam di masa
depan. Pedoman pengakuan dan pengukuran CKPN yang digunakan pihak perbankan

41
adalah Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia ( PAPI ) 2008 yang mana telah
mengacu pada PSAK 55 revisi 2011. Sehingga rumus perhitungan NPL yang
digunakan berikut ini adalah:

Total CKPN
NPL = x 100 %.
Total Kredit

2.9 Tabel Ringkasan Penelitian Terdahulu

Variabel Penelitian
No Peneliti Judul Penelitian Independ Depend Hasil Penelitian
ent ent
Luh Eprima Dewi,
Analisis Pengaruh NIM, Hasil penelitian ini menunjukkan
Nyoman Trisna
NIM, BOPO, LDR, dan BOPO, bahwa NIM, BOPO, LDR, dan NPL
1 Herawati, Luh Gede ROA
NPL Terhadap LDR, berpengaruh terhadap profitabilitas
Erni Sulindawati
Profitabilitas NPL baik secara parsial maupun simultan
( 2015 )
2 Ningkusuma Pengaruh CAR, FDR, CAR, ROA Kesimpulan pada penelitian ini
Hakim, Haqiqi dan BOPO dalam FDR, adalah CAR, FDR, dan BOPO
Rafsanjani Peningkatan BOPO terhadap ROA yang merupakan
( 2016 ) Profitabilitas Industri indikator kesehatan Bank untuk
Bank Syariah di mengukur profitabilitasnya memiliki
Indonesia hubungan yang tinggi. CAR secara
parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas. Variabel FDR
secara parsial berpengaruh negatif

42
dan tidak signifikan terhadap
profitabilitas. Berbeda lagi dengan
BOPO yang secara parsial
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap ROA.
Hasil penelitian menunjukan bahwa
secara simultan semua variabel
terbukti mempunyai pengaruh
terhadap ROA. Secara parsial, hasil
analisa pada BPR secara keseluruhan
menunjukan hasil yaitu variabel
CAR, NPL dan LDR secara statistik
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap ROA. Variabel BOPO
berpengaruh secara positif dan
Pengaruh CAR, LDR,
CAR, signifikan terhadap ROA. Hal ini
NPL, BOPO, dan NIM
LDR, menunjukan bahwa BPR belum
Taufik Zulfikar Terhadap Kinerja
3 NPL, ROA mengeluarkan biaya operasional
( 2014 ) Profitabilitas ( ROA )
BOPO, misal biaya tenaga kerja, biaya
Bank Perkreditan
NIM marketing yang signifikan untuk
Rakyat Di Indonesia
menghasilkan laba. Sementara
variabel NIM berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap ROA. Hal ini
berarti BPR dalam penyaluran kredit
kepada debitur cenderung
menerapkan bunga pinjaman yang
tinggi, sehingga dalam penyaluran
kredit belum menghasilkan jumlah
nominal ataupun debitur secara
optimal untuk menghasilkan laba.

43
Berdasar hasil analisis yang telah
Suku
Edhi Satriyo Pengaruh Suku Bunga, dilakukan maka dapat ditarik
Bunga,
Wibowo, Inflasi, CAR, BOPO, kesimpulan bahwa BOPO
Inflasi,
4 Muhammad dan NPF Terhadap ROA berpengaruh signifikan negative
CAR,
Syaichu Profitabilitas Bank terhadap ROA sedangkan variable
BOPO,
( 2013 ) Syariah CAR, NPF, Inflasi dan Suku Bunga
NPF
tidak berpengaruh
Hasil uji F memperlihatkan hasil
rasio CAR, BOPO, LDR dan Ukuran
Analisis Pengaruh CAR, Perusahaan berpengaruh signifikan
A. A. Yogi Rasio CAR, BOPO, BOPO, terhadap Profitabilitas. Hasil uji t,
Prasanjaya, I LDR Dan Ukuran LDR, menunjukkan LDR dan BOPO
5 ROA
Wayan Pramanthya Perusahaan Terhadap Ukuran berpengaruh signifikan terhadap
( 2013 ) Profitabilitas Bank yang Perusaha Profitabilitas, akan tetapi CAR dan
Terdaftar di BEI an Ukuran Perusahaan menunjukkan
tidak berpengaruh signifikan
terhadap Profitabilitas.
6 Putri Asrina Analisis Pengaruh PDB, ROA Secara parsial rasio biaya
( 2015 ) PDB, Nilai Tukar Nilai operasional terhadap pendapatan
Rupiah, Non Tukar, operasional (BOPO) memiliki
Performing Finance Rupiah, pengaruh signifikan terhadap ROA
(NPF), BOPO Terhadap NPF, Bank Syariah di Indonesia,
Profitabilitas (ROA) BOPO sedangkan PDB, kurs, NPF tidak
Perbankan Syariah di memiliki pengaruh yang signifikan
INDONESIA Periode terhadap ROA Perbankan Syariah di
2008-2013 Indonesia.
Secara simultan variabel PDB, kurs,
NPF, dan BOPO secara bersama-
sama berpengaruh terhadap
Profitabilitas (Return On asset) Bank

44
Syariah di Indonesia.
Dari keempat variabel (PDB, kurs,
NPF, dan BOPO), variabel BOPO
yang berpengaruh signifikan
terhadap Profitabilitas (Return On
Asset) Bank Syariah di Indonesia
Hasil penelitian menunjukkan
Deden Edwar Pengaruh CAR dan
CAR dan variabel CAR berpengaruh positif,
7 Yokeu Bernardin LDR terhadap return of ROA
LDR sedangkan LDR berpengaruh negatif
( 2016 ) assets
terhadap profitabilitas (ROA).
8 Luh Putu Sukma Pengaruh CAR, BOPO, CAR, ROA Berdasarkan hasil analisis
Wahyuni Pratiwi, NPL dan LDR NPL, menunjukkan bahwa:
Ni Luh Putu Terhadap Profitabilitas BOPO, 1) Capital Adequacy Ratio
Wiagustini LDR berpengaruh negatif namun tidak
( 2015 ) signifikan terhadap Profitabilitas
pada perusahaan perbankan di Bursa
Efek Indonesia,
2) BOPO berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Profitabilitas
pada perusahaan perbankan di Bursa
Efek Indonesia,
3) Non Performing Loan
berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap Profitabilitas
pada perusahaan perbankan di Bursa
Efek Indonesia,
4) Loan to Deposit Ratio
berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap Profitabilitas
pada perusahaan perbankan di Bursa

45
Efek Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis ditemukan
bahwa risiko kredit berpengaruh
Pengaruh Risiko Kredit, negatif signifikan terhadap
Dwi Agung Likuiditas, Kecukupan NPL, profitabilitas, likuiditas berpengaruh
Presetyo, Ni Putu Modal, dan Efisiensi LDR, positif signifikan terhadap
9 ROA
Ayu Darmawanti Opersional Terhadap CAR, profitabilitas, kecukupan modal
( 2015 ) Profitabilitas pada PT BOPO berpengaruh negatif tidak signifikan
BPD BALI terhadap profitabilitas, dan efisiensi
operasional berpengaruh negatif
signifikan terhadap profitabilitas.

46
1) CAR, BOPO, NPL, dan LDR
berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap ROA; 2) CAR,
BOPO, NPL, dan LDR berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap
ROE; 3) CAR tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROA secara
parsial; 4) BOPO berpengaruh
Pengaruh Capital
negatif signifikan terhadap ROA
Adequcy Ratio, Biaya
Operasional per secara parsial; 5) NPL tidak
Pendapatan Opersional,
berpengaruh signifikan terhadap
Jihan Aprilia dan Non Performing Loan, CAR.
dan Loan to Deposite ROA secara parsial; 6) LDR tidak
Siti Ragil Ratio Terhadap Return BOPO, ROA
10 berpengaruh signifikan terhadap
Handayani On Asset dan Return On NPL, ROE
Equity ROA secara parsial; 7) CAR
( 2018 ) (Studi pada Bank LDR
berpengaruh negatif signifikan
Umum Swasta Nasional
Devisa Tahun 2012– terhadap ROE secara parsial; 8)
2016)
BOPO berpengaruh negatif
signifikan terhadap ROE secara
parsial; 9) NPL tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROE secara
parsial; 10) LDR tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROE secara
parsial.

11 Slamet Fajari, Pengaruh CAR, LDR, CAR, ROA Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sunarto NPL, dan BOPO NPL, variabel CAR dan LDR tidak
( 2017 ) Terhadap Proftabiltas BOPO, berpengaruh terhadap ROA dan
Bank LDR Untuk variabel NPL berpengaruh
positif signifikan terhadap ROA.

47
Variabel BOPO berpengaruh negatif
signifikan terhadap ROA.

Hasil penelitian ini menunjukkan


bahwa variabel CAR mempunyai
pengaruh terhadap Perubahan Laba
dengan dengan nilai signifikansi
0,011, , NIM tidak berpengaruh
terhadap Perubahan
Pengaruh CAR, NIM, CAR,
Laba dengan signifikansi 0,306,
LDR, NPL dan BOPO NIM,
Peruba LDR berpengaruh tidak signifikan
Nur Aini dan Kualitas Aktiva LDR,
12 han terhadap Perubahan Laba pada
( 2013 ) Produktif Terhadap NPL,
Laba 0,895, NPL berpengaruh
Perubahan Laba BOPO,
positif tidak signifikan terhadap
dan KAP
Perubahan Laba pada 0,188, BOPO
berpengaruh negatif signifikan
terhadap Perubahan Laba
pada 0,044 dan KAP berpengaruh
signifikan pada 0,009.

13 Made Ria Pengaruh Dana Pihak , Dana ROA Hasil dari penelitian ini
Ketiga, Kecukupan
Anggraeni, I Made Pihak menunjukkan bahwa DPK
Modal, Risiko Kredit
Sadha Suardika dan Suku Bunga Kredit Ketiga, berpengaruh positif terhadap
pada Profitabilitas
( 2014 ) CAR, profitabilitas, apabila DPK
NPL dan meningkat maka profitabilitas akan
Suku meningkat dengan asumsi
Bunga penyaluran kredit bank lancar. CAR
berpengaruh positif terhadap
profitabilitas, semakin meningkatnya

48
CAR maka profitabilitas bank juga
akan meningkat karena bank mampu
membiayai aktiva yang mengandung
risiko. NPL berpengaruh negatif
terhadap profitabilitas. NPL
meningkat maka profitabilitas akan
menurun, disebabkan karena
semakin tinggi NPL semakin tinggi
risiko kredit yang di tanggung bank
yang mengakibatkan penurunan
profitabilitas. Suku Bunga Kredit
berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas, semakin meningkatnya
Suku Bunga Kredit mengakibatkan
penurunan profitabilitas karena
masyarakat menunda untuk
meminjam uang di bank.

14 Muh. Sabir. M, Pengaruh Rasio CAR, ROA Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Muhammad Ali, Kesehatan Bank BOPO, CAR tidak berpengaruh signifikan
Abd. Hamid Habbe Terhadap Kinerja NOM, terhadap ROA, BOPO berpengaruh
( 2012 ) Keuangan Bank Umum NPF, negatif dan signifikan terhadap ROA,
Syariah dan Bank FDR, NOM berpengaruh positif dan
Konvensional di NIM, signifikan terhadap ROA, NPF tidak
Iindonesia NPL, berpengaruh signifikan terhadap
LDR ROA, FDR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ROA pada Bank
Umum Syariah di Indonesia. CAR
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA, BOPO tidak

49
berpengaruh terhadap ROA, NIM
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA, NPL berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap ROA,
LDR berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap ROA pada Bank
Konvensional di Indonesia.
Hasil dari penelitian ini
membuktikan bahwa Non performing
Loan (NPL) secara parsial
Pengaruh Non
berpengaruh terhadap Return On
Performing Loan (NPL)
Asset (ROA). Namun Capital
dan Capital Adequacy
Adequacy Ratio (CAR) tidak
Ratio (CAR) Terhadap
berpengaruh terhadap Ruturn On
Julita Profitabilitas (ROA) NPL dan
15 ROA Asset (ROA). Sedangkan secara
( 2011 ) Pada Perusahaan CAR
simultan penelitian membuktikan
Perbankan yang
bahwa Non Performing Loan (NPL)
Terdaftar di BEI
dan Capital Adequacy Ratio (CAR)
berpengaruh terhadap Return On
Asset (ROA) pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI.

16 Luthfia Hanafia Faktor Internal dan Pembiay ROA 1. Secara umum, faktor-faktor
( 2015 ) Eksternal yang aan, internal dan eksternal yang
Mempengarhi DPK, mempengaruhi profitabilitas
Profitabilitas Perbankan NPF, perbankan syariah di Indonesia
Syariah dalam Jangka BIR, memiliki dampak atau pengaruh baik
Pendek dan Jangka Inflasi dalam jangka pendek maupun jangka
Panjang panjang.
2. Dalam jangka panjang,

50
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) perbankan syariah
berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas perbankan syariah di
Indonesia. Sedangkan dalam jangka
pendek, pertumbuhan DPK
perbankan syariah tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitasnya.
3. Pertumbuhan pembiayaan
berpengaruh signifikan positif baik
dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang terhadap tingkat
profitabilitas perbankan syariah di
Indonesia.
4. Pembiayaan bermasalah yang
diukur oleh NPF tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas
perbankan syariah di Indonesia baik
dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang.
5. Tingkat suku bunga acuan
berpengaruh signifikan dan negatif
baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang terhadap
tingkat profitabilitas perbankan
syariah di Indonesia.
6. Tingkat inflasi di Indonesia dalam
jangka pendek tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas,
tetapi dalam jangka panjang inflasi

51
berpengaruh signifikan positif
terhadap profitabilitas perbankan
syariah di Indonesia.
Analisis Penagaruh
Ukuran (Size), Capital
Hasil dari penelitian menunjukkan
Adequacy Ratio (CAR),
bahwa ukuran (size) dan Capital
Pertumbuhan Deposit,
adequacy ratio (CAR) ada pengaruh
Pupik Damayanti, Loan to Deposit Ratio
Size, positif terhadap profitabilitas,
Dhian Andanarini, (LDR), Teerhadap
17 CAR, ROE sedangkan pertumbuhan deposito
Minar Savitri Profitabilitas Perbankan
LDR dan loan to deposit ratio (LDR)
( 2012 ) Go Public di Indonesia
menunjukkan tidak adanya pengaruh
Tahun 2005 – 2009
positif dan tidak signifikan terhadap
(Studi Empiris
profitabilitas.
Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di BEI)
CAR,
Hasil penelitian meunujukkan bahwa
NPL,
LDR, NIM, BOPO, dan PDN
Analisis Pengaruh PDN,
Andy Setiawan berpengaruh signifikan terhadap
18 Tingkat Kesehatan NIM, ROA
( 2017 ) ROA, sementara NPL, GCG, dan
Bank Terhadap ROA BOPO,
CAR tidak berpengaruh terhadap
LDR,
ROA
GCG
19 Alvita Chatarine, Pengaruh Kualitas Aktiva ROA, Berdasarkan hasil analisis hanya
Putu Vivi Lestari Aktiva Produktif, Produktif CAR kualitas aktiva produktif yang
( 2014 ) BOPO Terhadap ROA , BOPO berpengaruh tidak signifikan
dan CAR Pada BPR terhadap biaya operasional
Kabupaten Badung pendapatan operasional, return on
asset dan capital adequacy ratio.
biaya operasional pendapatan
operasional berpengaruh negatif

52
signifikan terhadap return on asset,
biaya operasional pendapatan
operasional berpengaruh positif
signifikan terhadap capital adequacy
ratio, return on asset berpengaruh
positif signifikan terhadap capital
adequacy ratio dan hanya biaya
operasional pendapatan operasional
yang berpengaruh baik secara
langsung maupun melalui return on
asset terhadap capital adequacy ratio
Capital Adequacy Ratio (CAR)
berpengaruh tidak signifikan
terhadap Return on Asset (ROA).
Non Performing Loan (NPL) pada
penelitian ini secara statistik
CAR, berpengaruh signifikan terhadap
Esther Novelina Analisa Rasio
NPL, Return on Asset (ROA). Net Interest
Hutagalung, Keuangan terhadap
20 NIM, ROA Margin (NIM) berpengaruh
Djumahir, Kusuma Kinerja Bank Umum di
BOPO, signifikan terhadap Return on Asset
Ratnawati Indonesia
LDR (ROA). Efisiensi Operasi (BOPO)
berpengaruh signifikan terhadap
Return on Asset (ROA). Loan to
Deposit Ratio (LDR) berpengaruh
tidak signifikan terhadap Return on
Asset (ROA).

C. KERANGKA PEMIKIRAN

53
1. CAR ( Capital Adequacy Ratio )
Peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk kepentingan
ekspansi, juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap kerugian kegiatan usaha.
Dalam hal ini Bank wajib memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) yang berlaku untuk peningkatan modal (SE. Intern BI, 2004).
Secara teknis, analisis tentang permodalan disebut juga sebagai analisis solvabilitas,
atau juga disebut capital adequacy analysis, yang mempunyai tujuan untuk
mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung
kegiatan bank yang dilakukan secara efisien, apakah permodalan bank tersebut akan
mampu untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, dan apakah
kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) akan semakin besar atau semakin kecil.
Yang termasuk pinjaman subordinasi adalah segala bentuk kewajiban yang
mengandung bunga, untuk dibayar dalam jumlah yang tetap diwaktu yang akan
datang. Saham preferen adalah saham yang deviden dan asset klaimnya dapat di
subordinasikan kepada deposan dan seluruh kreditur bank umum. Sementara common
equity adalah total dari saham biasa, laba ditahan, dan saham cadangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar CAR semakin besar ROA,
dalam hal ini kinerja keuangan bank menjadi semakin meningkat atau membaik.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh ( Julita, 2011 ) menyimpulkan bahwa
CAR tidak berpengaruh terhadap ROA yang merupakan proksi dari kinerja keuangan
bank karena secara statistik nilai CAR tidak signifikan. Hal ini terjadi karena
peraturan bank Indonesia yang mengharuskan menjaga agar CAR minimal 8%
sehingga para pemilik bank menambah modal bank yang berupa fresh money hanya
agar CAR dapat memenuhi syarat yang ditetapkan BI. .
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Damayanti, Pupik ( 2012 ) yang
menyatakan bahwa CAR mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
ROA. Semakin tinggi CAR maka seamakin tingil pula ROA yang di peroleh.
H1 : Capital Edequacy Ratio ( CAR ) mempunyai pengatuh terhadap
profitabilitas ( ROA )

54
2. LDR ( Loan to Deposit Ratio )
Menurut Bank Indonesia (SE. Intern BI, 2004), penilaian aspek likuiditas
mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai
guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan
yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin kegiatan dikelola secara
efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan likuiditas yang
tinggi serta setiap saat bank dapat melikuidasi assetnya secara cepat dengan
kerugian yang minimal.
Apabila hasil pengukuran jauh berada di atas target dan limitnya, berarti
tidak tertutup kemungkinan bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang pada
gilirannya akan menimbulkan tekanan pada pendapatan bank.
Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio LDR adalah 80%
hingga 110%. Jika angka rasio LDR suatu bank berada pada angka dibawah 80%
(misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat
menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena
fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yang
kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio LDR 60%
berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang
membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan
fungsinya dengan baik. Kemudian jika rasio LDR bank mencapai lebih dari 110%,
berarti total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun.
Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank,
sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam
menyalurkan kredit. Jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat
(dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif).
Dengan meningkatnya laba, maka return on asset (ROA) juga akan meningkat,
karena laba merupakan komponen yang membentuk return onas set (ROA).

55
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakuakan ( Usman Harun, 2016 )
yang menyatakan bahwa tingkat likuiditas ( LDR ) mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap profitabilitas ( ROA ).
Semakin optimal tingkat likuiditas bank tersebut, maka dana pihak ketiga
yang disalurkan dalam bentuk kredit semakin besar. Dengan semakin besarnya
kredit yang diberikan, maka laba yang akan diperoleh juga semakin besar.
Sehingga kinerja keuangan bank akan meningkat.
H2 : Loan to Deposit Ratio ( LDR ) mempunyai pengaruh terhadap
profitabilitas ( ROA )

3. BOPO ( Biaya Operasional per Pendapatan Operasional )


Biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisien dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Biaya operasional merupakan biaya
yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya
(seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan biaya operasi lainnya).
Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank, yaitu pendapatan
bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan
operasi lainnya. Bank yang efisien dalam menekan biaya operasionalnya dapat
mengurangi kerugian akibat ketidakefisienan bank dalam mengelola usahanya
sehingga laba yang diperoleh juga akan meningkat.
Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan
total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut
BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan
operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat
mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan
meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian
karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE. Intern BI, 2004). Bank
Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%,
karen jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank
tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya.

56
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakuakan ( Usman Harun, 2016 )
yang menyatakan bahwa biaya operasional per perndapatan operasional ( BOPO )
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap profitabilitas ( ROA ).
H3 : Biaya Operasional per Pendapatan Operasional ( BOPO )
mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas ( ROA )

4. NPL ( Non Performing Loan )


Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang
dihadapi bank, semakin kecil Non Performing Loan (NPL), maka semakin kecil pula
resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus
melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali
kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap
penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi
kewajiban. Dengan demikian apabila suatu bank mempunyai Non Performing Loan
(NPL) yang tinggi, maka akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan aktiva
produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpengaruh terhadap kinerja bank. Risiko
kredit yang diproksikan dengan non performing loan (NPL) berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan bank yang diproksikan dengan return on asset (ROA).
Sehingga jika semakin besar Non Performing Loan (NPL), akan mengakibatkan
menurunnya return on asset, yang juga berarti kinerja keuangan bank yang menurun.
Begitu pula sebaliknya, jika non performing loan (NPL) turun, maka return on asset
(ROA) akan semakin meningkat, sehingga kinerja keuangan bank dapat dikatakan
semakin baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh ( Usman Harun, 2016 )
bahwa Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap Return On Asset (ROA). Pada periode penelitian tingkat Non Performing
Loan (NPL) perusahaan perbankan masih tergolong rendah, yaitu dibawah 5%.
Sehingga perlu adanya kehatian-hatian pihak perbankan dalam menjalankan
fungsinya.
Sementara penelitian lain

57
H4 : Non Performing Loan ( NPL ) mempunyai pengaruh terhadap
profitabilitas ( ROA )

5. Pengaruh CAR, LDR, NPL, dan BOPO terhadap ROA


Penelitian yang dilakukan oleh Pranabawa (2012), menunjukkan CAR, NPL,
ukuran perusahaan dan struktur kepemilikan berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap profitabilitas bank. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Kurnia dkk. (2012), menunjukkan pengaruh BOPO, EAR, LAR dan Firm Size
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap ROA.
Penelitian lain dari ( Dwi Agung Prasetyo dan Ni Putu Ayu Darmayanti,
2015 ) mengatakan bahwa NPL mempunyai pengaruh yang signifikan dan negative
terhadap ROA. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai NPL maka
akan semakin buruk terhadap ROA namun jika semakin kecil nilai NPL maka akan
sangat bagus terhadap ROA. Sementara variabel LDR mempunyai pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap ROA. Nilai itu menunjukkan bahwa semakin besar
nilai LDR maka akan semakin bagus untu perkembangan profitabilitas / laba dan
jika nilai LDR kecil maka perkembangan profitabilitas bank akan semakin
memburuk. Lalu untuk variabel CAR menunjukkan pengaruh yang signifikan dan
negative terhadap ROA. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kecukupan
modal yang ada maka akan semakin menurun profitabilitas yang didapat dan
semakin kecil kecukupan modal yang ada maka semaikin baik profitabilitas yang
didapat. Variabel BOPO mempunyai signifikan dan negative terhadap ROA. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai BOPO maka akan semakin tidak
bagus bagi profitabilitas bank sedangkan jika semakin kecil nilai BOPO maka akan
semakin bagus untuk profitabilitas.
H5 : Capital Adequacy Ratio ( CAR ), Loan to Deposit Ratio ( LDR ), Non
Performing Loan ( NPL ), Biaya Operasional Pendapatan Operasional
( BOPO ) mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas ( ROA )

Berdasarkan kerangka pemikiran maka model penelitian sebagai berikut:

58
Gambar 2.1. Pengaruh Car dan LDR Terhadap ROA

CAR
H1

H2
LDR

ROA
H3
NPL
H4

BOPO
H5

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN SUMBER DATA

59
1. Jenis Data

Dalam melaksanakan penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data


sekunder yang berupa laporan historis rasio-rasio keuangan masing-masing
perusahaan perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) serta laporan
keuangan yang berupa laporan keuangan triwulanan perusahaan perbankan yang
telah tercatat di BEI yang telah dipublikasikan pada periode penelitian.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder historis,
dimana diperoleh dari Laporan Keuangan Publikasi yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia dalam Direktori Perbankan Indonesia. Periodesasi data menggunakan
data Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan periode Juni 2012 hingga Juni 2017.
Jangka waktu tersebut dipandang cukup untuk mengikuti perkembangan Kinerja
Bank karena digunakan data time series serta mencakup periode terbaru laporan
keuangan publikasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan


BUMN yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kurun waktu penelitian
(periode juni 2012 - juni 2017). Bank yang menjadi populasi penelitian adalah
Bank Mandiri. BRI, BNI, dan BTN.

b. Sampel

60
Teknik sampel yang digunakan ada sampel jenuh dimana semua populasi
penelitian ditarik menjadi sampel penelitian. Adapun sampel bank yang akan
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat lebih jelas pada table 3.1

Tabel 3.1 Sampel Penelitian


No Nama Bank
1 Bank Mandiri
2 Bank BNI
3 Bank BRI
4 Bank BTN

4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga
metode pengumpulan data menggunakan caranon participant observation.

Dengan demikian langkah yang dilakukan adalah dengan mencatat seluruh


data yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai mana yang tercantum di laporan
keuangan Publikasi Triwulanan dalam Direktori Perbankan Indonesia dari Bank
Indonesia.

5. Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas ( independen ) yaitu CAR,


LDR, BOPO, dan NPL dan variabel terikat ( dependen ) yaitu ROA
Tabel 3.2 Variabel Penelitian
Skala
No Variabel Definisi Pengukuran Rumus
Pengukuran
1 ROA Laba sebelum Net Income / Laba ROA = ( Laba Setelah Pajak / Total Rasio

61
pajak terhadap
Equity ) X 100%
total asset bank
Rasio antara modal
yang dipunya bank Modal bank atau
CAR = ( Modal Bank / Aktiva
2 CAR terhadap aktiva aktiva tertimbang Rasio
Tertimbang Menurut Resiko ) X 100%
tertimbang menurut resiko
menurut resiko
Rasio antara kredit
Kredit yang
yang diberikan LDR = ( Total Kredit / Dana Pihak
3 LDR diberikan atau Rasio
terhadap total dana Ketiga ) X 100%
dana pihak ketiga
pihak ketiga
Rasio antara
baiaya operasional Biaya operasional
BOPO = ( Biaya Opersional /
4 BOPO terhadap atau pendapatan Rasio
Pendapatan Opersional ) X 100%
pendapatan operasional
operasional
Rasio antara kredit
Kredit bermasalah
bermasalah NPL = ( Total Non Performing Loan /
5 NPL atau kredit yang Rasio
terhadap kredit Total Kredit ) X 100%
disalurkan
yang disalurkan

a. Kemampuan Modal (Return On Asset (ROA))

Dalam penelitian ini Return on Asset (ROA) digunakan sebagai proksi dari
kinerja perbankan yang tercatat di BEI. Return on Asset merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total asset yang dimilikinya.
ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset bank tersebut.
Semakin besar nilai ROA, maka semakin besar pula kinerja perusahaan, karena
return yang didapat perusahaan semakin besar. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut (SE BI No 6/73/INTERNDPNP tgl 24 Desember 2004):

Laba setelah pajak

ROA = x 100 %
Equity

62
b. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh


aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, suratberharga, tagihan
pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber di luar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE
BI No 6/73/INTERNm DPNP tgl 24 Desember 2004):

Modal Bank
CAR = X 100%
Total ATMR

c. Likuditas (Loan to Deposit Ratio (LDR))

Rasio likuiditas diproksikan dengan LDR, yang merupakan rasio kredit yang
diberikan terhadap dana pihak ketiga (Giro,Tabungan,Sertifikat Deposito, dan
Deposito). LDR ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi pembayaran kembali deposito yang telah jatuh tempo kepada
deposannya serta dapat memenuhi permohonan kredit yang diajukan tanpa terjadi
penangguhan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl
14Desember 2001):

Total kredit
LDR = X 100 %

Total dana pihak ketiga

d. Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO )

63
Dalam penelitian ini BOPO ( Biaya Operasional Pendapatan Operasional )
dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya
dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank ( ROA ).
Menurut ( Rivai et.al, 2013 ) Rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional
( BOPO ) adalah perbandingan antara biaya operasional dalam mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Dalam hal ini
perlu diketahui bahwa usaha utama bank hádala menghimpun dana dari masyarakat
dan selanjutnya menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit,
sehingga beban bunga dan hasil bunga merupakan porsi terbesar bagi bank.
Dalam penelitian ini perhitungan untuk mencari nilai BOPO adalah sebagai
berikut:

Biaya Operasional
BOPO = x 100 %
Pendapatan Operasional

e. Non Performing Loan ( NPL )


Non Performing Loan ( NPL ) atau kredit bermasalah merupakan salah satu
indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, Salah satu fungsi bank adalah
sebagai lembaga intermediari atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Pada saat ini untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah bank menerapkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum, dimana tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian
kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank.Lebih lanjut diatur
bahwa bank diwajibkan untuk melakukan pendekatan risiko ( Risk Based Bank Rating
= RBBR ) baik secara individu maupun secara konsolidasi. Dalam melakukan tingkat
kesehatan bank, dengan cakupan penilaian meliputi faktor – faktor : Profil Risiko (

64
Risk Profile ), Good Corporate Governance ( GCG ), Rentabilitas ( Earning ),
Permodalan ( Capital ).
Kredit yang diberikan kepada masyarakat bukannya tidak berisiko gagal atau
macet. Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio
kredit bermasalah ( NPL ) adalah sebesar 5 % , Adapun rumus perhitungan NPL
adalah sebagai berikut :

Total Non Performing Loan


NPL = x 100 %.
Total Kredit

6. Rancangan Analisis Data dan Hipotesis

Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh
agar dapat mengetahui sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen.
Metode analisis data digunakan juga untuk menguji hipotesa yang telah
dirumuskan pada bab 2 sebelumnya, maka model yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah model regresi data panel ( kombinasi time series dan cross
section ) dengan menggunakan bantuan program aplikasi statistik komputer EViews
Analisis dengan regresi data panel memiliki beberapa keunggulan/kelebihan, antara
lain:
1. Data panel mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit
dengan mengijinkan variabel spesifik individu.
2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu ini selanjutnya menjadikan data
panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang
lebih kompleks.

65
3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang –
ulang ( time series ), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan
sebagai study of dynamic adjustment.
4. Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif,
lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan
peningkatan derajat bebas atau derajat kebebasan ( degree of freedom – df )
sehingga dapat diperoleh hasil esrimasi yang lebih efisien.
5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model – model perilaku yang
kompleks.
6. Data panel dapat meminimumkan bias yang mungkin timbul oleh agregasi data
individu.
Berdasarkan pada keunggulan – keunggulan tersebut diatas, maka dalam model
data panel tidak harus dilakukan pengujian asumsi klasik, seperti pengujian
multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas ( Gujarati, 2003 ).
Dalam regresi data panel dikenal tiga macam pendekatan ( Gujarati, 2003 )
yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil ( pooled least square – common effect
model ), pendekatan efek tetap ( fixed-effect model ) dan pendekatan efek random (
random-effect model ).

a. Uji Pemilihan atau Kesesuaian Model


Ada 3 ( tiga ) prosedur pengujian pemilihan atau kesesuaian model yang akan
digunakan untuk memilih model regresi data panel, yaitu:

1. Uji statistik F yang digunakan untuk memilih antara Common Effect Model
atau Fixed Effect Model disebut Uji Chow (Chow – Test ),
2. Uji statistik F yang digunakan untuk memilih antara Common , Effect Model
dengan Random Effect Model disebut Uji Lagrange – Muptiplier ( Lagrange –
Multiplier Test ) dan,
3. Uji Haussman ( Haussman – Test ).

66
Uji statistik F yang digunakan untuk memilih antara Fixed Effect Model dengan
Random Effect Model disebut Uji Haussman ( Haussman Test )

Uji Kesesuaian Model dapat dilihat dalam gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Uji Kesesuaian Model

POOLED
LEAST
SQUARE OR
Chow Test COMON
EFFECT
MODEL

LANGERAGE
FIX EFFECT MULTIPLIER
MODEL TEST

Haussman
Test
RANDOM
EFFECT
MODEL

Pada dasarnya terdapat dua model pasangan untuk kesesuaian pengujian dari
ketiga model tersebut di atas, dan mengenai kedua pasangan pengujian kesesuaian
model tersebut hádala sebagai berikut:

1. Uji Chow ( Chow-Test )


Melakukan pengujian uji statistik F dapat digunakan untuk untuk model regresi
data panel dengan fixed effect melalui teknik dengan variabel dummy lebih tepat
dari model regresi data panel tanpa variabel dummy ( common effect ) dengan

67
melihat sum square residual ( SSR ). H0 yang digunakan adalah bahwa intersep
dan slope adalah sama.
Rumus uji F statistik nya:

( RSS1 – RSS2 ) / nt - 1
F=
( RSS2 ) / ( nt – n – k )

Dimana :
n = jumlah individu
k = jumlah para meter dalam model fixed effects ( tidak termasuk intersep ),
RSS1 dan RSS2 masing-masing merupakan sum square residual teknik tanpa variabel
dummy ( common effect ) dan teknik fixed effects dengan variabel dummy. Nilai
statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat bebas ( df )
sebanyak n – 1 untuk numerator dan sebanyak nt – n – k untuk denumerator. Bila
nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat signifikansi tertentu, maka
hipotesis 0 ( nol ) akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien intersep dan slope
adalah sama menjadi tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel dengan fixed
effects lebih baik dari model regresi data panel tanpa variabel dummy ( common effect
model ). Dengan demikian uji yang digunakan memakai Chow Test.

2. Uji Lagrange Multiplier ( LM Test )


Pengujian untuk mengetahui apakah model random effect lebih tepat dari model
model common effect, dapat digunakan uji Lagrange Muptiplier ( LM ) yang
dikembangkan oleh Breusch Pagan. Pengujian ini didasarkan pada nilai residual dari
metode common effect. H0 yang digunakan adalah bahwa intercept bukan merupakan
variabel random atau stokastik. Dengan kata lain varians dari residual ʊi = 0.
Rumusan LM sebagai berikut pada persamaan ( 10 ):

68
Dari data residual di atas akan dilakukan uji LM dengan cara menghitung nilai
LMhitung denagn rumus berikut ini:

[ ]
n

(nT )
∑|∑ e|2
LM hitung =
t=1
n r
−1 Atau
2(T −1)
∑∑ e 2

t =1 t =1

LM hitung =
(nT )
2(T −1) [ T 2 ∑ e2
∑ e2
−1
]
Dimana : n = Jumlah perusahaan
T = Jumlah periode
∑ e 2 = Jumlah rata – rata kuadrat residual
∑ e 2 = Jumlah resdual kuadrat

Uji tes hasil LM didasarkan pada distribusi chi square dengan derajat
kebebasan/ degree of freedom (df) dan ɑ = 0.05. Bila hasil LM hitung lebih
besar dari nilai kritis / chi square tabel maka H0 ditolak, yang berarti estimasi
yang tepat untuk regresi data panel adalah metode random effect .

3. Uji Haussman Test


Pengujian ini untuk mengetahui apakah model fixed effect lebih baik dari model
Random Effect, dapat digunakan uji Haussman. Unsur penting untuk metode ini
adalah matriks kovarian dari perbedaan vector.
Hasil metode Haussman adalah bahwa perbedaan kovarians dari estimator yang
efisien dengan estimator adalah 0 ( nol ), selanjutnya mengikuti distribusi chi square.

Statistik Haussman diatas, mengikuti distribusi statistik chi square dengan derajat

bebas sebanyak jumlah variabel bebas ( k ). Bila nilai statistik Haussman lebih besar

69
dari pada nilai kritis statistik chi square, maka H0 ditolak, yang berarti estimasi yang
tepat untuk regresi data panel adalah fixed effect dari pada metode random effect.

a. Pooled Least Square ( Common Effect Model= CEM )


Model Pooled Least Square ( PLS ) merupakan model yang diperoleh dengan
mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan data time
series. Model data ini kemudian diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least
Square ( OLS ), sebagai berikut:

Yit = β0 + β1 X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + ϵit

Dimana:
( Misalkan variabel nya ):
Yit = ROA ( Return of Aset )
X1it = CAR ( Capital Adequacy Ratio )
X2it = LDR ( Loan to Deposit Ratio )
X3it = BOPO ( Biaya Operasional per Pendapatan Operational )
X4it = NPL ( Non Performing Loan )
β0 = Konstanta
β1 … β4 = Koefisien regresi ( slope )
ϵit = Error, perusahaan i dalam waktu t

b. Fixed Effect Model ( FEM )


Fixed Effect Model ( FEM ) digunakan untuk mengatasi masalah asumsi
intersep atau slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan pada model Pooled
Least Square ( Common Effect Model= CEM ). Dalam metode ini variabel dummy (
dummy variable ) digunakan untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda
baik lintas unit cross section maupun antar waktu ( time series ), kemudian model
diestimasi dengan model OLS sebagai berikut:

70
Yit = β0 + β1 X1it + β2X2it + β3X3it + ϵit + Ʃ β1+3 Di + ϵit

Dimana, β0,..1 merupakan intersep model yang berubah – ubah antar unit cross
section dan Di merupakan dummy. Dari persamaan di atas, telah ditambahkan
sebanyak n-1 perubah dummy ke dalam model, sehingga besarnya derajat kebebasan
berkurang menjadi n-t- n-k.
Keputusan untuk memasukkan perubah dummy dalam model fixed effect akan
menimbulkan konsekuensi tersendiri, yaitu dapat mengurangi banyaknya derajat
kebebasan yang pada akhirnya kan mengurangi efisiensi dari parameter yang
diestimasi.
c. Random Effect Model ( REM )
Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan Random Effect
Model ( REM ). Dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun
antar waktu dimasukkan ke dalam error, karena hal ini sering juga disebut sebagai
error component model.
Bentuk Model Random Effect dapat dijelaskan dengan persamaan
berikut:

Yit = β0 + β1 X1it + β2X2it + β3X3it + ϵit


ϵit = Uit + Vit + Wit

Dimana, Uit ≈ N ( 0, σw2 ) = error component cross section ; Vit ≈ N ( 0, σv2 ) =


error component time series ; Wit ≈ N ( 0, σw2 ) = error component combination.
Asumsi yang digunakan dala metode REM adalah error secara individual tidak
saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Penggunaan pendekatan
REM dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti
pada pendekatan FEM. Hal ini berimplikasi pada parameter hasil estimasi yang
menjadi lebih efisien, dan semakin efisien maka model akan semakin baik.

7. Pengujian Hipotesa Penelitian

71
Model analisis selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh faktor – faktor struktur kepemilikan, struktur modal dan
likuiditas terhafap nilai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah
regresi data panel, persamaan yang digunakan sebagai berikut:

Yit = β0 + β1 X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + ϵit

Yit = ROA ( Return of Aset )


X1it = CAR ( Capital Adequacy Ratio )
X2it = LDR ( Loan to Deposit Ratio )
X3it = BOPO ( Biaya Operasional per Pendapatan Operational )
X4it = NPL ( Non Performing Loan )
β0 = Konstanta
β1 … β4 = Koefisien regresi ( slope )
ϵit = Error, perusahaan i dalam waktu t

Besarnya konstanta tercermin dalam β0 dan besarnya koefisien dari masing –


masing variabel independen ditunjukkan dengan β1 … β4 .
Variabel bebas tersebut merupakan struktur kepemilikan, struktur modal, dan
likuiditas, sedangkan variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Pengujian
hipotesis digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen ( X ) dengan
variabel dependen ( Y ) adalah menggunakan regresi linier data panel.
Adapun langkah – langkah analisis ini adalah sebagai berikut :
a. Uji Parsial ( Uji t )
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji t
digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel
independennya. Prosedur yang digunakan untuk melakukan uji t adalah:
a. Merumuskan hipotesis.

72
Hi ; β1 = β2 = β3 = β4 ǂ bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial.
b. Menentukan tingkat signifikansi.
Hipotesis ini diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar ɑ = 0.05
c. Menentukan kriteria pengujian hipotesis penelitian
1). Berdasarkan perbandingan thitung dengan ttabel dengan pedoman:
a). Jika t hitung < ttabel , berarti variabel independen secara signifikan parsial
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
b). Jika t hitung > ttabel , berarti variabel independen secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
2). Berdasarkan nilai signifikansi ( p-value ), pedomannya ialah:
a). Apabila nilai signifikasi ( p – value ) > 0.05 ; berarti semua variabel
independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
b). Apabila nilai signifikasi ( p – value ) < 0.05 ; berarti semua variabel
independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen.

b. Uji Simultan ( Uji F )


Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama –
sama ( simultan ) antar variabel bebas terhadap variabel terikat. Prosedur yang
digunakan untuk melakukan uji F adalah:
a. Merumuskan hipotesis H1 ; β1 = β2 = β3 = β4 ǂ 0, artinya bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel
dependen secara si,ultan.
b. Menentukan tingkat signifikansi Hipotesis ini diuji dengan menggunakan
tingkat signifikansi sebesar α = 0.05
c. Menentukan kriteria pengujian hipotesis penelitian
1). Berdasarkan perbandingan Fhitung dengan Ftabel dengan pedoman:

73
a). Jika F hitung < Ftabel , berarti semua variabel independen secara
simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen.
b). Jika Fhitung > Ftabel , berarti semua variabel independen

secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel


dependen.

c. Koefisien Determinasi ( R2)


Uji Koefisien determinasi ( R2 ) digunakan untuk mengetahui seberapa besar
hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien
determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variabel suatu variabel
bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain ( Ghozali, 2013 ).
Dalam bahasa sehari – hari adalah kemampuan variabel bebas untuk berkontribusi
terhadap variabel tetapnya dalam satuan persentase. Nilai koefisien ini antara 0 dan 1,
jika hasil lebih mendekati angka 0 berarti kemampuan variabel – variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel amat terbatas. Tetapi jika hasil mendekati angka 1
berarti variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel amat
terbatas.Tetapi jika hasil mendekati angka 1 berarti variabel – variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen.
Koefisien determinasi ( R2 ) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen ( Gujarati, 2003 ).
Nilai koefisien determinasi adalah 0 dan 1. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan
variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas ( Ghozali, 2013 ). Nilai yang mendekati 1 ( satu ) berarti variabel – variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.

74
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM DAN PENELITIAN


Berdasarkan pengkriteriaan yang ditetapkan dalam penarikan sampel, diketahui
bahwa bank yang dijadikan sample adalah seluruh populasi bank BUMN di bursa
efek Indonesia berjumlah 4 bank. Kemudian, setiap variabel dalam penelitian ini
dihitung menggunakan data dari 4 bank tersebut, meliputi capital adequacy ratio
(CAR), loan to deposite retio (LDR), beban oprasional per pendapatan operasional
(BOPO), non performing loan (NPL) dan return on asset ( ROA ).
Tabel 4.1
Data Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR)
Tahun
Nama Perusahaan
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PT Bank Nasional 19,4
Indonesia 16,70 15,51 16,20 19,50 0 19,40 19,40
PT Bank Rakyat 22,9
Indonesia 16,95 16,99 18,31 20,59 1 22,96 21,21
PT Bank Tabungan 20,3
Negara 17,69 15,62 14,64 16,97 4 18,87 18,21
21,3
PT Bank Mandiri
15,30 14,93 16,60 18,60 6 21,64 20,96
21,0
Rata-rata 16,66 15,76 16,44 18,92 20,72 19,95
0

Sumber: Hasil olahan peneliti (2019)


Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, nilai rata-rata (mean) capital adequacy ratio
(CAR) terendah terjadi pada tahun 2013 menunjukkan nilai 15,76. Pada periode
pengamatan penelitian di tahun 2014 capital adequacy ratio (CAR) terendah dengan
nilai sebesar 14,64 terdapat pada Bank tabungan negara dan tertinggi dengan nilai
sebesar 22,96 pada tahun 2017 terdapat pada Bank rakyat indonesia.

Tabel 4.2
Data Variabel Loan to deposte ratio (LDR)
Tahun
Nama Perusahaan
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PT Bank Nasional
77,5 85,3 87,8 87,8 90,4 85,6 88,8
Indonesia

75
PT Bank Rakyat Indonesia 79,85 88,54 86,88 87,77 88,13 88,13 81,86
PT Bank Tabungan Negara 100,9 104,42 108,86 108,78 102,66 103,11 103,25
PT Bank Mandiri 80,1 82,97 82,02 87,05 90,5 88,3 96,95
Rata-rata 84,59 90,31 91,39 92,85 92,92 91,28 92,71

Sumber: Hasil olahan peneliti (2019)


Berdasarkan Tabel 4.2 diatas, nilai rata-rata (mean) loan to deposite ratio
(LDR) terendah terjadi pada tahun 2012 menunjukkan nilai 84,59. Pada periode
pengamatan penelitian di tahun 2012 loan to deposite ratio (LDR) terendah dengan
nilai sebesar 77,5 terdapat pada Bank Nasional Indonesia dan tertinggi dengan nilai
sebesar 100,9 terdapat pada Bank Tabungan Negara. Pada tahun 2013 loan to
deposite ratio (LDR) terendah dengan nilai sebesar 82,97 terdapat pada Bank Mandiri
dan tertinggi dengan nilai sebesar 104,42 terdapat pada Bank Tabungan Negara.
Selanjutnya, tahun 2014 loan to deposite ratio (LDR) terendah dengan nilai sebesar
82,02 terdapat pada Bank Mandiri dan tertinggi dengan nilai sebesar 108,86 terdapat
pada Bank Tabungan Negara. Selanjutnya. Tahun 2015 loan to deposite ratio (LDR)
terendah dengan nilai sebesar 87,05 terdapat pada Bank Mandiri dan tertinggi dengan
nilai sebesar 108,78 terdapat pada Bank Tabungan Negara. Setelah itu untuk tahun
2016 loan to deposite ratio (LDR) terendah dengan nilai sebesar 88,13 terdapat pada
Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 102,66 terdapat pada Bank
Tabungan Negara. Selanjunya untuk tahun 2017 loan to deposite ratio (LDR)
terendah dengan nilai sebesar 88,13 terdapat pada Bank Rakyat Indonesia dan
tertinggi dengan nilai sebesar 103,11 terdapat pada Bank Tabungan Negara. Terakhir
untuk tahun 2018 loan to deposite ratio (LDR) terendah dengan nilai sebesar 81,86
terdapat pada Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 103,25
terdapat pada Bank Tabungan Negara

Tabel 4.3
Data Variabel Biaya opersional per pendapatan operasional (BOPO)
Tahun
Nama Perusahaan
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PT Bank Nasional
71 67,1 69,8 75,5 73,6 71 70,1
Indonesia
PT Bank Rakyat Indonesia 59,93 60,58 65,42 67,96 68,69 69,14 65,42
PT Bank Tabungan Negara 80,74 82,19 88,79 84,83 82,48 82,06 85,58
PT Bank Mandiri 63,93 62,41 64,98 69,97 80,94 71,78 66,48

76
Rata-rata 68,90 68,07 72,25 74,57 76,43 73,50 71,90

Sumber: Hasil olahan peneliti (2019)


Berdasarkan Tabel 4.3 diatas periode pengamatan penelitian di tahun 2012
BOPO terendah dengan nilai sebesar 59,93 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia
dan tertinggi dengan nilai sebesar 80.74 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara.
Pada tahun 2013 BOPO terendah dengan nilai sebesar 60,58 terdapat pada PT Bank
Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 82.19 terdapat pada PT Bank
Tabungan Negara.. Selanjutnya, pada tahun 2014 BOPO terendah dengan nilai
sebesar 64,94 terdapat pada PT Bank Mandiri dan tertinggi dengan nilai sebesar
88.79 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara. Tahun 2015 BOPO terendah dengan
nilai sebesar 67,96 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan
nilai sebesar 84.83 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara. Untuk tahun 2016
BOPO terendah dengan nilai sebesar 68,69 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia
dan tertinggi dengan nilai sebesar 82.48 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara.
Tahun 2017 BOPO terendah dengan nilai sebesar 69,14 terdapat pada PT Bank
Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 82.06 terdapat pada PT Bank
Tabungan Negara. Lalu untuk tahun 2018 BOPO terendah dengan nilai sebesar 65,42
terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 66.48
terdapat pada PT Bank Tabungan Negara.
Tabel 4.4
Data Variabel Non perforing loan (NPL)
Tahun
Nama Perusahaan
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PT Bank Nasional
2,8 2,2 2 2,7 3 2,3 1,9
Indonesia
PT Bank Rakyat Indonesia 1,78 1,55 1,69 2,02 2,03 2,1 1,69
PT Bank Tabungan Negara 4,09 4,05 4,01 3,42 2,84 2,66 2,82
PT Bank Mandiri 1,9 1,6 1,66 2,29 3,96 3,45 2,79
Rata-rata 2,64 2,35 2,34 2,61 2,96 2,63 2,30

Sumber: Hasil olahan peneliti (2019)

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas periode pengamatan penelitian di tahun 2012 NPL
terendah dengan nilai sebesar 1.78 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan

77
tertinggi dengan nilai sebesar 4.09 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara. Pada
tahun 2013 NPL terendah dengan nilai sebesar 1.55 terdapat pada PT Bank Rakyat
Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 4.05 terdapat pada PT Bank Tabungan
Negara.. Selanjutnya, pada tahun 2014 NPL terendah dengan nilai sebesar 1.66
terdapat pada PT Bank Mandiri dan tertinggi dengan nilai sebesar 4.01 terdapat pada
PT Bank Tabungan Negara. Tahun 2015 NPL terendah dengan nilai sebesar 2.02
terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai sebesar 3.42
terdapat pada PT Bank Tabungan Negara. Untuk tahun 2016 NPL terendah dengan
nilai sebesar 2.03 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai
sebesar 3.96 terdapat pada PT Bank Mandiri. Tahun 2017 NPL terendah dengan nilai
sebesar 2.1 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi dengan nilai
sebesar 3.45 terdapat pada PT Bank Mandiri. Lalu untuk tahun 2018 NPL terendah
dengan nilai sebesar 1.69 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia dan tertinggi
dengan nilai sebesar 2.82 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara
.

Tabel 4.5
Data Variabel Return on asset (ROA)
Tahun
Nama Perusahaan
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PT Bank Nasional
2,9 3,4 3,5 2,6 2,7 2,7 2,8
Indonesia
PT Bank Rakyat Indonesia 5,15 5,03 4,73 4,19 3,84 3,69 4,37
PT Bank Tabungan Negara 1,94 1,79 1,14 1,61 1,76 1,71 1,34
PT Bank Mandiri 3,5 3,66 3,57 3,15 1,95 2,72 3,17
Rata-rata 3,3725 3,47 3,235 2,8875 2,5625 2,705 2,92

Sumber: Hasil olahan peneliti (2019)


Berdasarkan Tabel 4.5 diatas, periode pengamatan penelitian di tahun 2012
ROA terendah dengan nilai sebesar 1.94 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara
dan tertinggi dengan nilai sebesar 5.15 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia.
Pada tahun 2013 ROA terendah dengan nilai sebesar 1.79 terdapat pada PT Bank
Tabungan Negara dan tertinggi dengan nilai sebesar 5.03 terdapat pada PT Bank
Rakyat Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2014 ROA terendah dengan nilai sebesar
1.14 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara dan tertinggi dengan nilai sebesar 4.73

78
terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia. Tahun 2015 ROA terendah dengan nilai
sebesar 1.61 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara dan tertinggi dengan nilai
sebesar 4.19 terdapat pada PT Bank Rakyat Indonesia. Untuk tahun 2016 ROA
terendah dengan nilai sebesar 1.76 terdapat pada PT Bank Tabungan Negara dan
tertinggi dengan nilai sebesar 3.84 terdapat pada PT Bank Rakyat Negara. Tahun
2017 ROA terendah dengan nilai sebesar 1.71 terdapat pada PT Bank Tabungan
Negara dan tertinggi dengan nilai sebesar 3.69 terdapat pada PT Bank Rakyat
Indonesia. Lalu untuk tahun 2018 ROA terendah dengan nilai sebesar 1.34 terdapat
pada PT Bank Tabungan Negara dan tertinggi dengan nilai sebesar 4.37 terdapat pada
PT Bank Rakyat Indonesia

B. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Statistik Deskriptif
Menurut Siregar (2013:126) analisis deskriptif adalah bentuk analisis data
penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel.
Analisis deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif. Sugiyono
(2016:29) statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau
populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analsisi dan membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum. Adapun gambaran data variabel yang diperoleh dalam
penelitian ini dapat dilihat melalui pengujian statistik deskriptif pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6
Hasil Statistik Deskriptif
ROA? CAR? LDR? BOPO? NPL?
3.021786 18.56286 90.63500 72.22857 2.546429
Median 3.025000 18.45500 87.96500 70.03500 2.295000
Maximum 5.150000 22.96000 108.8600 88.79000 4.090000
Minimum 14.64000 77.50000 59.93000 1.550000
Std. Dev. Mean 2.353354 9.170466 8.140166 0.810639
Observations 28 28 28 28 28

79
Hasil statistik deskriptif pada Tabel 4.6, dapat dijelaskan bahwa masing-masing
variabel memperoleh nilai minimum, maksimum, mean, dan penyebaran baku
(standar deviasi) yaitu sebagai berikut:
1. Capital Adequacy Ratio (CAR) memperoleh nilai minimum sebesar 14,64000 dan
maksimum sebesar 22,96000 dengan nilai rata-rata sebesar 18,45500 dan standar
deviasi 2,353354.
2. Return on assets (ROA) memperoleh nilai minimum sebesar 0,000000 dan

maksimum sebesar 5,150000 dengan nilai rata-rata sebesar 3,025000

3. Loan to Deposite Ratio (LDR) memperoleh nilai minimum sebesar 77,50000 dan

maksimum sebesar 108,8600 dengan nilai rata-rata sebesar 87,96500 dan standar

deviasi 9.170466.

4. Biaya Operasional per Pendapatan Operasional (BOPO) memperoleh nilai

minimum sebesar 59,93000 dan maksimum sebesar 88,79000 dengan nilai rata-

rata sebesar 70,03500 dan standar deviasi 8,140166 .

5. Non Performng Loan (NPL) memperoleh nilai minimum sebesar 1,550000 dan

maksimum sebesar 4,090000 dengan nilai rata-rata sebesar 2,295000 dan standar

deviasi 0,810639.

2. Pengujian Hipotesis
a. Uji Regresi Data Panel
1) Pemilihan Model Regresi Data Panel Terbaik
Pada sub bab ini akan dilakukan pengujian untuk menentukan model yang
paling sesuai dengan penelitian ini. Seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,
bahwa terdapat tiga model yang dapat digunakan untuk data panel, yaitu common
effect, fixed effect, dan random effect.
a) Uji Chow Test

80
Chow-test digunakan untuk memilih model yang digunakan apakah sebaiknya
menggunakan common effect model atau metode efek tetap. Pengujian ini dilakukan
dengan uji statistik F atau chi-kuadrat dengan hipotesis yang digunakan sebagai
berikut:
Ho : Model mengikuti common effect model
H1: Model mengikuti fixed effect model
Alpha : 5%
Ketentuan : Tolak Ho jika nilai F test maupun Chi-square < alpha
Berikut adalah hasil yang diperoleh dari pengujian chow-test yang dilakukan
dengan menggunakan software EViews 8.0:

Tabel 4.7
Hasil Uji Chow-Test
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: ROA
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 41.699213 (3,20) 0.0000


Cross-section Chi-square 55.486889 3 0.0000

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 8.0 (2019)


Berdasarkan hasil uji chow-test di atas, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas uji
F maupun chi-square lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, Ho tolak dan H1
diterima. Artinya, pendekatan estimasi model mengikuti fixed effect model. Dengan
kata lain, fixed effect model lebih baik dari pada common effect mode pada penelitian
ini.

b) Uji Hausman Test


Uji Hausman test dilakukan untuk memilih model mana yang lebih baik,
apakah menggunakan fixed effect model atau random effect model. Hipotesis dalam
pengujian Hausman test adalah sebagai berikut:
Ho: Model mengikuti random effect model

81
H1: Model mengikuti fixed effect model
Alpha = 5%
Ketentuan : Tolak Ho jika nilai p-value < alpha
Berikut adalah hasil yang diperoleh dari pengujian Hausman test yang
dilakukan dengan menggunakan software EViews 8.0 :

Tabel 4.8
Hasil Uji Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: ROA
Test period random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Period random 16.297566 4 0.0026

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 8.0 (2019)


Berdasarkan hasil uji Hausman test di atas, dapat dilihat bahwa nilai probability
pada test period random bernilai 0,0026 yang berarti memiliki signifikansi lebih
tinggi dengan taraf kepercayaan (taraf signifikansi) 95% (a = 5%) dan menggunakan
distribusi Chi-Square (Gujarati, 2004:651). Sehingga keputusan yang diambil pada
pengujian hausman test ini yaitu Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya metode
mengikuti metode fixed effect model. Atau dapat disimpulkan bahwa metode fixed
effect model lebih baik daripada metode random effect model pada penelitian ini.
c) Uji Langrange Multiplier
Uji ini digunakan untuk menentukan model antara pendekatan Pooled Least
Square (PLS) dan Random Effect Model (REM). Hipotesis nol dari uji LM adalah
sebagai berikut:
Ho : Commond Effect Model (PLS)
H1 : Random Effect Model (REM)
Alpha: 5%
Ketentuan : Tolak Ho jika Prob. LM test breusch-pagan < alpha 0,05.
Hasil uji Lagrange Multiplier Test dapat dilihat pada tabel berikut ini.

82
Tabel 4.9
Hasil Uji Langrange Multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random Effects
Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives

Test Hypothesis
Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 41.51129 0.737137 42.24843


(0.0000) (0.3906) (0.0000)

Honda 6.442926 -0.858567 3.948738


(0.0000) -- (0.0000)

King-Wu 6.442926 -0.858567 4.764933


(0.0000) -- (0.0000)

Standardized Honda 9.297617 -0.506554 2.644068


(0.0000) -- (0.0041)

Standardized King-Wu 9.297617 -0.506554 3.986729


(0.0000) -- (0.0000)

Gourierioux, et al.* -- -- 41.51129


(< 0.01)

*Mixed chi-square asymptotic critical values:


1% 7.289
5% 4.321
10% 2.952

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 8.0 (2019)

Berdasarkan hasil uji LM diketahui bahwa nilai Prob. LM test breusch-pagan


sebesar 0,0000 lebih kecil dari alpha 0,05. Dengan demikian, Ho ditolak dan H1
diterima. Artinya, pendekatan estimasi model mengikuti random effect model.
Dengan kata lain, random effect model lebih baik daripada commond effect model
pada penelitian ini.
2) Rekomendasi Pemilihan Model Terbaik

83
Dari uji pemilihan model regresi data panel yang sudah dilakukan, hasil
tersebut dapat diringkas pada Tabel dibawah ini.

Tabel 4.10
Hasil Pemilihan Model Regresi Data Panel
No Metode Pengujian Hasil

1 Chow Test Common Effect vs Fixed Effect Fixed Effect


3 Langrange Multiplier Common Effect vs Random Effect Random Effect
2 Hausman Test Fixed Effect vs Random effect Fixed Effect

Hasil pemilihan model regresi data panel pada tabel diatas menunjukkan hasil
yang berbeda. Hasil uji chow-test menunjukkan bahwa model terbaik adalah fixed
effect model dibandingkan cummon effect model, dan berdasarkan uji hausman-test
menunjukkan bahwa fixed effect model lebih baik dari random effect model. lebih
lanjut, berdasarkan dari pengujian chow-test dan LM-test maka dapat diputuskan
bahwa model pengujian terbaik untuk persamaan regresi model adalah menggunakan
fixed effect model.

3) Analisis Regresi Data Panel


Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh capital adequacy ratio (CAR), loan
to deposite retio (LDR), beban oprasional per pendapatan operasional (BOPO), non
performing loan (NPL) return on asset (ROA). Hasil olahan data yang digunakan
dalam analisis statistik adalah uji fixed effect model. Hasil pengujian regresi data
panel dapat dilihat pada tabel berikut ini.

84
Tabel 4.11
Analisis Regresi Data Panel

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.55358 0.795115 13.27303 0.0000


CAR? -0.038608 0.015908 -2.427011 0.0248
LDR? -0.001916 0.008495 -0.225555 0.8238
BOPO? -0.092803 0.010544 -8.801202 0.0000
NPL? 0.024191 0.063429 0.381384 0.7069
Fixed Effects (Cross)
_BNI--C -0.204841
_BRI--C 0.825648
_BTN--C -0.359282
_BRMI--C -0.261525

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.987183 Mean dependent var 3.066425


Adjusted R-squared 0.982697 S.D. dependent var 1.044665
S.E. of regression 0.160089 Sum squared resid 0.512571
F-statistic 220.0667 Durbin-Watson stat 1.360264
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.983384 Mean dependent var 3.021786


Sum squared resid 0.551274 Durbin-Watson stat 1.342350

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 8.0 (2019)

Berdasarkan Tabel 4.11, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:


ROA = [Ci + 10.554] - 0.039*CAR - 0,0019*LDR - 0.093*BOPO + 0.024*NPL
Dari model persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa berdasarkan uji regresi
dengan metode fixed effect model menunjukkan bahwa return on asset (ROA) dan

85
NPL memiliki hubungan positif. Sementara itu, capital adequacy ratio (CAR), loan
to deposite ratio (LDR) dan beban operasional per pendapatan opersional (BOPO)
memiliki hubungan negatif dengan return on asset (ROA).
4) Pengujian Hipotesis Data Panel
Berdasarkan hasil pemilihan model regresi data panel terbaik, peneliti
memutuskan menggunakan commond effect model pada model regresi. Hasil
pengujian hipotesis model regresi dengan commond effect model dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.12
Hasil Uji Hipotesis
Coefficient t-hitung Prob.
C 10.55358 13.27303 0.0000
CAR -0.038608 -2.427011 0.0248
LDR -0.001916 -0.225555 0.8238
BOPO -0.092803 -0.225555 0.0000
NPL 0.024191 0.381384 0.7069
Adjusted R2 0.982697
F-statistik 220.0667 0.000000

Berdasarkan pada Tabel 4.12 di atas, maka dapat dibuatkan pembahasan


hipotesis penelitian yang akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikut ini.
5) Uji t (Pengujian Hipotesis Secara Parsial)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel independen
secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013).
Tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah sebesar 5% (0,05). Kriteria
penerimaan dan penolakan hipotesis didasarkan pada nilai signifikansi p-value. Jika
p-value (signifikansi) > α, maka hipotesis alternatif penelitian ditolak. Sebaliknya jika
p-value lebih besar (<) daripada α, maka hipotesis alternatif dalam penelitian tidak
ditolak atau diterima. Hipotesis dengan uji t pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Hipotesis 1 (H1)

86
Hipotesis pertama (H1) menguji apakah capital adequacy ratio memiliki pengaruh
terhadap return on asset. Bunyi hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha)
adalah sebagai berikut:
Ho1 : Tidak terdapat pengaruh capital adequacy ratio terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Ha1 : Terdapat pengaruh capital adequacy ratio terhadap return on asset perbankan
BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Dilihat dari tabel 4.12 diketahui bahwa nilai estimate diperoleh sebesar -0.038608,
dan nilai p-value sebesar 0.0248 < 0,05 (tingkat kesalahan α = 5%), maka Ho1 ditolak
dan Ha1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh capital adequacy
ratio terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode
2012-2018.
Hipotesis 2 (H2)
Hipotesis kedua (H2) menguji apakah loan to deposite ratio memiliki pengaruh
terhadap return on asset. Bunyi hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha)
adalah sebagai berikut:
Ho2 : Tidak terdapat pengaruh loan to deposite ratio terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Ha2 : Terdapat pengaruh loan to deposite ratio terhadap return on asset perbankan
BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Dilihat dari tabel 4.12 diketahui bahwa nilai estimate diperoleh sebesar -0.001916,
dan nilai p-value sebesar 0.8238 > 0,05 (tingkat kesalahan α = 5%), maka Ho2
diterima dan Ha2 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh loan to
deposite ratio terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia
periode 2012-2018.
Hipotesis 3 (H3)
Hipotesis ketiga (H3) menguji apakah ukuran perusahaan memiliki pengaruh
signifikan terhadap return saham. Bunyi hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatif
(Ha) adalah sebagai berikut:

87
Ho3 : Tidak terdapat pengaruh beban operasional per pendapatan operasional
terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode
2012-2018.
Ha3 : Terdapat pengaruh beban operasional per pendapatan operasional terhadap
return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-
2018.
Dilihat dari tabel 4.12 diketahui bahwa nilai estimate diperoleh sebesar -0.092803,
dan nilai p-value sebesar 0.0000 < 0,05 (tingkat kesalahan α = 5%), maka Ho3 ditolak
dan Ha3 diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh beban operasional per
pendapatan operasional terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek
Indonesia periode 2012-2018.

Hipotesis 4 (H4)
Hipotesis keempat (H4) menguji apakah non performng loan memiliki pengaruh
signifikan terhadap return on asset. Bunyi hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatif
(Ha) adalah sebagai berikut:
Ho4 : Tidak terdapat pengaruh non performng loan terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Ha4 : Terdapat pengaruh pengaruh non performng loan terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Dilihat dari tabel 4.12 diketahui bahwa nilai estimate diperoleh sebesar 0.024191, dan
nilai p-value sebesar 0.7069 > 0,05 (tingkat kesalahan α = 5%), maka Ho4 diterima
dan Ha4 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh non performng
loan terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode
2012-2018.
6) Uji F (Pengujian Hipotesis Secara Simultan)
Uji-F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen, secara bersama-
sama atau simultan terhadap variabel dependen. Kriteria uji-F sebagai berikut:
a. Jika probabilitas (p-value) > taraf nyata (α), maka Ho diterima berarti variabel
capital adequacy ratio, loan to deposite reti, beban oprasional per pendapatan

88
operasional, non performing loan secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel return on asset.
b. Jika probabilitas (p-value) < taraf nyata (α), maka Ho ditolak berarti variabel
capital adequacy ratio, loan to deposite reti, beban oprasional per pendapatan
operasional, non performing loan secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel return on asset.
Hipotesis dengan uji F pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis 5 (H5)
Hipotesis keenam (H5) menguji apakah capital adequacy ratio, loan to deposite reti,
beban oprasional per pendapatan operasional, non performing loan secara simultan
memiliki pengaruh terhadap return on asset. Bunyi hipotesis null (Ho) dan hipotesis
alternatif (Ha) adalah sebagai berikut:
Ho5 : Tidak terdapat pengaruh capital adequacy ratio, loan to deposite reti, beban
oprasional per pendapatan operasional, non performing loan terhadap return
on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Ha5 : Terdapat pengaruh capital adequacy ratio, loan to deposite reti, beban
oprasional per pendapatan operasional, non performing loan terhadap return
on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.
Dilihat dari tabel 4.12 diketahui bahwa nilai estimate diperoleh sebesar 220.0667, dan
nilai p-value sebesar 0.000000 < 0,05 (tingkat kesalahan α = 5%), maka Ho5 ditolak
dan Ha5 diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh capital adequacy
ratio, loan to deposite reti, beban oprasional per pendapatan operasional, non
performing loan terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia
periode 2012-2018.

7) Uji Koefisien Determinasi


Uji R² digunakan untuk mengetahui kesesuaian hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dalam suatu persamaan regresi. Koefisien
determinasi menggambarkan besarnya pengaruh variabel capital adequacy ratio, loan

89
to deposite reti, beban oprasional per pendapatan operasional, non performing loan
terhadap return on asset atau untuk meneliti derajat keeratan hubungan antar variabel.
Hasil uji koefisien determinasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Adjusted R-Squared 0.982697
Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai R-Squared adalah sebesar 0.982697.
Hal ini dapat diartikan bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu
capital adequacy ratio, loan to deposite ratio, beban oprasional per pendapatan
operasional, non performing loan secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel
terikat, yaitu return on asset sebesar 98,26%. Sisanya sebesar 0,74% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain diluar model penelitian.

C. PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN


Berdasarkan hasil pengujian secara statistik, pada model regresi data panel
diketahui bahwa variabel non performing loan dan loan to deposite ratio tidak
terdapat pengaruh terhadap return on asset perbankan BUMN di Bursa Efek
Indonesia periode 2012-2018. Namun, hasil berbeda ditemukan pada pengujian
pengaruh capital adequacy ratio dan beban operasional per pendapatan operasional
yang menunjukkan terdapat pengaruh terhadap return on asset perbankan BUMN di
Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018. Adanya pengaruh capital adequacy ratio
terhadap return on assets ditunjukkan dengan perolehan nilai p-value sebesar 0.0248
< 0,05, sedangkan pengaruh beban operasional per pendapatan operasional terhadap
return on assets ditunjukkan dengan perolehan nilai p-value sebesar 0.0000 < 0,05
(tingkat kesalahan α = 5%).
Adanya pengaruh modal yang diproksikan dengan capital adequacy ratio
terhadap return on assets, mengindikasikan bank harus selalu bisa menjaga rasio
kecukupan modal nya guna meningkatkan laba. Dengan kata lain kemampuan bank
mengelola modal yang dimiliki merupakan faktor penentu seberapa banyak laba yang
bisa dihasilkan oleh bank. semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka
semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam menjaga kemungkinan
timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya sehingga kinerja bank juga meningkat.

90
Selain itu, semakin tinggi permodalan bank maka bank dapat melakukan ekspansi
usahanya dengan lebih aman. Adanya ekspansi usaha yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja keuangan bank tersebut. Hasil sejalan dengan penelitian Pupik
Damayanti, Dhian Andhararini, Minar Savitri ( 2012 ) yang juga menemukan bahwa
capital adequacy ratio mempunyai pengaruh positif terhadap profitabilitas.
.Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa loan to deposite ratio pada
perusahaan perbankan BUMN tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return on
assets. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan nilai p-value sebesar 0.8238 >
alpha 0,05. Hasil ini sejalan dengan penelitian Taufik Zulfikar ( 2013 ). Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa likuiditas tidak serta merta meningkatkan laba
yang di analisa menggunakan ROA dan dari hasil penelitian ini pengaruhnya tidak
signifikan dengan pengertian bahwa pengaruhnya tidak berarti, hal ini dimungkinkan
terjadi dikarenakan relatif selalu menurunnya tingkat likuiditas meskipun dalam
kategori masih sehat untuk LDR nya, tetapi tidak bisa bersamaan meningkatkan laba
dengan menggunakan analisa ROA.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara statistik beban operasional pr
pendapatan operasional memiliki pengaruh terhadap return on asset pada perbankan
BUMN yang ditunjukkan dengan perolehan nilai p-value sebesar 0.0000 < alpha
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat beban pembiayaan bank
maka laba yang diperoleh bank akan semakin kecil. Tingginya beban biaya
operasional bank yang menjadi tanggungan bank umumnya akan dibebankan pada
pendapatan yang diperoleh dari alokasi pembiayaan. Beban atau biaya kredit yang
semakin tinggi akan mengurangi permodalan dan laba yang dimiliki bank. Hasil
temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Taufik Zulfikar ( 2013 ) yang menyatakan
bahwa biaya personal per pendapatan operasional memiliki pengaruh terhadap return
on asset.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa non performing loan tidak memiliki
pengaruh terhadap return on asset perbankan BUMN yang ditunjukkan dengan
perolehan nilai statistik p-value sebesar 0.7069 > alpha 0,05. Rasio NPL
menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang

91
diberikan oleh bank.Menurut ( Raharjo dkk, 2014 ) semakin kecil NPL semakin kecil
pula resiko kredit yang di tanggung bank. Semakin tinggi rasio NPL maka semakin
buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar
sehingga dapat menyebabkan kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah
semakin besar. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap
penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi
kewajiban. Maka dalam hal ini semakin tinggi rasio NPL maka semakin rendah
profitabilitas suatu bank.

92
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan melalui perhitungan statistik,
maka diperoleh kesimpulan hasil dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Capital adequacy ratio mempunyai pengaruh terhadap return on asset perbankan
BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018. ( lihat hal. 105 )
2. Loan to deposite ratio terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018.( lihat hal. 105 )
3. Biaya opersional per pendapatan opersional terbukti berpengaruh terhadap return
on asset perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018. ( lihat hal.
106 )
4. Non performing loan terbukti tidak berpengaruh terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018. ( lihat hal. 107 )
5. Capital adequacy ratio, loan to deposite ratio, biaya operasional per pendapatan
opersional, dan non performing loan terbukti berpengaruh terhadap return on asset
perbankan BUMN di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2018. Dalam hal
sensitifitas bank BRI memiliki tingkat sensitifitas paling tinggi sementara bank
BTN memiliki ingkat sensitifitas paling rendah. Sementara itu variabel-variabel
bebas dalam penelitian ini, yaitu capital adequacy ratio, loan to deposite ratio,
beban oprasional per pendapatan operasional, non performing loan secara
bersama-sama dapat menjelaskan variabel terikat, yaitu return on asset sebesar

93
98,26%. Sisanya sebesar 0,74% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model
penelitian ( lihat hal. 108 )

B. IMPLIKASI PENELITIAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya CAR dan BOPO yang mampu
memprediksi ROA perbankan BUMN di bursa efek indonesia periode 2012-
2108 sedang kan LDR dan NPL tidak mampu memprediksi ROA.
Bagi pihak perbankan harus selalu meningkatkan dan menjaga Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang dimiliki sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 yaitu diatas 8%. Rasio Capital Adequacy
Ratio (CAR) harus dipergunakan secara efisien untuk keperluan yang dapat
meningkatkan laba. Meningkatkan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR)
dapat dilakukan dengan cara menambah setoran modal pemilik, melakukan
evaluasi aktiva atau melakukan penjualan aset yang tidak produktif yang
akan mengurangi ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko).
Meningkatnya rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan semakin
baik kemampuan bank untuk menanggung risiko dari setiap kredit atau
aktiva produktif yang berisiko.
Selain CAR pihak bank juga harus menjaga BOPO. Pergerakan rasio Biaya
Operasional Per Pendapatan Operasional (BOPO) harus berada pada tingkat rendah,
dengan cara mengelola aktivitas operasional secara efisien. Semakin rendah rasio
Biaya Operasional Per Pendapatan Operasional (BOPO) yang dimiliki oleh suatu
bank maka akan meningkatkan laba yang diperoleh, sehingga Return On Asset (ROA)
akan meningkat. ROA yang meningkat akan menjadi pertimbangan bagi investor
untuk berinvestasi pada bank tersebut.

C. KETERBATASAN PENELITIAN
Sebagaimana diuraikan dimuka bahwa hasil penelitian ini terbatas pada sampel
yang berjumlah ( 4 sampel ). Disamping itu rasio-rasio keuangan bank yang

94
digunakan sebagai dasar untuk memprediksi ROA hanya terbatas pada NPL, CAR,
LDR, dan BOPO.

D. AGENDA PENELITIAN MENDATANG


Dengan kemampuan prediksi sebesar 98,26% yang ditunjukkan pada nilai
adjusted R2 yang mengindikasikan perlunya rasio keuangan bank yang lain yang
belum dimasukkan sebagai variabel independen yang mempengaruhi ROA.

95
96

Anda mungkin juga menyukai