Anda di halaman 1dari 13

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH B3 PADA PUSKESMAS DI

KABUPATEN SLEMAN
STUDY OF HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT AT PUBLIC
HEALTH CARE IN SLEMAN DISTRICT
Nur Fadilah

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

14513183@students.uii.ac.id

Abstrak
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) puskesmas dapat menimbulkan masalah baik dari aspek kesehatan maupun
estetika. Walaupun limbah medis yang dihasilkan lebih sedikit dari limbah domestik, resiko terhadap pencemaran
lingkungan berpotensi lebih besar apabila tidak ada pengelolaan limbah B3 yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan limbah B3 yang telah diterapkan, sarana dan parasarana TPS limbah B3, dan
mengetahui timbulan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan Puskesmas. Metode yang digunakan dalam penentuan
sampel untuk observasi kondisi eksisting pengelolaan dan timbulan limbah B3 yaitu purposive sampling dengan rumus
slovin. Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan dengan menghitung timbulan limbah B3 yang dihasilkan,
serta komposisi dari limbah B3 yang dihasilkan dari Puskesmas di Kabupaten Sleman dengan melakukan sampling 8
hari berturut turut, serta melakukan observasi mengenai pengetahuan pihak Puskesmas tentang pengelolaan Limbah B3
yang sesuai dengan peraturan pemerintah. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata timbulan per hari pada
Puskesmas di Kabupaten Sleman yaitu menghasilkan limbah B3 sebanyak 0,102 kg/pasien/hari. Kondisi TPS di
Puskesmas 60,2% telah memenuhi kriteria persyaratan TPS berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner yang mengacu
pada Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 56 Tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan
teknis pengelolaan limbah berbahaya dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Kata kunci : limbah B3, puskesmas, timbulan

Abstract
Hazardous and toxic waste (hazardous waste) of health centers can cause problems, both from the health and aesthetic
aspects. Even though medical waste is produced less than domestic waste, the risk to environmental pollution is
potentially greater if there is no good management of hazardous waste. This study aims to find out how the hazardous
waste management has been implemented, the TPS facilities and hazardous waste infrastructure, and know the
generation of hazardous waste generated from Puskesmas activities. The method used in determining the sample for
observing the existing conditions of hazardous waste management is purposive sampling with the Slovin formula. The
implementation of hazardous waste management can be done by calculating the generation of hazardous waste
produced, as well as the composition of hazardous waste generated from Puskesmas in Sleman Regency by sampling 8
consecutive days, as well as observing the knowledge of the Puskesmas regarding the management of hazardous waste
in accordance with government regulations. The results showed that the average yield per day in Puskesmas in Sleman
Regency was producing hazardous waste as much as 0.0102 kg / patient / day. The condition of TPS in Public Health
Care 60.2% has fulfilled the TPS requirement criteria based on the results of questionnaire data processing which
refers to Minister of Environment and Forestry Regulation number 56 of 2015 concerning the procedures and technical
requirements for the management of hazardous waste from health care facilities.

Keywords: hazardous waste, public health care, generation

1
1. PENDAHULUAN Menurut Gloriya, limbah medis

Kabupaten Sleman merupakan di negara berkembang belum mendapat

kabupaten dengan pertumbuhan perhatian khusus dan masih dibuang

penduduk tertinggi, jika dibandingkan bersama dengan limbah domestik.

dengan keempat kabupaten lainnya di Limbah puskesmas mempunyai potensi

Provinsi D.I.Y. Berdasarkan data BPS besar untuk mencemari lingkungan,

Kabupaten Sleman tahun 2017, jumlah menimbulkan kecelakaan,dan penularan

penduduk di Kabupaten Sleman yaitu penyakit apabila pengelolaan limbah

1.180.479 jiwa dengan luas wilayah medis belum sesuai dengan peraturan

574,82 km2. Pertumbuhan penduduk di yang berlaku.

Kabupaten Sleman diikuti dengan Limbah B3 puskesmas dapat

peningkatan di berbagai bidang, salah menimbulkan masalah baik dari aspek

satunya pelayanan kesehatan di pelayanan maupun estetika. Selain itu

Puskesmas. Salah satu bentuk Limbah B3 dapat menyebabkan

peningkatan pelayanan di Puskesmas pencemaran lingkungan dan menjadi

yaitu perubahan Puskesmas rawat jalan sumber penularan penyakit apabila tidak

menjadi rawat inap yang secara tidak diolah dengan benar. Menurut Gloriya

langsung akan mempengaruhi komposisi (2016) limbah medis yang dihasilkan

dan laju timbulan limbah B3. oleh pelayanan kesehatan sebesar 10-

Peningkatan laju timbulan limbah B3 25% dan sisanya sebesar 75-90%

harus diimbangi dengan sistem merupakan limbah domestik. Walaupun

pengelolaam limbah B3 yang baik agar limbah medis yang dihasilkan lebih

tidak menjadi sumber penyebaran sedikit dari limbah domestik, resiko

penyakit. terhadap pencemaran lingkungan

Limbah B3 yang dihasilkan dari berpotensi lebih besar apabila tidak ada

kegiatan puskesmas terdiri dari limbah pengelolaan limbah B3 yang baik. Oleh

padat dan cair. Limbah cair yaitu limbah karena itu, pengelolaan limbah B3

yang dihasilkan dari kegiatan mencuci puskesmas perlu mendapat perhatian

alat di laboratorium dan sisa reagen. khusus dan memadai agar dampak

Limbah padat yang dihasilkan yaitu negatif yang mungkin akan ditimbulkan

berupa limbah linfeksius non benda dapat dihilangkan. Di Indonesia, limbah

tajam, infeksius benda tajam, dan obat B3 dari hasil kegiatan puskesmas belum

kadaluwarsa. mendapat perhatian khusus seperti

2
limbah B3 dalam proses pemilihan Puskesmas. Pelaksanaan pengelolaan
masih tercampur dengan limbah limbah B3 dapat dilakukan dengan
domestik. menghitung timbulan limbah B3 yang
Sesuai dengan Peraturan Menteri dihasilakan, serta komposisi dari limbah
Lingkungan Hidup dan Kehutanan B3. Penelitian ini dilakukan dengan
Nomor 56 Tahun 2015, limbah B3 perlu identifikasi secara langsung terkait
dilakukan pengelolaan sesuai dengan sistem pengelolaan limbah B3
Peraturan Pemerintah sehingga Puskesmas Kabupaten Sleman.
pengelolaan lingkungan hidup di
2. METODOLOGI
puskesmas dapat berlangsung secara
sistematis dan berkelanjutan. Beberapa 2.1 Lokasi Penelitian

tahapan yang dapat dilakukan yaitu i. Puskesmas Rawat Inap; Turi, Mlati
dengan perencanaan, pelaksanaan, II, Ngemplak I, Seyegan, Minggir,
pemantauan, dan melakukan perbaikan Tempel I.
dalam pengelolaan lingkungan ii. Puskesmas non-Perawatan; Depok
puskesmas yang harus dilakukan secara II, Ngemplak II, Ngagglik I,
berkelanjutan dan konsisten. Selain itu Ngagglik II, Pakem, Tempel II.
sumber daya manusianya juga perlu
2.2 Timbulan Limbah B3
memahami permasalahan terkait dengan
pengelolaan lingkungan puskesmas Data primer merupakan contoh

sehingga kinerja lingkungannya semakin limbah B3 yang dibutuhkan untuk

baik. mengetahui komposisi dan timbulan

Berdasarkan latar belakang limbah B3. Metode yang digunakan

permasalahan di atas dilakukan sesuai tata cara ketentuan sampling yang

penelitian dengan judul Evaluasi diadopsi dari SNI 19-3964-1994 tentang

Pengelolaan Limbah B3 Pada Pusat Metode pengambilan dan pengukuran

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di contoh timbulan dan komposisi sampah

Kabupaten Sleman. Penelitian ini perkotaan. Sampling dilakukan selama 8

dilakukan untuk mengetahui bagaimana hari berturut-turut. Penggunaan metode

ketersediaan fasilitas Tempat SNI 19-3964-1994 dalam pengambilan

Penyimpanan Sementara limbah B3 pada dan pengukuran timbulan limbah B3

Puskesmas, dan mengetahui timbulan padat dilakukan karena belum adanya

limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan metode khusus yang digunakan untuk

3
limbah B3 padat Puskesmas, sehingga berusaha mendeskripsikan dan
metode SNI 19-3964-1994 dianggap menginterpretasikan apa yang terjadi
dapat mewakili tata cara pengambilan berdasarkan penarikan kesimpulan dari
dan pengukuran timbulan Limbah B3. prosentase data yang telah diolah.
Penelitian ini melakukan penyelidikan
2.3 Komposisi Limbah B3
atau pemeriksaan mendalam dan
Dimana berat sampah (limbah B3 menyeluruh dalam menelaah tentang
padat) didapatkan dengan menimbang pengelolaan limbah B3 yang telah
sampel, sedangkan volumenya diukur dilakukan pada Puskesmas di Kabupaten
sesuai dengan wadah jenis limbah B3 Sleman. Adapun hasil yang diperoleh
yang digunakan. Wadah yang dipakai dari pengolahan data kuesioner berupa
disesuaikan dengan perkiraan jumlah persentase. Persentase untuk
limbah B3 yang dihasilkan. kemungkinan jawaban diperoleh dari

2.4 Kuesioner membagi frekuensi yang diperoleh


kemudian dikalikan dengan 100%.
Pengambilan angket pada
penelitian menggunakan angket bersifat 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
tertutup (berstruktur) untuk menghindari
3.1 Komposisi Limbah B3
informasi yang lebih meluas. Penelitian
Adapun jenis limbah B3 yang
ini menggunakan kuesioner tertutup
dihasilkan dari kegiatan medis di
sehingga responden hanya memilih
puskesmas setelah pewadahan dibagi
alternatif jawaban yang tersedia.
kedalam 3 (tiga) jenis yaitu, infeksius
Menurut Rizky, penelitian menggunakan
non tajam : masker, kapas, tissue, sarung
skala guttman yang digunkan bila ingin
tangan latex bekas, vacutainer tube yang
mendapatkan jawaban yang tegas
berisi darah pasien, kemudian infeksius
(kuesioner) terhadap suatu permasalahan
benda tajam : jarum suntikan dan jarum
yang ditanyakan.
lancet, dan limbah cair : sisa reagen dan
Data yang didapatkan penyusun air bekas cucian peralatan laboratorium.
bersifat kuantitatif dengan skala Komposisi limbah tersebut ditentukan
Guttman sehingga perlu diolah untuk karena selama pengukuran timbulan
penarikan kesimpulan. Teknik analisis dilakukan sering ditemukan.
yang digunakan adalah teknik hitung
analisis deskriptif. Deskriptif yaitu

4
karakteristiknya menjadi limbah B3. Hal
tersebut dapat terjadi karena kurangnya
Limbah
26% Infeksius non pengetahuan serta kepedulian patugas
Benda Tajam
Limbah terhadap pengelolaan limbah B3.
74% Infeksius
Benda Tajam

Limbah
Gambar 1. Grafik Rata-rata Komposisi Infeksius non
32%
Limbah B3 di Puskesmas Rawat Inap Benda Tajam
Limbah
68% Infeksius
Berdasarkan Gambar 1 Benda Tajam
komposisi limbah infeksius non benda
tajam lebih banyak jika dibandingkan
Gambar 2. Grafik Rata-rata Komposisi
dengan komposisi limbah B3 benda
Limbah B3 di Puskesmas non Rawat Inap
tajam. Rata-rata komposisi dari limbah
Limbah infeksius non benda
infeksius non benda tajam yang
tajam lebih banyak dari pada limbah
dihasilkan yaitu sebesar 74%. Salah satu
infeksius benda tajam. Rata-rata
faktor yang dapat menyebabkan limbah
komposisi dari limbah infeksius non
infeksius non benda tajam lebih banyak
benda tajam yang dihasilkan yaitu
yaitu limbah B3 yang dihasilkan ketika
sebesar 68%. Limbah yang tergolong
terdapat pasien melahirkan maka benda
kedalam jenis limbah benda tajam yaitu
seperti kain yang telah terkontaminasi
jarum suntik yang terkontaminasi darah
darah akan menjadi limbah B3. Selain
dan cairan tubuh pasien. Gunting dan
fakor tersebut, walaupun telah dilakukan
pisau dapat digunakan berulang-ulang
pemilahan pada limbah kondisi eksisting
apabila dilakukan pencucian maupun
pada saat sampling masih ditemukan
desinfeksi, selama sampling sangat
sampah sisa bungkus makanan dan
jarang sekali ditemukan limbah gunting
kertas yang merupakan sampah
maupun pisau di dalam safety box. Di
domestik terdapat pada wadah limbah
dalam safety box limbah yang
infeksius non benda tajam. Berdasarkan
mendominasi hanya limbah jarum
jenisnya sampah kertas dan pelastik
suntik, oleh sebab itu prosentase limbah
bukan merupakan limbah B3, namun
infeksius non benda tajam lebih
apabila telah terkontaminasi limbah B3
mendominasi dibandingkan dengan
maka sampah domestik berubah
limbah infeksius non benda tajam.

5
Di puskesmas non rawat inap, puskesmas non rawat inap terdapat 4
prosentase limbah benda tajam dapat (empat) ruangan yang merupakan
meningkat hingga tiga kali lipat dari hari sumber penghasil limbah B3 yaitu Poli
lainnya karena adanya jadwal imunisasi. Gigi, Poli KIA/KB, Ruang tindakan, dan
Satu pasien yang melakukan imunisasi Laboratorium. Di setiap ruangan
bisa menghasilkan dua hingga tiga menyediakan 3 (tiga) jenis pewadahan
limbah jarum suntik. Kegiatan imunisasi yaitu infeksius benda tajam, infeksius
berlangsung di Poli KIA dengan durasi non benda tajam, dan limbah cair, setiap
kegiatan selama satu minggu sekali. harinya limbah infeksius non benda
Sumber penghasil limbah infeksius tajam diambil dari setiap ruangan
benda tajam yaitu suntik vaksin, KB, kemudian dikumpulkan di TPS.
imunisasi, pemeriksaan darah.
Timbulan Limbah B3 (kg/pasien/hari)
Menurut Chandra (2006), tempat

kg/pasien/hari
0.4000
penampungan limbah dibagi berdasrkan 0.3000
0.2000
kategorinya. Untuk limbah klinis seperti 0.1000
0.0000
limbah infeksius kantong penampungnya
berwarna kuning dilengkapi dengan
simbol biohazard. Pada penelitian ini
penggunaan plastik kuning dengan Gambar 3. Grafik Rata-rata Timbulan
Limbah B3 di Puskesmas Rawat Inap
simbol biohazard tidak dilakukan.
3.2 Timbulan Limbah B3 Berdasarkan Gambar 3. rata-rata
Pengukuran timbulan limbah B3 timbulan perhari yang paling banyak
di Puskesmas dilakukan selama 8 hari. terdapat di Puskesmas Ngemplak I yaitu
Jadwal pelayanan pada pelayanan di Poli sebesar 0.305 kg/pasien/hari. Banyaknya
yaitu pada hari senin-sabtu, sedangankan kegiatan yang dilakukan di puskesmas
untuk pelayanan UGD dan ruang per hari menjadi faktor pendukung
bersalin yaitu menyediakan fasilitas terjadinya perbedaan jumlah timbulan di
pelayanan selama 24 jam. Terdapat 5 puskesmas. Hasil observasi di
(lima) ruangan yang merupakan sumber Puskesmas Ngemplak I banyak pasien
penghasil limbah B3 pada puskesmas yang melakukan pemeriksaan
rawat inap yaitu Poli Gigi, Poli KIA/KB, Laboratorium. Limbah yang dihasilkan
UGD, ruang bersalin, Laboratorium, dan dari laboratorium tidak selalu
ruang rawat inap. Sedangkan pada berbanding lurus dengan jumlah

6
kunjungan pasien. Hasil pengujian sebesar 0.0348 kg/pasien/hari. Timbulan
laboratorium tidak semua data bisa limbah B3 yang dihasilkan oleh
diperoleh pada hari dilakukannya puskesmas tergantung pada kegiatan
pengujian, namun beberapa data hasil yang dilakukan di sumber limbah B3.
pengujian didapat dalam tenggang waktu Jika sebagian besar pasien yang
lebih dari satu hari sehingga limbah B3 berkunjung selalu mendapat tindakan
yang dihasilkan juga berbanding lurus dari dokter maka limbah B3 yang
dengan durasi waktu pengujian. dihasilkan juga meningkat. Seperti
Sehingga selama masa pengujian kegiatan pemeriksaan di Poli gigi APD
berlangsung limbah B3 akan terus serta bahan yang digunakan seperti
dihasilkan. sarung tangan, kapas, dan tissue hanya
digunakan sekali pemakaian. Jika pada
Setiap kegiatan medis yang
hari tersebut pasien mendominasi pada
memerlukan tindakan akan
pemeriksaan gigi seperti mencabut gigi,
menghasilkan limbah B3 seperti
atau melakukan perawatan gigi lainnya
pemeriksaan darah, suntik KB, suntik
maka setiap 1 pasien dokter serta
vaksin, dan lain sebagai nya. Sumber
perawat harus mengganti sarung tangan
penghasil limbah medis terbanyak yaitu
apabila melakukan pemeriksaan dengan
dari ruang rawat inap, poli umum, dan
pasien yang berbeda.
poli KIA/KB. Jika managemen limbah
Limbah medis yang dihasilkan
berlangsung dengan baik maka timbulan
yaitu terdiri dari beberapa kategori, yaitu
limbah perhari nya dapat ditekan.
patologis, kimia, infeksius, benda tajam,
Timbulan Limbah B3 (kg/pasien/hari) dan farmasi. Jika dibandingkan antara
limbah medis yang dihasilkan dari
kg/pasien/hari

0.1500
0.1000 kegiatan puskesmas dan rumah sakit
0.0500
0.0000 memiliki perbedaan yang cukup
signifikan. Kegiatan medis yang
dilakukan di rumah sakit lebih banyak

Gambar 4. Grafik Rata-rata Timbulan jika dibandingkan dengan puskesmas.

Limbah B3 di Puskesmas non Rawat Inap Puskesmas merupakan fasilitas


Berdasarkan Gambar 4 rata-rata pelayanan kesehatan tingkat pertama,
timbulan perhari yang paling sedikit oleh sebab itu pasien hanya diobservasi
terdapat di Puskesmas Ngagglik I yaitu dan apabila harus dilakukan penanganan

7
lebih lanjut, akan dirujuk ke fasilitas generik. Sehingga timbulan limbah B3
kesehatan tingkat di atas nya. yang dihasilkan sedikit.

Perbandingan timbulan limbah 3.3 Kondisi Eksisting Pengelolaan


B3 antara puskesmas rawat inap dan Limbah B3 Puskesmas
puskesmas non rawat inap menunjukkan 1.) Upaya Pengurangan Limbah B3
bahwa puskesmas non rawat inap Berdasarkan penilaian hasil dari
memiliki timbulan limbah B3 lebih kecil kuesioner belum ada upaya pengurangan
dari puskesmas rawat inap karena faktor Limbah B3 yang dilakukan oleh
ketersediaan fasilitas yang berbeda dan puskesmas. Pertanyaan mengenai upaya
rata-rata jumlah kunjungan pasien yang pengurangan pada limbah B3 mendapat
berbeda. Puskesmas rawat inap lebih skor 0% yang berarti masuk dalam
banyak menyediakan fasilitas untuk kategori sangat kurang. Berdasarkan
kegiatan medis seperti ruangan bersalin hasil wawancara. Terdapat 2 (dua)
dan ruang ronsen dibanding puskesmas petugas sanitarian yang mengetahui
non rawat inap, pada umumnya banyak tentang tata cara pengurangan limbah B3
kegiatan medis yang dilakukan oleh contohnya seperti yang telah tertera di
fasilitas pelayanan kesehatan seperti dalam PerMenLHK nomor 56 tahun
puskesmas, semakin banyak limbah B3 2015 tentang tata cara dan persyaratan
yang dihasilkan karena kegiatan seperti teknis pengelolaan limbah bahan
pasien melahirkan, tindakan yang berbahaya dan beracun yaitu
dilakukan oleh dokter, pasien rawat inap, menerapkan sistem “pertama masuk
akan menghasilkan limbah B3. pertama keluar” (FIFO, first in first out)
Sebaliknya puskesmas non rawat inap, dalam penggunaan produk atau bahan
semakin banyak rata-rata kunjungan kimia. Sedangkan sebagian besarnya lagi
pasien bukan berarti timbulan limbah B3 belum memahami tentang upaya
yang dihasilkan akan lebih banyak pengurangan limbah B3 yang dapat
karena jika pasien yang datang dari diterapkan di puskesmas.
golongan menengah ke bawah dan tidak 2.) Pemilahan Limbah B3
mampu membayar jika dokter Hasil penilaian kuesioner menunjukkan
memberikan tindakan seperti suntik dan bahwa semua puskesmas telah
hanya berkonsultasi serta membeli obat melakukan pemilahan terhadap limbah
B3 yang dihasilkan. Pertanyaan

8
mengenai pemilahan limbah mendapat farmasi, dan botol infus bekas.
skor 100% yang berarti masuk dalam Pengumpulan dilakukan setelah
kategori sangat baik. pelayanan administrasi berakhir atau
3.) Pewadahan Limbah B3 setelah jam pelayanan selesai. Hal
Rata-rata pada tahap pewadahan limbah tersebut dilakukan agar pasien tidak
B3 mendapat skor 54,17% yang berarti terganggu dengan adanya proses
masuk dalam kategori cukup. Semua pengumpulan limbah oleh petugas.
puskesmas telah memiliki wadah sesuai Pengumpulan dilakukan setiap hari agar
dengan jenis limbah B3 yang dihasilkan. tidak terjadi penumpukan dan mencegah
Namun pada pertanyaan mengenai, label terjadinya kontaminasi limbah B3 di
yang memuat keterangan mengenai ruang pelayanan medis.
nama limbah B3, identitas penghasil 5.) Penyimpanan Limbah B3
limbah B3, tanggal dihasilkan limbah B3 Berdasarkan PerMenLHK nomor
dan tanggal pengemasan limbah B3 56 tahun 2015 tentang tata cara dan
memperoleh skor 0%. Karena pada persyaratan teknis pengelolaan limbah
wadah belum memuat keterangan bahan berbahaya dan beracun, limbah
mengenai identitas penghasil limbah B3, B3 disimpan maksimal selama 2x24 jam
tanggal dihasilkan limbah B3 dan di TPS namun keadaan real yang
tanggal pengemasan limbah B3. Hal diterapkan di Puskesmas. Limbah B3
tersebut dapat terjadi karena setiap disimpan selama 1 bulan di TPS sebelum
puskesmas tidak mencatat data lengkap akhirnya diangkut oleh pihak ketiga.
mengenai timbulan limbah B3 yang Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dihasilkan perharinya. Sehingga label oleh Gloriya (2016), penyimpanan
terkait memuat keterangan mengenai limbah B3 di TPS disimpan hingga berat
nama limbah B3, identitas penghasil limbah mencapai 25 kg karena limbah
limbah B3, tanggal dihasilkan limbah B3 medis yang dihasilkan dari kegiatan
dan tanggal pengemasan limbah B3 puskesmas dalam satu hari tidak
masih dianggap tidak perlu diadakan. mencapai 25 kg sehingga limbah B3
4.) Pengumpulan Limbah B3 disimpan di TPS selama lebih dari 2 x 24
Pengumpulan limbah padat B3 dari jam. Hal tersebut dapat terjadi karena
setiap ruangan penghasil limbah medis anggaran biaya yang diperlukan untuk
dilakukan setiap hari untuk limbah menangani limbah B3 cukup tinggi.
infeksius non benda tajam, toksik 6.) Pengangkutan Limbah B3

9
Pengangkutan limbah B3 dari puskesmas pada Peraturan Pemerintah nomor 101
rawat inap maupun non perawatan ke tahun 2014 tentang pengelolaan limbah
pihak ketiga. Petugas memindahkan bahan berbahaya dan beracun. Perlu
limbah B3 menggunakan sarung tangan adanya tambahan peraturan terkait yang
dan masker. Pengangkutan dilakukan bisa dijadikan acuan untuk membuatan
pada waktu siang hari saat jam SOP pengelolaan limbah seperti
pelayanan telah selesai. Limbah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
diangkut oleh pihak pengolah dengan dan Kehutanan nomor 56 tahun 2015
durasi pengangkutan setiap 1 bulan tentang tata cara dan persyaratan teknis
sekali. pengelolaan limbah B3 dari fasilitas
7.) Kondisi Eksisting TPS di Puskesmas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil pengamatan dari 12 4. KESIMPULAN
(dua belas) puskesmas, terdapat 2 (dua)
Berdasarkan hasil analisis
puskesmas yang belum memiliki
pembahasan yang telah di paparkan
ruangan khusus sebagai TPS limbah B3.
sebelumnya maka kesimpulan yang
Puskesmas yang tidak memiliki ruangan
dapat diambil dari penelitian ini adalah
khusus untuk limbah B3 terkendala
sebagai berikut :
karena kurang nya biaya dan lahan di
puskesmas yang terbatas. Di salah satu 1) Hasil penelitian menunjukan bahwa
puskesmas telah ada rencana rata-rata timbulan per hari pada
kedepannya untuk membuat ruangan Puskesmas di Kabupaten Sleman yaitu
TPS limbah B3 di puskesmas. Namun Puskesmas rawat inap menghasilkan
untuk puskesmas dengan kondisi lahan limbah B3 sebanyak 0,1275
yang tidak memadai sedang dalam tahap kg/pasien/hari. Sedangkan rata-rata
permohonan izin untuk perluasan serta timbulan limbah B3 pada Puskesmas
penentuan lokasi TPS. non rawat inap, menghasilkan limbah
8.) Sistem Tanggap Darurat B3 sebanyak 0,0771 kg/pasien.hari.
Berdasarkan hasil observasi peraturan Komposisi limbah B3 yang dihasilkan
pemerintah terkait yang dijadikan pada Puskesmas di Kabupaten Sleman
sebagai acuan untuk, SOP yang tersedia limbah infeksius non benda tajam
di puskesmas masih belum spesifik ke 71,18%, sedangkan limbah infeksius
pengelolaan limbah B3 untuk fasilitas benda tajam 28,82%.
pelayanan kesehatan, yaitu mengacu

10
2) Berdasarkan hasil pengamatan dari 12 fasilitas pelayanan kesehatan maksimal
(dua belas) puskesmas, terdapat 2 (dua) 2 x 24 jam, sedangkan puskesmas di
puskesmas yang belum memiliki Kabupaten Sleman menyimpan limbah
ruangan khusus sebagai TPS limbah yang dihasilkan selama 1 bulan. Belum
B3. Secara umum kondisi TPS yang ada upaya pengurangan limbah B3 pada
terdapat pada Puskesmas di Kabupaten kegiatan medis puskesmas di Kabupaten
Sleman sebesar 60,2% telah memenuhi Sleman. Terdapat 2 (dua) petugas
kriteria persyaratan TPS berdasarkan sanitarian yang mengetahui tentang tata
hasil kuesioner yang mengacu pada cara pengurangan limbah B3, sedangkan
PerMenLHK nomor 56 Tahun 2015 sebagian besar petugas belum
tentang tata cara dan persyaratan teknis mengetahui upaya yang dapat dilakukan
pengelolaan limbah B3 dari fasilitas untuk mengurangi limbah B3.
pelayanan kesehatan. Belum semua
Puskesmas memiliki TPS. Puskesmas DAFTAR PUSTAKA
belum memenuhi persyaratan untuk
Anggraini, Fauziah., Mursyid Raharjo., dan
menyimpan limbah medis tidak lebih Onny Setiani . 2015. Sistem Pengelolaan
dari 2 hari, serta TPS limbah B3 tidak Limbah B3 Terhadap Indeks Proper di
dilengkapi pengatur suhu untuk RSPI Prof.DR.Sulianti Saroso.
Universitas Diponegoro.Vol 3. No 3.
penyimpanan limbah infeksius.
Berdasarkan Peraturan Mentri Atik, Adel Mufta Amro. 2011. Evaluasi
Pengelolaan Limbah Padat Secara
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
terpadu. Vol 11.No 2., 170-179.
nomor 56 Tahun 2015 tentang tata cara
Awodele, Olufunsho.2016. Assessment of
dan persyaratan teknis pengelolaan
Medical Waste Management in Seven
limbah B3 dari fasilitas pelayanan Hospitals in Lagos. Nigeria.BMC Public
kesehatan disebutkan bahwa rata-rata Health.DOI 10.
setiap puskesmas telah memenuhi 62,9% Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2015.
telah melakukan upaya pengelolan Kabupaten Sleman dalam Angka.
Diakses di www.bps.go.id.pada tanggal
limbah B3. Adapun hal-hal yang perlu
17 Januari 2018
diperhatikan antara lain: bangunan
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan
penyimpanan, identitas kemasan limbah
Lingkungan. Jakarta : EGC.
B3 (simbol dan label) kemudian masa
Colony, S. 2001. Hospital Waste Management
penyimpanan limbah yang diatur dalam
at SMF. http://www.SMF-Hospital waste
PerMen LHK No 56 Tahun 2015 dari management.htm

11
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Provinsi Banten.2016.Sistem Tanggap Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas
Darurat Dalam Pengelolaan Limbah Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
Bahan Berbahaya dan Beracun.Diakses
di www.bps.go.id.pada tanggal 12 Juli Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001
2018 Tentang Pengelolaan Limbah B3.
Jakarta.
Hartatik, I.P .2014. Buku Pintar Membuat SOP.
Flashbooks. Yogyakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Industrial Engineering ITS. 2015. Prosedur Berbahaya dan Beracun. Jakarta.
Tanggap Darurat. Diakses di
www.its.ac.id.pada tanggal 12 Juli 2018 Rahno, Dinosius., Jack Roebijisono., dan Amin
Setyo Leksono. 2015. Pengelolaan
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1204 RI Limbah Medis Padat di Puskesmas
Tahun 2004 Tentang Persyaratan Borong Kabupaten Manggarai Timur
Kesahatan Lingkungan Rumah Sakit Propinsi Nusa Tenggara Timur. Vol. 6.
No.1 , 23.
Lala,Riang Manila dan Sarto. 2017. Evaluasi
Sistem Pengelolaan Limbah Medis Setiyono. 1999. Sistem Pengelolaan Limbah B-3
Puskesmas di Wilayah Kabupaten di Indonesia. Jakarta. Kelompok
Bantul. Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan
Limbah Cair.
Mayoneta, Gloriya dan IDAA Warmadewanthi.
2016. Evaluasi Pengelolaan Limbah Standar Nasional Indonesia. SNI 19-3964-1994
Padat B3 Fasilitas Puskesmas di Metode Pengambilan Dan Pengukuran
Kabupaten Sidoarjo.Vol. 5. No 2, 227.
Contoh Timbulan Dan Komposisi Sampah
Munggaran, R. D. 2012. Pemanfaatan Open Perkotaan. Jakarta.
Source Software Pendidikan Oleh
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian.
Mahasiswa Dalam Rangka Implementasi
Bandung. Universitas Pendidikan
Undang-Undang No.19 Tahun 2012. 62-
Indonesia.
64
Widanarko, S. 1992. RKL & RPL/SOP
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 TPA Sampah Kota Sedang Kecil. Depok.
Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Tenaga Sanitaria. Jakarta. Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75


Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan


Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015
Tentang Tata Cara dan Persyaratan

12
13

Anda mungkin juga menyukai