Biografi Penulis
ISBN:
KATA PENGANTAR
Buku ajar ini dipergunakan sebagai salah satu referensi untuk mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana dan ditujukan untuk
memberikan konsep-konsep mendasar untuk kompetensi tatalaksana gawat darurat
dan kebencanaan.
Buku ajar ini dilengkapi penjelasan yang aplikatif dan soal-soal ujian, serta
penugasan sehingga disamping dapat memperkaya khasanah keilmuan mahasiswa,
juga dapat membantu dan mengarahkan mahasiswa dalam memahami materi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Pembelajaran................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembe;ajaran..................................................................... 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pencapaian kompetensi tersebut tentunya akan dicapai secara bertahap. Dalam rangka
pencapaian kompetensi tersebut, maka mahasiswa semester IV akan diberikan dasar ilmu
keperawatan gawat darurat dan manajemen bencana sebagai berikut:
1. Konsep, Prinsip Bencana dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana
2. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Medikal Bedah dan
3. Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut
1.2.Tujuan pembelajaran
Berdasarkan hal tersebut, maka setelah mempelajari buku ini serta mempraktekkan latihan
latihan yang diberikan dalam buku ajar ini dan juga melakukan evaluasi diri (self assessment)
maka tujuan pembelajaran secara rinci dari buku ini merupakan referensi praktis dari mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana adalah sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan dengan benar mengenai Konsep Bencana, Prinsip Bencana, Kejadian
Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana
2. Mampu menjelaskan dengan benar mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada
medical bedah dan
3. Mampu menjelaskan dengan benar mengenai asuhan keperawatan infark miokard akut
1
BAB II
TINJAUAN MATA KULIAH
Mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang dibahas dalam buku ini merupakan lanjutan
dari buku ajar Keperawatan Gawat Darurat Jilid 1. Beberapa tinjauan mata kuliah yang akan
dipelajari dalam buku ini hanya mengenai 3 topik seperti yang telah dijelaskan pada bab
pendahuluan. Tentunya konsep kedokteran baik itu anatomi, fisiologi yang terkait dengan
kasus penyakit menjadi dasar ilmu yang telah dipelajari mahasiswa pada semester
sebelumnya. Beberapa tinjauan mata kuliah yang dibutuhkan oleh mahasiswa sebelum
mempelajari buku ini adalah:
Masalah-masalah yang dipilih adalah masalah-masalah pada area gawat darurat dan bencana
yang umum dijumpai dalam praktiknya. Asuhan keperawatan yang diulas dalam buku ini
menggunakan SDKI, NANDA, dan NIC.
Misalnya pada kasus Infark Miokard Akut yang sering menyebabkan angka kematian atau
mortality rate yang tinggi akibat tidak menjaga gaya hidup sehat. Jaringan otot jantung
menjadi tidak mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi akibat adanya plak yang menyumbat
dan kadang disertai dengan penyakit lain seperti hipertensi. Disini mahasiswa akan sangat
terbantu mempelajari konsep-konsep dasar dan umum dijumpai dalam tatanan praktik,
2.3.1. Kebencanaan
2.3.2. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Medikal Bedah
2.3.3. Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut
2
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 3
BAB III
MATERI
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki potensi untuk terjadinya
berbagai bencana alam karena memiliki banyak sungai, hutan, gunung Merapi. Secara
georgrafis Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik dunia yaitu: lempeng
Australasia, Pasifik dan Eurasia juga menyebabkan berpotensi tinggi untuk mengalami
gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. Iklim di Indonesia mengakibatkan timbulnya
potensi bencana banjir bandang atau banjir besar.
Selain itu, iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan karakteristik geografis yang
membentang antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia memiliki 3 pola iklim
dasar: monsunal, khatulistiwa, dan sistem iklim lokal yang menyebabkan perbedaan pola
curah hujan yang dramatis. Terlebih adanya dampak pemanasan global dan pengaruh
perubahan iklim, seperti kenaikan suhu temperatur dan permukaan air laut pada wilayah
Indonesia yang berada di garis khatulistiwa. Hal ini cenderung menimbulkan tingginya
potensi terjadi berbagai jenis bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang,
kekeringan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan
(karhutla).
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 4
Semua orang mempunyai risiko terhadap potensi bencana, sehingga penanganan bencana
merupakan urusan semua pihak (everybody’s business). Oleh sebab itu, perlu dilakukan
berbagi peran dan tanggung jawab (shared responsibility) dalam peningkatan kesiapsiagaan
di semua tingkatan, baik anak, remaja, dan dewasa. Seperti yang telah dilakukan di Jepang,
untuk menumbuhkan kesadaran kesiapsiagaan bencana.
Gambaran tren bencana global ke depan juga cenderung akan meningkat karena pengaruh
beberapa faktor, seperti:
Secara umum, faktor utama banyaknya korban jiwa, kerusakan, dan kerugian yang timbul
akibat bencana adalah masih kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta pelaku
pengelola sumber daya hayati dan lingkungan terhadap risiko bencana di wilayahnya. Selain
itu, dukungan mitigasi struktural yang belum memadai juga menjadi faktor tak terpisahkan.
Hal ini mengakibatkan kesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana masih sangat kurang.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun tujuan umum pembelajaran topik kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
tentang kebencanaan.
MATERI
A. Pengertian Bencana
Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar, yaitu: 1.
Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard). 2.
Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi
dari masyarakat.
3. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat
untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.
B. Klasifikasi Bencana
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan
yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat.
Beberapa klasifikasi bencana yaitu sebagai berikut:
1. Bencana Alam
Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
• Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik.
Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
Sepanjang 2018, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat
peristiwa gempa bumi sebanyak 11.577 kali. Dari jumlah itu, sebanyak 23 gempa di
antaranya berdaya rusak cukup parah, seperti yang menimpa wilayah Palu- Donggala
beberapa waktu lalu.
Gempa bumi terbagi atas:
o Gempa bumi vulkanik ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma,
yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin
tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan
terjadinya getaran atau goyangan pada permukaan bumi. Biasanya untuk gempa
bumi jenis ini hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
o Gempa bumi tektonik; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik,
yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai
kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak
menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat
mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 6
Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit.
• Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Perubahan iklim global yang menyebabkan
kekeringan berkepanjangan di Indonesia lebih sering terjadi dalam 10 tahun terakhir
ini menjadi salah satu faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan, yang diperparah
dengan lebih kerapnya kejadian ENSO. Pada dasarnya kebakaran hutan bukanlah
bencana alam karena hampir 99 persen kejadian kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia disebabkan oleh faktor manusia, baik karena kesengajaan maupun
kelalaian. Luasnya areal hutan dan lahan yang terbakar di Indonesia hingga saat ini
dipengaruhi pula oleh karakteristik biofisik lahannya. Sebagian besar kejadian
kebakaran hutan dan lahan pada 10 tahun terakhir terjadi di lahan gambut. Lahan
gambut secara alami merupakan lahan basah yang tidak mudah terbakar, tetapi jika
lahan gambut kering karena adanya drainase yang berlebihan, maka sangat rentan
terbakar. Lahan gambut yang kering juga dapat berubah sifatnya sehingga tidak dapat
kembali ke awal sehingga tingkat kerentanan terbakar semakin tinggi.Dengan
demikian, aspek kondisi lahan dan iklim menjadi aspek penting yang berpengaruh
terhadap kejadian kebakaran saat ini.
• Gagal Teknologi. Menurut UNISDR, gagal teknologi adalah semua kejadian bencana
yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan
manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau industri. Kegagalan teknologi dapat
menyebabkan pencemaran (udara, air, dan tanah), korban jiwa, kerusakan bangunan,
dan kerusakan lainnya. Bencana gagal teknologi pada skala yang besar akandapat
mengancam kestabilan ekologi secara global. Peningkatan bidang industri dan
perkembangan teknologi yang pesat membuat sudah waktunya industri di Indonesia
dikelola sedemikian rupa guna mengurangi risiko tersebut. Fenomena semburan
lumpur di Sidoarjo yang terjadi pada akhir Mei 2006 di lokasi dimana PT. Lapindo
Brantas Inc. melakukan kegiatan pengeboran adalah sebuah contoh dampak negatif
dari kegiatan industri serta bentuk bencana yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Sehubungan dengan hal ini maka keberadaan atau tersedianya peta risiko
Kegagalan Teknologi di Indonesia menjadi sangat krusial. Contoh gagal teknologi lain
adalah kecelakaan lalu lintas.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 9
3. Bencana Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
1. Paradigma relief / tanggap darurat (tahun 60-an) yang difokuskan pada saat
kejadian bencana melalui upaya pemberian bantuan darurat (relief) berupa
pangan, tempat penampungan, dan kesehatan. Tujuan utama penanganan
adalah untuk meringankan penderitaan korban dan memperbaiki kerusakan
akibat kejadian bencana dan segera mempercepat upaya pemulihan (recovery).
2. Paradigma mitigasi (tahun 80-an) yang difokuskan pada upaya pengenalan
bahaya yang mengancam dan pola perilaku individu/masyarakat yang
menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Mitigasi atau meminimalkan
dampak terhadap bencana dilakukan secara fisik/struktural, sedangkan
mitigasi terhadap pola perilaku yang rentan melalui non-struktural, seperti
penyuluhan, relokasi permukiman, peraturan-peraturan bangunan dan
penataan ruang.
3. Paradigma pembangunan (tahun 90-an) adalah paradigma dimana manajemen
bencana yang memfokuskan pada faktor-faktor penyebab dasar dan proses
terjadinya kerentanan masyarakat terhadap bencana. Manajemen bencana
dikaitkan dengan sektor-sektor pembangunan, seperti masalah kemiskinan,
kualitas hidup, pemilikan lahan, akses terhadap modal, pendidikan yang
rendah, inovasi teknologi dsb.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 10
yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan
dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang.
2. Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan
pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat
terjadinya bencana dengan fase nya yaitu melalui tanggap darurat bencana.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
3. Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan
hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu:
• Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
• Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana
b) Kelembagaan
Lembaga khusus penanggulangan bencana:
• BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
• BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) baik provinsi ataupun
kabupaten/ kota.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 15
d) Pendanaan
Sumber-sumber pendanaan dalam penanggulangan sebagai berikut: dana
DIPA (APBN/APBD), DAK yaitu dana untuk PEMDA, Dana Contingency
yakni dana untuk penanganan kesiapsiagaan, Dana Siap Pakai (on call)
adalah dana untuk bantuan kemanusiaan (relief) pada saat terjadi, dana
bencana yang berpola hibah bencana, dana yang bersumber dari
masyarakat.
e) Pengembangan kapasitas
Dilakukan dengan Pendidikan dan pelatihan, Penelitian dan Pengembangan
Iptek Kebencanaan dan Penerapan Teknologi Penanggulangan Bencana.
f) Penyelenggaraan
meliputi penetapan kebijakan pembangunan pada tahapan sebelum, saat dan
sesudah terjadi bencana mencakup kegiatan-kegiatan mulai dari fase
pencegahan bencana, tanggap darurat, sampai pada fase rehabilitasi dan
rekontruksi yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 16
o Tahap pelatihan
o Tahap simulasi
o Tahap uji system
(c) penataan ruang dan lahan pada sebagian besar daerah prioritas nasional
berdasarkan rencana pengelolaan sumberdaya air, tanah dan hutan sesuai dengan
hasil Kajian Risiko Bencana serta Kajian Lingkungan Hidup Strategis Daerah.
2) Saat Bencana; Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana. 3)
Pasca Bencana (sesudah Bencana), kegiatannya antara lain: rehabilitasi dan
rekonstruksi.
RINGKASAN
✓ Bencana adalah “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
✓ Beberapa klasifikasi bencana yaitu: Bencana Alam, Bencana Non Alam, Bencana Sosial
✓ 4 fase perkembangan paradigma penanggulangan bencana: Paradigma relief / tanggap
darurat (tahun 60-an), Paradigma mitigasi (tahun 80-an), Paradigma pembangunan (tahun
90-an), Paradigma reduksi risiko (tahun 2000-an hingga kini)
✓ Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.
✓ Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004
✓ Tiga tahapan manajemen penanggulangan bencana adalah: tahap pra-bencana, tahap
tanggap darurat (saat bencana), tahap pasca bencana
✓ Keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen:
Manajemen Risiko Bencana, Manajemen Risiko Bencana, Manajemen Pemulihan ✓
Program-program penanggulangan bencana dalam sistem: kebijakan dan perencanaan
pemerintah, penguatan sistem peringatan dini, sistem pendidikan, kearifan lokal,
Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas/ Masyarakat (PRBBK).
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 19
TUGAS
1. Jelaskanlah mengapa Indonesia rentan mengalami bencana dan apa sajakah faktor yang
mempengaruhi bencana tersebut?
2. Apa itu bencana sosial dan jelaskanlah contoh yang pernah terjadi di Indonesia. 3. Apa
sajakah kelembagaan formal yang melakukan penanggulangan bencana di Indonesia?
4. Jelaskanlah perkembangan paradigma penanggulangan bencana
5. Jelaskanlah siklus penanggulangan bencana
DAFTAR PUSTAKA
BNPB. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Diunduh
bulan April 2020 dari https://bit.ly/301Y1Si
BNPB. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Diunduh bulan April 2019
dari https://bnpb.go.id/uploads/24/buku-renas-pb.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(KLB).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
Supartini, Eni dkk. 2017. Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan Bencana; Membangun
Kesadaran dan Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana. Jakarta: Direktorat
Kesiapsiagaan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 20
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah
PENDAHULUAN
Kasus-kasus kegawatdaruratan merupakan kasus yang bersifat gawat dan darurat. Pada ranah
Medikal Bedah, terdapat berbagai macam kasus kegawat daruratan diantaranya adalah
peritonitis, luka bakar dan shock
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun tujuan umum pembelajaran topik kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada medikal bedah.
MATERI
A. Peritonitis
Peritonitis merupakan peradangan pada lapisan peritoneum karena adanya perforasi
atau luka yang berlubang dari organ yang berlumen (saluran pencernaan) di dalam
tubuh sehingga cairan organ keluar dari lumen. Peritonitis disebabkan oleh Apendisitis
akut, divertikulitis (radang kantung usus besar).
Peritonitis merupakan kondisi gawat darurat karena harus ditangani sesegera
Anamnesa Peritonitis:
Peritonitis dicurigai bila :
• nyeri menetap disertai rasa mual, muntah, demam, buang air besar sedikit-sedikit
dan encer.
karakteristik nyeri: onset, perjalanan nyeri. Intensitas nyeri semakin kuat saat
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.
• gejala penyerta: demam, diare, konstipasi, mual muntah.
• Ada riwayat penyakit penyerta: gastritis, inflammatory bowel disease, divertikulitis,
typhoid.
• Ada riwayat operasi.
• gaya hidup/kebiasaan: minum jamu, pemakaian imunosupresan
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Leukositosis/ normal; Liver Function Test, apakah ada abses liver; Amilase dan lipase
pada dugaan pankreatitis;Kultur kuman.
Radiologi
Rontgen=> adanya gambaran free air / free udara
Peritonitis
Sumber: Buku Gawat Darurat dan Medis RS Universitas Airlangga
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 22
Komplikasi Peritonitis
✓ Ensefalopati hepatik. Ini terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan fungsi otak
akibat hati sudah tidak mampu mengeluarkan zat beracun dari dalam darah. ✓ Sindrom
hepatorenal. Sindrom ini merupakan gagal ginjal progresif.
✓ Sepsis. Sepsis adalah reaksi parah akibat aliran darah sudah terkontaminasi oleh
bakteri
Komplikasi Sekunder
Tatalaksana
• KU sedang
• TTV dalam rentang normal
• Skala nyeri berkurang
B. Luka Bakar
Luka Bakar adalah trauma panas/termal yang mencederai lapisan kulit mulai dari
epidermis bahkan sampai ke tulang. Penyebab luka bakar adalah: karena suhu
panas/dingin, listrik, bahan kimia, bahan-bahan radiasi.
Makin luas luka bakar, semakin buruk prognosisnya. Luka termal yang terjadi lebih dari
90% total luas permukaan tubuh (TBSA) hampir selalu akan meninggal.
Penilaian luka bakar berdasarkan rule of nines, yakni ada 11 bagian tubuh yang bernilai 9
dan perineum 1 %. Penilaian rule of nines untuk dewasa dan anak, nilainya berbeda.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 25
Pengkajian
Primary survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi.
a. (Airway) : Penalataksanaan jalan nafas dan manajemen trauma cervical b.
(Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
c. (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. (Disability) : Status neurogenik
e. (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan
Perawat dapat menggunakan check list dalam mengidentifikasi dan tatalaksana pasien luka
bakar berat pada survey primer berdasarkan Fundamental Critical Care Support (FCCS
course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early Management of Severe Burn course, dan
ABC of Burn
Tabel 3.2. Identifikasi dan Tatalaksana Pasien Luka Bakar Berat pada Survey Primer dan
Sekunder berdasarkan Fundamental Critical Care Support (FCCS course) oleh Asosiasi
Critical Care cunia, Early Management of Severe Burn Course dan ABC of Burn
Manajemen Cek Tindakan (√)
Hati-hati luka bakar yang jika tetap sesak, lakukan bagging atau
melingkar pada dada (jika ventilasi mekanik
ada pertimbangkan
eskarotomi)
Cek luka bakar melingkar Cari dan tangani tanda – tanda klinis
pada ekstremitas syok lainnya yang disebabkan oleh
(pertimbangkan eskarotomi) penyebab lainnya
Dekompresi lambung
Perawat juga harus mempertimbangkan pentingnya menggunakan ETT jika dicurigai klien
juga mengalami trauma termal inhalasi yang ditandai dengan adanya bunyi napas stridor
akibat udemnya laring.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. H.K. 01.07/ Menkes/555/ 2019 tentang
penatalaksanaan luka bakar, pada pasien dewasa dengan luka bakar lebih besar dari 20%
TBSA dan pasien anak dengan luka bakar lebih besar dari 10% TBSA, harus dilakukan
resusitasi dengan cairan salt-containing (Ringer Lactat);kebutuhan harus berdasarkan berat
badan dan persentase luka bakar.
Ketika pemberian cairan IV dilakukan, antara 2-4 ml/KgBB/%TBSA, harus diberikan dalam
waktu 24 jam pertama setelah trauma, dengan mewaspadai terjadinya over-resusitasi. Jika
hanya dilakukan pemberian cairan secara oral, cairan minuman setara dengan 15% berat badan
setiap 24 jam dianjurkan selama 2 hari. Tablet 5 gram garam (atau setara) harus diberikan
untuk setiap liter cairan oral. Pada 3 jam I resusitasi, kemungkinan masih terjadi anuria,
berapapun jumlah cairan yang diberikan.
Secondary Survey
Riwayat penyakit
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
Mekanisme trauma. Trauma luka bakar bisa saja bersamaan terjadinya dengan trauma jenis
lainnya. Maka pengkajian mengenai trauma yang lain oleh petugas kesehatan juga bisa
dilakukan.
1) Luka bakar:
a) Durasi paparan
b) Jenis pakaian yang digunakan
c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
d) Kecukupan tindakan pertolongan pertama
2) Trauma tajam:
a) Kecepatan proyektil
b) Jarak
c) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 29
3) Trauma tumpul:
a) Kecepatan dan arah benturan
b) Penggunaan sabuk pengaman
c) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d) Ejeksi (terlontar)
e) Jatuh dari ketinggian
f) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas (jika pasien terkena lulka bakar dari
sebuah ledakan)
Intervensi Keperawatan
1. Perawatan Luka
2. Pencegahan Syok
a. Monitor status sirkulasi
b. Monitor tanda ketidak adekuatan oksigenasi jaringan
c. Monitor munculnya kecemasan dan perubahan status mental
d. Monitor suhu dan status respirasi
e. Monitor tanda-tanda laboratorium; Hemoglobin, Hematokrit Profil Clotting, Analisa
Gas Darah dan Tingkat Elektrolit dan Kimia darah.
f. Monitor respon kompensasi awal terhadap kehilangan cairan: peningkatan rata-rata
denyut jantung, penurunan tekanan darah, penurunan output urin, tekanan nadi
menyempit, penurunan pengisian kembali kapiler
g. Berikan cairan intravena Ringer laktat sesuai kebutuhan
h. Berikan Oksigen atau Ventilasi Mekanis jika diperlukan
3. Manajemen Cairan
4. Monitoring Cairan
5. Pemberian Obat Topikal
6. Manajemen medikasi
7. Manajemen Elektrolit
8. Manajemen Syok; Volume
9. Manajemen hipovolemi
C. Shock
Shock disebut juga sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan dan organ.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 30
Klasifikasi Shock:
• Shock Hemoragik; pada trauma
Beberapa tingkatan pendarahan:
❖ Pendarahan kelas 1: Pendarahan Ringan. Bila kehilangan darah sampai 15 %.
Gejala: takikardi minimal
❖ Pendarahan kelas 2: Pendarahan Sedang. Bila kehilangan volume darah 15-
30%. Gejala klinis: takikardi dengan nadi <100 x per menit pada orang dewasa,
takipnea dan penurunan tekanan nadi. Terjadi perubahan sistem syaraf sentral
spt: cemas, ketakutan atau sikap permusuhan, produksi urin biasanya sedikit
terpengaruh biasanya 20 sampai 30 ml/jam untuk dewasa.
Kehilangan cairan tambahan dpt memperberat manifest klinis. kadang-kadang
dapat distabilkan dengan kristaloid pada awalnya.
❖ Pendarahan kelas 3: Pendarahan Berat. Bila kehilangan darah lebih dari 30-40%
volume darah. Penderita menunjukkan tanda perfusi yg tdk adekuat termasuk
takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan penting pd status mental serta
penurunan tekanan sistolik. Penderita hampir selalu memerlukan transfusi
darah
❖ Pendarahan kelas 4: Pendarahan Sangat Berat. Bila kehilangan volume darah
lebih dari 40%. Dapat mengancam jiwa penderita. Gejala: penurunan tekanan
darah sistolik yang cukup besar, produksi urin hampir tidak ada dan kesadaran
menurun. Penderita ini memerlukan transfusi cepat dan intervensi pembedahan
Penurunan volume
intravaskuler
↓ ADH = antidiuretic hormone
curahjantung
Pelepasan
katekolamin
Kehilangan cairan
Perembesan
cairan
↑ SVR
interstisial
↑
volume
Aldosteron,ADH
berlanjut
↓
perfusijaringan Kerusakan
metabolismesel
↓
tekanan sistemik&
pulmonal
Respon awal penurunan jumlah darah merupakan kompensasi fisiologis tubuh berupa
vasokonstriksi progresif kulit, otot dan visceral untuk meningkatkan aliran darah ke
organ-organ penting seperti otak, jantung dan ginjal.
Penurunan jumlah darah dalam tubuh dalam jumlah besar dapat menyebabkan
perubahan Preload, Stroke Volume, Sistemik Vaskular Resistance, dan Cardiac Output.
Perubahan PRELOAD, SV, SVR, CO akan menyebabkan gangguan perfusi organ dan
jaringan
Sehingga metabolisme aerob tubuh berubah menjadi anaerob. Metabolisme anaerob
akan menghasilkan piruvat yang akan menjadi laktat. Laktat merupakan marker
hipoksia jaringan dan beratnya shock. Kadar laktat ≥ 2 mmol/L: dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas
Masalah Keperawatan
1) Kerusakan Integritas Jaringan
2) Resiko Hipovolemi
Intervensi Keperawatan
1) Perawatan Luka
2) Pencegahan Syok
3) Manajemen Cairan
4) Monitoring Cairan
Tranfusi dini packed red cell (PRC) dan fresh frozen plasma (FFP) prioritas untuk
pertahankan arterial oxygen delivery dan pulihkan koagulasi efektif Pemberian PRC
dipertimbangkan jika nilai Hb < 7 g/dl, rekomendasi dari Transfusion Requirements
in Critical Care (TRICC).
Pada pasien cedera kepala: Hb minimal 10 gr % : dapat meningkatkan oksigenasi otak
lokal. Transfusi FFP 10-15 ml/kg harus diberikan segera untuk kompensasi defisit
faktor koagulasi pada tranfusi dengan PRC. Idealnya FFP diberikan bersama PRC.
FFP direkomendasikan pada PT atau APTT 1,5 kali normal.
Evaluasi
Gejala dan tanda yang digunakan untuk mendiagnosis syok juga dipakai untuk
menilai hasil resusitasi. Kembalinya tekanan darah, nadi dan denyut nadi
(hemodinamik) adalah tanda bahwa sirkulasi membaik. Perbaikan kesadaran dan
keadaan kulit menunjukkan adanya perbaikan perfusi.
Penilaian haluaran urin mampu mengukur secara objektif dengan batasan produksi
urin/jam 30-50 ml/jam untuk dewasa.
Penderita dengan hemodinamik stabil dapat tetap takikardi, takipnea dan oliguria jelas
masih tetap dalam keadaan under-perfused dan tidak cukup resusitasi. Hemodinamik
yang normal menunjukkan perfusi jaringan baik.
Perawat harus memperhatikan respon klien setelah diupayakan pemberian cairan awal.
respon thd cairan dapat berupa:
a. Respon cepat. Biasanya terjadi pada klien yang mengalami kehilangan darah
sebanyak < 20%
b. Respon sementara. Biasanya pada klien yang kehilangan darah sekitar 20-40%.
Tandanya= penderita tidak mampu mempertahankan hemodinamik normal saat
tetesan cairan resusitasi diperlambat. Pemberian cairan pada klien dengan respon
sementara harus tetap dilanjutkan begitupun pemberian darah.
c. Respon minimal atau tanpa respon. Klien yang tidak memberikan respon perbaikan
hemodinamik saat diresusitasi cairan menunjukkan bahwa klien memerlukan
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 34
a) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai kegagalan pompa jantung (pump failure). Syok
ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan daya kerja jantung yang berat, misalnya pada:
✓ Penyakit jantung iskemik, seperti infark
✓ Obat-obat yang mendepresi jantung
✓ Gangguan irama jantung
✓ Tamponade Jantung
✓ Kontusioo miokard
✓ Luka Tembus Jantung
Selain Primary Survey (rapid assessment), penilaian tekanan vena jugularis sangat penting
dan sebaiknya EKG dapat direkam.
Pemeriksaan dengan FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma) dapat
mendeteksi adanya cairan pericardial (yang menandakan adanya tamponade jantung)
sebagai penyebab syok. takikardi, bunyi jantung yang jauh (muffled heard sound),
pelebaran dan penonjolan vena-vena leher dan hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan
terapi cairan menandakan adanya suatu tamponade jantung. Penanganan terbaik dari
tamponade jantung adalah dengan operasi (torakotomi). Pericardiosintesis sebagai
tindakan sementara bila operasi belum dapat dikerjakan
b) Tension Pneumothoraks
Penyebab pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena adanya cedera di daerah
dada. Misalnya karena benturan pada dada saat kecelakaan. Selain itu, pneumotoraks juga
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 35
bisa terjadi secara spontan pada penderita penyakit paru (seperti tuberkulosis, asma,
penyakit paru obstruktif kronis). Tension Pneumothorax terjadi karena udara masuk ke
rongga pleura karena ada mekanisme ventil yang mencegah aliran keluarnya. Jadi yang
menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai
dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan
konginetal adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan
pleura. Tekanan intra pleura menjadi tinggi sehingga paru kolaps total sehingga terjadi
pergeseran mediastinum ke sisi paru-paru yang sehat, sehingga venous return terganggu
dan output jantung menurun. Perlu segera dilakukan dekompresi torak tanpa menunggu
pemeriksaan rontgen.
c) Syok Neurogenik
Cedera intrakranial saja tidak menyebabkan syok. Syok neurogenic ditimbulkan oleh
hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal cord). Cedera
syaraf tulang belakang bisa menimbulkan hipotensi karena hilangnya tonus simpatis
vaskuler. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa disertai takikardi
atau vasokonstriksi. Kegagalan resusitasi cairan agar perfusi organ pulih menandakan
adanya perdarahan yang masih berlanjut atau syok neurogenik.
d) Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam setelah kejadian pertama. Obat-obat yang sering
memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin, ampisilin,
sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid, kanamisin, serum
antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies. Alergi terhadap gigitan serangga, kuman
kuman, insulin, ACTH, zat radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah, obat bius
(prokain, lidokain), vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut,
mangga, kentang, dll., juga dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
e) Syok Septik
Syok septik biasanya ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram negatif (coli,
proteus, pseudomonas, enterokokus, aerobakteri), jarang terjadi karena toksin bakteri
gram positif (streptokokus, stafilokokus, klostridium welchii). Syok septik lebih mudah
timbul pada pasien dengan trauma, diabetes melitus, leukemia, granulositopenia berat,
penyakit saluran genitourinarius, atau yang mendapat pengobatan kostikosteroid, obat
penekan kekebalan, atau radiasi. Syok septik dapat terjadi pada klien dengan luka tembus
abdomen dan kontaminasi rongga peritoneal oleh isi usus yang terlambat dibawa ke IGD
hingga berjam-jam. Klien dengan masalah ini terkadang secara klinis sulit dibedakan
dengan klien dengan syok hipovolemik karena keduanya bermainfestasi takikardi,
vasokontriksi kulit, produksi urin menurun, penurunan tekanan sistolik, mengecilnya
tekanan nadi.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 36
• Pengenalan Shock
Tanda-tanda shock adalah sebagai berikut:
o Takikardi
Pada lansia yang mengalami shock mungkin ada yang tidak menunjukkan gejala
takikardi. misalnya pada lansia yang menggunakan pace maker yang heart rate
nya telah diatur atau disesuaikan.
o Kulit dingin. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan perfusi ke bagian perifer
untuk mengoptimalkan perfusi pada organ vital yaitu otak, jantung dan ginjal. o
Perubahan tanda vital seperti pernapasan, tekanan darah
o Penurunan produksi urin di bawah 20-30 cc/jam
o Penurunan kesadaran
Hampir semua penderita multi trauma akan mengalami shock dan biasanya
disebabkan oleh perdarahan.
• Pengelolaan Shock
Syok Hemoragik
Pasien yang mengalami trauma hemoragik dilakukan kontrol perdarahan terlebih dahulu.
Kontrol perdarahan: Baik perdarahan eksternal ataupun internal. Pemberian spalk/ traksi
dapat mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
Pemasangan kateter sangat berfungsi untuk memeriksa apakah terdapat hematuria atau
ada perdarahan di organ vesica urinaria.
Beberapa perburukan kondisi pada pasien yang mengalami trauma hemoragik adalah
karena adanya kemungkinan beberapa kondisi seperti di bawah ini:
▪ Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura. ▪
Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter. ▪
Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 37
Sehingga perawat ataupun tenaga medis harus mempertimbangkan keadaan di atas saat
penghitungan EBL yang didapatkan mengharuskan pasien ditatalaksana hanya dengan
pemberian cairan. Pemeriksaan yang lebih mendalam mungkin diperlukan untuk
memeriksa keadaan tersebut jika hemodinamik pasien menunjukkan adanya penurunan.
Pemberian cairan awal, diutamakan diberi Ringer Laktat daripada NaCl 0,9%. Bila
cairan yang diberikan NaCl 0,9%, dapat mengakibatkan asidosis hiperkhloremik jika
cairan diberi masif, terutama bila disertai gangguan faal ginjal. Dosis pemberian 1-2 liter
untuk dewasa dan 20cc/kgBB untuk anak (dengan tetesan los klem/guyur)
Penatalaksanaan resusitasi cairan pada perdarahan dilakukan dengan prinsip 3:1 artinya
untuk kehilangan 1 L darah, maka diresusitasi dengan cairan kristaloid sebanyak 3 L.
Resusitasi awal dengan darah dan produk darah harus dipertimbangkan pada pasien
dengan bukti perdarahan/hemoragik kelas III dan IV. Transfusi massif merupakan
transfuse yang diberikan lebih dari 10 unit darah dalam 24 jam atau lebih dari 4 unit
dalam 1 jam.
Pemberian produk darah segera/awal pada rasio packed red blood cells (PRC) ke plasma
dan trombosit rendah dapat mencegah perkembangan koagulopati dan trombositopenia.
Penggantian produk darah PRC lebih memakan waktu.
Pengkajian. Kaji klien secara cepat. Data subjektif dan objektif seperti yang dibahas
sebelumnya ditemukan.
Diagnosa Keperawatan.
1. Resiko Syok b.d hipoksia/ sepsis/Sindrom respons inflamasi sistemik
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
3.Penurunan Curah Jantung b.d perubahan preload, afterload
Intervensi. Disesuaikan dengan klinis syok yang dimiliki klien dan kaitkan dengan
NIC • Syok Kardiogenik
– Perlu dinilai masalah utamanya: volume, pompa atau irama?
– Masalah volume : Beri cairan dan nilai kecukupan cairan
– Masalah pompa:
• Bila TDS > 100 mmHg berikan vasodilator (nitrogliserin)
• Bila TDS 70-100 mmHg tanpa disertai gejala/tanda syok berikan
inotropik (dobutamine)
• Bila TDS 70-100 mmHg disertai gejala/tanda syok diberikan vasopressor
(dopamine)
• Bila TDS < 70 mmHg disertai gejala/tanda syok diberikan vasopressor
kuat (norepinefrin)
– Masalah irama: disesuaikan takiaritmia atau bradiaritmia?
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 38
Tabel 3.5. Pengobatan yang digunakan untuk Pasien dengan Syok Kardiogenik
Obat yang digunakan pada pasien syok kardiogenik
• Tension Pneumothorax
Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadaan ini, karena pemberian terapi
oksigen 100% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura, oksigen terapi 100%
diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap nitrogen, sehingga nitrogen
dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui sistem vaskular, terjadi perbedaan
tekanan antara pembuluh kapiler jaringan dengan udara pada rongga pleura, sehingga
terjadi peningkatan absorpsi dari udara pada rongga pleura.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 39
Kemudian penanganan dengan jarum dekompresi yang dilakukan pada intercostal 2
pada garis midklavikula, ini merupakan metode konvensional needle decompression
atau chest tube insertion. Pada literatur American College Of Chest Physician (ACCP)
dan British Thoracic Society (BTS) dekompresi dapat dilakukan pada intercosta 5 pada
garis anterior aksila. Pengunaan pipa torakostomi digunakan pada pneumotoraks
dengan gejala klinis sulit bernapsa yang sangat berat, nyeri dada, hipoksia dan
gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi.
Pada penggunaannya Pipa torakostomi disambungkan dengan alat yang disebut WSD
(water seal drainage). WSD mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal
yang berfungsi sebagai katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan dibawah air,
untuk mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif rongga pleura. dan
ruang pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang
maksimal dan kebocoran udara sudah tidak ada.
• Syok Septik
o Resusitasi cairan dalam jumlah banyak : 6 – 10 L kristaloid dan 2 – 4 L koloid
pada 6 jam pertama untuk mencapai taget CVP 8 – 12 mmHg.
o Setelah CVP tercapai 8 – 12 mmHg, namun :
▪ MAP < 60 mmHg => beri agen vasoaktif (dopamin).
▪ SaO2 < 70% => transfusi PRC untuk mencapai Ht 30%
o Mulai antibiotik spektrum luas dalam 1 jam pertama
o Kultur (darah, eksudat, urine, sputum) untuk antibiotik spesifik
• Syok Anafilaktik
o Epinephrine => vasokonstriksi perifer, bronkhodilatasi dan menekan efek
histamine
o Diphenhydramine (Benadryl) => memblok pelepasan histamin akibat reaksi
alergi
o Pertahankan keadekuatan airway:
o Bronkodilator dengan nebulizer lebih efektif
o Intubasi endotrakeal atau krikotiroidotomi (jika perlu)
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 40
• Syok Neurogenik
o Stabilisasi spinal (misal cervical collar) untuk mencegah bertambahnya
kerusakan spinal cord
o Vasopressor (phenylephrine) untuk
o mempertahankan TD dan perfusi organ
o Atropine untuk mengatasi bradikardia
o Hati-hati pemberian cairan karena hipotensi bukan akibat kehilangan cairan
o Pantau hipotermia akibat disfungsi hipotalamus
o Methylprednisolone untuk cegah kerusakan sekunder spinal cord akibat
pelepasan mediator kimia
Evaluasi.
RINGKASAN
✓ Peritonitis merupakan peradangan pada lapisan peritoneum karena adanya perforasi atau
luka yang berlubang dari organ yang berlumen (saluran pencernaan) di dalam tubuh
sehingga cairan organ keluar dari lumen
✓ Tanda peritonitis pada pemeriksaan fisik: Vital sign: hipertermi, takikardi, hipotensi
(shock); Palpasi Abdomen: nyeri tekan seluruh perut (nyeri tekan, nyeri lepas, defence
musculaire, nyeri ketok). Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi
akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap
penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi
peritoneum serta abdomen tidak bergerak mengikuti pernapasan
✓ Komplikasi peritonitis adalah ensefalopati hepatic, sindrom hepatorenal dan sepsis ✓
Tatalaksana peritonitis: Resusitasi Cairan, Monitoring Cairan, Koreksi Elektrolit,
Dekompresi Gaster, Antibiotik Spektrum luas, Antipiretik dan Terapi Definitif. ✓ Penyebab
luka bakar adalah: karena suhu panas/dingin, listrik, bahan kimia, bahan-bahan radiasi
✓ Derajat Luka Bakar: luka bakar derajat 1, 2 dan 3
✓ Ciri luka bakar derajat 1 (superfisial thickness) adalah hanya mengenai epidermis, ditandai
dengan adanya eritema, nyeri dan tidak ada bulla
✓ Ciri luka bakar derajat 2 (Partial Thickness) adalah epidermis akan terlepas dari dermis.
Tandanya: warna kemerahan, timbul gelembung (vesikula bila kecil, bulla bila besar)
yang berisi cairan plasma.
✓ Ciri luka bakar derajat 3 (Full Thickness) adalah Kulit seperti perkamen, hijau keabu
abuan. Tampak vena kecil dibawahnya yang mengalami trombosis. Tidak akan terlalu
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 41
nyeri, karena seluruh ujung saraf sudah rusak. Jaringan yang sembuh terdapat jaringan
granulasi (jaringan kemerahan yang mudah berdarah bila tersinggung. Jaringan granulasi
akan sembuh dengan pembentukan jaringan sikatriks. Bila ingin sembuh sempurna maka
dilakukan skin graf
✓ Penilaian luka bakar berdasarkan rule of nines, yakni ada 11 bagian tubuh yang bernilai 9
dan perineum 1 %. Penilaian rule of nines untuk dewasa dan anak, nilainya berbeda. ✓
Perawat harus mempertimbangkan pentingnya menggunakan ETT jika dicurigai klien juga
mengalami trauma termal inhalasi yang ditandai dengan adanya bunyi napas stridor akibat
udemnya laring
✓ Rumus resusitasi cairan pada pasien luka bakar: Parkland Formula 3-4 ml x Berat Badan
(kg) x % TBSA Luka Bakar
✓ Shock disebut juga sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan
perfusi jaringan dan organ
✓ Cara menentukan perkiraan kehilangan darah penderita trauma adalah tentukan estimasi
blood volume, tentukan kelas syok kemudian tentukan estimasi kehilangan darah ✓ Respon
awal penurunan jumlah darah merupakan kompensasi fisiologis tubuh berupa vasokonstriksi
progresif kulit, otot dan visceral untuk meningkatkan aliran darah ke organ organ penting
seperti otak, jantung dan ginjal
✓ Pemberian resusitasi pada pasien yang mengalami perdarahan melalui penilaian Estimasi
Blood Loss dengan menggunakan tebel kelas perdarahan.
✓ Resusitasi cairan saja hanya diberi untuk pasien dengan kelas perdarahan 1 dan 2 saja,
sementara kelas perdarahan 3 dan 4 juga menggunakan produk darah (PRC lebih baik). ✓
Setiap kehilangan 1 L darah maka cairan yang diberikan untuk resusitasi adalah 3 L. ✓
Cairan resusitasi yang digunakan untuk pasien perdarahan adalah cairan ringer laktat. ✓
Tranfusi dini packed red cell (PRC) dan fresh frozen plasma (FFP) prioritas untuk
pertahankan arterial oxygen delivery dan pulihkan koagulasi efektif
✓ Jenis-jenis shock yaitu shock hemoragik dan non hemoragik.
✓ Jenis Syok Non Hemoragik adalah Syok Kardiogenik, Syok Anafilaktik, Syok Septik,
Tension Pneumothoraks.
TUGAS
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Instruktur Skill Learning Sistem Emergensi dan Traumatologi Resusitasi
Cairan. Makasar: Departemen Anestesiologi Sistem Emergensi dan Traumatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 42
Chang R, Holcomb JB. Optimal Fluid Therapy for Traumatic Hemorrhagic Shock. Crit Care
Clin. 2017;33(1):15‐36. doi:10.1016/j.ccc.2016.08.007
Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. Dalam: Buku
ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC
Henry, Sharon. 2018. ATLS 10th edition offers new insights into managing trauma patients.
Bulletin of The American College of Surgeons. Diunduh dari http://bulletin.facs.org
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. H.K. 01.07/ Menkes/555/ 2019 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Penatalaksanaan Luka Bakar
Noer HMS, Waspadi, Rachman AM, editor. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Price Silvia A, Wilson Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Jakarta:EGC
Punarbawa, I Wayan Ade, Putu PS. Identifikasi Awal Dan Bantuan Hidup Dasar Pada
Pneumotoraks.
Pusponegoro, Aryono dkk (ed). Buku Panduan BT & CLS Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support, Edisi Keenam. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat
118.
Spahn, Donat & Bouillon, Bertil & Cerny, Vladimir & Coats, Timothy & Duranteau, Jacques
& Fernández-Mondéjar, Enrique & Filipescu, Daniela & Hunt, Beverley & Komadina,
Radko & Nardi, Giuseppe & Neugebauer, Edmund A.M. & Ozier, Yves & Riddez, Louis &
Schultz, Arthur & Vincent, Jean-Louis & Rossaint, Rolf. (2013). Management of bleeding
and coagulopathy following major trauma: An updated European guideline. Critical care
(London, England). 17. R76. 10.1186/cc12685.
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 41
PENDAHULUAN
Topik kali ini mahasiswa akan mempelajari mengenai konsep Infark Miokard Akut dan
Asuhan Keperawatannya. Infark Miokard Jantung merupakan kasus gawat darurat yang
memiliki tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi
Penyakit Jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%, dengan peringkat
prevalensi tertinggi. Keadaan ini membuat pemerintah merencanakan salah satu goal
pembangunan SDG’s Indonesia adalah dengan melakukan Promosi Kesehatan melalui
Germas PTM (Penyakit Tidak Menular) dengan pendekatan keluarga.
Pada topik kali ini, sebaiknya mahasiswa telah memahami tentang EKG jantung agar lebih
memahami topik yang akan dipelajari. Pemahaman EKG yang dibutuhkan oleh mahasiswa
adalah mengenai jenis sadapan, axis jantung dan gelombang sadapan normal (irama sinus) dan
macam-macam deviasi gelombang EKG.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun tujuan umum pembelajaran topik kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
Beberapa faktor pencetus terjadinya Infark Miokard Akut adalah sebagai berikut:
✓ Aktifitas
✓ Stres
✓ Emosi
✓ Udara dingin
✓ Setelah makan
Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh
progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP) atau Per
Cutaneus Intervention (PCI).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah
mempunyai plak aterosklerosis.
Gambar 3.9. Proses Atherogenesis dan Atherothrombosis
Gambar 3.9.2. Lokasi nyeri yang mirip dengan angina tapi bisa bukan kasus
IMA
◼ Lama nyeri dada menunjukkan makin memburuknya keadaan pasien. Lama nyeri yang
dirasakan minimal 20 menit.
◼ Nyeri dada terasa seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat seperti ditusuk,
rasa diperas dan terpelintir. Sehingga penderita menunjukkan sikap Levine’s sign
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 45
Agar dapat membedakan nyeri dada karena jantung dan bukan karena jantung, maka
kita assessment nyeri dada lebih lanjut diperlukan. Sehingga anamnesis angina
pektoralis atau nyeri dada akibat masalah jantung menjadi jelas. Berikut karakteristik
nyeri dada non kardiak:
✓ Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
✓ Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4) Kelas IV – tidak mampu melakukan aktivitas fisik. Terjadi angina pada waktu
istirahat
◼ Perubahan atau deviasi pada gelombang EKG: elevasi ST sampai dengan inversi
gelombang, adanya peningkatan gelombang Q minimal pada dua sadapan atau LBBB
baru/ prasangkaan baru. Munculnya Q patologis menunjukkan adanya informasi
bahwa pasien merupakan memiliki kasus Old Infark Miocard.
◼ Perubahan bunyi jantung: bising jantung (gallop S3 atau murmur atau regurgitasi
mitral)
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 46
Selain adanya ST elevasi atau T inversi, adanya temuan gambaran EKG LBBB baru
(Left Bundle Branch Block) menunjukkan tanda terjadinya IMA. Persangkaan adanya
infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan
dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3.
Profil komponen darah yang sering ikut meningkat dari nilai normal berikut ini:
◼ Profil lipid:
▪ Kolesterol total: <200 mg/dl
◼ Trigliserida: <150mg/dl
◼ Kolesterol LDL: <100mg/dl
◼ Kolesterol HDL: >60mg/dl
◼ Elektrolit
▪ Natrium: 135-147 mEq/L
▪ Kalium: 3,5-5,2 mEq/L
▪ Cl: 95-107 mEq/L
▪ Kalsium: 8,8-10,3 mg/dl
▪ Magnesium: 1,6-2,4 mEq/L
Pemeriksaan Penunjang :
Parameter (TIMI) 1
Lebih dari 3 faktor risiko (hipertensi, DM, rokok, riwayat keluarga, dislipidemi) 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan stenosis >50% 1
<8,3%
Skor TIMI merupakan skor untuk menentukan spesifisitas yang tinggi dalam
memprediksi outcome klinis mortalitas dalam 30 hari, infark miokard dan perlunya
revaskularisasi pada pasien SKA. Pada dasarnya skor ini menentukan tingkat keparahan infark
miokard pada penderita IMA-NEST dan UAP.
Skor risiko lainnya adalah skor GIobaI Registry of Acute Coronary Events (GRACE)
dapat memprediksi mortalitas 6 bulan selanjutnya di rumah sakit atau setelah pulang. Berikut
adalah rincian skor risiko GRACE.
Tabel 3.9.2 Penilaian Risiko GRACE
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 52
◼ Pasien dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko
kematian 140 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (1-3%) dan tinggi
(>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien
dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian
118 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%)
Adapun skor risiko Killip terdiri dari 4 bagian yaitu keIas 1 pasien tanpa ada kondisi
gagal jantung, sedangkan kelas Killip 2, 3, dan 4 termasuk ke dalam kondisi
komplikasi dengan gagal jantung.
F. Komplikasi
✓ Gagal Jantung
✓ Syok kardiogenik
✓ Edema paru
✓ Aritmia (SVT, VT, AV-Blok)
✓ Ruptur Kardiak
✓ Ruptur Septum Ventrikel
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 53
G. Medikasi IMA
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja suspect SKA
atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan/atau marka jantung.
Kelas IIa Bukti dan pendapat lebih mengarah kepada manfaat atau kegunaan,
sehingga beralasan untuk dilakukan
Kelas IIb Manfaat atau efektivitas kurang didukung oleh bukti atau pendapat,
namun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
Kelas III Bukti atau kesepakatan bersama bahwa pengobatan tersebut tidak berguna
atau tidak efektif, bahkan pada beberapa kasus kemungkinan
membahayakan
level A Data berasal dari beberapa penelitian klinik acak berganda atau
meta-analisis
level B Tingkat data berasal dari satu penelitian acak berganda atau beberapa atau
beberapa penelitian tidak acak
level C Data berasal dari konsensus opini para ahli dan/atau penelitian kecil, bukti
C studi retrospektif, atau registry
Tabel 3.9.4. Tindakan umum dan langkah awal
Rekomendasi Kelas Level Tirah baring I C Pengukuran saturasi oksigen perifer pada
kasus SKA I C
Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan SaO2 ≥ 90% III
fibrinolitik
Aspirin 160-320 mg diberikan segera Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg
kepada semua pasien yang tidak dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. 75mg/hari (pada pasien yang
Dosis maintenance 75-100 mg/hari direncanakan untuk terapi
Aspirin tidak bersalut lebih terpilih IA
mengingat absorpsi sublingual lebih
cepat
Tabel 3.9.7 Tatalaksana IMA-NEST pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Rekomendasi Kelas Level
ginjal yang dimiliki
Pasien IMA-NEST dengan PGK perlu
mendapatkan antitrombotik yang sama Tabel 3.9.8. Tatalaksana IMA-NEST pada
dengan pasien tanpa PGK dengan pasien Anemia
menyesuaikan dosis terkait tingkat disfungsi I B
Tabel 3.9.9. Tatalaksana IMA-NEST pada pasien Fibrilasi Atrium (AF) Rekomendasi
Kelas Level
elektrik atau farmakologis dilakukan pada
Jika tidak ada kontraindikasi, pasien dengan episode fibrilasi atrium
direkomendasikan untuk memberikan pertama < 48 jam (atau pasien tanpa bukti
antikoagulan kepada semua pasien trombus atrium kiri pada TOE) atau jika
pasien mendapatkan antikoagulan minimal
Pemeriksaan serial troponin dipertimbangkan
selama 3 minggu
untuk mendeteksi iskemik pada pasien IAICIC
dengan AF respons ventrikel cepat
Tabel 3.9.9.1. Tatalaksana IMA-NEST pada pasien yang menjalani bedah non
kardiak
Rekomendasi Kelas Level
yang diduga disebabkan oleh iskemia,
Pada pasien yang mendapatkan DAPT (Dual diindikasikan angiografi koroner segera
Anti Platelet Therapy) dan salah satunya
harus dihentikan karena akan menjalani Terapi Reperfusi dan Fibrinolisis
pembedahan non-kardiak, direkomendasikan I C
pemeriksaan troponin pasca bedah
Pada IMA-NEST pasca bedah harus
diberikan tatalaksana standar selain terapi II B I
spesifik-etiologi (misalnya koreksi anemia,
hipovolemi, infeksi)
Terapi reperfusi diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam
dengan elevasi segmen ST menetap maupun LBBB baru.
◻ Primary Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
◻ Fibrinolitik
¤ Fibrinolitik diberikan sebelum dilakukan PCI, bila tidak dapat dilakukkan dalam
< 120 menit.
¤ Streptokinase 1,5 juta U dalam 100 mL D5% atau NaCl 0,9% dalam 30-60
menit
¤ Alteplase (tPA) Bolus 15 mg IV, 0,75mg/kg dalam 30 menit, lanjut 0,5 mg/kg
dalam 60 menit
Risiko tinggi
Risiko Intermediet
Risiko Rendah
Pengkajian
Etiologi:
◼ Emosional/perilaku
◼ Gangguan isi sekuncup
Intervensi Keperawatan
◼ Perawatan jantung: Akut
◼ Manajeman elektrolit (spesifik)
◼ Manajemen cairan/elektrolit
◼ Monitoring cairan/elektrolit
◼ Manajemen energi
◼ Regulasi hemodinamik
◼ Pemberian obat
◼ Manajemen pengobatan
◼ Monitoring neurologis
◼ Terapi oksigen
◼ Monitoring pernafasan
◼ Monitoring tanda vital
RINGKASAN
✓ IMA merupakan suatu fase akut dari nyeri dada (ditandai dengan peningkatan nyeri dada
baik dari segi frekuensi, lama nyeri dan tidak dapat diatasi dengan pemberian Nitrat) ✓ Ada
3 klasifikasi Infark Miokard Akut: IMA-EST atau STEMI, IMA-NEST atau NSTEMI dan
UAP (Unstable Angina Pektoris)
✓ Faktor pencetus terjadinya Infark Miokard Akut adalah aktifitas, stres, emosi, udara
dingin, setelah makan
✓ Tanda gejala secara umum: sesak napas saat beraktivitas hingga saat istirahat; lokasi nyeri
dada atau angina pada substernal, retrosternal dan prekordial yang dapat menjalar hingga
ke lengan kiri dan bisa sampai lengan kanan, leher, rahang hingga gigi, bahu kiri hingga
punggung (interscapula), abdomen; lama nyeri minimal 20 menit, nyeri dada terasa
seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat seperti ditusuk, rasa diperas dan
terpelintir. Sehingga penderita menunjukkan sikap Levine’s sign; Syncope (pusing)
hingga penurunan kesadaran, mual, muntah, diaphoresis (keringat dingin); perubahan
atau deviasi pada gelombang EKG: elevasi ST sampai dengan inversi gelombang, adanya
peningkatan gelombang Q minimal pada dua sadapan atau LBBB baru/ prasangkaan
baru.
✓ Munculnya Q patologis menunjukkan adanya informasi bahwa pasien merupakan
memiliki kasus Old Infark Miocard.
✓ Komplikasi IMA adalah gagal jantung, syok kardiogenik, edema paru, aritmia (SVT, VT,
AV-Blok), ruptur Kardiak,ruptur Septum Ventrikel
✓ Masalah keperawatan prioritas penderita IMA: Penurunan Curah Jantung ✓ Intervensi
keperawatan; penurunan curah jantung pada kasus IMA adalah perawatan jantung: akut,
manajeman elektrolit (spesifik), manajemen cairan/elektrolit, regulasi hemodinamik ,
manajemen pengobatan
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 62
TUGAS
1. Buatlah perbedaan tanda dan gejala NSTEMI, STEMI, dan UAP dalam sebuah tabel.
2. Jelaskanlah mengenai apa itu Per Cutaneus Intervention (PCI).
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, M. dkk. 2018. Profil Infark Miokard Akut dengan Kenaikan Segmen ST di
ICCU RSUD Prof.W.Z.Johannes, Kupang Nusa Tenggara Timur, Januari-April 2018.
CDK-281. 46(12).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Pusponegoro, Aryono dkk (ed). Buku Panduan BT & CLS Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support, Edisi Keenam. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat
118.
S. Rina A.I., dkk. 2018. The Differences of Correlation of the Timi, Grace, and Killip Risk
Scores as Predictor Prognosis Patients With Non St-Elevation Myocard Infarction
Acute Coronary Syndrome in Iccu Rsud Dr. Iskak Tulungagung. Jurnal Ilmu
Keperawatan. 6 (1)