Anda di halaman 1dari 63

Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana Jilid 2 ini

dibuat untuk memudahkan perawat memahami materi tentang


kegawatdaruratan dan manajemen bencana yakni mengenai
bencana, kegawatdaruratan dalam area medical bedah dan
asuhan keperawatan Infark Miokard Akut. Buku ini dilengkapi
dengan tabel-tabel penilaian dan aplikatif yang dapat
diterapkan di lapangan sehingga diharapkan mahasiswa
perawat dapat belajar menjadi mitra dokter saat berada di
lapangan.

Biografi Penulis

Ns. Nike Puspita Alwi, M.Kep merupakan seorang


dosen Program Studi DIII Keperawatan Universitas
Abdurrab yang telah terakreditasi B. Lulusan dari
Universitas Andalas pada Tahun 2011 dan melanjutkan
lalu menyelesaikan jenjang Pendidikan S2 di Universitas
yang sama pada Tahun 2015. Telah memiliki
pengalaman menjadi dosen sejak tah un 2015 hingga
saat ini.
Keperawatan Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana
Jilid 2
Ns. Nike Puspita Alwi, M.Kep

ISBN:
KATA PENGANTAR

Buku ajar ini dipergunakan sebagai salah satu referensi untuk mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana dan ditujukan untuk
memberikan konsep-konsep mendasar untuk kompetensi tatalaksana gawat darurat
dan kebencanaan.

Buku ajar ini dilengkapi penjelasan yang aplikatif dan soal-soal ujian, serta
penugasan sehingga disamping dapat memperkaya khasanah keilmuan mahasiswa,
juga dapat membantu dan mengarahkan mahasiswa dalam memahami materi.
Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i


Daftar Isi.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Pembelajaran................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembe;ajaran..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN MATA KULIAH


2.1 Tinjauan Mata Kuliah.................................................................... 2
2.2 Contoh Masalah (Problem) ........................................................... 2
2.3 Materi yang diajarkan.................................................................... 2
BAB III MATERI

3.1 Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem


Penanggulangan Bencana.............................................................. 3 3.2
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah .... 20 3.3 Asuhan
Keperawatan Infark Miokard Akut.................................. 41 DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Analisis Pembelajaran


Lulusan vokasi perawat diharapkan memiliki kompetensi untuk mengaplikasikan ilmu
keperawatan gawat darurat dan manajemen bencana dalam menghadapai masalah klinik.
Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan ilmu-ilmu keperawatan dasar yang
berintegrasi sehingga pemahaman terhadap ilmu keperawatan gawat darurat dan manajemen
bencana dapat menjadi komprehensif.

Lulusan keperawatan diharapkan memiliki kompetensi antara lain mampu memahami


kesiapsiagaan bencana, mitigasi bencana, tanggap darurat bencana hingga rehabilitasi pasca
bencana, mampu memahami asuhan-asuhan keperawatan gawat darurat yang sering terjadi
dalam area medikal bedah serta mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita Infark Miokard Akut.

Pencapaian kompetensi tersebut tentunya akan dicapai secara bertahap. Dalam rangka
pencapaian kompetensi tersebut, maka mahasiswa semester IV akan diberikan dasar ilmu
keperawatan gawat darurat dan manajemen bencana sebagai berikut:
1. Konsep, Prinsip Bencana dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana
2. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Medikal Bedah dan
3. Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut

1.2.Tujuan pembelajaran
Berdasarkan hal tersebut, maka setelah mempelajari buku ini serta mempraktekkan latihan
latihan yang diberikan dalam buku ajar ini dan juga melakukan evaluasi diri (self assessment)
maka tujuan pembelajaran secara rinci dari buku ini merupakan referensi praktis dari mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana adalah sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan dengan benar mengenai Konsep Bencana, Prinsip Bencana, Kejadian
Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana
2. Mampu menjelaskan dengan benar mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada
medical bedah dan
3. Mampu menjelaskan dengan benar mengenai asuhan keperawatan infark miokard akut

1
BAB II
TINJAUAN MATA KULIAH

2.1. Tinjauan Mata Kuliah

Mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang dibahas dalam buku ini merupakan lanjutan
dari buku ajar Keperawatan Gawat Darurat Jilid 1. Beberapa tinjauan mata kuliah yang akan
dipelajari dalam buku ini hanya mengenai 3 topik seperti yang telah dijelaskan pada bab
pendahuluan. Tentunya konsep kedokteran baik itu anatomi, fisiologi yang terkait dengan
kasus penyakit menjadi dasar ilmu yang telah dipelajari mahasiswa pada semester
sebelumnya. Beberapa tinjauan mata kuliah yang dibutuhkan oleh mahasiswa sebelum
mempelajari buku ini adalah:

2.1.1. Anatomi, Fisiologi Kulit, Cairan dan Elektrolit


2.1.2. Anatomi, Fisiologi Sistem Digestif
2.1.3. Anatomi, Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
2.1.4. EKG dan interpretasi deviasi gelombang EKG

2.2. Contoh Masalah (problem)

Masalah-masalah yang dipilih adalah masalah-masalah pada area gawat darurat dan bencana
yang umum dijumpai dalam praktiknya. Asuhan keperawatan yang diulas dalam buku ini
menggunakan SDKI, NANDA, dan NIC.

Misalnya pada kasus Infark Miokard Akut yang sering menyebabkan angka kematian atau
mortality rate yang tinggi akibat tidak menjaga gaya hidup sehat. Jaringan otot jantung
menjadi tidak mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi akibat adanya plak yang menyumbat
dan kadang disertai dengan penyakit lain seperti hipertensi. Disini mahasiswa akan sangat
terbantu mempelajari konsep-konsep dasar dan umum dijumpai dalam tatanan praktik,

2.3. Materi yang diajarkan

Daftar materi yang diajarkan melalui buku ini adalah:

2.3.1. Kebencanaan
2.3.2. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Medikal Bedah
2.3.3. Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut
2
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 3

BAB III
MATERI

Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki potensi untuk terjadinya
berbagai bencana alam karena memiliki banyak sungai, hutan, gunung Merapi. Secara
georgrafis Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik dunia yaitu: lempeng
Australasia, Pasifik dan Eurasia juga menyebabkan berpotensi tinggi untuk mengalami
gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. Iklim di Indonesia mengakibatkan timbulnya
potensi bencana banjir bandang atau banjir besar.

Gambar 3.1. Peta Lempeng Dunia

Sumber gambar: google

Selain itu, iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan karakteristik geografis yang
membentang antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia memiliki 3 pola iklim
dasar: monsunal, khatulistiwa, dan sistem iklim lokal yang menyebabkan perbedaan pola
curah hujan yang dramatis. Terlebih adanya dampak pemanasan global dan pengaruh
perubahan iklim, seperti kenaikan suhu temperatur dan permukaan air laut pada wilayah
Indonesia yang berada di garis khatulistiwa. Hal ini cenderung menimbulkan tingginya
potensi terjadi berbagai jenis bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang,
kekeringan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan
(karhutla).
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 4

Semua orang mempunyai risiko terhadap potensi bencana, sehingga penanganan bencana
merupakan urusan semua pihak (everybody’s business). Oleh sebab itu, perlu dilakukan
berbagi peran dan tanggung jawab (shared responsibility) dalam peningkatan kesiapsiagaan
di semua tingkatan, baik anak, remaja, dan dewasa. Seperti yang telah dilakukan di Jepang,
untuk menumbuhkan kesadaran kesiapsiagaan bencana.

Gambaran tren bencana global ke depan juga cenderung akan meningkat karena pengaruh
beberapa faktor, seperti:

1) Meningkatnya jumlah penduduk,


2) Urbanisasi,
3) Degradasi lingkungan,
4) Kemiskinan, dan
5) Pengaruh perubahan iklim global.

Secara umum, faktor utama banyaknya korban jiwa, kerusakan, dan kerugian yang timbul
akibat bencana adalah masih kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta pelaku
pengelola sumber daya hayati dan lingkungan terhadap risiko bencana di wilayahnya. Selain
itu, dukungan mitigasi struktural yang belum memadai juga menjadi faktor tak terpisahkan.
Hal ini mengakibatkan kesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana masih sangat kurang.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan umum pembelajaran topik kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
tentang kebencanaan.

Beberapa tujuan khusus pembelajaran ini adalah:

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian bencana


2. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi bencana
3. Mahasiswa mampu memahami paradigma perkembangan bencana
4. Mahasiswa mampu memahami pengertian kejadian luar biasa
5. Mahasiswa mampu memahami sistem penanggulangan bencana terpadu.
6. Mahasiswa mampu memahami tahapan penanggulangan bencana

MATERI

A. Pengertian Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 5

Undang – undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan bencana adalah “peristiwa


atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”

Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar, yaitu: 1.
Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard). 2.
Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi
dari masyarakat.
3. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat
untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.

B. Klasifikasi Bencana

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan
yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat.
Beberapa klasifikasi bencana yaitu sebagai berikut:
1. Bencana Alam

Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

• Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik.
Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
Sepanjang 2018, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat
peristiwa gempa bumi sebanyak 11.577 kali. Dari jumlah itu, sebanyak 23 gempa di
antaranya berdaya rusak cukup parah, seperti yang menimpa wilayah Palu- Donggala
beberapa waktu lalu.
Gempa bumi terbagi atas:
o Gempa bumi vulkanik ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma,
yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin
tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan
terjadinya getaran atau goyangan pada permukaan bumi. Biasanya untuk gempa
bumi jenis ini hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
o Gempa bumi tektonik; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik,
yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai
kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak
menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat
mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 6

disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan


plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan
tektonik.
• Tsunami adalah serangkaian gelombang air laut besar hingga menghantam pesisir
dengan kecepatan tinggi. Tsunami terjadi karena adanya aktivitas di dasar laut yang
disebabkan oleh lentingan lempeng di bawah laut, letusan gunung api di bawah laut,
maupun longsor yang terjadi di dasar laut. Ciri – ciri umum terjadinya tsunami adalah
gempa bumi, letusan gunung api atau jatuhnya meteor di dasar laut yang
menimbulkan gelombang besar menuju pesisir laut. Getaran sebelum tsunami dapat
dirasakan sebelum tsunami datang, namun juga tidak dapat dirasakan sebelumnya atau
biasanya disebut tsunami kiriman. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat
dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang.
• Gunung api merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut
bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan
pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni
diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut
lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung api
yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau
lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.
Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif. Gunung berapi yang
akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain:
o Suhu di sekitar gunung naik.
o Mata air menjadi kering
o Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)
o Tumbuhan di sekitar gunung layu
o Binatang di sekitar gunung bermigrasi
• Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air
menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh
air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang
tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir
juga membawa lumpur berbau yang menutup segalanya setelah air surut. Banjir
adalah hal yang rutin, setiap tahun pasti datang. Banjir dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup berupa:
o Rusaknya areal pemukiman penduduk
o Sulitnya mendapatkan air bersih
o Rusaknya sarana dan prasarana penduduk
o Rusaknya areal pertanian
o Timbulnya wabah penyakit
o Menghambat transportasi darat
• Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa
yang berkepanjangan, beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Biasanya kejadian ini
muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 7

rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena


cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun
penggunaan lain oleh manusia. Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai
menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada
pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi
kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang
dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif
dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan.
• Angin topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan 120 km/jam atau lebih
yang sering terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di
daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan
oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi
di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar
daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem dengan kecepatan sekitar 20 km/jam.
• Banjir Bandang. Salah satu bencana yang relatif baru dikenal dan akhir-akhir ini
muncul dengan intensitas cukup tinggi adalah apa yang disebut sebagai “banjir
bandang” (flash flood). Banjir bandang merupakan aliran air dalam jumlah besar yang
mengalir dari hulu sungai (sebagai pengirim) ke hilir (sebagai penerima) dengan
kecepatan yang tinggi. Banjir bandang merupakan banjir yang terjadi secara tiba-tiba
pada wilayah dataran rendah yang dipicu oleh curah hujan hujan tinggi atau ketika
terdapat bendungan alam/buatan yang jebol. Kondisi ini terjadi jika tanah menjadi
sangat jenuh dengan air yang menyebabkan volume air yang besar tidak dapat diserap
ke dalam tanah, sehingga menyebabkan terjadinya luapan air dengan cepat pada sisi
tebing yang akan menyapu berbagai macam material yang terdapat sepanjang daerah
aliran.
Banjir bandang biasanya terjadi secara tiba-tiba sehingga sangat membahayakan.
Banjir bandang dibedakan karakteristiknya dengan banjir pada umumnya oleh
kecepatan arus air, waktu genangan air yang relatif cepat hilang yaitu kurang dari 6
jam, viskositas aliran tinggi, membawa material lumpur, kerikil batu dan pepohonan
serta apa saja yang disapunya dalam perjalanan air dari hulu ke hilir, serta wilayah
terdampak relatif lebih sempit dari banjir biasa. Banjir bandang biasanya terjadi pada
aliran sungai yang kemiringan dasar sungai curam. Aliran banjir yang tinggi dan
sangat cepat dan limpasannya dapat membawa batu besar atau bongkahan dan
pepohonan serta merusak atau menghanyutkan apa saja yang dilewati namun cepat
surut kembali. Beberapa kejadian banjir bandang yang terekam adalah banjir bandang
Bohorok 2003 (Sumatera Utara), Banjir Bandang Sinjai 2006 (Sulawesi Selatan), Situ
Gintung 2009 (Banten), banjir bandang Wasior 2010 (Papua Barat) dan Way Ela
(2013).
• Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi
yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan
jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian
longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor
pendorong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi material itu sendiri,
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 8

sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material


tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi
suatu lereng yang curam, ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh, yaitu:
o Erosi
o Hujan lebat pada daerah lereng
o Gempa bumi yang melewati daerah dengan tanah yang lemah
o Aktivitas gunung berapi
o Penggunaan bahan peledak, lalu lintas dengan beban sangat berat di atas
permukaan tanah yang lemah,dll

2. Bencana Non Alam

Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit.
• Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Perubahan iklim global yang menyebabkan
kekeringan berkepanjangan di Indonesia lebih sering terjadi dalam 10 tahun terakhir
ini menjadi salah satu faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan, yang diperparah
dengan lebih kerapnya kejadian ENSO. Pada dasarnya kebakaran hutan bukanlah
bencana alam karena hampir 99 persen kejadian kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia disebabkan oleh faktor manusia, baik karena kesengajaan maupun
kelalaian. Luasnya areal hutan dan lahan yang terbakar di Indonesia hingga saat ini
dipengaruhi pula oleh karakteristik biofisik lahannya. Sebagian besar kejadian
kebakaran hutan dan lahan pada 10 tahun terakhir terjadi di lahan gambut. Lahan
gambut secara alami merupakan lahan basah yang tidak mudah terbakar, tetapi jika
lahan gambut kering karena adanya drainase yang berlebihan, maka sangat rentan
terbakar. Lahan gambut yang kering juga dapat berubah sifatnya sehingga tidak dapat
kembali ke awal sehingga tingkat kerentanan terbakar semakin tinggi.Dengan
demikian, aspek kondisi lahan dan iklim menjadi aspek penting yang berpengaruh
terhadap kejadian kebakaran saat ini.
• Gagal Teknologi. Menurut UNISDR, gagal teknologi adalah semua kejadian bencana
yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan
manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau industri. Kegagalan teknologi dapat
menyebabkan pencemaran (udara, air, dan tanah), korban jiwa, kerusakan bangunan,
dan kerusakan lainnya. Bencana gagal teknologi pada skala yang besar akandapat
mengancam kestabilan ekologi secara global. Peningkatan bidang industri dan
perkembangan teknologi yang pesat membuat sudah waktunya industri di Indonesia
dikelola sedemikian rupa guna mengurangi risiko tersebut. Fenomena semburan
lumpur di Sidoarjo yang terjadi pada akhir Mei 2006 di lokasi dimana PT. Lapindo
Brantas Inc. melakukan kegiatan pengeboran adalah sebuah contoh dampak negatif
dari kegiatan industri serta bentuk bencana yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Sehubungan dengan hal ini maka keberadaan atau tersedianya peta risiko
Kegagalan Teknologi di Indonesia menjadi sangat krusial. Contoh gagal teknologi lain
adalah kecelakaan lalu lintas.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 9

3. Bencana Sosial

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

C. Paradigma Perkembangan Bencana


Undang – Undang Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007 membuktikan bahwa
paradigma penanggulangan bencana semakin lama semakin berkembang dari
melakukan reaksi tanggap darurat pada saat setelah terjadi bencana menuju antisipasi
pengurangan kerugian baik harta maupun nyawa sebelum terjadi bencana.
Perubahan paradigma kebencanaan penanganan bencana (yang sifatnya responsif
kuratif) berubah menjadi pengurangan risiko bencana (yang bersifat antisipatif
preventif) yang lebih menitikberatkan pada tahap pra bencana daripada tahap tanggap
darurat.

Penanggulangan bencana adalah suatu rangkaian kegiatan yang bersifat pencegahan,


tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi yang diselenggarakan secara koordinatif,
komprehensif, serentak, cepat, tepat dan akurat dengan melibatkan lintas sektor dan
lintas wilayah.

Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai


upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

Terdapat 4 fase perkembangan paradigma penanggulangan bencana:

1. Paradigma relief / tanggap darurat (tahun 60-an) yang difokuskan pada saat
kejadian bencana melalui upaya pemberian bantuan darurat (relief) berupa
pangan, tempat penampungan, dan kesehatan. Tujuan utama penanganan
adalah untuk meringankan penderitaan korban dan memperbaiki kerusakan
akibat kejadian bencana dan segera mempercepat upaya pemulihan (recovery).
2. Paradigma mitigasi (tahun 80-an) yang difokuskan pada upaya pengenalan
bahaya yang mengancam dan pola perilaku individu/masyarakat yang
menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Mitigasi atau meminimalkan
dampak terhadap bencana dilakukan secara fisik/struktural, sedangkan
mitigasi terhadap pola perilaku yang rentan melalui non-struktural, seperti
penyuluhan, relokasi permukiman, peraturan-peraturan bangunan dan
penataan ruang.
3. Paradigma pembangunan (tahun 90-an) adalah paradigma dimana manajemen
bencana yang memfokuskan pada faktor-faktor penyebab dasar dan proses
terjadinya kerentanan masyarakat terhadap bencana. Manajemen bencana
dikaitkan dengan sektor-sektor pembangunan, seperti masalah kemiskinan,
kualitas hidup, pemilikan lahan, akses terhadap modal, pendidikan yang
rendah, inovasi teknologi dsb.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 10

4. Paradigma reduksi risiko (tahun 2000-an hingga kini)


Paradigma ini merupakan kombinasi dari sudut pandang teknis dan ilmiah
terhadap kondisi sosial, ekonomi, politis dan lingkungan. Penanggulangan
bencana diawali dari menganalisis risiko bencana berdasarkan
ancaman/bahaya dan kerentanan, untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengelola dan mengurangi risiko, serta mengurangi dampak bencana yang
ditimbulkan.
Manajemen bencana dilakukan bersama oleh semua pemangku kepentingan
(stakeholder), lintas sektor dan dengan pemberdayaan masyarakat.

D. Kejadian Luar Biasa


Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Penanggulangan wabah diatur dalam UU No.4
Th 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan PP No40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Peraturan Menteri Kesehatan No.56
tentang Jenis Penyakit tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah. Diare, Campak dan
DBD merupakan kasus yang sering menimbulkan KLB di Indonesia. Difteri,
Cikungunya, Leptospirosis, Filariasis, SARS-Cov1, SARS-Cov2 (Covid 19) juga
menjadi KLB di Indonesia akhir-akhir ini.
KLB dapat menimbulkan dampak pada peningkatan kesakitan dan kematian yang
besar, yang juga berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial, sehingga
membutuhkan perhatian dan penanganan dari semua pihak. Status Kewaspadaan KLB
meliputi kajian epidemiologi secara terus-menerus dan sistematis terhadap penyakit
berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, Peringatan Kewaspadaan KLB, dan
peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana kesehatan pemerintah dan
masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya KLB.
Beberapa penyelenggara dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB (SKD KLB) adalah
Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Kantor Kesehatan Pelabuhan, Unit Pelayanan Kesehatan termasuk UPT Depkes dan
daerah serta anggota masyarakat perorangan dan kelompok.
Manajemen SKD-KLB oleh Departemen Kesehatan adalah mulai dari melakukan
kajian epidemiologi, peringatan kewaspadaan dini KLB, peningkatan kesiapsiagaan
KLB, advokasi dan asistensi penyelenggaraan SKD-KLB ke arah kebijakan dan
anggaran nasional hingga teknisnya, pengembangan teknologi SKD-KLB, menyusun
peraturan perundang-undangan, hingga pengembangan dan atau peningkatan SKD
KLB darurat. Salah satu KLB yang sedang berjalan saat ini yang tidak hanya
mewabah di Indonesia namun juga dunia adalah pandemic Covid 19. Protokol hingga
pembuatan gugus percepatan dan manajemennya telah diatur oleh pemerintah. Peran
perawat adalah meingkatkan promotif dan preventif untuk memutus rantai penularan
covid 19, namun tidak mengenyampingkan upaya kuratif bagi yang terserang penyakit
covid 19.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 11

Skema 3.1. Skema Penanggulangan KLB

Sumber skema: PMK RI no 949/Menkes/SK/VIII/2004

E. Sistem Penanggulangan Bancana Terpadu


Manajemen penanggulangan bencana merupakan segala upaya atau kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap
darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada tahapan
sebelum, saat dan setelah bencana.

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui


3 (tiga) tahapan sesuai dengan Pasal 33 UU No. 24/2007 sebagai berikut: 1. Tahap
pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika sedang
dalam ancaman potensi bencana
2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang
terjadi bencana.
3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.

Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga)


manajemen yang dipakai yaitu :
1. Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain :
a) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana
b) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
c) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 12

yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan
dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang.

2. Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan
pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat
terjadinya bencana dengan fase nya yaitu melalui tanggap darurat bencana.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

3. Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan
hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu:
• Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
• Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana

Dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana harus dibuat sebuah sistem. Di


Indonesia, sistem nasional penanggulangan bencananya mencakup sub-sistem tentang
legislasi, kelembagaan, perencanaan, pendanaan, pengembengan kapasitas dan
mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana. Program - program
penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan melakukan pengintegrasian
penanggulangan bencana melalui sistem yang telah ada, diantaranya:
1) Kebijakan dan Perencanaan Pemerintah. Kebijakan yang diatur perlu
mencakup seluruh tahapan manajemen bencana mulai dari pencegahan sampai
dengan rehabilitasi dan rekonstriuksi. Kebijakan tentang PRB dimasukkan ke
dalam kebijakan pembangunan pemerintah sebagai salah satu visi, misi, dan
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 13

prioritas di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana


Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
2) Penguatan Sistem Peringatan Dini. Pengembangan sistem peringatan dini
merupakan perpaduan pengembangan kebijakan, sistem dan pembagian peran
antara instansi terkait untuk memastikan informasi peringatan bencana dapat
disampaikan kepada masyarakat secara tepat dan akurat. Indonesia telah
memiliki sistem peringatan dini nasional yang komprehensif dalam peringatan
dini gempa dan tsunami yang dikenal dengan end to end INA Tsunami Early
Warning System (INA-TEWS). Namun sistem penyampaian pesan sampai ke
tingkat masyarakat perlu untuk terus ditingkatkan dan di pertahankan
mengingat luasnya wilayah dan cakupan masyarakat yang perlu dicapai oleh
informasi tersebut.
Hal lain yang perlu diperhitungkan adalah juga adanya bencana-bencana
lainnya seperti banjir, kebakaran hutan, badai dan lain-lain yang sistem
peringatan dininya masih perlu dikembangkan sesuai dengan karakteristik
wilayah dan masyarakat yang sangat beragam. Pengembangan sistem
informasi peringatan dini berbasis masyarakat dan kearifan lokal juga
merupakan sebuah intervensi yang dapat dilakukan di dalam peningkatan
kemampuan kesiapsiagaan dan mitigasi.
3) Sistem Pendidikan. Penerapan pengetahuan dan sikap kedalam sistem
pendidikan (sekolah) merupakan salah satu sumber dan penyebar informasi
yang efektif kepada masyarakat. Integrasi PRB ke dalam kurikulum formal
maupun informal telah dilakukan diberbagai tingkatan. Intervensi kegiatan
yang lainnya yang perlu dilakukan secara berkelanjutan adalah peningkatan
kesiapsiagaan warga sekolah (Sekolah Siaga Bencana – SSB) dengan
pelaksanaan peningkatan kesadaran dan kapasitas guru dan murid dalam
menganalisis risiko dan melakukan pengorganisasian keadaan tanggap darurat
termasuk mekanisme transisi tanggung jawab dari pihak sekolah kepada orang
tua terhadap siswa di masa bencana/pascabencana
4) Kearifan Lokal. Contoh kearifan lokal “Smong” di Pulau Simelue telah
diterapkan turun temurun antar generasi sehingga kesiapsiagaan terhadap
tsunami telah menjadi suatu kebiasaan yang alami dan dilakukan di dalam
kehidupan sehari-hari. Indonesia dengan kekayaan budaya dan kearifan lokal
merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk dapat secara alami dan
berkelanjutan membentuk sikap kesiapsiagaan di tingkat masyarakat dan lebih
lentur dalam menghadapi bencana.
5) Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas/ Masyarakat (PRBBK).
Beberapa tahapan pendampingan yang dapat dilakukan di tingkat masyarakat
antara lain adalah pembentukan kader siaga bencana desa, pelatihan
manajemen bencana dan pertolongan pertama, analisa bahaya, kerentanan dan
risiko bencana, penyusunan rencana kontinjensi dan pengurangan risiko
bencana desa, penyuluhan bencana, simulasi bencana, dan mitigasi. Proses
kegiatan tersebut tentunya menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama
dengan intervensi dari pihak luar yang semakin kecil seiring berjalannya
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 14

proses. Aspek keberlanjutan dan partisipasi merupakan komponen utama yang


perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya.

Kebijakan Penanggulangan Bencana Indonesia


Skema 3.2. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana
a) Legislasi
Legislasi yang mengatur sistem nasional penanggulangan bencana:
• Nasional: UU PB no. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,
Peraturan Presiden no. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) no. 21 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP no. 22 tahun
2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP no.
23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga
Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Peraturan
Kepala (Perka) BNPB, dsb
• Daerah : seperti peraturan daerah/ Qanun No 5 tentang Penanggulangan
Bencana aceh

b) Kelembagaan
Lembaga khusus penanggulangan bencana:
• BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
• BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) baik provinsi ataupun
kabupaten/ kota.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 15

Lembaga ini dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana mempunyai


tugas dan fungsi “koordinasi, komando dan pelaksana.

Lembaga non-formal adalah platform atau forum PB/PRB seperti PLANAS


PRB untuk tingkat nasional dan berbagai macam forum sejenis lainnya yang
ada di daerah
c) Perencanaan
Perencanaan penaggulangan bencana dapat dilakukan dengan
mengitegrasikan aspek-aspek Rencana Penanggulangan Bencana dalam
RPJP(D) dan RPJM(D) serta Rencana Aksi – PRB dalam RKP(D).
Perencanaan nasional penanggulangan bencana memiliki strategi-strategi
khusus yaitu:
1) Mengurangi Risiko Bencana (Reduce The Risk)
2) Menyelamatkan Sebanyak Mungkin Nyawa (Save More Lives) 3)
Membangun Kembali Lebih Baik dan Lebih Aman (Built Back Better and
Safer)
Jenis-jenis perencanaan dalam penanggulangan bencana:
1) Rencana Penanggulangan Bencana
2) Rencana Tanggap Darurat
3) Rencana Kontijensi
4) Rencana Operasi
5) Rencana Pemulihan

d) Pendanaan
Sumber-sumber pendanaan dalam penanggulangan sebagai berikut: dana
DIPA (APBN/APBD), DAK yaitu dana untuk PEMDA, Dana Contingency
yakni dana untuk penanganan kesiapsiagaan, Dana Siap Pakai (on call)
adalah dana untuk bantuan kemanusiaan (relief) pada saat terjadi, dana
bencana yang berpola hibah bencana, dana yang bersumber dari
masyarakat.

e) Pengembangan kapasitas
Dilakukan dengan Pendidikan dan pelatihan, Penelitian dan Pengembangan
Iptek Kebencanaan dan Penerapan Teknologi Penanggulangan Bencana.

f) Penyelenggaraan
meliputi penetapan kebijakan pembangunan pada tahapan sebelum, saat dan
sesudah terjadi bencana mencakup kegiatan-kegiatan mulai dari fase
pencegahan bencana, tanggap darurat, sampai pada fase rehabilitasi dan
rekontruksi yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh.
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 16

F. Tahapan Penanggulangan Bencana

Gambar 3.2. Siklus Penanggulangan Bencana


Sumber Gambar: Modul Penanggulangan Bencana
Siklus penanggulangan bencana memiliki 3 tahapan yaitu:
1) Pra Bencana; meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi
bencana dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan bencana
• Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Tingkat
kerentanan dapat ditinjau dari empat aspek, yaitu:
Kerentanan fisik (infrastruktur), menggambarkan suatu kondisi fisik yang
rawan terhadap bahaya (hazard) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat
dilihat dari berbagai indikator, antara lain: persentase kawasan terbangun,
kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan
listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, lingkungan
pertanian, hutan, dan lain-lain.
Kerentanan sosial kependudukan menggambarkan kondisi tingkat
kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya. Beberapa indikator
kerentanan sosial, antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan
penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk
perempuan, penduduk dengan disabilitas, kelembagaan masyarakat,
tingkat pendidikan, dan lain-lain.
Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan
ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya. Beberapa indikator
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 17

kerentanan ekonomi di antaranya, mata pencaharian masyarakat, tingkat


pengangguran, dan kesenjangan tingkat kesejahteraan.
Kerentanan lingkungan menggambarkan tingkat ketersediaan/kelangkaan
sumber daya (lahan, air, udara) serta kerusakan lingkungan yang terjadi.
• Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
• Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah yang tepat
guna serta berdaya guna. Kesiapsiagaan difokuskan untuk :
(a) membangun sistem peringatan dini bencana multi ancaman nasional yang
terkoordinasi dengan prosedur standar yang disepakati antar
kementerian/lembaga terkain secara sistematis dan terukur dan selalu dilatih
secara berkala,
(b)memperkuat tingkat paparan pelayanan sistem peringatan dini bencana
kepada masyarakat pengguna dengan mengembangkan alternatif moda
penyebaran, strategi advokasi dan informasi publik, serta mekanisme latihan
bersama antara pemerintah dan masyarakat,
(c) peningkatan kapasitas evakuasi, penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan
serta kemandirian mobilisasi sumberdaya masyarakat berdasarkan pedoman
dan mekanisme standar yang disepakati.

Kegiatan kesiapsiagaan melalui pemberian latihan. Ada 3 tahapan latihan:

o Tahap pelatihan
o Tahap simulasi
o Tahap uji system

Kegiatan latihan kesiapsiagaan dapat dilakukan secara rutin, terutama di kota/


kabupaten risiko bencana yang tinggi, dan dilakukan minimal 1 tahun sekali
guna mengurangi jumlah korban bencana. Pada tahap latihan kesiapsiagaan,
salah satu jenis latihannya adalah evakuasi mandiri. Evakuasi mandiri adalah
kemampuan dan tindakan individu/masyarakat secara mandiri, cepat, tepat,
dan terarah berdasarkan langkah-langkah kerja dalam melakukan
penyelamatan diri dari bencana.
Latihan evakuasi mandiri adalah latihan untuk dilaksanakan oleh organisasi
atau perusahaan, hotel, sekolah, desa, dan sebagainya dalam rangka merespon
sistem peringatan dini bencana. Latihan kesiapsiagaan biasanya dilakukan
pada tingkat komunitas, seperti organisasi perusahaan, hotel, sekolah, desa,
dan lain sebagainya.

Latihan kesiapsiagaan dimulai dari tahap awal analisis kebutuhan,


perencanaan, persiapan dan pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi.
Contoh latihan kesiapsiagaan rutin yang dilakukan pemerintah adalah latihan
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 18

kesiapsiagaan gempa dan tsunami Provinsi Sumatera Barat setelah munculnya


hasil penelitian risiko munculnya gempa mega thrust dari hasil penelitian.

Peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana difokuskan kepada:

(a) optimalisasi strategi penyadaran publik untuk mengembangkan partisipasi


masyarakat dalam melaksanakan pencegahan dan mitigasi bencana,

(b) mengembangkan riset-riset terapan dengan kerangka kerja terstruktur dan


mengarah kepada peningkatan rasio biaya-manfaat dan selalu
mempertimbangkan proses adaptasi pengetahuan asli lokal di tatanan masyarakat
pengguna hasil riset, dan

(c) penataan ruang dan lahan pada sebagian besar daerah prioritas nasional
berdasarkan rencana pengelolaan sumberdaya air, tanah dan hutan sesuai dengan
hasil Kajian Risiko Bencana serta Kajian Lingkungan Hidup Strategis Daerah.

2) Saat Bencana; Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana. 3)
Pasca Bencana (sesudah Bencana), kegiatannya antara lain: rehabilitasi dan
rekonstruksi.
RINGKASAN
✓ Bencana adalah “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
✓ Beberapa klasifikasi bencana yaitu: Bencana Alam, Bencana Non Alam, Bencana Sosial
✓ 4 fase perkembangan paradigma penanggulangan bencana: Paradigma relief / tanggap
darurat (tahun 60-an), Paradigma mitigasi (tahun 80-an), Paradigma pembangunan (tahun
90-an), Paradigma reduksi risiko (tahun 2000-an hingga kini)
✓ Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.
✓ Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004
✓ Tiga tahapan manajemen penanggulangan bencana adalah: tahap pra-bencana, tahap
tanggap darurat (saat bencana), tahap pasca bencana
✓ Keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen:
Manajemen Risiko Bencana, Manajemen Risiko Bencana, Manajemen Pemulihan ✓
Program-program penanggulangan bencana dalam sistem: kebijakan dan perencanaan
pemerintah, penguatan sistem peringatan dini, sistem pendidikan, kearifan lokal,
Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas/ Masyarakat (PRBBK).
Konsep, Prinsip dan Kejadian Luar Biasa dan Sistem Penanggulangan Bencana 19

TUGAS

Jawablah pertanyaan berikut dengan padat dan jelas.

1. Jelaskanlah mengapa Indonesia rentan mengalami bencana dan apa sajakah faktor yang
mempengaruhi bencana tersebut?
2. Apa itu bencana sosial dan jelaskanlah contoh yang pernah terjadi di Indonesia. 3. Apa
sajakah kelembagaan formal yang melakukan penanggulangan bencana di Indonesia?
4. Jelaskanlah perkembangan paradigma penanggulangan bencana
5. Jelaskanlah siklus penanggulangan bencana

DAFTAR PUSTAKA
BNPB. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Diunduh
bulan April 2020 dari https://bit.ly/301Y1Si
BNPB. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Diunduh bulan April 2019
dari https://bnpb.go.id/uploads/24/buku-renas-pb.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(KLB).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
Supartini, Eni dkk. 2017. Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan Bencana; Membangun
Kesadaran dan Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana. Jakarta: Direktorat
Kesiapsiagaan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 20
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah

PENDAHULUAN

Kasus-kasus kegawatdaruratan merupakan kasus yang bersifat gawat dan darurat. Pada ranah
Medikal Bedah, terdapat berbagai macam kasus kegawat daruratan diantaranya adalah
peritonitis, luka bakar dan shock

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan umum pembelajaran topik kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada medikal bedah.

Beberapa tujuan khusus pembelajaran ini adalah:

1. Mahasiswa mampu memahami konsep Peritonitis mulai dari pengertian hingga


komplikasi
2. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Peritonitis
3. Mahasiswa mampu memahami konsep luka bakar
4. Mahasiswa mampu memahami konsep shock
5. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan shock

MATERI

A. Peritonitis
Peritonitis merupakan peradangan pada lapisan peritoneum karena adanya perforasi
atau luka yang berlubang dari organ yang berlumen (saluran pencernaan) di dalam
tubuh sehingga cairan organ keluar dari lumen. Peritonitis disebabkan oleh Apendisitis
akut, divertikulitis (radang kantung usus besar).
Peritonitis merupakan kondisi gawat darurat karena harus ditangani sesegera

mungkin. Klasifikasi Peritonitis

• Peritonitis primer, yang disebabkan karena penyebaran hematogenous, biasanya


pada pasien immunocompromised– seperti peritonitis tuberkulosis dan
spontaneous bacterial peritonitis (SBP). Pada peritonitis primer tidak terdapat
perforasi dari organ berongga
• Peritonitis sekunder, disebabkan karena perforasi organ berongga baik karena
penyakit, trauma, maupun iatrogenik. Contoh peritonitis sekunder yang sering
ditemui adalah apendisitis perforasi dan perforasi gaster
• Peritonitis tertier, yaitu peritonitis yang persisten atau rekuren setelah terapi atau
operasi yang adekuat
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 21

Anamnesa Peritonitis:
Peritonitis dicurigai bila :

• nyeri menetap disertai rasa mual, muntah, demam, buang air besar sedikit-sedikit
dan encer.
karakteristik nyeri: onset, perjalanan nyeri. Intensitas nyeri semakin kuat saat
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.
• gejala penyerta: demam, diare, konstipasi, mual muntah.
• Ada riwayat penyakit penyerta: gastritis, inflammatory bowel disease, divertikulitis,
typhoid.
• Ada riwayat operasi.
• gaya hidup/kebiasaan: minum jamu, pemakaian imunosupresan

Tanda peritonitis pada pemeriksaan fisik:

• Vital sign: hipertermi, takikardi, hipotensi (shock).


• Abdomen:
o Inspeksi: flat, distensi, ada parut paska operasi.
o Auskultasi: bising usus menurun.
o Palpasi: nyeri tekan seluruh perut (nyeri tekan, nyeri lepas, defence musculaire,
nyeri ketok). Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi
akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun
involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum serta abdomen tidak
bergerak mengikuti pernapasan.
o Perkusi: pekak hepar menghilang. Hipertimpani pada perkusi abdomen • Rectal
toucher (RT): nyeri seluruh kuadran, dengan tonus muskulus sfingter ani menurun
dan ampula rekti berisi udara

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Leukositosis/ normal; Liver Function Test, apakah ada abses liver; Amilase dan lipase
pada dugaan pankreatitis;Kultur kuman.
Radiologi
Rontgen=> adanya gambaran free air / free udara

Gambar 3.3. Gambaran Rontgen Abdomen pada Penderita

Peritonitis
Sumber: Buku Gawat Darurat dan Medis RS Universitas Airlangga
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 22

Komplikasi Peritonitis

✓ Ensefalopati hepatik. Ini terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan fungsi otak
akibat hati sudah tidak mampu mengeluarkan zat beracun dari dalam darah. ✓ Sindrom
hepatorenal. Sindrom ini merupakan gagal ginjal progresif.
✓ Sepsis. Sepsis adalah reaksi parah akibat aliran darah sudah terkontaminasi oleh
bakteri

Komplikasi Sekunder

✓ Abses intra abdomen;


✓ Ganggren usus atau matinya jaringan usus;
✓ Adhesi intraperitoneal, di mana pita jaringan fibrosa menyatu dengan organ perut,
sehingga dapat menyebabkan penyumbatan usus;
✓ Syok septik, yang ditandai dengan tekanan darah rendah yang ekstrem

Tatalaksana

✓ Volume resuscitation, hati–hati pada usia tua;


✓ Monitoring cairan dengan memasang kateter;
✓ Koreksi elektrolit;
✓ Dekompresi dengan memasang NGT, kateter, dan needle dekompresi (mengeluarkan
cairan gaster) bila diperlukan;
✓ Antibiotik broad spectrum;
✓ Antipiretik; dan
✓ Terapi definitif/ Operasi. Tindakan operasi dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup organ dalam yang robek.

Asuhan Keperawatan pada Kasus Peritonitis

Pengkajian: Pada Primary Survey (ABCDE) dan Secondary Survey....ditemukannya data


subjektif dan objektif sesuai dengan tanda dan gejala
Masalah Keperawatan:
1. Nyeri akut
2. Hipertermi
3. Resiko syok

Intervensi masalah keperawatan prioritas

• Pasang NGT, lakukan dekompresi gaster


• Kaji karakteristik nyeri dan TTV klien
• Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik, antibiotic
• Siapkan klien untuk menjalani operasi
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 23

Evaluasi masalah keperawatan prioritas:

• KU sedang
• TTV dalam rentang normal
• Skala nyeri berkurang

B. Luka Bakar

Luka Bakar adalah trauma panas/termal yang mencederai lapisan kulit mulai dari
epidermis bahkan sampai ke tulang. Penyebab luka bakar adalah: karena suhu
panas/dingin, listrik, bahan kimia, bahan-bahan radiasi.

Derajat Luka Bakar

Gambar 3.4. Derajat Luka Bakar


Sumber gambar: google

Tabel 3.1. Tabel Derajat Luka Bakar

Derajat Luka Bakar Ciri Gambar


Superficial Thickness hanya mengenai
epidermis,
ditandai dengan adanya eritema,
nyeri dan tidak ada
bulla
dermis. Tandanya: warna
kemerahan, timbul gelembung
Parcial Thickness: (vesikula bila kecil, bulla bila
(Superficial-Partial dan besar) yang berisi cairan
Partial Deep Thickness) plasma.
Epidermis akan terlepas dari
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 24

Full Thickness Kulit seperti perkamen,


hijau
keabu-abuan bahkan juga
ditemukan berwarna gosong.
Tampak vena kecil dibawahnya
yang mengalami thrombosis
(capillary blush). Tidak akan
terlalu nyeri, karena seluruh ujung
saraf sudah rusak. H ilangnya
sensasi pinprick. Jaringan yang
sembuh terdapat jaringan granulasi
(jaringan kemerahan yang graf
mudah berdarah bila
tersinggung. Jaringan
granulasi akan sembuh dengan Gambar 3.5. Derajat Luka
pembentukan jaringan Bakar
sikatriks. Bila ingin sembuh Sumber foto: Mayo Clinic
sempurna maka dilakukan skin
Sumber Gambar: Google

Makin luas luka bakar, semakin buruk prognosisnya. Luka termal yang terjadi lebih dari
90% total luas permukaan tubuh (TBSA) hampir selalu akan meninggal.

Penilaian luka bakar berdasarkan rule of nines, yakni ada 11 bagian tubuh yang bernilai 9
dan perineum 1 %. Penilaian rule of nines untuk dewasa dan anak, nilainya berbeda.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 25

Gambar 3.6. Penilaian persentase luas luka bakar “rule of nines”


Sumber Gambar: Google
Penggunaan “Pediatric Rule of Nine” harus digunakan untuk klien anak dengan luka bakar
(lihat Gambar diatas.). Namun setiap peningkatan umur pada anak, persentasi harus
disesuaikan. Setiap tahun setelah usia 12 bulan, dikurangi 1 % untuk area kepala dan
ditambahkan 0,5 % untuk area kaki anak. Setelah anak mencapai usia 10 Tahun, tubuh anak
sudah proporsional sesuai dengan tubuh dewasa.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 26

Asuhan Keperawatan Luka Bakar

Pengkajian

Primary survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi.
a. (Airway) : Penalataksanaan jalan nafas dan manajemen trauma cervical b.
(Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
c. (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. (Disability) : Status neurogenik
e. (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan

Perawat dapat menggunakan check list dalam mengidentifikasi dan tatalaksana pasien luka
bakar berat pada survey primer berdasarkan Fundamental Critical Care Support (FCCS
course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early Management of Severe Burn course, dan
ABC of Burn

Tabel 3.2. Identifikasi dan Tatalaksana Pasien Luka Bakar Berat pada Survey Primer dan
Sekunder berdasarkan Fundamental Critical Care Support (FCCS course) oleh Asosiasi
Critical Care cunia, Early Management of Severe Burn Course dan ABC of Burn
Manajemen Cek Tindakan (√)

Airway Patensi Jalan Napas Berbicara dengan klien

Bersihkan jalan nafas dari benda asing


Lakukan Chin lift, Jaw thrust

Hindari melakukan hiperfleksi atau


hiperekstensi kepala dan leher

Kontrol tulang cervical dengan rigid


collar

Breathing Periksa tanda - tanda Inspeksi dada, pastikan pergerakan


hipoksia dan hiperventilasi dinding dada adekuat dan simetris
atau hipoventilasi

Hati-hati pasien dengan Berikan oksigen 100% high flow 10-15


intoksikasi carbon liter per menit melalui masker non
monoksida, tampak cherry rebreathing
pink dan tidak bernafas

Hati-hati luka bakar yang jika tetap sesak, lakukan bagging atau
melingkar pada dada (jika ventilasi mekanik
ada pertimbangkan
eskarotomi)

Circulation Tanda – tanda syok Lakukan penekanan luka jika terdapat


perdarahan aktif

Cek nadi sentral Pasang 2 jalur IV ukuran besar, lebih


disarankan pada daerah yang tidak
terkena luka bakar

Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 27


Cek Tekanan darah Jika pasien syok, berikan bolus ringer
lactat hingga nadi radial teraba

Cek Capillary refill (normal Ambil sampel darah untuk


kembali <2 detik) pemeriksaan darah lengkap, analisis
gas darah arteri

Cek luka bakar melingkar Cari dan tangani tanda – tanda klinis
pada ekstremitas syok lainnya yang disebabkan oleh
(pertimbangkan eskarotomi) penyebab lainnya

Disability Derajat kesadaran: Periksa derajat kesadaran


A (Alert) : Sadar penuh
V (Verbal): merespon Periksa respon pupil terhadap cahaya
terhadap rangsang verbal P
(Pain) : merespon terhadap Hati – hati pada klien dengan
rangsang nyeri hipoksemia dan syok karena dapat
U (Unresponsive) : Tidak terjadi penurunan kesadaran dan
ada respon gelisah

Exposure Exposure dan kontrol Melepas semua pakaian dan aksesoris


lingkungan yang melekat pada tubuh pasien

Lakukan log roll untuk melihat


permukaan posterior klien

Jaga klien tetap dalam keadaan hangat


Menghitung luas luka bakar dengan
metode Rules of Nines

Fluid Resusitasi cairan yang Parkland Formula:


(Resusitasi adekuat dan monitoring 3-4 ml x Berat Badan (kg) x %
Cairan) TBSA Luka Bakar

(+ Rumatan untuk pasien anak)

Setengah dari jumlah cairan diberikan


pada 8 jam pertama dan setengah
cairan sisanya diberikan dalam 18 jam
selanjutnya

Gunakan cairan Kristaloid (Hartmann


solution) seperti Ringer Lactat

Hitung Urine Output tiap jam


Pemantauan lihat urine output:
✓ dewasa rata-rata urine output 0.3-0,5
mL/Kg/Jam
✓ anak 1 mL/Kg/Jam.

Lakukan pemeriksaan EKG, nadi,


tekanan darah, respiratory rate,
pulseoximetry, analisis gas darah arteri

Berikan cairan resusitasi sesuai indikasi

Analgesia Manajemen nyeri morfin intravena 0,05 – 0,1 mg/kg


sesuai indikasi

Untuk anak paracetamol cairan drip


(setiap 6 jam) dengan dosis
10-15mg/kg BB/kali

Test Menyingkirkan X-Ray:


kemungkinan adanya ✓ Lateral cervical
trauma lain

Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 28


✓ Thorax
✓ Pelvis
✓ Lainnya sesuai indikasi

Tubes Mencegah gastroparesis Pasang Nasogastric Tube (NGT)

Dekompresi lambung

Perawat juga harus mempertimbangkan pentingnya menggunakan ETT jika dicurigai klien
juga mengalami trauma termal inhalasi yang ditandai dengan adanya bunyi napas stridor
akibat udemnya laring.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. H.K. 01.07/ Menkes/555/ 2019 tentang
penatalaksanaan luka bakar, pada pasien dewasa dengan luka bakar lebih besar dari 20%
TBSA dan pasien anak dengan luka bakar lebih besar dari 10% TBSA, harus dilakukan
resusitasi dengan cairan salt-containing (Ringer Lactat);kebutuhan harus berdasarkan berat
badan dan persentase luka bakar.

Ketika pemberian cairan IV dilakukan, antara 2-4 ml/KgBB/%TBSA, harus diberikan dalam
waktu 24 jam pertama setelah trauma, dengan mewaspadai terjadinya over-resusitasi. Jika
hanya dilakukan pemberian cairan secara oral, cairan minuman setara dengan 15% berat badan
setiap 24 jam dianjurkan selama 2 hari. Tablet 5 gram garam (atau setara) harus diberikan
untuk setiap liter cairan oral. Pada 3 jam I resusitasi, kemungkinan masih terjadi anuria,
berapapun jumlah cairan yang diberikan.

Secondary Survey
Riwayat penyakit
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma

Mekanisme trauma. Trauma luka bakar bisa saja bersamaan terjadinya dengan trauma jenis
lainnya. Maka pengkajian mengenai trauma yang lain oleh petugas kesehatan juga bisa
dilakukan.
1) Luka bakar:
a) Durasi paparan
b) Jenis pakaian yang digunakan
c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
d) Kecukupan tindakan pertolongan pertama

2) Trauma tajam:
a) Kecepatan proyektil
b) Jarak
c) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 29

d) Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah

3) Trauma tumpul:
a) Kecepatan dan arah benturan
b) Penggunaan sabuk pengaman
c) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d) Ejeksi (terlontar)
e) Jatuh dari ketinggian
f) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas (jika pasien terkena lulka bakar dari
sebuah ledakan)

Masalah Keperawatan pada Pasien dengan Luka Bakar

1. Kerusakan Intergritas Kulit/ Jaringan


2. Penurunan Volume Cairan
3. Resiko Syok

Intervensi Keperawatan

1. Perawatan Luka
2. Pencegahan Syok
a. Monitor status sirkulasi
b. Monitor tanda ketidak adekuatan oksigenasi jaringan
c. Monitor munculnya kecemasan dan perubahan status mental
d. Monitor suhu dan status respirasi
e. Monitor tanda-tanda laboratorium; Hemoglobin, Hematokrit Profil Clotting, Analisa
Gas Darah dan Tingkat Elektrolit dan Kimia darah.
f. Monitor respon kompensasi awal terhadap kehilangan cairan: peningkatan rata-rata
denyut jantung, penurunan tekanan darah, penurunan output urin, tekanan nadi
menyempit, penurunan pengisian kembali kapiler
g. Berikan cairan intravena Ringer laktat sesuai kebutuhan
h. Berikan Oksigen atau Ventilasi Mekanis jika diperlukan
3. Manajemen Cairan
4. Monitoring Cairan
5. Pemberian Obat Topikal
6. Manajemen medikasi
7. Manajemen Elektrolit
8. Manajemen Syok; Volume
9. Manajemen hipovolemi

C. Shock
Shock disebut juga sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan dan organ.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 30

Klasifikasi Shock:
• Shock Hemoragik; pada trauma
Beberapa tingkatan pendarahan:
❖ Pendarahan kelas 1: Pendarahan Ringan. Bila kehilangan darah sampai 15 %.
Gejala: takikardi minimal
❖ Pendarahan kelas 2: Pendarahan Sedang. Bila kehilangan volume darah 15-
30%. Gejala klinis: takikardi dengan nadi <100 x per menit pada orang dewasa,
takipnea dan penurunan tekanan nadi. Terjadi perubahan sistem syaraf sentral
spt: cemas, ketakutan atau sikap permusuhan, produksi urin biasanya sedikit
terpengaruh biasanya 20 sampai 30 ml/jam untuk dewasa.
Kehilangan cairan tambahan dpt memperberat manifest klinis. kadang-kadang
dapat distabilkan dengan kristaloid pada awalnya.
❖ Pendarahan kelas 3: Pendarahan Berat. Bila kehilangan darah lebih dari 30-40%
volume darah. Penderita menunjukkan tanda perfusi yg tdk adekuat termasuk
takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan penting pd status mental serta
penurunan tekanan sistolik. Penderita hampir selalu memerlukan transfusi
darah
❖ Pendarahan kelas 4: Pendarahan Sangat Berat. Bila kehilangan volume darah
lebih dari 40%. Dapat mengancam jiwa penderita. Gejala: penurunan tekanan
darah sistolik yang cukup besar, produksi urin hampir tidak ada dan kesadaran
menurun. Penderita ini memerlukan transfusi cepat dan intervensi pembedahan

Cara menentukan perkiraan kehilangan darah penderita trauma


adalah: a. Tentukan estimasi blood volumenya
Rumus EBV= 70 mlx BB (kg)
b. Tentukan kelas syok
c. Tentukan Estimated Blood Loss
Rumus EBL= Persentase x EBV
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 31

Tabel 3.3. Penentuan Resusitasi Cairan berdasarkan Kelas Syok

Sumber Gambar: Henry, 2018

Tabel 3.4. Penentuan Kelas Syok pada Kasus Perdarahan

Sumber Gambar: Researchgate


Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 32

Patofisiologi Syok Hemoragik

Penurunan volume
intravaskuler
↓ ADH = antidiuretic hormone
curahjantung
Pelepasan
katekolamin
Kehilangan cairan

Perembesan
cairan

↑ SVR
interstisial

volume

Aldosteron,ADH
berlanjut

↑ curah SVR = systemic vascular


jantung resistance


perfusijaringan Kerusakan
metabolismesel

tekanan sistemik&
pulmonal

Modifikasi dari: Sole, et al


↓ curah (2006). Introduction to Critical
jantung Care Nursing. 4thEd. St. Louis:
Elsevier

Respon awal penurunan jumlah darah merupakan kompensasi fisiologis tubuh berupa
vasokonstriksi progresif kulit, otot dan visceral untuk meningkatkan aliran darah ke
organ-organ penting seperti otak, jantung dan ginjal.
Penurunan jumlah darah dalam tubuh dalam jumlah besar dapat menyebabkan
perubahan Preload, Stroke Volume, Sistemik Vaskular Resistance, dan Cardiac Output.
Perubahan PRELOAD, SV, SVR, CO akan menyebabkan gangguan perfusi organ dan
jaringan
Sehingga metabolisme aerob tubuh berubah menjadi anaerob. Metabolisme anaerob
akan menghasilkan piruvat yang akan menjadi laktat. Laktat merupakan marker
hipoksia jaringan dan beratnya shock. Kadar laktat ≥ 2 mmol/L: dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan kasus Syok Hemoragik


Pengkajian
1) Penting “Golden Hour”dengan melakukan Rapid Assessment untuk Primary
Survey dan tatalaksananya
2) Nilai AVPU
3) Eksposure dengan melihat seluruh permukaan tubuh terhadap perdarahan yang
tampak dan jejas. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya cedera cervical
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 33

4) Nilai EBL klien dan kelas perdarahan

Masalah Keperawatan
1) Kerusakan Integritas Jaringan
2) Resiko Hipovolemi

Intervensi Keperawatan
1) Perawatan Luka
2) Pencegahan Syok
3) Manajemen Cairan
4) Monitoring Cairan

Tranfusi dini packed red cell (PRC) dan fresh frozen plasma (FFP) prioritas untuk
pertahankan arterial oxygen delivery dan pulihkan koagulasi efektif Pemberian PRC
dipertimbangkan jika nilai Hb < 7 g/dl, rekomendasi dari Transfusion Requirements
in Critical Care (TRICC).
Pada pasien cedera kepala: Hb minimal 10 gr % : dapat meningkatkan oksigenasi otak
lokal. Transfusi FFP 10-15 ml/kg harus diberikan segera untuk kompensasi defisit
faktor koagulasi pada tranfusi dengan PRC. Idealnya FFP diberikan bersama PRC.
FFP direkomendasikan pada PT atau APTT 1,5 kali normal.

Evaluasi
Gejala dan tanda yang digunakan untuk mendiagnosis syok juga dipakai untuk
menilai hasil resusitasi. Kembalinya tekanan darah, nadi dan denyut nadi
(hemodinamik) adalah tanda bahwa sirkulasi membaik. Perbaikan kesadaran dan
keadaan kulit menunjukkan adanya perbaikan perfusi.

Penilaian haluaran urin mampu mengukur secara objektif dengan batasan produksi
urin/jam 30-50 ml/jam untuk dewasa.

Penderita dengan hemodinamik stabil dapat tetap takikardi, takipnea dan oliguria jelas
masih tetap dalam keadaan under-perfused dan tidak cukup resusitasi. Hemodinamik
yang normal menunjukkan perfusi jaringan baik.
Perawat harus memperhatikan respon klien setelah diupayakan pemberian cairan awal.
respon thd cairan dapat berupa:
a. Respon cepat. Biasanya terjadi pada klien yang mengalami kehilangan darah
sebanyak < 20%
b. Respon sementara. Biasanya pada klien yang kehilangan darah sekitar 20-40%.
Tandanya= penderita tidak mampu mempertahankan hemodinamik normal saat
tetesan cairan resusitasi diperlambat. Pemberian cairan pada klien dengan respon
sementara harus tetap dilanjutkan begitupun pemberian darah.
c. Respon minimal atau tanpa respon. Klien yang tidak memberikan respon perbaikan
hemodinamik saat diresusitasi cairan menunjukkan bahwa klien memerlukan
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 34

tindakan operasi segera. Kemungkinan klien mengalami syok nonhemoragik


seperti tamponade jantung, tension pneumothorak atau neurogenik syok.

• Shock Non Hemoragik; syok kardiogenik, tension pneumothoraks, syok neurogenik,


syok septik dan Tamponade Jantung

Ada juga yang mengklasifikasikan Shock sebagai berikut:


➢ Shock Hipovolemik
➢ Syok Kardiogenik
➢ Syok Distributif: Syok neurogenik, syok anafilaktik/ syok septik
➢ Syok Obstruktif

a) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai kegagalan pompa jantung (pump failure). Syok
ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan daya kerja jantung yang berat, misalnya pada:
✓ Penyakit jantung iskemik, seperti infark
✓ Obat-obat yang mendepresi jantung
✓ Gangguan irama jantung
✓ Tamponade Jantung
✓ Kontusioo miokard
✓ Luka Tembus Jantung

Selain Primary Survey (rapid assessment), penilaian tekanan vena jugularis sangat penting
dan sebaiknya EKG dapat direkam.
Pemeriksaan dengan FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma) dapat
mendeteksi adanya cairan pericardial (yang menandakan adanya tamponade jantung)
sebagai penyebab syok. takikardi, bunyi jantung yang jauh (muffled heard sound),
pelebaran dan penonjolan vena-vena leher dan hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan
terapi cairan menandakan adanya suatu tamponade jantung. Penanganan terbaik dari
tamponade jantung adalah dengan operasi (torakotomi). Pericardiosintesis sebagai
tindakan sementara bila operasi belum dapat dikerjakan

b) Tension Pneumothoraks

Tension Pneumothoraks merupakan keadaan gawat darurat bedah yang memerlukan


diagnosis dan penanganan segera. Pada keadaan normal rongga pleura di penuhi oleh
paru – paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan
permukaaan (tekanan negatif) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga
potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin banyak
udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru –paru menjadi kolaps
karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada intrapleura.

Penyebab pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena adanya cedera di daerah
dada. Misalnya karena benturan pada dada saat kecelakaan. Selain itu, pneumotoraks juga
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 35

bisa terjadi secara spontan pada penderita penyakit paru (seperti tuberkulosis, asma,
penyakit paru obstruktif kronis). Tension Pneumothorax terjadi karena udara masuk ke
rongga pleura karena ada mekanisme ventil yang mencegah aliran keluarnya. Jadi yang
menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai
dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan
konginetal adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan
pleura. Tekanan intra pleura menjadi tinggi sehingga paru kolaps total sehingga terjadi
pergeseran mediastinum ke sisi paru-paru yang sehat, sehingga venous return terganggu
dan output jantung menurun. Perlu segera dilakukan dekompresi torak tanpa menunggu
pemeriksaan rontgen.

c) Syok Neurogenik
Cedera intrakranial saja tidak menyebabkan syok. Syok neurogenic ditimbulkan oleh
hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal cord). Cedera
syaraf tulang belakang bisa menimbulkan hipotensi karena hilangnya tonus simpatis
vaskuler. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa disertai takikardi
atau vasokonstriksi. Kegagalan resusitasi cairan agar perfusi organ pulih menandakan
adanya perdarahan yang masih berlanjut atau syok neurogenik.

d) Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam setelah kejadian pertama. Obat-obat yang sering
memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin, ampisilin,
sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid, kanamisin, serum
antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies. Alergi terhadap gigitan serangga, kuman
kuman, insulin, ACTH, zat radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah, obat bius
(prokain, lidokain), vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut,
mangga, kentang, dll., juga dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.

e) Syok Septik
Syok septik biasanya ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram negatif (coli,
proteus, pseudomonas, enterokokus, aerobakteri), jarang terjadi karena toksin bakteri
gram positif (streptokokus, stafilokokus, klostridium welchii). Syok septik lebih mudah
timbul pada pasien dengan trauma, diabetes melitus, leukemia, granulositopenia berat,
penyakit saluran genitourinarius, atau yang mendapat pengobatan kostikosteroid, obat
penekan kekebalan, atau radiasi. Syok septik dapat terjadi pada klien dengan luka tembus
abdomen dan kontaminasi rongga peritoneal oleh isi usus yang terlambat dibawa ke IGD
hingga berjam-jam. Klien dengan masalah ini terkadang secara klinis sulit dibedakan
dengan klien dengan syok hipovolemik karena keduanya bermainfestasi takikardi,
vasokontriksi kulit, produksi urin menurun, penurunan tekanan sistolik, mengecilnya
tekanan nadi.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 36

Tahapan Manajemen Shock:

• Pengenalan Shock
Tanda-tanda shock adalah sebagai berikut:
o Takikardi
Pada lansia yang mengalami shock mungkin ada yang tidak menunjukkan gejala
takikardi. misalnya pada lansia yang menggunakan pace maker yang heart rate
nya telah diatur atau disesuaikan.
o Kulit dingin. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan perfusi ke bagian perifer
untuk mengoptimalkan perfusi pada organ vital yaitu otak, jantung dan ginjal. o
Perubahan tanda vital seperti pernapasan, tekanan darah
o Penurunan produksi urin di bawah 20-30 cc/jam
o Penurunan kesadaran
Hampir semua penderita multi trauma akan mengalami shock dan biasanya
disebabkan oleh perdarahan.
• Pengelolaan Shock
Syok Hemoragik
Pasien yang mengalami trauma hemoragik dilakukan kontrol perdarahan terlebih dahulu.
Kontrol perdarahan: Baik perdarahan eksternal ataupun internal. Pemberian spalk/ traksi
dapat mengurangi perdarahan pada tulang panjang.

Kontrol perdarahan pada ekstremitas dpt dilakukan dengan menghambat perdarahan


(dengan mengikat ekstremitas pada bagian proksimal luka) dan mengangkat ekstremitas
melawan gravitasi.

Gambar 3.7. Pengelolaan Syok Hemoragik

Sumber Gambar: Google

Pemasangan kateter sangat berfungsi untuk memeriksa apakah terdapat hematuria atau
ada perdarahan di organ vesica urinaria.

Beberapa perburukan kondisi pada pasien yang mengalami trauma hemoragik adalah
karena adanya kemungkinan beberapa kondisi seperti di bawah ini:
▪ Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura. ▪
Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter. ▪
Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 37

Sehingga perawat ataupun tenaga medis harus mempertimbangkan keadaan di atas saat
penghitungan EBL yang didapatkan mengharuskan pasien ditatalaksana hanya dengan
pemberian cairan. Pemeriksaan yang lebih mendalam mungkin diperlukan untuk
memeriksa keadaan tersebut jika hemodinamik pasien menunjukkan adanya penurunan.

Pemberian cairan awal, diutamakan diberi Ringer Laktat daripada NaCl 0,9%. Bila
cairan yang diberikan NaCl 0,9%, dapat mengakibatkan asidosis hiperkhloremik jika
cairan diberi masif, terutama bila disertai gangguan faal ginjal. Dosis pemberian 1-2 liter
untuk dewasa dan 20cc/kgBB untuk anak (dengan tetesan los klem/guyur)
Penatalaksanaan resusitasi cairan pada perdarahan dilakukan dengan prinsip 3:1 artinya
untuk kehilangan 1 L darah, maka diresusitasi dengan cairan kristaloid sebanyak 3 L.
Resusitasi awal dengan darah dan produk darah harus dipertimbangkan pada pasien
dengan bukti perdarahan/hemoragik kelas III dan IV. Transfusi massif merupakan
transfuse yang diberikan lebih dari 10 unit darah dalam 24 jam atau lebih dari 4 unit
dalam 1 jam.
Pemberian produk darah segera/awal pada rasio packed red blood cells (PRC) ke plasma
dan trombosit rendah dapat mencegah perkembangan koagulopati dan trombositopenia.
Penggantian produk darah PRC lebih memakan waktu.

ASUHAN KEPERAWATAN SHOCK NON HEMORAGIK

Pengkajian. Kaji klien secara cepat. Data subjektif dan objektif seperti yang dibahas
sebelumnya ditemukan.

Diagnosa Keperawatan.
1. Resiko Syok b.d hipoksia/ sepsis/Sindrom respons inflamasi sistemik
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
3.Penurunan Curah Jantung b.d perubahan preload, afterload

Intervensi. Disesuaikan dengan klinis syok yang dimiliki klien dan kaitkan dengan
NIC • Syok Kardiogenik
– Perlu dinilai masalah utamanya: volume, pompa atau irama?
– Masalah volume : Beri cairan dan nilai kecukupan cairan
– Masalah pompa:
• Bila TDS > 100 mmHg berikan vasodilator (nitrogliserin)
• Bila TDS 70-100 mmHg tanpa disertai gejala/tanda syok berikan
inotropik (dobutamine)
• Bila TDS 70-100 mmHg disertai gejala/tanda syok diberikan vasopressor
(dopamine)
• Bila TDS < 70 mmHg disertai gejala/tanda syok diberikan vasopressor
kuat (norepinefrin)
– Masalah irama: disesuaikan takiaritmia atau bradiaritmia?
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 38

– Tatalaksana lanjutan setelah diatasi (pompa balon intra-aorta, angiografi,


intervensi kardiovaskuler perkutan atau Per Cutaneus Intervention,
pericardiosintesis, bedah/torakotomi), jika diperlukan

Tabel 3.5. Pengobatan yang digunakan untuk Pasien dengan Syok Kardiogenik
Obat yang digunakan pada pasien syok kardiogenik

Obat Kelas Dosis Efek Nursing Implication

Dobutamine Inotropik 2-40 kontraktilitas • Berikan via central line


mcg/kg/mnt ↑ dan cardiac • Monitor HR, TD
output (memperburuk
hipotensi, perlu
Dopamine Inotropik nt ↑ kontraktilitas tambahan vasopressor) •
& vasokonstriksi Hentikan jika
takidisritmia
• Monitor vasokontriksi
perifer
pada dosis sedang –
berat

Noradrenalin Katekolami 2-30 mcg/kg/mnt Vsehingga terjadi • Monitor HR > 100x •


e n ↑ resistensi Monitor dispnea, edema
vaskuler perifer paru

• Monitor nyeri dada,


disritmia
• Monitor gagal ginjal
akibat
Iskemia
Nitrogliserin Vasodilator Mulai 5 ↓ preload & • Monitor TD dan HR.
mcg/mnt Dosis kebutuhan Refleks takikardia
max. 200 oksigen dapat terjadi
mcg/mnt miokard.
Memperbaiki
aliran darah
koroner

Sasada & Smith (2003), Lynn McHale-Wiegand & Carlson


(2005)

• Tension Pneumothorax
Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadaan ini, karena pemberian terapi
oksigen 100% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura, oksigen terapi 100%
diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap nitrogen, sehingga nitrogen
dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui sistem vaskular, terjadi perbedaan
tekanan antara pembuluh kapiler jaringan dengan udara pada rongga pleura, sehingga
terjadi peningkatan absorpsi dari udara pada rongga pleura.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 39
Kemudian penanganan dengan jarum dekompresi yang dilakukan pada intercostal 2
pada garis midklavikula, ini merupakan metode konvensional needle decompression
atau chest tube insertion. Pada literatur American College Of Chest Physician (ACCP)
dan British Thoracic Society (BTS) dekompresi dapat dilakukan pada intercosta 5 pada
garis anterior aksila. Pengunaan pipa torakostomi digunakan pada pneumotoraks
dengan gejala klinis sulit bernapsa yang sangat berat, nyeri dada, hipoksia dan
gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi.

Gambar 3.8. Penanganan Tension Pneumothoraks


dengan needle decompression

Sumber Gambar: Google

Pada penggunaannya Pipa torakostomi disambungkan dengan alat yang disebut WSD
(water seal drainage). WSD mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal
yang berfungsi sebagai katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan dibawah air,
untuk mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif rongga pleura. dan
ruang pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang
maksimal dan kebocoran udara sudah tidak ada.

• Syok Septik
o Resusitasi cairan dalam jumlah banyak : 6 – 10 L kristaloid dan 2 – 4 L koloid
pada 6 jam pertama untuk mencapai taget CVP 8 – 12 mmHg.
o Setelah CVP tercapai 8 – 12 mmHg, namun :
▪ MAP < 60 mmHg => beri agen vasoaktif (dopamin).
▪ SaO2 < 70% => transfusi PRC untuk mencapai Ht 30%
o Mulai antibiotik spektrum luas dalam 1 jam pertama
o Kultur (darah, eksudat, urine, sputum) untuk antibiotik spesifik
• Syok Anafilaktik
o Epinephrine => vasokonstriksi perifer, bronkhodilatasi dan menekan efek
histamine
o Diphenhydramine (Benadryl) => memblok pelepasan histamin akibat reaksi
alergi
o Pertahankan keadekuatan airway:
o Bronkodilator dengan nebulizer lebih efektif
o Intubasi endotrakeal atau krikotiroidotomi (jika perlu)
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 40

• Syok Neurogenik
o Stabilisasi spinal (misal cervical collar) untuk mencegah bertambahnya
kerusakan spinal cord
o Vasopressor (phenylephrine) untuk
o mempertahankan TD dan perfusi organ
o Atropine untuk mengatasi bradikardia
o Hati-hati pemberian cairan karena hipotensi bukan akibat kehilangan cairan
o Pantau hipotermia akibat disfungsi hipotalamus
o Methylprednisolone untuk cegah kerusakan sekunder spinal cord akibat
pelepasan mediator kimia

Evaluasi.

• TTV dalam batas normal.


• Nilai AGD dalam rentang yang diharapkan
• Nilai JVP normal
• Bunyi jantung normal
• Mediastinum pada posisi normal (tension pneumothoraks)
• Hasil kultur tidak ditemukan lagi kuman/bakteri/jamur

RINGKASAN
✓ Peritonitis merupakan peradangan pada lapisan peritoneum karena adanya perforasi atau
luka yang berlubang dari organ yang berlumen (saluran pencernaan) di dalam tubuh
sehingga cairan organ keluar dari lumen
✓ Tanda peritonitis pada pemeriksaan fisik: Vital sign: hipertermi, takikardi, hipotensi
(shock); Palpasi Abdomen: nyeri tekan seluruh perut (nyeri tekan, nyeri lepas, defence
musculaire, nyeri ketok). Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi
akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap
penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi
peritoneum serta abdomen tidak bergerak mengikuti pernapasan
✓ Komplikasi peritonitis adalah ensefalopati hepatic, sindrom hepatorenal dan sepsis ✓
Tatalaksana peritonitis: Resusitasi Cairan, Monitoring Cairan, Koreksi Elektrolit,
Dekompresi Gaster, Antibiotik Spektrum luas, Antipiretik dan Terapi Definitif. ✓ Penyebab
luka bakar adalah: karena suhu panas/dingin, listrik, bahan kimia, bahan-bahan radiasi
✓ Derajat Luka Bakar: luka bakar derajat 1, 2 dan 3
✓ Ciri luka bakar derajat 1 (superfisial thickness) adalah hanya mengenai epidermis, ditandai
dengan adanya eritema, nyeri dan tidak ada bulla
✓ Ciri luka bakar derajat 2 (Partial Thickness) adalah epidermis akan terlepas dari dermis.
Tandanya: warna kemerahan, timbul gelembung (vesikula bila kecil, bulla bila besar)
yang berisi cairan plasma.
✓ Ciri luka bakar derajat 3 (Full Thickness) adalah Kulit seperti perkamen, hijau keabu
abuan. Tampak vena kecil dibawahnya yang mengalami trombosis. Tidak akan terlalu
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 41

nyeri, karena seluruh ujung saraf sudah rusak. Jaringan yang sembuh terdapat jaringan
granulasi (jaringan kemerahan yang mudah berdarah bila tersinggung. Jaringan granulasi
akan sembuh dengan pembentukan jaringan sikatriks. Bila ingin sembuh sempurna maka
dilakukan skin graf
✓ Penilaian luka bakar berdasarkan rule of nines, yakni ada 11 bagian tubuh yang bernilai 9
dan perineum 1 %. Penilaian rule of nines untuk dewasa dan anak, nilainya berbeda. ✓
Perawat harus mempertimbangkan pentingnya menggunakan ETT jika dicurigai klien juga
mengalami trauma termal inhalasi yang ditandai dengan adanya bunyi napas stridor akibat
udemnya laring
✓ Rumus resusitasi cairan pada pasien luka bakar: Parkland Formula 3-4 ml x Berat Badan
(kg) x % TBSA Luka Bakar
✓ Shock disebut juga sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan
perfusi jaringan dan organ
✓ Cara menentukan perkiraan kehilangan darah penderita trauma adalah tentukan estimasi
blood volume, tentukan kelas syok kemudian tentukan estimasi kehilangan darah ✓ Respon
awal penurunan jumlah darah merupakan kompensasi fisiologis tubuh berupa vasokonstriksi
progresif kulit, otot dan visceral untuk meningkatkan aliran darah ke organ organ penting
seperti otak, jantung dan ginjal
✓ Pemberian resusitasi pada pasien yang mengalami perdarahan melalui penilaian Estimasi
Blood Loss dengan menggunakan tebel kelas perdarahan.
✓ Resusitasi cairan saja hanya diberi untuk pasien dengan kelas perdarahan 1 dan 2 saja,
sementara kelas perdarahan 3 dan 4 juga menggunakan produk darah (PRC lebih baik). ✓
Setiap kehilangan 1 L darah maka cairan yang diberikan untuk resusitasi adalah 3 L. ✓
Cairan resusitasi yang digunakan untuk pasien perdarahan adalah cairan ringer laktat. ✓
Tranfusi dini packed red cell (PRC) dan fresh frozen plasma (FFP) prioritas untuk
pertahankan arterial oxygen delivery dan pulihkan koagulasi efektif
✓ Jenis-jenis shock yaitu shock hemoragik dan non hemoragik.
✓ Jenis Syok Non Hemoragik adalah Syok Kardiogenik, Syok Anafilaktik, Syok Septik,
Tension Pneumothoraks.

TUGAS

Jawablah pertanyaan berikut dengan padat dan jelas.


1. Sebutkanlah contoh-contoh luka bakar bahan kimia dan radiasi lalu bagaimana
tatalaksananya
2.Jelaskanlah 3 macam kondisi luka bakar yang ditetapkan untuk dirujuk dan dirawat di RS.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Instruktur Skill Learning Sistem Emergensi dan Traumatologi Resusitasi
Cairan. Makasar: Departemen Anestesiologi Sistem Emergensi dan Traumatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Medikal Bedah 42

Chang R, Holcomb JB. Optimal Fluid Therapy for Traumatic Hemorrhagic Shock. Crit Care
Clin. 2017;33(1):15‐36. doi:10.1016/j.ccc.2016.08.007

Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. Dalam: Buku
ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC

Henry, Sharon. 2018. ATLS 10th edition offers new insights into managing trauma patients.
Bulletin of The American College of Surgeons. Diunduh dari http://bulletin.facs.org

Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta; EGC

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. H.K. 01.07/ Menkes/555/ 2019 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Penatalaksanaan Luka Bakar

Iowa Intervention Project. Nursing Intervention Classification (NIC). Jakarta: EGC

McManus, Nicholas. ATLS 10 th Edition Clinical Update.

Noer HMS, Waspadi, Rachman AM, editor. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Price Silvia A, Wilson Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Jakarta:EGC

Punarbawa, I Wayan Ade, Putu PS. Identifikasi Awal Dan Bantuan Hidup Dasar Pada
Pneumotoraks.

Pusponegoro, Aryono dkk (ed). Buku Panduan BT & CLS Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support, Edisi Keenam. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat
118.

Spahn, Donat & Bouillon, Bertil & Cerny, Vladimir & Coats, Timothy & Duranteau, Jacques
& Fernández-Mondéjar, Enrique & Filipescu, Daniela & Hunt, Beverley & Komadina,
Radko & Nardi, Giuseppe & Neugebauer, Edmund A.M. & Ozier, Yves & Riddez, Louis &
Schultz, Arthur & Vincent, Jean-Louis & Rossaint, Rolf. (2013). Management of bleeding
and coagulopathy following major trauma: An updated European guideline. Critical care
(London, England). 17. R76. 10.1186/cc12685.
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 41

Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut

PENDAHULUAN

Topik kali ini mahasiswa akan mempelajari mengenai konsep Infark Miokard Akut dan
Asuhan Keperawatannya. Infark Miokard Jantung merupakan kasus gawat darurat yang
memiliki tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi
Penyakit Jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%, dengan peringkat
prevalensi tertinggi. Keadaan ini membuat pemerintah merencanakan salah satu goal
pembangunan SDG’s Indonesia adalah dengan melakukan Promosi Kesehatan melalui
Germas PTM (Penyakit Tidak Menular) dengan pendekatan keluarga.

Pada topik kali ini, sebaiknya mahasiswa telah memahami tentang EKG jantung agar lebih
memahami topik yang akan dipelajari. Pemahaman EKG yang dibutuhkan oleh mahasiswa
adalah mengenai jenis sadapan, axis jantung dan gelombang sadapan normal (irama sinus) dan
macam-macam deviasi gelombang EKG.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan umum pembelajaran topik kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami

Beberapa tujuan khusus pembelajaran ini adalah:

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian Infark Miokard Akut


2. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi Infark Miokard Akut
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi Infark Miokard Akut
4. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala Infark Miokard Akut
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Infark Miokard Akut
6. Mahasiswa mampu memahami tatalaksana Infark Miokard Akut
7. Mahasiswa mampu memahami rencana asuhan keperawatan Infark Miokard Akut
MATERI

A. Pengertian Infark Miokard Akut


Infeksi Miokard akut (IMA) dapat disebut juga dengan Sindrom Koroner Akut (SKA).
IMA atau SKA merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian (mortalitas) yang
tinggi.IMA merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
miokardium dan aliran darah.IMA merupakan suatu fase akut dari nyeri dada (ditandai
dengan peningkatan nyeri dada baik dari segi frekuensi, lama nyeri dan tidak dapat
diatasi dengan pemberian Nitrat).
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 42

B. Klasifikasi Infark Miokard Akut


Ada 3 klasifikasi Infark Miokard Akut:
1. IMA-EST atau STEMI
2. IMA-NEST atau NSTEMI
3. Unstable Angina Pektoris (UAP) atau Angina Pektoris Tak Stabil (APTS)

C. Etiologi Infark Miokard Akut


IMA disebabkan oleh karena terjadinya aterosklerosis atau menurunnya perfusi
oksigen ke jaringan otot jantung akibat aterosklerosis dan juga disertai hipertensi.
Beberapa faktor resiko dari Acute Corona Syndrome (ACS) atau SKA atau Infark
Miokard Akut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:
• faktor resiko yang dapat diubah seperti hiperlipidemia, hipertensi, diabetes,
perokok aktif, aktifitas fisik, diet dan sindrom metabolik lainnya dan
• faktor resiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin

Beberapa faktor pencetus terjadinya Infark Miokard Akut adalah sebagai berikut:

✓ Aktifitas
✓ Stres
✓ Emosi
✓ Udara dingin
✓ Setelah makan

D. Patofisiologi Infark Miokard Akut


Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti
oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia,
selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating
dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan
bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel).
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 43

Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh
progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP) atau Per
Cutaneus Intervention (PCI).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah
mempunyai plak aterosklerosis.
Gambar 3.9. Proses Atherogenesis dan Atherothrombosis

Sumber gambar: google

Terbentuknya trombus akibat proses patofisiologi SKA menyebabkan darah sulit


mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati atau
terjadinya Infark pada otot jantung
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 44

E. Tanda dan Gejala Infark Miokard Akut


Tanda gejala secara umum:
◼ Sesak napas saat beraktivitas hingga saat istirahat
◼ Lokasi nyeri dada atau angina pada substernal, retrosternal dan prekordial yang dapat
menjalar hingga ke lengan kiri dan bisa sampai lengan kanan, leher, rahang hingga
gigi, bahu kiri hingga punggung (interscapula), abdomen.

Gambar 3.9.1 Lokasi angina yang dirasakan penderita IMA


saat terjadi serangan janutng

Gambar 3.9.2. Lokasi nyeri yang mirip dengan angina tapi bisa bukan kasus
IMA

◼ Lama nyeri dada menunjukkan makin memburuknya keadaan pasien. Lama nyeri yang
dirasakan minimal 20 menit.
◼ Nyeri dada terasa seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat seperti ditusuk,
rasa diperas dan terpelintir. Sehingga penderita menunjukkan sikap Levine’s sign
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 45

Gambar 3.9.3. Sikap Levine’s sign


Sumber gambar: google

Agar dapat membedakan nyeri dada karena jantung dan bukan karena jantung, maka
kita assessment nyeri dada lebih lanjut diperlukan. Sehingga anamnesis angina
pektoralis atau nyeri dada akibat masalah jantung menjadi jelas. Berikut karakteristik
nyeri dada non kardiak:

✓ Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)

✓ Nyeri abdomen tengah atau bawah

✓ Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.

✓ Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi

✓ Nyeri dada dengan durasi beberapa detik

✓ Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah

Klasifikasi nyeri dada menurut Canadian Cardiovascular Cociety (CCS)


berdasarkan tingkat disabilitas angina adalah:

1) Kelas I – Angina hanya terjadi saat aktivitas berat atau lama

2) Kelas II – keterbatasan ringan akibat angina pada aktivitas normal

3) Kelas III – keterbatasan berat akibat angina pada aktivitas biasa

4) Kelas IV – tidak mampu melakukan aktivitas fisik. Terjadi angina pada waktu
istirahat

◼ Syncope (pusing) hingga penurunan kesadaran, mual, muntah, diaphoresis (keringat


dingin)

◼ Perubahan atau deviasi pada gelombang EKG: elevasi ST sampai dengan inversi
gelombang, adanya peningkatan gelombang Q minimal pada dua sadapan atau LBBB
baru/ prasangkaan baru. Munculnya Q patologis menunjukkan adanya informasi
bahwa pasien merupakan memiliki kasus Old Infark Miocard.

◼ Perubahan kadar enzim jantung Troponin I,Troponin T dan CKMB

◼ Perubahan bunyi jantung: bising jantung (gallop S3 atau murmur atau regurgitasi
mitral)
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 46

Tabel 3.6. Perbedaan tanda dan gejala Infark Miokard Akut


Perbedaan IMA-EST/ STEMI IMA-NEST/ NSTEMI UAP/ APTS

Lama angina >30 menit Beberapa menit >20 menit


>20 menit
Gelomba Elevasi gelombang ST Depresi gelombang ST atau
ng EKG atau LBBB baru (pada inversi gelombang T
v1 dan v6)

Enzim / - Peningkatan Peningkatan


biomarka biomarka jantung biomarka
jantung secara jantung tidak
bermakna bermakna
atau normal

Muntah Sering Jarang Jarang

Diaforesis Sering Jarang Jarang

Mual Sering Jarang Jarang

Cemas Sering Jarang Jarang

EKG pada penderita IMA

Gambar 3.9.4. Perubahan gambaran EKG pada penderita IMA

Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 47

Sumber gambar: google

Selain adanya ST elevasi atau T inversi, adanya temuan gambaran EKG LBBB baru
(Left Bundle Branch Block) menunjukkan tanda terjadinya IMA. Persangkaan adanya
infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan
dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3.

Gambar 3.9.5. Gambaran LBBB baru pada penderita IMA

Sumber gambar: google

Tabel 3.7. Nilai ambang diagnostik elevasi segmen-ST

Sadapan Jenis kelamin & usia Nilai ambang elevasi ST


< 40 tahun Perempuan usia berapapun
V1-V3 Laki-laki ≥ 40 tahun Laki-laki ≥ 0.2 mV ≥ 0.25 mV ≥ 0.15 mV
V3R dan V4R Laki-laki & perempuan Laki-laki < 30 tahun ≥ 0.05 mV ≥ 0.1
mV
V7-V9 Laki-laki & perempuan ≥ 0.05 mV
Segmen ST
Lokasi iskemia atau infark
Sadapan dengan Deviasi

V1-V4 Anterior V5-V6, I, aVL Lateral II,III,


aVF Inferior V7-V9 Posterior V3R, V4R
Ventrikel kanan
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 48

Nilai Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

◼ Enzim2jantung: kreatinin fosfokinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH),


alfa hidroksi butirat dehidrogenase (α-HBDH), troponin T, dan isoenzim CPKMP atau
CKMB
◼ B-type Natriuretic Peptide (BNP)
◼ Troponin I atau Troponin T: rendah <0,1 ng/ml; tinggi >2,0 ng/ml; rujukan untuk orang
sehat <0,01 ng/ml. Troponin T kurang spesifik dibanding Troponin I karena juga
meningkat pada kerusakan ginjal.
◼ CKMB: <25 U/L (untuk angina rekuren, bila Troponin positif tanpa CKMB dapat
diartikan sebagai mikroinfark)
◼ CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi
enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit
muscular, hipotiroid dan stroke
Nilai normal
Laki-laki 38 – 174 U/L
Perempuan 26 – 140 U/L
◼ CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB: CK > 2,5% namun nilai kedua
duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan secara serial dalam 24 jam pertama.
CKMB mencapai puncak ±20 jam setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian
rasio CKMB2 :CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB2
adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh enzim
karboksipeptidase menghasilkan isomernya CKMB1. dicurigai bila rasionya >1,5%
Nilai normal:
CKMB1 0%
CKMB2 0% - 6%
◼ Mioglobin: 1,31-4,11 nmol/L (paling baik untuk awal serangan)
◼ LDH (laktat dehidrogenase): 56-194 IU/L
◼ Ureum: 19-43 mg/dl; kreatinin: 0,5-1,4 mg/dl
◼ SGOT meningkat dalam 12 jam pertama
Nilai Normal:
Laki-laki 14 – 20 U/L
Perempuan 10 – 36 U/L
◼ Cardiac specific troponin T (cTnT) dan cardiac specific troponin I (cTnI) memiliki
struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cTnT
tetap tinggi dalam 7-10 hari, sedangkan cTnT I dalam 10-14 hari.
Nilai normal:
cTnT < 0,2 ng/mL
cTnI < 0,35 ng/mL
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 49

Tabel 3.8. Waktu periksaan biomarker jantung yang optimal

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T


menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA.

Tabel 3.9. Peningkatan Biomarker Jantung


Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 50

Profil komponen darah yang sering ikut meningkat dari nilai normal berikut ini:
◼ Profil lipid:
▪ Kolesterol total: <200 mg/dl
◼ Trigliserida: <150mg/dl
◼ Kolesterol LDL: <100mg/dl
◼ Kolesterol HDL: >60mg/dl

◼ Asam urat: normal 3,4-7 mg/dl


◼ Glukosa:
▪ Glukosa puasa: 70-110 mg/dl
▪ Glukosa 2 JPP: 100-140 mg/dl

◼ Elektrolit
▪ Natrium: 135-147 mEq/L
▪ Kalium: 3,5-5,2 mEq/L
▪ Cl: 95-107 mEq/L
▪ Kalsium: 8,8-10,3 mg/dl
▪ Magnesium: 1,6-2,4 mEq/L

Pemeriksaan Penunjang :

◼ Pemeriksaan foto polos thorax atau rontgen dada


◼ Echocardiography
◼ Angiografi

Penilaian risiko keparahan atau prognosis IMA-NEST dan UAP

Stratifikasi Risiko TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction) untuk UAP dan

IMA-NEST Tabel 3.9.1 Penilaian skor TIMI

Parameter (TIMI) 1

Usia >65 tahun

Lebih dari 3 faktor risiko (hipertensi, DM, rokok, riwayat keluarga, dislipidemi) 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan stenosis >50% 1

Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1

Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir 1

Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 51


Deviasi ST >1 mm saat tiba 1

Peningkatan biomarker jantung (CK, Troponin) 1

Skor TIMI Risiko Risiko Kejadian Kedua 0-2 Rendah

<8,3%

3-4 Menengah <19,9%

5-7 Tinggi ≤41 %

Skor TIMI merupakan skor untuk menentukan spesifisitas yang tinggi dalam
memprediksi outcome klinis mortalitas dalam 30 hari, infark miokard dan perlunya
revaskularisasi pada pasien SKA. Pada dasarnya skor ini menentukan tingkat keparahan infark
miokard pada penderita IMA-NEST dan UAP.
Skor risiko lainnya adalah skor GIobaI Registry of Acute Coronary Events (GRACE)
dapat memprediksi mortalitas 6 bulan selanjutnya di rumah sakit atau setelah pulang. Berikut
adalah rincian skor risiko GRACE.
Tabel 3.9.2 Penilaian Risiko GRACE
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 52

◼ Pasien dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko
kematian 140 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (1-3%) dan tinggi
(>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien
dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian
118 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%)

Adapun skor risiko Killip terdiri dari 4 bagian yaitu keIas 1 pasien tanpa ada kondisi
gagal jantung, sedangkan kelas Killip 2, 3, dan 4 termasuk ke dalam kondisi
komplikasi dengan gagal jantung.

F. Komplikasi
✓ Gagal Jantung
✓ Syok kardiogenik
✓ Edema paru
✓ Aritmia (SVT, VT, AV-Blok)
✓ Ruptur Kardiak
✓ Ruptur Septum Ventrikel
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 53

G. Medikasi IMA

◼ Beta Blocker (Anti Iskemi)


◼ Nitrat
◼ Calcium Channel Blockers
◼ Antiplatelet
◼ Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
◼ Antikoagulan
◼ Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
◼ Statin

ISDN (Isosorbit Dinitrat) 2,5-15 mg (Sub Lingual)


Nitrogliserin 0,3-0,6 mg (Sub Lingual)
Isosorbit 5 mononitrate 2x 20 mg PO
Antikoagulan:
Fondaparinuks: 2,5 mg/hari SC
Enoksaparin 1mg/kg dua kali sehari
Unfractonated Heparin loading dose 60 IU/kg, maintenance 12 U/kg selama 24-48 jam
dengan target aPTT 1,5-2 kali nilai control
Antiremodelling
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg/hari
Statin
Sasaran kolesterol LDL < 100 mg/dL
Simvastatin 40 mg
Artovastatin 20 mg

H. Tatalaksana Penderita IMA


Tindakan umum dan langkah awal

Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja suspect SKA
atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan/atau marka jantung.

M= Morfin, Pain Killer


O=Oksigen
N=Nitrat, termasuk juga Beta Blocker, Calcium Channel Blocker (CCB)
A= Antiplatelet dan antikoagulan seperti aspirin, clopidrogel, Ticlopidine, Heparin
Tatalaksana ini tidak mutlak harus diberikan secara berurutan.

Tabel 3.9.3. Kelas Rekomendasi Tatalaksana IMA atau SKA


KELAS REKOMENDASI

Kelas I Bukti dan/atau kesepakatan besama bahwa pengobatan tersebut


bermanfaat dan efektif

Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 54


Kelas II Bukti dan/atau pendapat yang berbeda tentang manfaat pengobatan
tersebut

Kelas IIa Bukti dan pendapat lebih mengarah kepada manfaat atau kegunaan,
sehingga beralasan untuk dilakukan

Kelas IIb Manfaat atau efektivitas kurang didukung oleh bukti atau pendapat,
namun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan

Kelas III Bukti atau kesepakatan bersama bahwa pengobatan tersebut tidak berguna
atau tidak efektif, bahkan pada beberapa kasus kemungkinan
membahayakan

LEVEL OF EVIDENCE (LoE)

level A Data berasal dari beberapa penelitian klinik acak berganda atau
meta-analisis

level B Tingkat data berasal dari satu penelitian acak berganda atau beberapa atau
beberapa penelitian tidak acak

level C Data berasal dari konsensus opini para ahli dan/atau penelitian kecil, bukti
C studi retrospektif, atau registry
Tabel 3.9.4. Tindakan umum dan langkah awal
Rekomendasi Kelas Level Tirah baring I C Pengukuran saturasi oksigen perifer pada

kasus SKA I C

Oksigen diindikasikan pada pasien PaO2 <60 mmHg)


dengan hipoksemia (SaO2 < 90% atau IC

Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan SaO2 ≥ 90% III
fibrinolitik
Aspirin 160-320 mg diberikan segera Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg
kepada semua pasien yang tidak dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. 75mg/hari (pada pasien yang
Dosis maintenance 75-100 mg/hari direncanakan untuk terapi
Aspirin tidak bersalut lebih terpilih IA
mengingat absorpsi sublingual lebih
cepat

Dosis awal ticagrelol yang dianjurkan ICIB


adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada
pasien IMA-EST yang direncanakan IC
untuk reperfusi menggunakan agen
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 55

reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang


dianjurkan adalah clopidogrel)
diulang 10-30 menit, bagi pasien yang
Nitrogliserin (NTG) spray/tablet tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG
sublingual untuk pasien dengan nyeri sublingual
dada yang masih berlangsung saat tiba di I C
ruang gawat darurat. 5-10 mg diberikan 3
kali berturut-turut dg jeda 5 menit
Nitrogliserin intravena diberikan kepada I C IIa C
pasien yang tidak responsif dengan terapi
3 dosis NTG sublingual
Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat

Tabel 3.9.5. Tatalaksana IMA pada pasien dengan diabetes


Rekomendasi Kelas Level
gula darah perlu diawasi
Semua pasien IMA-NEST perlu diperiksa
Kadar gula darah perlu dijaga dari
adanya diabetes, dan apabila diketahui
hiperglikemia (>180-200 mg/dL) dan
riwayat diabetes atau hiperglikemia, kadar
hipoglikemia (<90 mg/dL) diperhatikan secara ketat setelah pemberian
kontras
Pemberian antitrombotik pada pasien diabtes I C I B I C I C
serupa dengan pasien non-diabetik

Fungsi ginjal pada pasien diabetes perlu


Pada pasien diabetes, disarankan untuk melakukan strategi invasif awal I A

Pembedahan BPAK (By Pass Arteri


Koroner) lebih disarankan dibandingkan
dengan PCI untuk pasien diabetik dengan Tabel 3.9.6. Tatalaksana IMA-NEST pada
lesi di batang utama dan/atau penyakit pasien lanjut usia
multipembuluh yang lanjut IB

Rekomendasi Kelas Level


perlu diinvestigasi untuk IMA-NEST
Pasien lanjut usia (>75 tahun) sering meskipun tingkat kecurigaan rendah
memiliki presentasi yang atipikal, sehingga I C
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 56

Pertimbangan strategi invasif awal dengan


kemungkinan revaskularisasi dibuat
Pemilihan pengobatan untuk pasien lanjut
berdasarkan risiko dan manfaat
usia dibuat dengan mempertimbangkan
IC
perkiraan harapan hidup, komorbiditas,
kualitas kehidupan, serta keinginan dan
pilihan pasien
I C IIa B
Pemilihan dan dosis obat-obat antitrombotik
perlu disesuaikan untuk mencegah kejadian
efek samping

Tabel 3.9.7 Tatalaksana IMA-NEST pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Rekomendasi Kelas Level
ginjal yang dimiliki
Pasien IMA-NEST dengan PGK perlu
mendapatkan antitrombotik yang sama Tabel 3.9.8. Tatalaksana IMA-NEST pada
dengan pasien tanpa PGK dengan pasien Anemia
menyesuaikan dosis terkait tingkat disfungsi I B

Rekomendasi Kelas Level


stratifikasi risiko
Hemoglobin baseline yang rendah Transfusi darah hanya disarankan untuk
merupakan penanda independen risiko kasus-kasus status hemodinamik yang
iskemia dan kejadian perdarahan sehingga terganggu atau HB < 8g/dL atau Ht < 25%
pengukuran hemoglobin disarankan untuk
IBIC

Tabel 3.9.9. Tatalaksana IMA-NEST pada pasien Fibrilasi Atrium (AF) Rekomendasi
Kelas Level
elektrik atau farmakologis dilakukan pada
Jika tidak ada kontraindikasi, pasien dengan episode fibrilasi atrium
direkomendasikan untuk memberikan pertama < 48 jam (atau pasien tanpa bukti
antikoagulan kepada semua pasien trombus atrium kiri pada TOE) atau jika
pasien mendapatkan antikoagulan minimal
Pemeriksaan serial troponin dipertimbangkan
selama 3 minggu
untuk mendeteksi iskemik pada pasien IAICIC
dengan AF respons ventrikel cepat

Kardioversi elektrik direkomendasikan pada


instabilitas hemodinamik. Kardioversi
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 57
penyekat beta tidak adekuat
CCB (Ca Channel Blockers)
Penyekat beta intravena direkomendasikan direkomendasikan bagi pasien dengan angina
untuk memperlambat respons ventrikel yang vasospastic
cepat terhadap fibrilasi atrium pada pasien I C IIb
yang hemodinamiknya stabil
Pemberian glikosida jantung intravena dapat
dipertimbangkan untuk mengendalikan
IIb C
denyut ventrikel jika respons terhadap

Tabel 3.9.9.1. Tatalaksana IMA-NEST pada pasien yang menjalani bedah non
kardiak
Rekomendasi Kelas Level
yang diduga disebabkan oleh iskemia,
Pada pasien yang mendapatkan DAPT (Dual diindikasikan angiografi koroner segera
Anti Platelet Therapy) dan salah satunya
harus dihentikan karena akan menjalani Terapi Reperfusi dan Fibrinolisis
pembedahan non-kardiak, direkomendasikan I C
pemeriksaan troponin pasca bedah
Pada IMA-NEST pasca bedah harus
diberikan tatalaksana standar selain terapi II B I
spesifik-etiologi (misalnya koreksi anemia,
hipovolemi, infeksi)

Pada pasien dengan instabilitias hemodinamik

Terapi reperfusi diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam
dengan elevasi segmen ST menetap maupun LBBB baru.
◻ Primary Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
◻ Fibrinolitik
¤ Fibrinolitik diberikan sebelum dilakukan PCI, bila tidak dapat dilakukkan dalam
< 120 menit.
¤ Streptokinase 1,5 juta U dalam 100 mL D5% atau NaCl 0,9% dalam 30-60
menit
¤ Alteplase (tPA) Bolus 15 mg IV, 0,75mg/kg dalam 30 menit, lanjut 0,5 mg/kg
dalam 60 menit

Kriteria Risiko pada IMA-NEST


Kriteria ini untuk menentukan strategi invasif. Revaskularisasi merupakan gold standard
untuk kasus SKA baik pada STEMI, UAP, maupun NSTEMI. Namun, PCI tidak dianjurkan
untuk pasien yang secara hemodinamil stabil.
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 58

Tabel 3.9.9.2. Kriteria Risiko pada IMA-NEST


Risiko sangat tinggi

• Instabilitas hemodinamik atau syok kardiogenik


• Nyeri dada rekuren atau sedang berlangsung
• Aritmia atau henti jantung yang mengancam jiwa
• Komplikasi mekasis IM
• Gagal jantung akut
• Perubahan gelombang ST-T yang dinamis rekuren, terutama dengan elevasi ST intermiten

Risiko tinggi

• Peningkatan atau penurunan troponin


• Perubahan gelombang ST atau T yang dinamis (simtomatis atau
asimtomatis) • Skor GRACE > 140

Risiko Intermediet

• DM Insufisiensi ginjal (eGFR < 60 mL/menit/1.73 m2)


• LVEF < 40% atau gagal jantung kongestif
• Angina pasca infark dini
• IKP/PCI atau BPAK (By Pass Arteri Koroner)
• Skor risiko GRACE >109 dan < 140

Risiko Rendah

• Karakteristik lain yang tidak disebutkan di atas

Tabel 16. Rekomendasi Waktu Melakukan Strategi Invasif


Risiko Strategi Invasif Kelas level Risiko sangat tinggi Strategi invasif

segera (< 2 jam) I C

Risiko tinggi Strategi invasif dini (<24 jam) I A

Risiko intermediate Strategi invasif (≤ 72 jam) I A


Risiko rendah Tes stress non-invasif I A
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 59

Tabel 3.9.9.4. Penilaian Crusade Bleeding Risk

Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 60


I. Manajemen Jangka Panjang IMA
Beberapa manajemen jangka Panjang untuk mengendalikan penyakit ini
adalah: ✓ Mengendalikan faktor risiko hipertensi, diabetes, merokok
✓ Aspirin dosis rendah 75-100mg/hari
✓ Penghambat ADP (Adenosine Di Phosphat) kombinasi aspirin 12 bulan
✓ Profil lipid puasa dikontrol
✓ ACEI (Angiotensin Co Enzyme Inhibitor) untuk mencegah remodeling
✓ Antagonis aldosteron

J. ASKEP INFARK MIOKARD

Pengkajian

◼ Dispnea, Faktor pencetus, Faktor resiko, Tingkat kesadaran


◼ Syncope hingga penurunan kesadaran, diaphoresis
◼ Levine’s sign dengan karakteristik nyeri yang telah dipaparkan pada tanda dan gejala
◼ Bising Jantung (Gallop S3)
◼ Takikardi/Bradikardi/ Aritmia Jantung
◼ Hipertensi
◼ Peningkatan JVP
◼ Hasil rekaman EKG adanya gambaran ST elevasi atau depresi dan juga temuan Q
patologis pada dua sadapan bersebelahan pada sadapan yang telah disampaikan pada
slide sebelumnya utuk menentukan lokasi infark, atau temuan LBBB baru pada V1
dan V6
◼ Perubahan Nilai Enzim Jantung
◼ Nilai Elektrolit
◼ Nilai SGOT, profil lipid,
◼ aPTT
◼ Kreatinin dan Ureum serum
◼ Skor GRACE, TIMI, Crusade
◼ Riwayat penyakit sebelumnya dan gaya hidup
◼ Pemeriksaan Angiografi
◼ Status Nutrisi apakah pasien Obese
◼ Saturasi Oksigen

Masalah Keperawatan Prioritas

Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan:

Etiologi:

◼ Gangguan irama/frekwensi jantung


◼ Gangguan preload
◼ Gangguan Afterload
◼ Gangguan Kontraktilitas
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 61

◼ Emosional/perilaku
◼ Gangguan isi sekuncup

Intervensi Keperawatan
◼ Perawatan jantung: Akut
◼ Manajeman elektrolit (spesifik)
◼ Manajemen cairan/elektrolit
◼ Monitoring cairan/elektrolit
◼ Manajemen energi
◼ Regulasi hemodinamik
◼ Pemberian obat
◼ Manajemen pengobatan
◼ Monitoring neurologis
◼ Terapi oksigen
◼ Monitoring pernafasan
◼ Monitoring tanda vital

RINGKASAN
✓ IMA merupakan suatu fase akut dari nyeri dada (ditandai dengan peningkatan nyeri dada
baik dari segi frekuensi, lama nyeri dan tidak dapat diatasi dengan pemberian Nitrat) ✓ Ada
3 klasifikasi Infark Miokard Akut: IMA-EST atau STEMI, IMA-NEST atau NSTEMI dan
UAP (Unstable Angina Pektoris)
✓ Faktor pencetus terjadinya Infark Miokard Akut adalah aktifitas, stres, emosi, udara
dingin, setelah makan
✓ Tanda gejala secara umum: sesak napas saat beraktivitas hingga saat istirahat; lokasi nyeri
dada atau angina pada substernal, retrosternal dan prekordial yang dapat menjalar hingga
ke lengan kiri dan bisa sampai lengan kanan, leher, rahang hingga gigi, bahu kiri hingga
punggung (interscapula), abdomen; lama nyeri minimal 20 menit, nyeri dada terasa
seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat seperti ditusuk, rasa diperas dan
terpelintir. Sehingga penderita menunjukkan sikap Levine’s sign; Syncope (pusing)
hingga penurunan kesadaran, mual, muntah, diaphoresis (keringat dingin); perubahan
atau deviasi pada gelombang EKG: elevasi ST sampai dengan inversi gelombang, adanya
peningkatan gelombang Q minimal pada dua sadapan atau LBBB baru/ prasangkaan
baru.
✓ Munculnya Q patologis menunjukkan adanya informasi bahwa pasien merupakan
memiliki kasus Old Infark Miocard.
✓ Komplikasi IMA adalah gagal jantung, syok kardiogenik, edema paru, aritmia (SVT, VT,
AV-Blok), ruptur Kardiak,ruptur Septum Ventrikel
✓ Masalah keperawatan prioritas penderita IMA: Penurunan Curah Jantung ✓ Intervensi
keperawatan; penurunan curah jantung pada kasus IMA adalah perawatan jantung: akut,
manajeman elektrolit (spesifik), manajemen cairan/elektrolit, regulasi hemodinamik ,
manajemen pengobatan
Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 62

TUGAS

Jawablah pertanyaan berikut dengan padat dan jelas.

1. Buatlah perbedaan tanda dan gejala NSTEMI, STEMI, dan UAP dalam sebuah tabel.
2. Jelaskanlah mengenai apa itu Per Cutaneus Intervention (PCI).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Daydamony, M. M., & Farag, E. M. (2016). CRUSADE bleeding score as a predictor of


bleeding events in patients with acute coronary syndrome in Zagazig University
Hospital. Indian heart journal, 68(5), 632–638.
https://doi.org/10.1016/j.ihj.2016.03.007

Dharmawan, M. dkk. 2018. Profil Infark Miokard Akut dengan Kenaikan Segmen ST di
ICCU RSUD Prof.W.Z.Johannes, Kupang Nusa Tenggara Timur, Januari-April 2018.
CDK-281. 46(12).

Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta; EGC

Iowa Intervention Project. Nursing Intervention Classification (NIC). Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana


Sindroma Koroner Akut. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. 1994. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:EGC

Pusponegoro, Aryono dkk (ed). Buku Panduan BT & CLS Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support, Edisi Keenam. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat
118.

S. Rina A.I., dkk. 2018. The Differences of Correlation of the Timi, Grace, and Killip Risk
Scores as Predictor Prognosis Patients With Non St-Elevation Myocard Infarction
Acute Coronary Syndrome in Iccu Rsud Dr. Iskak Tulungagung. Jurnal Ilmu
Keperawatan. 6 (1)

Anda mungkin juga menyukai