Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan hidayahnya yang telah
diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu yang telah membimbing dalam membuat
makalah ini.
Akan tetapi, kami menyadari bahwa di dalam makalah ini, masih terdapat banyak
kekurangan yang tentunya mengakibatkan makalah ini masih dikatakan jauh dari
sempurna. Maka dari itu, kami harapkan pembaca dapat memaklumi serta memberi kritik
dan saran yang membangun demi terwujudnya makalah yang lebih baik di masa yang
akan datang.

Teluk Pakedai, 17 November 2022


Hormat Kami

DAFTAR ISI

1
Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

BAB 1 PENDAHULUAN 3

A. Latar Belakang 3

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN 4

A. Pemikiran Ekonomi Nasional 4

B. Sistem Ekonomi Liberal 8

BAB III PENUTUP 14

A. Kesimpulan14

B. Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perekonomian merupakan aktivitas ekonomi yang tidak bisa terlepas dari
kehidupan manusia di belahan bumi manapun. Dan dalam perkembangannya
perekonomian mengalami transformasi, modernisasi bahkan inovasi dalam
pengaplikasian penerapannya. Dan tentu saja bersumber pada teori-teori atapun dasar-
dasar ekonomi yang telah ada. Namun, dalam praktiknya teori-teori ekonomi bersifat
fleksibel sesuai kebutuhan dari suatu Negara ataupun lingkup yang mengaplikasikannya.

Dan karena perrubahannya, perubahan umum perekonomian yang dialami suatu


negara sering menjadi bahan pembicaraan, baik di kalangan ilmuwan, ekonom, pejabat
pemerintah, maupun masyarakat yang tertarik sebagai pemerhati ekonomi. Berbagai
media massa sering memuat berita besar mengenai perubahan ekonomi yang dialami
suatu negara. seperti inflasi, pengangguran, kesempatan kerja, hasil produksi, dan
penanaman modal.

Setiap negara senantiasa mengharapkan agar perekonomian yang dicapai


mengalami peningkatan terus-menerus. Peningkatan perekonomian tersebut akan
memupuk investasi serta kemampuan teknik produksi agar hasil produksi terus
meningkat. Jika hasil produksi meningkat, perekonomian mengalami pertumbuhan, serta
memberikan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi penduduk negara tersebut.
(LPEM FE-UI: 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemikiran Ekonomi Nasional?
2. Bagaimana Sistem Ekonomi Liberal?
3. Bagaimana Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Liberal?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan tentang sejarah Pemikiran Ekonomi Nasional
2. Untuk menjelaskan tentang Sistem Ekonomi Liberal
3. Untuk menjelaskan tentang Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Liberal

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Ekonomi Nasional


Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan upaya
mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional.
Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem
perekonomian kolonial yang cukup lama. Warisan ekonomi kolonial membawa dampak
perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh
kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang
ingin diubah oleh para pemikir ekonomi nasional di setiap kabinet di era demokrasi
parlementer. Upaya membangkitkan perekonomian sudah dimulai sejak kabinet pertama
di era demokrasi parlementer, Kabinet Natsir.

1. Gerakan Benteng
Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan oleh
Soemitro Djojohadikusumo Menteri Perdagangan pada masa Kabinet Natsir yang
berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada hakekatnya adalah
pembangunan ekonomi baru. Sumitro yang merupakan wakil Partai Sosialis Indonesia
dalam kabinet Natsir (Masyumi) melihat menumpuknya beban pemerintahan RI karena
utang warisan penjajah Belanda sangat membebani Republik Indonesia. Gagasan
Socmitro kemudian dituangkan dalam program Kabinet Natsir dalam wujud pencanangan
Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) yang sering disebut juga dengan Plan Soemitro.
Wujud dari RUP tersebut kemudian dicanangkan Program Benteng.
Program Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
(pembangunan ekonomi Indonesia). Istilah 'Benteng' dari ide Sumitro ini diberikan
karena pada dasarnya program tersebut berusaha membangun kewirausahaan pribumi
agar mampu membentengi perekonomian negara yang baru merdeka seperti Indonesia.
Tujuan dari program Gerakan Benteng antara lain sebagai berikut:
a. Menumbuhkan dan membina wiraswasta Indonesia sambil menumbuhkan
ekonomi nasional.
b. Mendorong importir-importir nasional hingga mampu bersaing dengan
perusahaan- perusahaan impor asing (Belanda dan China).
c. Membatasi impor barang-barang agar memberikan lisensi impor hanya kepada
importir Indonesia
d. Memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada importir Indonesia.

4
Sayangnya dalam pelaksanaan muncul masalah karena dalam pelaksanaan Program
Benteng, pemberian lisensi impor banyak yang disalahgunakan. Penyebab masalah dalam
Program benteng antara lain sebagai berikut.
Mereka yang menerima lisensi adalah orang-orang yang mempunyai hubungan
khusus dengan kalangan birokrat yang berwenang mendistribusikan lisensi dan kredit.
Pengusaha- pengusaha yang masuk dalam Program Benteng bahkan ada yang
menyalahgunakan untuk mencari keuntungan yang cepat dengan menjual lisensi impor
yang dimilikinya kepada pengusaha impor yang sesungguhnya, yang kebanyakan berasal
dari keturunan Cina. Penyelewengan lainnya adalah dengan cara mendaftarkan
perusahaan yang sesungguhnya merupakan milik keturunan Cina dengan menggunakan
nama orang Indonesia pribumi. Program Benteng akhirnya secam resmi dihentikan pada
tahun 1957 oleh Menteri Perekonomian, Ir. Rooseno Surjohadikusumo, atas dasar
menghilangkan diskriminasi rasial dalam praktik perekonomian negara.

2. Gerakan Ekonomi Ali Baba


Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954 - Agustus
1955). menteri prekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo memperkenalkan sistem ekonomi
baru yang dikenal dengan sistem Ali-Baba. Artinya, bentuk kerjasama ekonomi antara
pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha Tionghoa yang
diidentikkan dengan Baba. Tujuan dari program ini adalah:
a. Untuk memajukan pengusaha pribumi.
b. Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka
merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Memajukan ekonomi
Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Kebijakan ini digambarkan Ali sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba
digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah
memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan
asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
1) Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi
lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
2) Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan
bebas.
c. Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

5
3. Gerakan Asaat
Usaha lain yang pemah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengusaha
pribumi dilakukan melalui "Gerakan Asaat". Gerakan Assat merupkan suatu gerakan
ekonomi yang diprakarsai Mr. Asaat yang merupakan Menteri Dalam Negeri pada
Kabinet Natsir.

Gerakan Asaat memberikan perlindungan khusus bagi warga negara Indonesia Asli
dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan dengan pengusaha
asing pada terhadap gerakan ini terlihat dari pernyataan yang dikeluarkan pemerintah
pada Oktober 1956 bahwa pemerintah akan memberikan lisensi khusus pada pengusaha
pribumi. Ternyata kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi negatif yaitu muncul
golongan yang membenci kalangan Cina. Bahkan reaksi ini sampai menimbulkan
permusuhan dan pengrusakan terhadap toko-toko dan harta benda milik masyarakat Cina
serta munculnya perkelahian antara masyarakat Cina dan masyarakat pribumi.

4. Gunting Syafruddin
Pemerintah, selain melakukan upaya perbaikan jangka panjang, juga melakukan
upaya perbaikan jangka pendek untuk menguatkan perekonomian Salah satunya yang
dikenal dengan istilah Gunting Syafrudin, Gunting Sjafruddin adalah kebijakan moneter
yang ditetapkan oleh Syafruddin Prawiranegara. Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta
II. yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950. Menteri Keuangan,
Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong uang dengan memberlakukan
nilai setengahnya.
Menurut kebijakan tersebut, uang NICA dan uang De Javasche Bank dari pecahan
Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran
yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan
uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Guntingan kanan dapat
ditukar dengan obligasi Pemerintah. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami
pengguntingan, demikian pula uang ORI (OcangRepublik Indonesia).
Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu
sedang terpuruk ulang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan
kebijaksanaan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak
beberapa sasarant penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang
baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian
menurunkan harga barang. dan mengisi kas pemerintah.

5. Rencana Program Lima Tahun (RPLT)

6
Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara (BPN). Tugas
biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri
perancang nasional. Biro Perancang Negara (BPN) berhasil menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun
1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan
prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).
Program Pembangunan Rencana Lima Tahun berbeda dengan RUP yang lebih
umum sifatnya, Program Rencana Lima Tahun lebih bersifat teknis dan terinci serta
mencakup prioritas-prioritas proyek yang paling rendah. Tujuan dari Rencana Lima
Tahun adalah mendorong munculnya industri besar, munculnya perusahaan-perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan jasa pada sektor publik yang hasilnya diharapkan
mampu mendorong penanaman modal dalam sektor swasta. RPLT tidak dapat berjalan
dengan baik disebabkan karena :
 Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun
1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara
merosot.
 Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
 Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing

6. Nasionalisasi Perusahaan
Usaha pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan kebijakan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Nasionalisasi adalah proses di mana negara
mengambil alih kepemilikan suatu perusahaan milik swasta atau asing. Undang-Undang
nasionalisasi disahkan pada tanggal 27 Desember 1958. Dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No.23/1958 tersebut ditetapkan bahwa perusahaan-perusahaan milik Belanda yang
berada di wilayah RI menjadi milik penuh dan bebas negara RI.

Pada tahun 1956, PM Ali Sastroamidjojo II membatalkan perjanjian KMB dengan


Belanda secara sepihak, karena Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada RI.
Namun, pemerintah RI masih mengusahakan perjuangan diplomasi melalui Perserikatan
bangsa-bangsa (PBB). Hasilnya, Indonesia kembali gagal memperjuangkan kembalinya
Irian Barat ke dalam naungan RI dalam Sidang Umum PBB di bulan November 1957.
Pemerintah Indonesia pada masa itu mengambil kebijakan untuk melakukan nasionalisasi
perusahaan Belanda, Sejak tahun 1957 nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi
dalam dua tahap.

7
a. Pertama, tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan atau sering disebut
"di bawah pengawasan".
b. Kedua, pemerintah mulai mengambil kebijakan yang pasti, yakni perusahaan-
perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.
Selanjutnya pemerintah membentuk Badan Nasionalisasi Perusahaan
Belanda (BANAS) untuk menertibkan proses nasionalisasi. Beberapa Perusahaan asing
yang dinasionalisasi antara lain sebagai berikut.
a. Pada tahun 1953 Pemerintah Indonesia menasionalisasi De Javasche Bank (DJB)
menjadi Bank Indonesia (BI).
b. Perusahaan swasta peninggalan Belanda yang mengelola listrik dilebur ke dalam
PLN (Perusahaan Listrik Negara).
c. Pengelolaan jaringan kereta api dilebur menjadi Djawatan Kereta Api (DKA),
yang kemudian berkembang menjadi PJKA, PERUMKA dan saat ini PT KAI.
d. Sektor kepentingan umum lain yang diambil alih adalah jawatan Pos Telegram
dan Telekomunikasi (PTT). Djawatan Pegadaian dan Djawatan Angkutan Motor
RI (DAMRI).
e. Perusahaan perkebunan Belanda diambil alih dan kemudian ditempatkan di
bawah pengawasan Pusat Perkebunan Negara (PPN).
f. Dalam bidang perhubungan, dibentuk penerbangan komersial Garuda Indonesia
Airways (GIA) yang mengambil alih semua asset KNILM (Koninklijke
Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij), anak perusahaan KLM di Hindia
Belanda).
g. Perusahaan pelayaran Belanda KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) yang
merupakan embrio PELNI.
h. Perusahaan-perusahaan minyak seperti BPM (Borneo Petroleum Maatschappij)
dan Shell (perusahaan patungan Belanda-Inggris).

B. Sistem Ekonomi Liberal


Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda melalui Konferensi
Meja Bundar tahun (KMB) 1949, Indonesia memasuki suatu periode baru, yang lebih
dikenal dengan Masa Demokrasi Liberal, pada masa ini, iklim politik dan kondisi
perekonomian di Indonesia tidak berjalan stabil. Seringnya pergantian kabinet akibat
kebebasan berdemokrasi berpengaruh pada banyak sektor hingga menyebabkan ancaman
disintegrasi bangsa dan semakin merosotnya kondisi perekonomian Indonesia menjadi
bagian yang tak terpisahkan selama periode ini.
1. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
 KABINET NATSIR (6 September 1950 21 Maret 1951) Merupakan kabinet koalisi
yang dipimpin oleh partai Masyumi.
 Dipimpin Oleh: Muhammad Natsir

8
 Program:
1) Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2) Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3) Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang. 4) Mengembangkan dan memperkuat
ekonomi rakyat.
4) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
 Hasil:
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai
masalah Irian Barat.
 Kendala Masalah yang dihadapi:
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan). Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan
hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis.
Gerakan APRA, Gerakan RMS.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th
1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui
parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 3 April 1952)


• Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
• Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoy.
• Program:Menjamin keamanan dan ketentraman.
1) Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar
sesuai dengan kepentingan petani.
2) Mempercepat persiapan pemilihan umum.
3) Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian
Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
 Hasil:
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan
untuk menjamin keamanan dan ketentraman
 Kendala/ Masalah yang dihadapi:
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Socbardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran, Mengenai pemberian
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan

9
ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan
kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatikan kepentingan
Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara
Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah
memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah. Masalah
Irian barat belum juga teratasi. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak
dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet: Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas
tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut.
DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden.
 KABINET WILOPO (3 April 1952-3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam hiangnya.
 Dipimpin Oleh: Mr. Wilopo
 Program:
1) Program dalam negeri: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat,
dan pemulihan keamanan.
2) Program luar negeri: Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif.
 Kendala/Masalah yang dihadapi:
Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-
barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat. Terjadi defisit
kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi
penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport heras.
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan
bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari
pusat ke daerah yang tidak seimbang. Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan
upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap
tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan
kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI
sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang
oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ja mengirim petisi mengenai penggantian

10
KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen
sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah
dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar
parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak percaya
dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi.

2. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut
dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI-AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa
17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan
permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan
menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru
tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma
yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada
27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada
di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.

3. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
4. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
5. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti
oleh partai lainnya.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
 Dipimpin Oleh: Burhanuddin Harahap

 Program:
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
 Hasil:
✓ Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70

11
partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan
4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak. yaitu PNI, NU, Masyumi,
dan PKI
✓ Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda.
✓ Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan
oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
 Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH
Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
 Kendala Masalah yang dihadapi :
✓ Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
✓ Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu
tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh.
Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru
pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI. Masyumi, dan NU.
 Dipimpin Oleh: Ali Sastroamijoyo
 Program:
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut. Perjuangan pengembalian Irian Barat
Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota
DPRD.
✔Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
✔ Menyehatkan perimbangan keuangan negara. Mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.

Kendala Masalah yang dihadapi :


✓ Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.

✓ Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada


gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di
Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di
Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.

12
✔ Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
✓ Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai
nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat
ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali
Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI
berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan
parlementer.

g. KABINET DJUANDA (9 April 1957-5 Juli 1959)


Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan
antara partai politik.

13
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan upaya
mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional.
Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem
perekonomian kolonial yang cukup lama. Warisan ekonomi kolonial membawa dampak
perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh
kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang
ingin diubah oleh para pemikir ekonomi nasional di setiap kabinet di era demokrasi
parlementer.
Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda melalui Konferensi
Meja Bundar tahun (KMB) 1949, Indonesia memasuki suatu periode baru, yang lebih
dikenal dengan Masa Demokrasi Liberal pada masa ini, iklim politik dan kondisi
perekonomian di Indonesia tidak berjalan stabil.
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat
buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang
sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://readyygo.blogspot.com/2016/10/mencari-sistem-ekonomi-nasional.html
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-fungsi-dan-macam-macam-sistem-
ekonomi/
http://tulisan-adipenulis.blogspot.com/2012/05/makalah-sistem-ekonomi.html

15

Anda mungkin juga menyukai