Anda di halaman 1dari 17

PAPER

Pengaruh Utang-Utang Luar Negeri terhadap Perekonomian Indonesia

Untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah :

Perekonomian Indonesia

Dosen Pengampu:

Ibu Selfia Bintariningtyas

Disusun Oleh

Fadel Muhammad Iqbal Costadino (F0321087)


Akuntansi C

PROGRAM SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga paper ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga paper Perekonomian Indonesia ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar paper ini
bisa memberi pandangan kepada pembaca tentang materi yang saya tulis.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
paper ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.

Indonesia, Desember 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4

Latar Belakang ............................................................................................................................ 5

Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 6

Tujuan.......................................................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................... 8

.......................................................................................................................................................

.......................................................................................................................................................

.......................................................................................................................................................

.......................................................................................................................................................

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 15

kesimpulan ................................................................................................................................ 15

Saran .......................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara.
Oleh karena itu, dalam menyikapi permasalahan ekonomi tiap negara, masing-masing
negara menganut sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi dan ideologi negara yang
bersangkutan. Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem ekonomi
komando, Sistem ekonomi pasar, maupun Sistem ekonomi campuran. Sistem ekonomi
yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila, yang di dalamnya
terkandung demokrasi ekonomi maka dikenal juga dengan Sistem Demokrasi Ekonomi.
Demokrasi Ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh, dan untuk
rakyat di bawah pengawasan pemerintah hasil pemilihan rakyat. Dalam pembangunan
ekonomi masyarakat berperan aktif, sementara pemerintah berkewajiban memberikan
arahan dan bimbingan serta menciptakan iklim yang sehat guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi juga merupakan salah satu indikator yang umum
digunakan dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi adalah
perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat semakin
meningkat. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran atas perkembangan atau
kemajuan perekonomian dari suatu negara atau wilayah karena berkaitan erat dengan
aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat khususnya dalam hal peningkatan produksi
barang dan jasa. Namun terdapat beberapa hambatan dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia yang kurun terselesaikan. Tingkat ketergantungan yang tinggi dari pemerintah
dan sektor swasta terhadap impor dan utang luar negeri merupakan masalah
pembangunan ekonomi. Indonesia merupakan negara berkembang yang
perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang masih rentan terhadap pengaruh dari luar.
Oleh karna itu perlu adaanya fundasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara
agar tidak sepenuhnya dapat terpengaruh dari dunia luar, seperti apa yang terjadi pada 10

4
tahun yang silam ketika negara Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang
umumnya percaya bahwa Indonesia tidak akan bernasib sama. Fundamental ekonomi
Indonesia dipercaya cukup kuat untuk menahan kejut eksternal (external shock) akibat
kejatuhan ekonomi Thailand. Tetapi ternyata guncangan keuangan yang sangat hebat
dari negara Thailand ini berimbas kepada perekonomian Indonesia, kekacauan dalam
perekonomian ini menjadi awal dan salah satu faktor penyebab runtuhnya perekonomian
Indonesia termasuk terjebaknya Indonesia ke dalam dilema utang luar negeri. Selain
faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang terjadi di Indonesia juga berasal
dari dalam negeri, yaitu proses integrasi perkonomian Indonesia ke dalam
perekonomian global yang berlangsung dengan cepat dan kelemahan fundamental mikro
ekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor keuangan nasional, khususnya
sektor perbankan, dan masih banyak faktor-faktor lainnya yang berperan menciptakan
krisis di Indonesia. Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal
merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan
ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah
Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan
masyaraka adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk
dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan
ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada
tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan
ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah
dengan berusaha meningkatkan investasi. Investasi ini tidak jarang berasal dari luar
negeri maupun dari pemerintah dengan mengandalkan utang-utang.

5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah awal perkembangan utang luar negeri Indonesia?
2. Bagaimana kondisi utang luar negeri Indonesia?
3. Apa yang dilakukan indonesia untuk menanggapi utang luar negeri?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana sejarah awal perkembangan utang luar negeri Indonesia
2. Mengetahui bagaimana kondisi utang luar negeri Indonesia
3. Mengetahui apa yang dilakukan indonesia untuk menanggapi utang luar negeri

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang sejarah awal perkembangan utang luar negeri Indonesia, kondisi utang luar
negeri Indonesia, dan juga hal apa saja yang dilakukan Indonesia untuk menanggapi utang luar
negeri.

7
BAB III
PEMBAHASAN

Suatu negara terbentuk dan bertahan sebagai satu kesatuan bukanlah tanpa hambatan.
Dalam mempertahankan suatu negara, perlu adanya upaya-upaya dalam mengatasi masalah-
masalah yang mengancam ketahanan bangsa. Salah satu aspek yang harus dipertahankan adalah
aspek ekonomi. Aspek ekonomi sangatlah penting dalam perkembangan dan pembangunan suatu
bangsa. Jika aspek ekonomi berkembang, hal ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat
di negara tersebut. Namun, dalam perkembangannya, pasti terdapat hambatan dalam
perkembangan ekonomi. Jika ekonomi pada suatu negara mengalami melemah, maka perlu
adanya investor untuk menstabilkan ekonomi negara.

Ketahanan ekonomi tidak bisa dikelola secara pribadi oleh suatu negara, perlu adanya
campur tangan dengan dunia atau kerjasama dengan negara lain. Ketahanan ekonomi
berpengaruh pada kesejahteraan penduduk dan berjalannya pemerintah. Jika pada suatu negara
mengalami ekonomi yang melemah maka perlu adanya investor untuk menstabilkan ekonomi
negara. Ketahanan ekonomi bisa dikuatkan adanya kebijakan Utang Luar Negeri Pemerintah.
Yaitu dengan meminjam uang kepada Bank Dunia atau negara lain sebagai investor akan proyek
yang ditawarkan oleh peminjam dengan berbagai syarat pengembalian.

Apa yang pengertian dari Utang Luar Negeri (ULN)? Utang Luar Negeri (ULN) ialah
sejumlah sumber pembiayaan yang didapat dari negara lain melalui hubungan bilateral atau
multilateral yang tergambar pada neraca pembayaran akan kegiatan investasi, menutup saving-
investment gap dan foreign exchange gap yang dilakukan baik oleh sektor publik maupun swasta
guna menjaga ketahanan ekonomi dengan cara menarik negara investor dengan proyek yang
direncanakan.

Utang luar negeri dapat dijelaskan melalui pendapatan nasional secara teoritis. Utang luar
negeri merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Utang luar negeri selain untuk
sumber pembiayaan pembangunan, utang luar negeri juga digunakan untuk menutupi tiga defisit,
yaitu defisit anggaran, defisit transaksi berjalan, dan kesenjangan investasi.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang juga memiliki utang luar negeri.
Sebelum terjadi krisis moneter pada tahun 1998, laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia

8
sangatlah tinggi akibat dicangkannya strategi pembangunan ekonomi oleh pemerintah pada saat
itu. Namun, pertumbuhan ekonomi yang terhitung tinggi tersebut pendanaannya tidak cukup
didanai oleh modal sendiri tetapi juga didanai menggunakan modal asing. Sehingga walaupun
pertumbuhan ekomi Indonesia pada saat itu cukup tinggi, hal ini tidak diikuti dengan penurunan
jumlah utang luar negeri.

Usai mengambil alih kekuasaan dari Sukarno pada 1967, Soeharto dihadapkan kondisi
serba tak stabil, terutama di bidang ekonomi. Masalah paling pelik yang dihadapi pemerintahan
Soeharto adalah hiperinflasi (mencapai 650 persen) yang menyebabkan melonjaknya harga
barang-barang, termasuk kebutuhan pokok. Faktor utama penyebab hiperinflasi adalah rezim
Sukarno hanya mencetak uang untuk membayar utang dan mendanai proyek-proyek mercusuar
sejak awal 1960-an. Hiperinflasi hanya satu dari sekian masalah ekonomi yang harus dihadapi
Soeharto.

Indonesia Investments, lembaga pemerhati ekonomi Indonesia dari Belanda, dalam


laporan berjudul “History of Indonesia: Politics and the Economy Under Sukarno” menyebutkan,
pada masa itu Indonesia juga terbebani utang besar sementara di waktu bersamaan ekspor
melemah dan pendapatan per kapita menurun secara signifikan. Pada 1960, melalui Ketetapan
MPRS Nomor II/MPRS/1960, Sukarno sempat mengeluarkan Garis Besar Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969 yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pokok dalam negeri. Tetapi, pada 1964, strategi itu ditinggalkan sebab situasi ekonomi makin
memburuk: inflasi masih tinggi, basis pajak mengikis, arus pemindahan aset finansial ke riil
begitu besar, hingga konfrontasi dengan Malaysia yang menyerap sebagian besar anggaran
pemerintah. Sukarno boleh saja mahir dalam bahasa dan retorika, tapi ia gagal mengurus
ekonomi. Alih-alih peduli pada masalah ekonomi, ia malah mencurahkan waktunya untuk
berpetualang dalam demagogi politik. Reportase majalah The New Yorker (23 November 1968)
menyatakan bahwa akibat Sukarno salah urus, Indonesia dihadapkan pada posisi kebangkrutan
dan diprediksi akan sangat bergantung pada bantuan luar negeri.

Setelah keran investasi asing dibuka, langkah berikutnya ialah mencari bantuan luar
negeri. Namun, Indonesia mendapat halangan. Beban neraca pembayaran luar negeri sebagai
akibat utang yang diwariskan Orde Lama membuat Indonesia sulit memperoleh kreditur maupun
pendonor.

9
Dalam “Survey of Recent Developments” (1966) yang diterbitkan Bulletin of Indonesian
Economics Studies, Arndt dan J. Panglaykim menjelaskan, Indonesia tidak mampu membayar
cicilan maupun bunga utang luar negeri. Bank Indonesia, terang mereka, bahkan tidak mampu
membayar letters of credit serta terpaksa menunda pembayaran kredit perdagangan luar negeri
yang totalnya mencapai 177 juta dolar AS. Dengan kondisi seperti itu, catat Radius Prawiro
dalam Indonesia’s Struggle for Economic Development-Pragmatism in Action (1998), Indonesia
tidak memiliki kualifikasi cukup untuk memperoleh bantuan kredit luar negeri. Sebagai
solusinya, Soeharto kemudian mengirimkan delegasi ke berbagai negara kreditor guna
membahas moratorium utang luar negeri. Yang dituju: London dan Paris Club—kelompok
informal kreditur di pentas internasional.

Melalui diplomasi yang intensif dalam forum London dan Paris Club, masih menurut
Radius, pemerintah Indonesia mengajukan gagasan pembentuk konsorsium negara-negara
kreditur untuk Indonesia. Pertemuan dengan Paris Club merupakan peluang pertama bagi
pemerintah untuk menjelaskan kebijakan ekonomi macam apa yang bakal ditempuh guna keluar
dari krisis. Setelah berdiskusi panjang-lebar, forum tersebut akhirnya menyetujui adanya
moratorium bagi Indonesia. Forum juga sepakat membentuk konsorsium bernama IGGI (Inter-
Governmental Group on Indonesia) yang beranggotakan Australia, Belgia, Jerman, Itali, Jepang,
Belanda, Inggris, Amerika, Austria, Kanada, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Bank Dunia, IMF,
Bank Pembangunan Asia (ADB), UNDP, serta OECD pada 1967. Tujuan pembentukan
konsorsium ini ialah untuk memberikan pinjaman ke Indonesia.

IGGI memberi bantuan dalam wujud program untuk memperkuat neraca pembayaran,
baik berupa kredit valuta asing maupun bantuan pangan. Selebihnya, bantuan disalurkan dalam
bentuk proyek. Pertemuan pertama IGGI dilakukan pada 20 Februari 1967, tepat hari ini 51
tahun silam, di Amsterdam. Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengkubuwana IX.

Sejak diberlakukannya moratorium utang luar negeri dan pembentukan IGGI, catat John
Bresnan dalam Managing Indonesia: The Modern Political Economy (1993), kucuran pinjaman
terus berdatangan. Pada 1967, misalnya, Indonesia memperoleh pinjaman 200 juta dolar AS.
Dalam rentang 1967-1969, bantuan luar negeri menyumbang 28% pembiayaan pemerintah. Data
USAID 1972 menyebutkan, dari 1967-1969, Belanda memberikan bantuan paling besar yakni
140 juta dolar AS. Kemudian disusul Jerman ($84,5 juta), Amerika Serikat ($41,1 juta), dan

10
Jepang ($10,6 juta). Uang tersebut lalu digunakan untuk memperbaiki perekonomian hingga
menggiatkan pembangunan.

Utang luar negeri Indonesia pada awalnya lebih banyak dilakukan oleh pemerintah.
Namun karena perekonomian di Indonesia semakin berkembang, pinjaman luar negeri yang
diberikan pun semakin terbatas. Seiring dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia,
pemerintah memiliki keterbatasan kemampuan untuk menjadi penggerak utama pembangunan
nasional. Hal tersebut yang mendorong peranan swasta dalam pembangunan perekonomian di
Indonesia. Tetapi karena tidak didukung oleh sumber dana investasi di dalam negeri yang
memadai, maka pihak swasta pun terdorong untuk melakukan pinjaman keluar negeri atau utang
luar negeri.

Utang luar negeri Indonesia merupakan utang dari penduduk Indonesia pada bukan
penduduk Indonesia baik dalam valuta asing ataupun rupiah. Cakupan utang luar negeri
Indonesia ini meliputi utang luar negeri sektor publik dan sektor swasta. Utang luar negeri sektor
publik yaitu pemerintah dan bank sentral. Sedangkan utang luar negeri sektor swasta antara lain
dalam bentuk pinjaman (loan agreement), surat utang (debt securities), utang dagang (trade
credit), kas dan simpanan (currency and deposits), dan kewajiban lainnya.

Apa saja jenis utang luar negeri Indonesia? Yang pertama adalah utang luar negeri
pemerintah dan bank sentral. Utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang
bilateral, multilateral, komersial, fasilitas kredit ekspor, leasing dan Surat berharga Negara
(SBN) yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
yang diterbitkan di dalam negeri dan luar negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk merupakan
utang luar negeri pemerintah. Lalu utang negeri bank sentral. Utang luar negeri bank sentral
merupakan utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia yang diperuntukkan dalam rangka
mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. Yang kedua adalah utang luar negeri
swasta. Utang luar negeri swasta merupakan utang luar negeri penduduk Indonesia kepada bukan
penduduk Indonesia dalam valuta asing ataupun rupiah berdasarkan perjanjian uang (loan
agreement) atau perjanjian lainnya, kas dan simpanan milik bukan penduduk, dan kewajiban
lainnya kepada bukan penduduk.

11
Pada Februari 2020 Bank Indonesia mencatat bahwa utang luar negeri Indonesia sebesar
US$ 407,5 miliar. Yang terdiri dari utang luar negeri sektor publik dan sektor swasta. Utang luar
negeri sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 203,3 miliar dan utang luar
negeri sektor swasta sebesar US$ 204,2 miliar.

Utang luar negeri Indonesia melambat pada bulan Februari dibandingkan dengan
pertumbuhan pada bulan Januari. Pertumbuhan pada bulan Februari yaitu sebesar 5,4%,
sedangkan pertumbuhan pada bulan Januari sebesar 7,6%.

Agar belanja pemerintah pada sektor prioritas terdukung, maka utang luar negeri
pemerintah harus dikelola secara hati-hati. Apa saja sektor prioritas yang dimaksud? Sektor
prioritas yang dimaksud antara lain sektor Kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 23,4% dari total
utang luar negeri pemerintah, sektor Pendidikan sebesar 16,3%, sektor konstruksi sebesar 16,2%,
sektor keuangan dan asuransi sebesar 12,8%, serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan,
dan jaminan sosial wajib sebesar 11,6%. Lalu bagaimana dengan pertumbuhsn utang luar negeri
swasta? Pertumbuhan utang luar negeri swasta pada bulan Februari relatif sama dengan
pertumbuhan pada bulan Januari yaitu sebesar 5,9%. Bank Indonesia mengatakan bahwa
perkembangan tersebut dipengaruhi oleh utang luar negeri perusahaan bukan lembaga keuangan
di tengah peningkatan utang luar negeri lembaga keuangan.

Pemerintah akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit APBN sesuai aturan
perundang-undangan. Oleh karena itu pengelolaan utang selalu dilakukan secara prudent dan
profesional. Dalam jangka pendek utang luar negeri sangat membantu Indonesia dalam upaya
menutup defisit APBN, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
yang besar. Laju pertumbuhan ekonomi dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Namun dalam jangka panjang, utang luar negeri dapat menimbulkan persoalan
ekonomi di Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan alternative kebijakan dalam pengentasan utang luar negeri.
Yaitu salah satunya dengan dilakukannya kebijakan pembatasan pinjaman baru, yaitu hanya
diperbolehkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif, seperti pembangunan
infrastruktur serta pengembangan pendidikan, dan kesehatan. Pembatasan tersebut dilakukan
untuk mengurangi pinjaman yang bersifat program/ hanya menghasilkan produk kebijakan,

12
sehingga output pinjaman baru diharapkan dapat berpotensi memberikan multiplier effect yang
tinggi di masa mendatang dan meningkatkan devisa negara.

Selain pembatasan sifat pinjaman, perlu pembatasan terhadap utang yang bersumber dari
multilateral dan bilateral. Walaupun utang yang berasal dari multilateral dan bilateral tergolong
murah, namun kerugian ekonomi yang ditimbulkan lebih besar karena persyaratan yang
mengikat dan yang tidak berhubungan dengan utang serta sering sekali digunakan oleh kelompok
tertentu sebagai alat guna mempertahankan kekuasaannya.

Alternative selanjutnya yang dapat diberlakukan untuk mengatasi utang luar negeri
adalah peningkatan penerimaan pajak (Tax Ratio). Peningkatan pendapatan negara dari sektor
pajak dapat mengurangi ketergantungan utang luar negeri Indonesia. Adapun tax ratio Indonesia
saat ini hanya sebesar 12-13 persen terhadap rasio PDB, jauh di bawah Filipina dan negara
tetangga lainnya. Untuk itu, diperlukan pengembangan inovasi pendukung seperti inovasi dalam
instrumen perpajakan, skema insentif-disinsentif dalam investasi, serta peningkatan kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia untuk mendukung kebijakan di bidang perpajakan.

Salah satu alternative lain dalam mengurangi utang luar negeri adalah dengan
menggandeng BUMN dalam pengadaan infrastruktur tanpa mengandalkan investasi asing atau
pinjaman dari luar negeri. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan sumber daya
dalam negeri yang dimiliki oleh BUMN, sehingga akan dapat meningkatkan kontribusi pajak dan
deviden BUMN terhadap penerimaan negara. Untuk itu, diperlukan penataan kembali kinerja
BUMN sehingga BUMN Indonesia dapat berkontribusi terhadap pembiayaan pembangunan
negara.

Beberapa alternatif yang lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban utang luar
negerti adalah sebagai berikut: Pertama, penundaan pembayaran angsuran pokok utang (debt
rescheduling) dengan menjadwalkan kembali jatuh tempo pembayaran utang dan bunga. Kedua,
pengalihan kewajiban membayar angsuran pokok utang menjadi kewajiban melaksanakan suatu
program/ proyek tertentu seperti misalnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
serta pemeliharaan lingkungan (debt swap). Terakhir adalah pembebasan atas seluruh atau
sebagian utang (hair cut).

13
Lalu bagaimana dengan negara lain? Bagaimana negara lain terutama negara yang
memiliki utang besar dalam menyelesaikan permasalahan utang tersebut?

Salah satu contoh kasus yaitu enam negara pengutang terbesar di Amerika Latin, masing-
masing Argentina, Brazil, Cile, Meksiko, Peru, dan Venezuela, dasawarsa tahun 1980-an adalah
sebuah dekade yang mengerikan. Pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi tidak terjadi
dan tidak menyebar hampir ke seluruh negara. Keadaan sosial-ekonomi negara-negara tersebut
stagnan dan untuk beberapa kasus bahkan terjebak utang (debt trap). Akibat krisis utang tersebut,
salah satu di antaranya yaitu Meksiko, pada Agustus 1982, menyatakan negaranya bangkrut,
sehingga menimbulkan guncangan (shock) keuangan internasional.

Setelah dipelajari lebih lanjut, secara garis besar terdapat dua cara untuk menyelesaikan
krisis utang luar negeri negara-negara di Amerika Latin, yakni bekerja sama (cooperative) dan
konfrontasi (confrontation).

Bentuk penyelesaian utang luar negeri melalui cara konfrontasi seperti:

(1) penolakan permanen secara radikal dari utang (radical unilateral permanent repudiation of
debts) atau penolakan total atas pembayaran baik pokok maupun cicilan utang luar negeri (total
refusal to service debts), dan
(2) penempatan batasan atas pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri yang dikaitkan
dengan. Misalnya, persentase pendapatan ekspor (unilateral linkage of debt service to export
earnings), dan yang terakhir, menyatakan kebangkrutan sebagai instrumen untuk menyelesaikan
negosiasi (responsible unilateral action atau conciliatory default).
Sedangkan, model cooperative terakhir adalah International Debt Conference. Dalam
model ini diasumsikan para kreditor dan debitor duduk bersama-sama dalam satu meja untuk
menyelesaikan atau bernegosiasi dalam mencari jalan keluar terbaik, untuk menyelesaikan krisis
utang luar negeri yang dialami suatu negara. Setiap negara memiliki cara dan alternative masing-
masing dalam mengatasi permasalahan utang luar negeri. Tidak mudah memang dalam
menangani hal ini, karena pembangunan pada setiap negara pasti akan terus berlanjut dan
berkembang yang tent4funya membutuhkan pendanaan. Namun, dapat dikurangi dengan
alternative yang bijak dan matang.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang juga memiliki utang luar
negeri. Sebelum terjadi krisis moneter pada tahun 1998, laju pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sangatlah tinggi akibat dicangkannya strategi pembangunan ekonomi oleh
pemerintah pada saat itu. Namun, pertumbuhan ekonomi yang terhitung tinggi tersebut
pendanaannya tidak cukup didanai oleh modal sendiri tetapi juga didanai menggunakan
modal asing. Usai mengambil alih kekuasaan dari Sukarno pada 1967, Soeharto
dihadapkan kondisi serba tak stabil, terutama di bidang ekonomi

Utang luar negeri Indonesia pada awalnya lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah. Namun karena perekonomian di Indonesia semakin berkembang, pinjaman
luar negeri yang diberikan pun semakin terbatas. Seiring dengan berkembangnya
perekonomian di Indonesia, pemerintah memiliki keterbatasan kemampuan untuk
menjadi penggerak utama pembangunan nasional. Hal tersebut yang mendorong
peranan swasta dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Tetapi karena tidak
didukung oleh sumber dana investasi di dalam negeri yang memadai, maka pihak
swasta pun terdorong untuk melakukan pinjaman keluar negeri atau utang luar negeri.

Oleh karena itu, diperlukan alternative kebijakan dalam pengentasan utang luar
negeri. Yaitu salah satunya dengan dilakukannya kebijakan pembatasan pinjaman baru,
yaitu hanya diperbolehkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif.
Alternative selanjutnya yang dapat diberlakukan untuk mengatasi utang luar negeri
adalah peningkatan penerimaan pajak (Tax Ratio). Alternative lainnya yang dapat
membantu dalam mengurangi utang luar negeri adalah dengan menggandeng BUMN
dalam pengadaan infrastruktur tanpa mengandalkan investasi asing atau pinjaman dari
luar negeri.

15
B. Saran
Demikianlah penulisan paper ini telah selesai ditulis. Penulisan ini disusun
berdasarkan kemampuan penulis, baik dalam metode maupun materi. Sedangkan penulis
masih terbatas dengan pengetahuannya sendiri. Maka dari itu penulisan ini masih sangat
jauh dari kata sempurna. Berangkat dari kekurangan ini penulis sangat mengharap kritik
serta saran membangun dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi dan proyeksi untuk
penelitian selanjutnya. Segelintir harapan penulis dalam penelitian ini, semoga penelitian
ini dijadikan sebagai tambahan ilmu untuk memperkaya khazanah keintelektualan bagi
semua pihak, serta semoga dapat memberikan manfaat kepada seluruh lapisan
masyarakat yang mendapatkan kesempatan untuk membacanya. Tak lupa lagi semoga
untuk kedepannya kelak Indonesia dengan cepat mengurangi utang luar negerinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/reliasiwi/5ec0bde8d541df60175b81a2/per
kembangan-utang-luar-negeri-indonesia

https://tirto.id/iggi-dan-asal-usul-utang-luar-negeri-indonesia-cEW3

https://www.kompasiana.com/adindanurul09/5ec152b5d541df1dca2e2e
62/bagaimana-kondisi-utang-luar-negeri-di-indonesia

https://www.kompasiana.com/nisakhumairo/5ec38ebad541df416b1ecce
2/alternatif-kebijakan-menangani-utang-luar-negeri

https://www.kompasiana.com/firdawahyu/5cef6d06fc75a172dc739763/u
tang-luar-negeri-indonesia-penyebab-yang-perlu-anda-ketahui

https://roadmeli.live/?utm_campaign=INccHxHRWrew3TQsLBbfNnbG
FYUZobMqxXT9Zrw5FhI1&t=main9

17

Anda mungkin juga menyukai