Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGARUH HUTANG LUAR NEGERI TERHADAP


PEMBANGUNAN INDONESIA

Di Susun Oleh :

Nama : 1.Selwi Delita


2.Penny Yulianti

Mata kuliah : Ekonomi Sektor Publik


Dosen : Diga Putri Oktaviane,MAP

UNIVERSITAS MOHAMAD NATSIR BUKITTNGGI


PRODI ADMINISTRASI PUBLIK
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Sektor Publik. Makalah ini berisikan
pembahasan tentang “Pengaruh Hutang Luar Negri Terhadap Pembangunan Indonesia”.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Khususnya kepada pembimbing kami ibuk Diga Putri Oktaviane,MAP
selaku dosen mata kuliah Ekonomi Sektor Publik. Kami menyadari bahwa makalah
yang kami buat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Payakumbuh,28 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Masalah2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.1.1. Teori Pertumbuhan
2.1.2. Pendapatan Negara
2.1.3. IMF
2.1.4. Perkembangan dan dampak ULN Pemerintah Indonesia
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Teori Pertumbuhan
3.1.1. Pengertian Pertumbuhan
3.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
3.2. Pendapatan Negara
3.2.1 Pengertian Pendapatan Negara
3.2.2 Sumber Sumber Penadapatan Negara
3.3 IMF
3.3.1. Pengertian IMF
3.3.2. Tujuan IMF
3.4. ULN Pemerintah Indonesia; Perkembangan dan Dampaknya
3.4.1. Konsep Utang Luar Negri
3.4.2. Peranan ULN dan alasan dilakukan ULN
3.4.3. Perkembangan ULN Pemerintah Indnesia
3.4.4.Dampak ULN terhadap Pembangunan Indonesia
BAB IV KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
5.1 Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagian besar negara berkembang memiliki potensi untuk mempercepat
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi menjadi lebih baik. Indonesia termasuk
negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang terhambat
pada faktor pendanaan.Untuk mempercepat gerak pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan nasional, maka sumber pendanaan yang digunakan oleh Indonesia adalah
salah satunya bersumber dari utang. Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi
salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia (Ramadhani, 2014).
Bagi negara berkembang seperti Indonesa, utang luar negeri (foreign debt) adalah
variabel yang bisa saja mendorong perekonomian sekaligus menghambat pertumbuhan
ekonomi.Mendorong perekonomian maksudnya, jika hutang-hutang tersebut digunakan
untuk membuka lapangan kerja dan investasi dibidang pembangunan yang pada
akhirnya dapat mendorong suatu perekonomian, sedangkan menghambat pertumbuhan
apabila utang-utang tersebut tidak dipergunakan secara maksimal karena masih
kurangnya fungsi pengawasan atas penanggung jawab utang-utang itu sendiri (Ulfa,
2017).
Pada awalnya, utang luar negeri Indonesia lebih banyak dilakukan oleh pemerintah.
Pinjaman pemerintah tersebut diterima dalam bentuk hibah serta soft loan dari negara-
negara sahabat dan lembaga-lembaga supra nasional, baik secara bilateral maupun
multilateral (IGGI dan CGI). Selanjutnya seiring dengan semakin berkembangnya
perekonomian Indonesia, pinjaman luar negeri bersyarat lunak menjadi semakin terbatas
diberikan, sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas,
pemerintah mulai menggunakan pinjaman komersial dan obligasi dari kreditur swasta
internasional.
Utang luar negeri (ULN) atau pinjaman luar negeri adalah sebagian dari total utang
suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang
luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat
berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga
keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. (Rachbini, 1991:62).
Sejak krisis dunia pada awal tahun 1980-an, masalah utang luar negeri banyak
negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, semakin memburuk. Negara-negara tersebut
semakin terjerumus dalam krisis utang luar negeri, walaupun ada kecenderungan bahwa
telah terjadi perbaikan atau kemajuan perekonomian di negara-negara itu.Menurut
Susan George (1992), utang luar negeri secara pragmatis justru menjadi bomerang bagi
negara penerima (debitur). Perekonomian di negara-negara penerima utang tidak
menjadi semakin baik, melainkan bisa semakin hancur.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Teori Pertumbuhan?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan Pendapatan Negara dan dari mana sumbernya ?
1.2.3. Apa yang dimaksud dengan IMF dan apa tujuannya?
1.2.4. Bagaimana ULN Pemerintah Indonesia; Perkembangan dan dampaknya ?

1.3. Tujuan Masalah


1.3.1. Mengetahui konsepTeori Pertumbuhan
1.3.2. Mengetahui konsep dan sumber-sumber Pendapatan Negara
1.3.3. Mengetahui konsep IMF beserta tujuannya
1.3.4. MengetahuiULN pemerintah Indonesia; Perkembangan dan dampaknya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada
suatu saat (one shoot). Di sini dapat dilihat adanya aspek dinamis dari suatu
perekonomian, yaitu melihat perekonomian sebagai sesuatu yang berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu
sendiri (Budiono, 1992: 1).
Menurut ekonomk klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi secara klasik dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektor-sektor dalam
menggunakan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui
berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik (Sukirno, 2008)
Menurut teori pertumbuhan neo klasik tradisional, pertumbuhan output selalu
bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas
tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan
teknologi (Todaro dan Smith, 2008)
Mankiw, Romer dan Weil (MRW) melakukan modifikasi terhadap model
pertumbuhan neo klasik dimana mereka mengusulkan pemakaian variabel akumulasi
modal manusia (human capital). Sumber pertumbuhan ekonomi dengan demikian
berasal dari pertumbuhan kapital, tenaga kerja dan modal manusia. Hasil estimasi yang
dihasilkan dari model MRW ternyata lebih baik dibandingkan dengan model neo klasik
(Mankiw, 2006)
Teori pertumbuhan baru memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis
pertumbuhan yang bersifat endogen. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam
sistem ekonomi.Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan
merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam
pengetahuan. Peran modal lebih besar dari hanya sekedar bagian dari pendapatan
apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal
manusia. Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi (Mankiw,
2006).
2.1.2.Penerimaan Negara
Menurut Adetya (2014) Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh
negara untuk membiayai dan menjalankan setiap program-program
pemerintahan,sedangkan sumber –sumber penerimaan negara berasal dari berbagai
sektor,dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.Menurut
Larasati,dkk dalam Ganie (2012:6) penerimaan negara,membahas tentang beberapa
sumber-sumber Negara memperoleh pendapatan.
Sumber-sumber pendapatan negara secara umum dibagi menjadi dua sumber yaitu
pendapatan pajak dan pendapatan non pajak.Pendapatan pajak.Pembayaran iuran oleh
rakyat kepada pemerintah yang diatur dalam undang-undang tanpa balas jasa secara
langsung. Sedangkan pendapatan non pajak adalah pendapatan negara selain dari pajak.
2.1.3. IMF
Dana Moneter Internasional adalah salah satu badan khusus dalam sistem
Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional pada
tahun 1945 untuk membantu mempromosikan kesehatan perekonomian dunia. Dengan
markas besarnya berlokasi di Washington, D.C., IMF diperintah oleh keanggotaannya
yang hampir global yang terdiri dari 184 negara.
IMF adalah lembaga sentral dari sistem moneter internasional—yaitu sistem
pembayaran dan nilai tukar internasional di antara mata-mata uang nasional yang
memungkinkan dilaksanakannya kegiatan bisnis di antara negara-negara di dunia.
IMF bertujuan untuk mencegah krisis dalam sistem tersebut dengan mendorong
negara-negara supaya melaksanakan kebijakan ekonomi yang baik. Seperti
diindikasikan dalam namanya, IMF juga merupakan suatu dana yang dapat
dimanfaatkan oleh anggota yang memerlukan pembiayaan sementara untuk
menyelesaikan masalah neraca pembayaran.
2.1.4. ULN
Utang luar negeri (ULN) atau pinjaman luar negeri adalah sebagian dari total utang
suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang
luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat
berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga
keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. (Rachbini, 1991:62).
Utang luar negeri dapat diartikan berdasarkan berbagai aspek. Berdasarkan
aspekmateril, pinjaman luar negeri merupakan arus masuk modal dari luar negeri ke
dalam negeri yang dapat digunakan sebagai penambah modal di dalam negeri.
Berdasarkan aspek formal, pinjaman luar negeri merupakan penerimaan atau pemberian
yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi guna menunjang pertumbuhan
ekonomi. Sedangkan berdasarkan aspek fungsinya, pinjaman luar negeri merupakan
salah satu alternatif sumber pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunan (Tribroto
dalam Muhammad Iqbal, 2001). Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi
salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia (Ramadhani, 2014).
Kegiatan untuk memberikan bantuan luar negeri oleh negara-negara maju kepada
negara-negara yang sedang berkembang dilakukan dengan berbagai alasan, antara lain
yaitu:
1. Membantu negara-negara yang menerima bantuan untuk mempercepat
pembangunanekonominya.
2. Membantu mengeratkan hubungan ekonomi dan politik diantara negara yang
menerimadan memberi bantuan.
3. Membendung pengaruh ideologi yang bertentangan dengan yang dianut oleh
negara pemberi bantuan.
Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini
jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan
pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek
peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi. Dengan demikian
pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya
pendapatan nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan
perkapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi. Dengan
meningkatnya perdapatan per kapita berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat.
Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan
ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima
rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima
oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. TEORI PERTUMBUHAN


Pembangunan ekonomi menjadi jargon utama negara berkembang dalam program-
program pembangunannya. Hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi
tolok ukur bagi kemajuan dan perkembangan suatu bangsa.
3.1.1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi secara singkat diartikan sebagai proses kenaikan output per
kapita dalam jangka panjang. Tekanannya dititikberatkan pada tiga aspek, yaitu proses,
peningkatan output per kapita dan dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah
suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat (one shoot). Di sini dapat
dilihat adanya aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat perekonomian
sebagai sesuatu yang berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada
perubahan atau perkembangan itu sendiri (Budiono, 1992: 1).
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini,
terdapat dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu sisi output total (GDP/Gross Domestik
Product) dan sisi jumlah penduduk. Output per kapita adalah output total di bagi jumlah
penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita, tidak dapat tidak, harus dianalisis
dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah
penduduk di lain pihak. Suatu teori pertumbuhan ekonomi yang lengkap haruslah dapat
menjelaskan apa yang terjadi dengan GDP total dan apa yang terjadi dengan jumlah
penduduk. Karena dengan hanya mengkaitkan kedua aspek tersebut maka
perkembangan output per kapita dapat dijelaskan juga.
Aspek yang ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu
jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian
diikuti dengan penurunan output per kapita bukan merupakan pertumbuhan ekonomi.
Suatu perekonomian dikatakan tumbuh apabila kenaikan output per kapita berada dalam
jangka waktu yang cukup lama (10, 20, atau 50 tahun, bahkan lebih lama lagi). Tentu
saja dapat terjadi bahwa pada suatu tahun tertentu, output per kapita merosot (misalnya,
gagal panen). Tetapi, apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output
per kapita menunjukkan kecenderungan yang jelas mengalami kenaikan maka dapat
dikatakan telah terjadi pertumbuhan ekonomi. Makna perspektif jangka panjang ini
dapat pula dilihat dari segi lain.
3.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang,
dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain
sehingga terjadilah proses pertumbuhan. Jadi, teori pertumbuhan ekonomi tidak lain
adalah suatu cerita (yang logis) keterkaitan antar faktor ekonomi mengenai bagaimana
pertumbuhan terjadi.
Teori pertumbuhan mengalami perkembangan yang pesat dalam dekade 50- an
hingga kini. Tetapi, secara garis besar, terdapat dua arus besar teori yaitu, mazhab
analitis yang berhadapan dengan mazhab historis. Mazhab analitis menekankan kepada
teori yang dapat mengungkapkan proses pertumbuhan secara logis dan konsisten, tetapi
sering (meskipun tidak selalu) bersifat abstrak dan kurang menekankan kepada isi
empiris (historisnya). Teori-teori ini mengutamakan diperolehnya angka pemikiran yang
teruji logikanya (abstrak), dan seakan-akan menomorduakan pengujian empirisnya
(historis). Kecenderungan semacam ini terlihat jelas dalam teori-teori pertumbuhan
ekonomi modern. Sebaliknya, mazhab historis menekankan pada teori yang dibangun
bukan semata dari aspek logis teoritisnya tetapi juga menekankan pada empirisnya dan
secara bersamaan menemukan makna dari pertumbuhan ekonomi, terutama bagi
masyarakat miskin, terbelakang dan masyarakat secara keseluruhan.
Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.
Pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian memerlukan alat ukur yang tepat,
berupa alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara lain yaitu Produk Domestik Bruto
(PDB) atau di tingkat regional disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yaitu jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam
jangka waktu satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar.
Menurut ekonomk klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi secara klasik dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektor-sektor dalam
menggunakan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui
berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik (Sukirno, 2008)
Menurut teori pertumbuhan neo klasik tradisional, pertumbuhan output selalu
bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas
tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan
teknologi (Todaro dan Smith, 2008)
Mankiw, Romer dan Weil (MRW) melakukan modifikasi terhadap model
pertumbuhan neo klasik dimana mereka mengusulkan pemakaian variabel akumulasi
modal manusia (human capital). Sumber pertumbuhan ekonomi dengan demikian
berasal dari pertumbuhan kapital, tenaga kerja dan modal manusia. Hasil estimasi yang
dihasilkan dari model MRW ternyata lebih baik dibandingkan dengan model neo klasik
(Mankiw, 2006)
Teori pertumbuhan baru memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis
pertumbuhan yang bersifat endogen. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam
sistem ekonomi.Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan
merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam
pengetahuan. Peran modal lebih besar dari hanya sekedar bagian dari pendapatan
apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal
manusia. Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi (Mankiw,
2006)
Laju pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor
yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Kebenaran hubungan yang
positif tersebut tergantung pada kemampuan sistem ekonomi untuk menyerap dan
mempekerjakan tambahan pekerja secara produktif. Teori neoklasik menyatakan bahwa
tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang menjelaskan tinggi rendahnya
pertumbuhan ekonomi. Sodik et al (2007) dalam penelitiannya berusaha memeriksa
pengaruh aglomerasi dalam pertumbuhan ekonomi regional. Hasilnya menunjukkan
bahwa pertumbuhan ekonomi regional salah satunya dipengaruhi oleh angkatan kerja.
Teori Solow (Neo Klasik) juga menyatakan bahwa laju pertumbuhan angkatan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yang disebabkan
melalui semakin banyaknya angkatan kerja yang bekerja, maka kemampuan untuk
menghasilkan output semakin tinggi. Dengan banyaknya output yang mampu
dihasilkan, maka akan mendorong tingkat penawaran agregat sehingga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi.

3.2. PENDAPATAN NEGARA

3.2.1. Pengertian Pendapatan Negara


Menurut Adetya (2014) Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh
negara untuk membiayai dan menjalankan setiap program-program
pemerintahan,sedangkan sumber –sumber penerimaan negara berasal dari berbagai
sektor,dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Larasati,dkk dalam Ganie (2012:6) penerimaan negara,membahas tentang
beberapa sumber-sumber Negara memperoleh pendapatan.Pada teori penerimaan ini
menganalisa tentang perbandingan keuntungan dan kerugian dari berbagai bentuk
pemasukan dan membahas prinsip-prinsip yang harus dilakukan terhadap pilihan-
pilihan itu yaitu,terhadap bermacam-macam sumber pemasukan negara seperti
pajak,utang Negara dan penciptaan sumber penerimaan yang baru.
Pendapatan negara adalah Pemasukan negara yang digunakan sebagai sumber
pendanaan kegiatan dan kebutuhan negara dalam rangka pembangunan
negara.Pendapatan negara atau penerimaan uang negara atau penerimaan pemerintah
yakni meliputi pajak, retribusi, keuntungan perusahaan negara, denda, sumbangan
masyarakat, dll. Pendapatan negara yaitu berasal dari pajak maupun non pajak.
Pajak adalah Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang lansung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.Pajak yang
diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pemerintah. Di
negara-negara yang sudah sangat maju pajak adalah sumber utama dari pembelanjaan
pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai administrasi
pemerintahan dan sebagian lainnya adalah untuk membiayai kegiatan-kegiatan
pembangunan. Membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem
pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata,
dan membiayai berbagai jenis infrastruktur yang penting yang akan dibiayai
pemerintah.Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat
dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi negara.
3.2.2. Sumber-Sumber Pendapatan Negara
Sumber-sumber pendapatan negara secara umum dibagi menjadi dua sumber yaitu
pendapatan pajak dan pendapatan non pajak.
a. Pendapatan pajak.Pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang diatur
dalam undang-undang tanpa balas jasa secara langsung.Pendapatan negara
berasal dari pajak. Secara garis besar berbagai jenis pajak yangdipungut
pemerintah dapat dibedakan kepada dua golongan yaitu pajak langsung dan
pajak tak langsung.
 Pajak langsung adalah Jenis pungutan pemerintah yang secara langsung
dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak. Setiap individu yang
bekerja dan perusahaan yang menjalankan kegiatan dan memperoleh
keuntungan wajib membayar pajak.
 Pajak tak langsung adalah Pajak yang bebannya dapat dipindah- pindahkan
kepada pihak lain. Diantara jenis pajak tak langsung yang penting adalah
pajak impor dan pajak penjualan.
Pendapatan pajak berasal dari pajak pusat dan pajak daerah:
1. Pajak Pusat (wewenang pemajakan berada di tangan pemerintah pusat)
 Pajak penghasilan (PPh),
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
 Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM),
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
 Bea Materai,
 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
 Bea Masuk,
 Cukai Tembakau dan Ethil Alkohol beserta Hasil Olahannya.
2. Pajak Daerah (wewenang pemajakannya berada di tangan pemerintah daerah)
 Pajak daerah propinsi
 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Kendaraan di Atas Air,
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air,
 Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
 Pajak Daerah Kabupaten/Kota
 Pajak Hotel dan Restaurant (PHR),
 Pajak Restoran,
 Pajak Hiburan,
 Pajak Reklame,
 Pajak Penerangan Jalan,
 Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C,
 Pajak Parkir.
Pendapatan non pajak
Pendapatan non pajak adalah pendapatan negara selain dari pajak.Pendapatan
non pajak berasal dari:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, (antara lain
penerimaan jasa giro, sisa anggaran pembangunan, sisa anggaran rutin).
2. Penerimaan dari pemanfaatansumber daya alam (segala kekayaan alam yang
terdapat diatas, permukaandan di dalam bumi yang dikuasai negara, antara
lain royalti di bidang pertambangan)
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
(antara lain dividen atau bagian laba pemerintah dari BUMN, dana
pembangunan semesta, dan hasil penjualan saham pemerintah dalam BUMN)
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah (antara
lain pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan,
pemberian hak paten, merek, hak cipta, pemberian visa dan paspor, serta
pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan)
5. Penerimaan berdasarakan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi (antara lain lelang barang rampasan negara dan
denda)
6. Penerimaan yang berupa hibah yang merupakan hak pemerintah (adalah
penerimaan negara berupa bantuanhibah dan atau sumbangan dari dalam dan
luar negri baik swasta maupun pemerintah yang menjadi hak pemerintah,
kecuali hibah dalam bentuk natura yang secara langsung untuk mengatasi
keadaan darurat seperti bencana alam atau wabah penyakit yang tidak dicatat
dalam APBN)
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri.

3.3. IMF

3.3.1. Pengertian IMF.


Dana Moneter Internasional adalah salah satu badan khusus dalam sistem
Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional pada
tahun 1945 untuk membantu mempromosikan kesehatan perekonomian dunia. Dengan
markas besarnya berlokasi di Washington, D.C., IMF diperintah oleh keanggotaannya
yang hampir global yang terdiri dari 184 negara.
IMF adalah lembaga sentral dari sistem moneter internasional—yaitu sistem
pembayaran dan nilai tukar internasional di antara mata-mata uang nasional yang
memungkinkan dilaksanakannya kegiatan bisnis di antara negara-negara di dunia.
3.3.2. Tujuan IMF.
IMF bertujuan untuk mencegah krisis dalam sistem tersebut dengan mendorong
negara-negara supaya melaksanakan kebijakan ekonomi yang baik. Seperti
diindikasikan dalam namanya, IMF juga merupakan suatu dana yang dapat
dimanfaatkan oleh anggota yang memerlukan pembiayaan sementara untuk
menyelesaikan masalah neraca pembayaran.IMF bekerja untuk mencapai kemakmuran
global dengan mempromosikan :
a. ekspansi yang seimbang dari perdagangan dunia,
b. stabilitas nilai tukar,
c. penghindaran devaluasi kompetitif, dan
d. koreksi secara tertib terhadap masalah neraca pembayaran.
Tujuan IMF berdasarkan akta pendiriannya meliputi upaya promosi perluasan secara
seimbang perdagangan dunia, stabilitas nilai tukar, pencegahan devalusasi mata uang
kompetitif, dan mengoreksi secara tertib persoalan neraca pembayaran suatu negara.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
- IMF melakukan pemantauan perkembangan dan kebijakan ekonomi dan
keuangan dari negaranegara anggotanya dan pada tingkat global, dan
memberikan nasihat dan masukan kebijakan kepada anggotanya berdasarkan
pengalamannya yang lebih dari lima puluh tahun.Misalnya, Dalam tinjuan
tahunannya tentang ekonomi Jepang untuk tahun 2000, Dewan Eksekutif IMF
mehimbau secara serius pemerintah Jepang untuk melakukan upaya stimulasi
pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan kebijakan suku bunga pada
tingkat rendah, mendorong restrukturisasi korporat dan perbankan, dan
mempromosikan deregulasi dan persaingan.
- IMF memberikan pinjaman kepada negara anggota yang menghadapi masalah
neraca pembayaran, tidak hanya untuk menyediakan pembiayaan sementara
tetapi juga untuk mendukung proses penyesuaian dan kebijakan reformasi yang
bertujuan untuk mengoreksi permasalahan medasar perekonomian. Misalnya, Di
bulan Oktober 2000, IMF menyetujui pinjaman tambahan sebesar $52 juta
kepada Kenya untuk membantu Kenya mengatasi permasalahan akibat
kekeringan yang hebat. Pinjaman tersebut merupakan bagian dari program
pinjaman tiga tahun sebesar $193 juta di bawah fasilitas pinjaman untuk
Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan (PRGF) IMF, program peminjaman
konsesional bagi negaranegara berpendapatan rendah.
- IMF menyediakan bantuan teknis dan pelatihan di bidang yang menjadi
keahliannya kepada pemerintah dan bank sentral dari negara
anggotanya.Misalnya, Sesudah jatuhnya Uni Soviet, IMF bertindak untuk
menolong negara-negara Baltik, Rusia, dan negaranegara bekas Soviet lainnya
untuk membentuk sistem perbendaharaan (treasury) pada bank sentral mereka
dalam rangka transisi dari sistem perekonomian yang berdasarkan perencanaan
terpusat ke sistem ekonomi berdasarkan pasar.
Tujuan-tujuan Dana Moneter Internasional adalah:

 Untuk mempromosikan kerjasama moneter internasional melalui lembaga


permanen yang menyediakan mekanisme untuk konsultasi dan kolaborasi
tentang masalah moneter internasional.
 Untuk memudahkan perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari
perdagangan internasional, dan dengan demikian ikut mendukung
pembinaan dan pemeliharaan tingkat kesempatan kerja maupun pendapatan
riil yang tinggi dan pengembangan sumber daya produktif semua anggota
sebagai tujuan utama kebijakan ekonomi.
 Untuk mempromosikan stabilitas nilai tukar, untuk memelihara pengaturan
pertukaran yang tertib di antara anggota, dan untuk menghindari depresiasi
pertukaran yang kompetitif.
 Untuk membantu pembentukan sistem pembayaran multilateral dalam
rangka menghormati transaksi berjalan antara anggota dan untuk
menghapuskan pembatasan valuta asing yang menghambat pertumbuhan
perdagangan dunia.
 Untuk memberikan kepercayaan diri bagi para anggotanya dengan
menyediakan sumber daya umum IMF yang tersedia bagi mereka dengan
tetap menjaga keamanan sumberdaya secara memadai, sehingga mamapu
memberi kesempatan kepada anggota untuk mengoreksi ketidaksesuaian
dalam neraca pembayaran mereka tanpa mengambil langkah-langkah yang
menghambat kemakmuran nasional atau internasional.
 Sejalan dengan hal di atas, untuk memperpendek waktu dan mengurangi
tingkat ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran internasional para
anggota.
IMF menolong negara anggotanya dengan:
- Meninjau dan memonitor perkembangan keuangan dan ekonomi global dan
nasional dan menasihatkan anggota tentang kebijakan ekonomi mereka,
- Memberikan pinjaman mata uang keras kepada mereka untuk mendukung
penyesuaian dan kebijakan reformasi yang ditetapkan untuk mengoreksi masalah
neraca pembayaran dan mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan,
- Menawarkan berbagai macam bantuan teknis, juga pelatihan bagi para pejabat
bank pemerintah dan sentral, di dalam bidang keahliannya.
Fasilitas Pinjaman IMF Tertentu :

 Pinjaman Siaga (Stand-By Arrangements) membentuk inti kebijakan


pinjaman IMF. Pengaturan Siaga memberikan kepastian kepada negara
anggota bahwa pengaturan itu bisa menggunakan sampai sejumlah tertentu,
biasanya selama 12–18 bulan, untuk mengatasai masalah neraca pembayaran
jangka pendek.
 Fasilitas Pendanaan yang Lebih Panjang. Dukungan IMF bagi anggotanya
berdasarkan Fasilitas Pendanaan Diperpanjang memberikan kepastian bahwa
sebuah negara anggota bisa menarik sampai sejumlah tertentu, biasanya
selama tiga sampai empat tahun, untuk membantu negara itu mengatasi
masalah ekonomi struktural yang menyebabkan kelemahan serius dalam
neraca pembayarannya.
 Fasilitas Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan (yang menggantikan
Fasilitas Penyesuaian Struktural yang Disempurnakan di bulan Nopember
1999). Fasilitas berbunga rendah untuk membantu negara anggota termiskin
menghadapi masalah neraca pembayaran yang terlalu lama (lihat halaman
46, “Pendekatan Baru terhadap Pengurangan Kemiskinan”). Biaya bagi para
peminjam disubsidi melalui hasil dari penjualan emas milik IMF di masa
lalu, bersama dengan pinjaman dan dana bantuan yang disediakan kepada
IMF untuk tujuan tersebut oleh anggota-anggotanya.
 Fasilitas Cadangan Tambahan. Menyediakan pembiayaan jangka pendek
tambahan kepada negara anggota yang mengalami kesulitan neraca
pembayaran yang terkecuali karena hilangnya kepercayaan pasar yang
mendadak dan mengganggu yang tercermin dalam arus modal keluar.
 Kredit Kontinjen (Contingent Credit Lines—CCL). Pagu pertahanan untuk
mencegah lebih awal memudahkan anggota melaksanakan kebijakan
ekonomi kuat untuk memperoleh pembiayaan IMF jangka pendek ketika
menghadapi hilangnya kepercayaan pasar yang mendadak dan mengganggu
yang diakibatkan dari penularan kesulitan di negara lain.
 Bantuan Darurat. Diperkenalkan di tahun 1962 untuk membantu anggota
mengatasi masalah neraca pembayaran yang timbul dari bencana alam yang
mendadak dan tidak disangka, bentuk bantuan ini diperpanjang di tahun
1995 untuk mencakup situasi tertentu di mana anggota telah keluar dari
konflik militer yang telah mengganggu kapasitas administratif dan
institusional.

3.4. UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA,PERKEMBANGAN


DAN DAMPAKNYA.

3.4.1. Konsep Utang Luar Negeri (foreign debt)


Utang luar negeri (ULN) atau pinjaman luar negeri adalah sebagian dari total utang
suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang
luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat
berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga
keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. (Rachbini, 1991:62).
Utang luar negeri dapat diartikan berdasarkan berbagai aspek. Berdasarkan
aspekmateril, pinjaman luar negeri merupakan arus masuk modal dari luar negeri ke
dalam negeri yang dapat digunakan sebagai penambah modal di dalam negeri.
Berdasarkan aspek formal, pinjaman luar negeri merupakan penerimaan atau pemberian
yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi guna menunjang pertumbuhan
ekonomi. Sedangkan berdasarkan aspek fungsinya, pinjaman luar negeri merupakan
salah satu alternatif sumber pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunan (Tribroto
dalam Muhammad Iqbal, 2001). Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi
salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia (Ramadhani, 2014).
Laffer Curve Theory ini menggambarkan efek akumulasi utang terhadap
pertumbuhan ekonomi. Menurut teori ini, pada dasarnya utang diperlukan pada tingkat
yang wajar. Penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi sampai pada titik batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang luar negeri
merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun, pada saat stock utang telah
melebihi batas tersebut maka penambahan utang luar negeri mulai membawa dampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pinjaman luar negeri ini tergantung pada syarat-syarat pinjaman dari bantuan yang
bersangkutan, yakni menyangkut tingkat suku bunga (interest rate), masa tenggang
waktu (grace period) – jangka waktu yang tidak perlu dilakukan pencicilan utang serta
jangka waktu pelunasan utang (amortization period) – jangka waktu dimana pokok
utang harus dibayar lunas kembali secara cicilan.
Dalam neraca pembayaran suatu negara, current account cukup dipengaruhi oleh
tabungan dan investasi. Jika tabungan nasional lebih kecil dari pada investasi domestik
maka selisih tersebut merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di
beberapa negara berkembang umumnya sangat rendah karena umumnya negara
berkembang miskin akan modal. Sedangkan peluang investasi produktif begitu
melimpah. Untuk memanfaatkan peluang investasi ini, kebanyakan negara-negara yang
sedang berkembang tidak hanya mengandalkan sumber-sumber pembiayaan
pembangunannya dari dalam negeri saja tetapi juga bantuan luar negeri. Pinjaman luar
negeri tersebut nantinya diharapkan dapat dilunasi melalui keuntungan dari investasi
baik pinjaman pokok maupun pembayaran bunga pinjamannya.
Pinjaman atau bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman pemerintah resmi seperti
official development assistance (ODA), yakni pinjaman yang diberikan oleh pemerintah
asing maupun lembaga-lembaga keuangan internasional (multilateral) kepada
pemerintah penerima bantuan yang dapat bersyarat lunak maupun kurang lunak. Selain
itu dapat berupa non official development assistance (non-ODA), yakni pinjaman yang
diterima secara bilateral dari bank atau kreditor luar negeri dengan syarat-syarat
menurut pinjaman komersial atau syarat-syarat berat, termasuk kredit ekspor dari luar
negeri. Pinjaman luar negeri ini tergantung pada syarat-syarat pinjaman dari bantuan
yangbersangkutan, yakni menyangkut tingkat suku bunga (interest rate), masa tenggang
waktu(grace period) – jangka waktu yang tidak perlu dilakukan pencicilan utang serta
jangka waktu pelunasan utang (amortization period) – jangka waktu dimana pokok
utang harus dibayar lunas kembali secara cicilan.
Transaksi pinjam meminjam di atas kertas memang kelihatannya menguntungkan
keduabelah pihak yang terlibat. Tetapi banyak pinjaman juga yang tidak bisa
dibenarkan. Seperticontoh, ada yang menggunakan untuk sektor investasi yang secara
ekonomis tidak memberi keuntungan, atau impor barang konsumsi yang tidak
menghasilkan laba untuk pembayaran nantinya. Selain itu juga rendahnya tingkat bunga
nasional diakibatkan penerapan kebijakan yang keliru sehingga membuat suatu negara
semakin tergantung pada utang luar negeri. Untuk menentukan dan mengatur
terlaksananya pengelolaan pinjaman luar negeri yang baik dan efektif perlu dilakukan
berbagai hal, antara lain yaitu:
1. Memproyeksikan secara teliti profil waktu dari kewajiban-kewajiban
pembayaranutangnya.
2. Memperkirakan penerimaan hasil ekspor, penerimaan dalam negeri dan akses di
masamendatang dalam berbagai sumber pembiayaan.
3. Memonitor potensi-potensi untuk pembayaran kembali utang-utangnya.
Ketiga hal ini bertujuan untuk mengambil manfaat dari pinjaman baru dengan
syaratsyarat yang lebih baik, menyesuaikan jangka waktu pelunasan utang terhadap
penerimaanyang dihasilkan proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman, serta
menanggulangi kekurangan-kekurangan hasil ekspor dalam membiayai kekurangan
impor.
3.4.2. Peranan Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan alasan dilakukannya Utang
Luar Negeri (Foreign Debt)
Dalam hubungannya dengan kebijaksanaan pembangunan di negara-negara
berkembang, bantuan luar negeri terutama dianalisa dan ditinjau dari sudut manfaatnya
untuk membantu pertumbuhan ekonomi negara untuk mencapai tujuannya. Ditinjau dari
sudut ini, terdapat dua peranan utama dari bantuan luar negeri, yaitu;
1. Mengatasi masalah kekurangan tabungan (saving gap), dan
2. Mengatasi masalah kekurangan mata uang asing (foreign exchange gap).
Yang mana kedua masalah yang diharapkan dapat diatasi dengan melakukan
pengajuan utang luar negeri itu disebut dengan ‘masalah jurang ganda’ (The two gaps
problem). Kegiatan untuk memberikan bantuan luar negeri oleh negara-negara maju
kepada negara-negara yang sedang berkembang dilakukan dengan berbagai alasan,
antara lain yaitu:
1. Membantu negara-negara yang menerima bantuan untuk mempercepat
pembangunanekonominya.
2. Membantu mengeratkan hubungan ekonomi dan politik diantara negara yang
menerimadan memberi bantuan.
3. Membendung pengaruh ideologi yang bertentangan dengan yang dianut oleh
negara pemberi bantuan.
Utang luar negeri bukan hanya dibutuhkan dalam proses perdagangan, tetapi juga
dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara untuk menunjang proses produksi dalam
negeri. Artinya, utang luar negeri merupakan mata rantai yang menghubungkan
kegiatan internal dan eksternal perekonomian suatu negara. Dalam pemahaman ini sulit
sekali menyatakan bahwa suatu negara bisa saja tidak berutang sama sekali. Tetapi jelas
sekali bahwa jumlah dan pemanfaatan utang tersebut harus dikendalikan dan dikelola
secara benar sehingga justru tidak menjadi beban yang berkepanjangan.
Sumber-sumber pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah Indonesia dalam
setiap tahun anggaran yang berupa pinjaman bersumber dari:
1. Pinjaman Multilateral
Pinjaman multilateral sebagian besar diberikan dalam satu paket pinjaman yang
telah ditentukan, artinya satu naskah perjanjian luar negeri antara pemerintah dengan
lembaga keuangan internasional untuk membina beberapa pembangunan proyek
pinjaman multilateral ini kebanyakan diperoleh dari Bank Dunia, Bank Pembangunan
Asia (BPD), Bank Pembangunan Islam (IDB), dan beberapa lembaga keuangan regional
dan internasional.
2. Pinjaman Bilateral
Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang berasal dari pemerintah negara –negara
yang tergabung dalam negara anggota Consultative Group On Indonesia (CGI) sebagai
lembaga yang menggantikan kedudukan IGGI.Pinjaman bilateral ini diberikan kepada
pemerintah Indonesia yang bersumber dari:
a. Pinjaman Lunak, yaitu suatu pinjaman yang diberikan berdasarkan hasil sidang
CGI.
b. Pinjaman dalam bentuk Kredit Ekspor (Eksport Kredit) yaitu pinjaman yang
diberikanoleh negara-negara pengekspor dengan jaminan tertentu dari
pemerintah negara-negara tersebut untuk meningkatkan ekspornya.
c. Pinjaman dalam bentuk Kredit Komersial, yaitu kredit yang diberikan oleh
bank-bankluar negeri dengan persyaratan sesuaib dengan perkembangan pasar
internasional, misalnya LIBOR (London Interbank Offered Rate) dan SIBOR
(Singapore Interbank Offered Rate) untuk masing-masing jenis mata uang yang
dipinjam.
d. Pinjaman dalam bentuk installment Sale Financing, yaitu pinjaman yang
diberikan olehperusahaan-perusahaan leasing suatu negara tertentu untuk
membiayai kontrak-kontrak antara pemerintah dengan suplier luar negeri, karena
kontrak-kontrak pembangunan tersebut tidak dapat dibiayai dari fasilitas kredit
ekspor.
e. Pinjaman obligasi, yaitu pinjaman yang dilakukan pemerintah dengan
mengeluarkansurat tanda berhutang dari peminjam (borrower) dengan tingkat
bunga tetap, yang pembayaran bunganya dilaksanakan secara teratur dan
pengembalian pinjaman (hutang pokok) pada jangka waktu yang telah
ditetapkan. Dalam melakukan pinjaman melalui obligasi dikenal 2 (dua) jenis
obligasi yang dapat diterbitkan/dikeluarkan dalam pasar modal, yaitu :
- Public issues (Penerbitan Obligasi Umum).Penerbitan obligasi dilaksanakan
melalui sekelompok bank-bank yang menjamin (underwriter) dan menjual
obligasi tersebut kepada masyarakat di bursa (stock exchange).
- Private Placement.Penerbitan obligasi secara private placement bersifat
terbatas, tidak diumumkankepada masyarakat. Dalam hal ini suatu penjualan
obligasi dilaksanakan oleh emiten (issuer) kepada sejumlah bank dan
investor institusional (perusahaan-perusahaan asuransi dan dana-dana
pensiun) dengan bantuan sejumlah bank dan investor institusional
(perusahaan-perusahaan asuransi dan dana-dana pensiun) dengan bantuan
sejumlah penjamin emini (underwriter) yang terbatas.
f. Pinjaman dalam bentuk Stearling Acceptance Facility, yaitu suatu pinjaman
yang penarikannya dengan Bill of Exchange.Sistem pinjaman ini terdapat di
Inggris sejak abad ke-17. Pada tahap permulaan sistem ini digunakan ini
digunakan untuk memperoleh kredit jangka pendek berdasarkan transaksi
perdagangan yang dilakukan. Bill of Change ini dapat diperjualbelikan di pasar
stearling acceptance, dengan demikian dapat diperoleh dana sebelum Bill of
Exchange jatuh tempo.
Bagi negara berkembang seperti Indonesa, utang luar negeri (foreign debt) adalah
variabel yang bisa saja mendorong perekonomian sekaligus menghambat pertumbuhan
ekonomi.Mendorong perekonomian maksudnya, jika hutang-hutang tersebut digunakan
untuk membuka lapangan kerja dan investasi dibidang pembangunan yang pada
akhirnya dapat mendorong suatu perekonomian, sedangkan menghambat pertumbuhan
apabila utang-utang tersebut tidak dipergunakan secara maksimal karena masih
kurangnya fungsi pengawasan atas penanggung jawab utang-utang itu sendiri (Ulfa,
2017).
Dari perspektif negara donor setidaknya ada dua hal penting yang dianggap
memotivasi dan melandasi bantuan luar negeri ke negara-negara debitor. Kedua hal
tersebut adalah motivasi politik (political motivation) dan motivasi ekonomi (economi
motivation), dimana keduanya mempunyai keterkaitan yang sangat erat yang satu
dengan yang lainnya (Basri, 2003 : 101).
Motivasi pertama inilah yang kemudian menjadi acuan bagi AS untuk
menguncurkan dana bantuan dalam merekonstruksi kembali perekonomian Eropa Barat
setelah hancur saat PD II, dan program ini dikenal dengan nama Marshall Plan
(Todaro,dalam Muhammad Iqbal 1985 : 89).
Beberapa penyebab ketidaktersediaan sumberdaya modal antara lain :

 Pendapatan per kapita penduduk yang umumnya relatif rendah,


menyebabkan tingkat MPS (marginal propensity to save) rendah, dan
pendapatan pemerintah dari sektor pajak, khususnya penghasilan, juga
rendah.
 Lemahnya sektor perbankan nasional menyebabkan dana masyarakat, yang
memang terbatas itu, tidak dapat didayagunakan secara produktif dan efisien
untuk menunjang pengembangan usaha yang produktif.
 Kurang berkembangnya pasar modal, menyebabkan tingkat kapitalisasi pasar
yang rendah, sehingga banyak perusahaan yang kesulitan mendapatkan
tambahan dana murah dalam berekspansi. Dengan kondisi sumberdaya
modal domestik yang sangat terbatas seperti itu, jelas tidak dapat diandalkan
untuk mampu mendukung tingkat pertumbuhan output nasional yang tinggi
seperti yang diharapkan.
Solusi yang dianggap bisa diandalkan untuk mengatasi kendala rendahnya
mobilisasi modal domestik adalah dengan mendatangkan modal dari luar negeri, yang
umumnya dalam bentuk hibah (grant), bantuan pembangunan (official development
assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan
multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank dan
pinjaman komersial lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor/impor). Modal asing ini
dapat diberikan baik kepada pemerintah maupun kepada pihak swasta.
Banyak pemerintah di negara dunia ketiga menginginkan untuk mendapatkan
modal asing dalam menunjang pembangunan nasionalnya, tetapi tidak semua berhasil
mendapatkannya, kalau pun berhasil jumlah yang didapat akan bervariasi tergantung
pada beberapa faktor antara lain (ML. Jhingan : 1983, halaman 643-646):

 Ketersediaan dana dari negara kreditur yang umumnya adalah negara-negara


industri maju.
 Daya serap negara penerima (debitur). Artinya, negara debitur akan
mendapat bantuan modal asing sebanyak yang dapat digunakan untuk
membiayai investasi yang bermanfaat. Daya serap mencakup kemampuan
untuk merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan,
mengubah struktur perekonomian, dan mengalokasikan kembali resources.
Struktur perekonomian yang simultan dengan pendayagunaan kapasitas
nasional yang ada akan menjadi landasan penting bagi daya serap suatu
negara.
 Ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia di negara
penerima, karena tanpa ketersediaan yang cukup dari kedua sumberdaya
tersebut dapat menghambat pemanfaatan modal asing secara efektif.
 Kemampuan negara penerima bantuan untuk membayar kembali (re-
payment).
 Kemauan dan usaha negara penerima untuk membangun. Modal yang
diterima dari luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil, kecuali
jika disertai dengan usaha untuk memanfaatkan dengan benar oleh negara
penerima. Sebagaimana dikatakan Nurkse (1961: 83), bahwa modal
sebenarnya dibuat di dalam negeri. Sehingga, peranan modal asing
sebenarnya adalah sebagai sarana efektif untuk memobilisasi keinginan suatu
negara.
Kesimpulan kita cukup sederhana, yaitu bahwa bantuan luar negeri pertama-tama
harus dilihat sebagai tanga panjang kepentingan negara-negara donor. Motivasinya
condong berbeda tergantung situasi nasional, dan bukan semata-mata dikaitkan dengan
kebutuhan negara penerima yang secara potesial berbeda-beda antara negara yang satu
dengan negara yang lainnya. Sedangkan motivasi ekonomi sebagai landasan kedua yang
digunakan dalam memberikan bantuan, setidak-tidaknya tercermin dari 4 argumen
penting :
a. Argumen pertama didasari oleh two gap model dimana negara-negara penerima
bantuankhususnya negara-negara berkembang mengalami kekurangan dalam
mengakumulasi tabungan domestik sehingga tabungan-tabungan yang ada tidak
mampu memenuhi kebutuhan akan tingkat investasi yang dibutuhkan dalam
proses memicu pertumbuhan ekonomi. Dan pada sisi lain adalah kekurangan
yang dialami oleh negara-negara yang bersangkutan dalam memenuhi nilai tukar
asing (foreign exchange) untuk membiayai kebutuhan impor. Dengan demikian
untuk menutupi kedua kekurangan tersebut maka andalannya adalah bantuan
luar negeri.
b. Kedua adalah memfasilitasi dan mempercepat proses pembangunan dengan
carameningkatkan pertambahan tabungan domestik sebagai akibat dari
pertumbuhan yang lebih tinggi (growth and saving). Karena tinggunya
pertumbuhan di negara-negara berkembang akan turut meningkatlkan atau
berkorelasi positif terhadap kenaikan keuntungan yang bisa dinikmati di negara-
negara maju.
c. Ketiga adalah technical assistance, yang merupakan pendamping dari
bantuankeuangan yang bentuknya adalah transfer sumber daya manusia tingkat
tinggi kepadanegara-negara penerima bantuan. Hali ini harus dilakukan untuk
menjamin bajhwaaliran dana yang masuk dapat digunakan dengan sangat efisien
dalam proses memicu kenaikan pertum buhan ekonomi.
d. Keempat adalah absorptive capacity, yakni dalam bentuk apa dana tersebut akan
digunakan. Terlepas dari faktor-faktor yang dikemukakan di atas ada satu hal
lagi yang perlu diingat bahwa faktor pendorong da faktor penarik (push and pull
factor) adala dua kata yang menentukan terjadinya perpindahan modal ke
negara-negara berkembang. Faktor-faktor ini tentu saja perpaduan antar motif
ekonomi dan politik yang menjadi pertimbangan utama bagi investor yang
rasional.
Sebagai negara berkembang yang tetap konsisten dalam mempergunakan utang luar
negeri dalam politik pembangunannya, Indonesia untuk masa mendatang masih
tergantung pada komponen ini. Seberapa besar ketergantungannya tentu banyak faktor
yang mempengaruhinya. Apapun argumennya, untuk saat ini mengalirnya dana dari luar
negeri merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi Indinesia untuk menginjeksi
dana pembangunannya.
Di era globalisasi dam dengan tingkat persaingan yang begitu besar, di samping
pemerintah, pihak swasta juga memerlukan dana, akan mengakibatkan perburuan
pinjaman yang bersyarat lunak akan meningkat dan tentunya akan semakin sulit
diperoleh. Melihat kondisi ini, diperkirakan akan terjadi peningkatan dalam pinjaman
komersial seiring dengan meningkatnya peran pohak swasta dan langkahnya pinjaman
resmi yang bersyarat nlunak. Oleh karena itu, tidaklah heran untuk masa perspektif
utang luar negeri Indonesia dicirikan pada meningkatnya pinjaman yang bersifat
komersial.
Banyak pihak yang mengkhwatirkan kondisi pinjaman luar negeri pemerintah
maupunpinjaman swata cukup beralasan. Angka statistik pinjaman luar negeri
Indonesia, baik pemerintah maupun swasta memang masih menunjukkan tingginya
kewajiban Indonesia dalam membayar kembali pokok dan bunga pinjaman luar negeri.
Beberapa indikator dalam mengukur beban utang, seperti :
a. Debt service Ratio (DSR) yang merupakan perbandingan antara kewajiban
membayaruntang dan cicilan untang luar negeri dengan devisa hasil ekspor.
Ambang batas aman angka DSR lazimnya menurut para ahli ekonomi adalah
20%. Lebih dari itu, utang sudah dianggap mengundang cukup banyak
kerawanan.
b. Debt to Export Ratio yang merupakan rasio utang terhadap ekspor. Bank
duniamenetapkan bahwa suatu negara dikategorikan sebagai negara pengutang
berat, jika negara yang bersangkutan memiliki Debt to Export Ratio yang lebih
besar dari 220%.
c. Debt to GDP Ratio yang merupakan rasio utang terhadap PDB. Rasio utang
terhadap PDB dapat dilihat sebagai kriteria mengecek kesehatan keuangan suatu
negara, dimana rasio di atas 50% menunjukka bahwa pinjaman luar negeri
Indonesia membenahi lebih dari 50% Pendapatan Nasional (Basri, 2003:201)
Pinjaman luar negeri tersebut tidak semua diberikan dalam bentuk rupiah atau
tepatnya mata uang asing tertentu tetapi dalam bentuk bantuan proyek dan bantuan
program. Bantuan proyek diberikan dalam bentuk pinjaman berupa peralatan-peralatan,
barang-barang ataupun jasa (konsultan asing), sedangkan bantuan program diberikan
dalam bentuk bantuan tunai.
3.4.3. Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara dunia ketiga. Sebelum terjadinya krisis
moneter di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan strategi pembangunan ekonomi yang
dicanangkan oleh pemerintah pada waktu itu, yang menempatkan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi sebagai target prioritas pembangunan ekonomi
nasional.Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1970-an selalu positif, serta
tingkat pendapatan per kapita yang relatif rendah, menyebabkan target pertumbuhan
ekonomi yang relatif tinggi tersebut tidak cukup dibiayai dengan modal sendiri, tetapi
harus ditunjang dengan menggunakan bantuan modal asing.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kontribusi swasta domestik dalam
pembangunan ekonomi nasional, maka peran pemerintah pun menjadi semakin
berkurang. Fenomena tersebut akhirnya menyebabkan struktur utang luar negeri
Indonesia juga mengalami banyak perubahan.
Pada awalnya, utang luar negeri Indonesia lebih banyak dilakukan oleh pemerintah.
Pinjaman pemerintah tersebut diterima dalam bentuk hibah serta soft loan dari negara-
negara sahabat dan lembaga-lembaga supra nasional, baik secarabilateral maupun
multilateral (IGGI dan CGI). Selanjutnya seiring dengan semakin berkembangnya
perekonomian Indonesia, pinjaman luar negeri bersyarat lunak menjadi semakin terbatas
diberikan, sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas,
pemerintah mulai menggunakan pinjaman komersial dan obligasi dari kreditur swasta
internasional.
Karena semakin pesatnya pembangunan dan terbatasnya kemampuan pemerintah
untuk secara terus menerus menjadi penggerak utama pembangunan nasional, terutama
sejak krisis harga minyak dunia awal tahun 1980-an, menyebabkan pemerintah harus
mengambil langkah-langkah deregulasi di berbagai sektor pembangunan. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada peran serta swasta dalam
pembangunan perekonomian Indonesia, melalui peningkatan minat investasi di
berbagaisektor pembangunan yang diizinkan.
Dengan semakin besarnya minat investasi swasta, tapi tanpa didukung oleh sumber-
sumber dana investasi di dalam negeri yang memadai, telah mendorong pihak swasta
melakukan pinjaman ke luar negeri, baik dalam bentuk pinjaman komersial maupun
investasi portofolio, yang tentu saja pada umumnya dengan persyaratan pinjaman yang
tidak lunak (bersifat komersial), baik suku bunga maupun jangka waktu pembayaran
kembali. Meskipun telah terjadi perubahan pada struktur utang luar negeri Indonesia,
utang luar negeri pemerintah masih menjadi hal perlu diperhatikan mengingat
dampaknya terhadap APBN yang sangat besar.
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan pemerintah kembali harus
menjadi penggerak utama untuk menyelamatkan perekonomian nasional yang terancam
kebangkrutan, menggantikan peranan sektor swasta yang merosot setelah beberapa
tahun sebelum krisis sempat mendominasi perekonomian nasional. Sehingga,
pemerintah membutuhkan tambahan dana yang besar untuk membiayai peningkatan
pengeluarannya.
Oleh karena untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri secara drastismaupun
melakukan pinjaman dalam negeri (internal debt) tidak memungkinkan, sebab beban
ekonomi yang diterima rakyat sudah begitu berat akibat krisis ekonomi, maka jalan
alternatif yang bisa ditempuh adalah dengan berusaha memperoleh tambahan dana
pinjaman dari luar negeri.
3.4.4. Dampak Utang Luar Negeri terhadap pembangunan Nasional
Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga
halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka
pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik
dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru,
sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan
dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga
umum (inflationary effect) yang tinggi. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan
ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya
laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya pendapatan nasional, yang selanjutnya
memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat, apabila jumlah
penduduk tidak meningkat lebih tinggi. Dengan meningkatnya perdapatan per kapita
berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat.
Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan
ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima
rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima
oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.
Sejak krisis dunia pada awal tahun 1980-an, masalah utang luar negeri banyak
negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, semakin memburuk. Negara-negara tersebut
semakin terjerumus dalam krisis utang luar negeri, walaupun ada kecenderungan bahwa
telah terjadi perbaikan atau kemajuan perekonomian di negara-negara itu.
Peningkatan pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dinegara-negara tersebut belum berarti bahwa pada negara-negara tersebut dengan
sendirinya telah dapat dikatagorikan menjadi sebuah negara yang maju, dalam arti
struktur ekonominya telah berubah menjadi struktur ekonomi industri dan perdagangan
luar negerinya sudah mantap. Sebab pada kenyataannya, besar-kecilnya jumlah utang
luar negeri yang dimiliki oleh banyak negara yang sedang berkembang lebih disebabkan
oleh adanya defisit current account, kekurangan dana investasi pembangunan yang tidak
dapat ditutup dengan sumber-sumber dana di dalam negeri, angka inflasi yang tinggi,
dan ketidakefisienan struktural di dalam perekonomiannya. Sehingga meskipun secara
teknis, pemerintahan suatu negara telah sempurna dalam upaya pengendalian utang luar
negerinya, pencapaian tujuan pembangunan akan sia-sia, kecuali bila negara tersebut
secara finansial benar-benar kuat, yaitu pendapatan nasionalnya mampu memikul beban
langsung yang berupa pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan bunganya
(debt service) dalam bentuk uang kepada kreditur di luar negeri, karena utang luar
negeri selalu disertai dengan kebutuhan devisa untuk melakukan pembayaran kembali.
Pembayaran cicilan utang beserta bunganya merupakan pengeluaran devisa yang utama
bagi banyak negaranegara debitur.
Beban utang luar negeri dapat diukur salah satunya dengan melihat proporsi
penerimaan devisa pada current account yang berasal dari ekpor yang diserap oleh
seluruh debt service yang berupa bunga dan cicilan utang. Jika rasio antara penerimaan
ekspor dan debt service menjadi semakin kecil, atau debt service ratio (jumlah
pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang di bagi dengan
jumlah penerimaan ekspor) semakin besar, maka beban utang luar negeri semakin berat
dan serius. Namun, makna dari besarnya angka DSR ini tidak mutlak demikian, sebab
ada negara yang DSR-nya 40%, tetapi relatif tidak menemui kesulitan dalam
perekonomian nasionalnya. Sebaliknya, bisa terjadi suatu negara dengan DSR yang
hanya sebesar kurang dari 10% menghadapi kesulitan yang cukup serius dalam
perekonomiannya. Selama ada keyakinan dari negara kreditur (investor) bahwa
telahterjadi perkembangan ekonomi yang baik di negara debiturnya, maka
pembayarankembali pinjaman diprediksikan akan dapat diselesaikan dengan baik oleh
negara debitur.
Menurut Susan George (1992), utang luar negeri secara pragmatis justru menjadi
bomerang bagi negara penerima (debitur). Perekonomian di negara-negara penerima
utang tidak menjadi semakin baik, melainkan bisa semakin hancur. Hal tersebut
merupakan salah satu kesimpulan dari hasil penelitiannya yang menunjukan, bahwa
pada tahun 1980-an arus modal yang mengalir dari negara-negara industri maju, yang
umumnya merupakan negara kreditur, ke negara-negara yang sedang berkembang
dalam bentuk bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor,
dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta
langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank; dan kredit perdagangan
(ekspor/impor), lebih kecil daripada arus aliran dana dari negara-negara yang sedang
berkembang ke negara-negara maju tersebut dalam bentuk cicilan pokok utang luar
negeri dan bunganya, royalti, deviden, dan keuntungan repatriasi dari
perusahaanperusahaan negara maju yang berada di negara-negara yang sedang
berkembang.
Penelitian Susan George ini memperkuat argumentasi yang pernah disampaikan G.J.
Meier (1970), bahwa arus modal asing dari negara maju ke negara dunia ketiga tidak
pernah meningkat, dan masalah pelunasan utang luar negeri semakin memberatkan,
karena itu surplus impor yang ditunjang modal asing semakin merosot, dan pengalihan
sumber-sumber di luar impor yang didasarkan pada ekspor menjadi relatif tidak penting
bagi sebagian besar negara dunia ketiga. Selama kendala devisa ini tidak bisa diatasi,
negara kurang maju tidak dapat memenuhi kebutuhan impornya bagi program
pembangunan. Akibatnya negara dunia ketiga itu terpaksa menempuh salah satu atau
gabungan dari kebijaksanaan berikut ini: mengurangi laju pembangunan negara,
mengembangkan ekspor dan melakukan subtitusi impor untuk memperbaiki term of
trade, atau merangsang arus bantuan luar negeri lebih besar lagi.
Akibat semakin banyaknya negara-negara yang terjerumus dalam krisis utangluar
negeri, menyebabkan IMF dan Bank Dunia terpaksa menganjurkan kepada negara-
negara tersebut untuk melakukan program penyesuaian struktural (structural
adjustment) terhadap perekonomian dalam negeri, misalkan dengan pengurangan atau
penghapusan berbagai macam subsidi bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok
lainnya; penundaan kenaikan gaji pegawai negeri; dan berbagai macam kebijaksanaan
kontraksi fiskal lainnya, sebagai syarat utama untuk mendapatkan pengurangan utang
atau memperoleh pinjaman baru. Hal ini terjadi pula di Indonesia.
Bercermin pada dampak negatif dari akibat membesarnya utang luar negeri yang
terjadi di negara-negara Amerika Latin, masa sekitar krisis ekonomi di Meksiko, pada
tahun 1996 pemerintah Indonesia sebenarnya telah merencanakan untuk membayar
sebagian besar jumlah utang luar negerinya lebih cepat dari waktu pembayaran yang
sebenarnya. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif agar Indonesia terhindar
dari krisis utang luar negeri. Juga, agar dapat lebih mempersiapkan diri memasuki tahap
tinggal landas ( take-off ), sebab menurut W.W. Rostow (1985), suatu negara bisa
tinggal landas jika tidak lagi tergantung kepada utang luar negeri. Dia berpendapat,
bahwa masalah utang luar negeri sebagai kendala serius bagi banyak negara yang
sedang berkembang untuk bisa masuk dalam tahap take-off. Hal ini dibuktikan dalam
pengamatannya yang dilakukan selama tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1980-
an, dengan kesimpulan bahwa banyak negara yang sedang berkembang yang
diperkirakan akan masuk ke tahap tinggal landas justru semakin tergantung dan terjerat
masalah utang luar negeri. Tapi tampaknya komitmen pemerintah tersebut tidak
berlangsung lama karena terjadinya krisis moneter di Asia Tenggara dan Timur pada
pertengahan tahun 1997.
Pada tahun anggaran 1998/1999, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar
negeri pemerintah yang jatuh tempo meningkat 136,07% dari tahun
anggaransebelumnya sebagai akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah secara tajam
terhadap dolar Amerika. Pembayaran kembali utang luar negeri yang meningkat dalam
jumlah besar tersebut dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata
denganmenggunakan dana dari penerimaan dalam negeri, tetapi dengan terpaksa
jugamenggunakan bantuan dana (utang luar negeri) dari IMF. Jadi, utang luar negeri
yang lama dibayar dengan utang luar negeri yang baru. Ini artinya Indonesia telah
terjerumus dalam krisis utang luar negeri.
Akibat dari adanya bantuan IMF dalam jumlah yang sangat besar tersebut,
menyebabkan pemerintah Indonesia harus menerima berbagai persyaratan pinjaman dari
IMF, yang ditandai dengan penandatanganan letter of intent (LoI) antara pemerintah
Indonesia dengan IMF. Artinya, pemerintah Indonesia memberikan peluang bagi IMF
untuk ikut serta dalam perancangan dan pembuatan banyak keputusan penting di bidang
ekonomi, yang menyangkut penyesuaian kebijakan makroekonomi dan reformasi
struktural. Ini adalah hal yang wajar terjadi, karena tidak ada kreditur yang rela
pinjamannya tidak kembali akibat kesalahan urus debiturnya.
Utang luar negeri digunakan untuk memenuhi pembiayaan-pembiayaan pemerintah
dan investasi dalam negeri, yaitu terletak pada peranannya dalam mengisi kesenjangan
antara target jumlah devisa yang dibutuhkan dan jumlah devisa dari pendapatan ekspor
ditambah dengan utang luar negeri.
Utang luar negeri dianggap dapat mempermudah dan mempercepat proses
pembangunan, karena utang luar negeri dapat secara seketika meningkatkan persediaan
tabungan. Tanpa utang luar negeri, maka Negara berkembang yang bersangkutan harus
menunggu sekian tahun untuk mengakumulasikan tabungan dalam negerinya. Pada
akhirnya nanti, diharapkan kebutuhan terhadap utang luar negeri akan menurun dengan
sendirinya, setelah sumber-sumber daya dalam negerinya sudah cukup memadai untuk
mendukung suatu suatu proses pembngunan yang berkesinambungan.
Hal ini dapat diartikan bahwa utang luar negeri dapat digunakan untuk pembiayaan-
pembiayaan peningkatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Maka kenaikan
utang luar negeri dalam waktu tertentu dapat menaikan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi dengan syarat utang luar negeri tersebut dapat diatur dengan baik, baik proses
pinjamannya sampai dengan pengembaliannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.
Pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian memerlukan alat ukur yang tepat,
berupa alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara lain yaitu Produk Domestik Bruto
(PDB) atau di tingkat regional disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yaitu jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam
jangka waktu satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar.
Pendapatan negara adalah Pemasukan negara yang digunakan sebagai sumber
pendanaan kegiatan dan kebutuhan negara dalam rangka pembangunan
negara.Pendapatan negara atau penerimaan uang negara atau penerimaan pemerintah
yakni meliputi pajak, retribusi, keuntungan perusahaan negara, denda, sumbangan
masyarakat, dll. Pendapatan negara yaitu berasal dari pajak maupun non pajak.
IMF bertujuan untuk mencegah krisis dalam sistem tersebut dengan mendorong
negara-negara supaya melaksanakan kebijakan ekonomi yang baik. Seperti
diindikasikan dalam namanya, IMF juga merupakan suatu dana yang dapat
dimanfaatkan oleh anggota yang memerlukan pembiayaan sementara untuk
menyelesaikan masalah neraca pembayaran.IMF bekerja untuk mencapai kemakmuran
global dengan mempromosikan ekspansi yang seimbang dari perdagangan dunia,
,stabilitas nilai tukar, penghindaran devaluasi kompetitif dan koreksi secara tertib
terhadap masalah neraca pembayaran.
Utang luar negeri bukan hanya dibutuhkan dalam proses perdagangan, tetapi juga
dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara untuk menunjang proses produksi dalam
negeri. Artinya, utang luar negeri merupakan mata rantai yang menghubungkan
kegiatan internal dan eksternal perekonomian suatu negara. Dalam pemahaman ini sulit
sekali menyatakan bahwa suatu negara bisa saja tidak berutang sama sekali. Tetapi jelas
sekali bahwa jumlah dan pemanfaatan utang tersebut harus dikendalikan dan dikelola
secara benar sehingga justru tidak menjadi beban yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.radenintan.ac.id/1194/3/BAB_II.pdf

Clift Jeremy, Apakah Dana Moneter Internasional ?, 2003, Seksi Grafik IMF
file:///C:/Users/USER/Downloads/73679-ID-utang-luar-negeri-pemerintah-indonesia-p.pdf

http://etheses.uin-malang.ac.id/2312/7/11520028_Bab_2.pdf
SG Alámin 2015,BAB II Kajian Pustaka

Anda mungkin juga menyukai