Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEUANGAN PUBLIK

UTANG LUAR NEGERI INDONESIA

Dosen Pengampu :

Tumija, S.Pd, MM

Disusun Oleh:

Nama : Muhammad Ilham Husni Zarkasi (32.0385)

Kelas : F2

PROGRAM STUDI KEUANGAN PUBLIK


FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2021

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadiran ALLAH SWT yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada teman-teman sekalian
yang telah membantu, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, untuk itu besar harapan saya
jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah
saya dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa
yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini tentang
Utang Luar Negeri Indonesia sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Jatinangor, 28 November 2021

Penyusun

Muhammad Ilham Husni Zarkasi

2
DAFAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................ 5
C. Tujuan.......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian....................................................... 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Utang Luar Negeri (ULN)............................................ 6
1. Definisi Utang Luar Negeri.................................... 6
2. Jenis –Jenis Utang Luar Negeri............................. 7
3. Teori Utang Luar Negeri........................................ 8
BAB III: PEMBAHASAN
A. ULN, Pembiayaan Pembangunan, Beban Bunga dan
Cicilan Utang............................................................. 10
B. Perkembangan Utang Luar Negeri................................ 12
C. Sumber-Sumber Pembiayaan Utang Luar Negeri......... 13
D. Upaya Mengurangi Beban ULN................................... 14
BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ULN atau Utang luar Negeri saat ini menjadi perdebatan publik, khususnya
dari Negara berkembang tak terkecuali Indonesia, yang selama ini sering muncul
adalah besarnya beban hutang yang harus ditanggung, bahkan merugikan
pembangunan atau membuat rakyat di negara-negara peminjam menderita.Padahal
tujuan utama peminjaman adalah untuk menjalankan pembangunan ekonomi dan
sosial sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan di negara-negara peminjam.
(Tambunan,2001)

Pemanfaatan utang luar negeri (ULN) atau bantuan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi sudah menjadi bagian tak
terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan sosial. Bukan hanya di negara-negara
berkembang (NB) termasuk Indonesia, melainkan juga di negara-negara yang
sekarang dikenal sebagain negara- negara maju (NM). Satu contoh yang sangat
terkenal adalah pembangunan kembali negara-negara Eropa Barat pascaperang dunia
(PD) II pada dekade 1950-an melalui bantuan dana yang sangat besar dari Amerika
Serikat (AS),yang dikenal dengan Marshall Plan. (Tambunan;2001;1)

Indonesia memiliki kondisi perekonomian menjanjikan pada awal dekade


1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Hal ini ditunjukkan dengan angka
inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan
kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus
meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun
perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda
secara global di seluruh dunia pada tahun 1997. Hal ini menyebabkan tingginya angka
inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring
dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya
jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena
utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar. (Majid,2013)

Upaya untuk kembali menstabilkan kondisi perekonomian Indonesia


pemerintah Indonesia melakukan berbagai cara, salah satunya dengan mengambil
kebijakan ekonomi dengan melakukan pinjaman terhadap negara lain (ULN) atau
lembaga-lembaga keuangan internasional, yang tentunya disertai dengan beberapa
persyaratan-persyaratan tertentu, dan menggalakkan Penanaman Modal Asing yang
telah ditetapkan melalui undang-undang No.1 / tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing (PMA), yang diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia
dari waktu ke waktu yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif
selama proses pembangunan di Indonesia.

Utang Luar Negeri merupakan konsekuensi biaya yang harus dibayar sebagai
akibat pengelolaan perekonomian yang tidak seimbang, ditambah lagi proses
pemulihan ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten. Pada masa krisis
ekonomi, utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah telah
meningkat drastis. Sehingga, pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri
yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo.
Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN RI

4
dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan
berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga
jelas akan membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi yang telah dijelaskan diatas,maka rumusan masalah
dalam penelitian ini :
1. Apakah dana suntikan berupa ULN selama ini merugikan atau menguntungkan
bagi Indonesia ?
2. Apakah Indonesia semakin bergantung pada ULN?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaiaman perkembangan ULN saat ini
2. Mengetahui apakah ULN menguntungkan atau merugikan bagi Indonesia.
3. Mengetahui apakah Indonesia semakin bergantung pada dana pinjaman dari
negara luar
4. Melengkapi Tugas Bahasa Indonesia Semester 1

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan bahan masukan bagi
pemerintah dan instansi-instanis terkait dalam penyelesaian masalah Utang
Luar Negeri.
2. Dari hasil penelitian ini kami berharap dapat menambahkan wawasan para
peneliti yang berhubungan dengan Utang Luar Negeri Indonesia, dan hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk
melakukan penelitian sejenis lainnya.
3. Untuk menambah wawasan penulis dalam perekonomian Indonesia
khususnya masalah Utang Luar Negeri.
4. Sebagai masukan kepada masyarakat agar mengetahui kondisi perekonomian
indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri (ULN).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Utang Luar Negeri (ULN)

1. Definisi Utang Luar Negeri (ULN)

Tabel 2.1 Definisi Utang Luar Negeri


Peraturan Pemerintah No.10 Peraturan Bank Indonesia No.
Tahun 2011 16/21/PBI/2014

Pinjaman Luar Negeri adalah Utang Luar Negeri yang


setiap pembiayaan melalui utang selanjutnya disingkat ULN adalah
yang diperoleh pemerintah dari utang Penduduk kepada bukan
pemberi pinjaman Luar Negeri Penduduk dalam Valuta Asing
yang diikat oleh suatu perjanjian dan/atau Rupiah, termasuk di
pinjaman dan tidak berbentuk surat dalamnya pembiayaan
berharga negara,yang harus dibayar berdasarkan prinsip syariah.
kembali dengan persyaratan
tertentu.

ULN adalah seluruh pinjaman serta konsensional baik secara resmi dalam
bentuk uang tunai maupun bentuk bentuk aktiva yang lainnya secara umum
ditujukan untuk mengalihkan sejumlah sumber daya negara-negara maju ke negara
berkembang untuk kepentingan pembangunan atau mempunyai maksud sebagai
distribusi pendapatan (Todaro, 1998:163).

ULN adalah sebagai bantuan berupa program dan bantuan proyek yang
diperoleh dari negara lain. Pinjaman luar negeri atau utang luar negeri merupakan
salah satu alternatif pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunan dan dapat
digunakan untuk meningkatkan investasi guna menunjang pertumbuhan ekonomi
(Basri, 2000:127).

Pinjaman luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu


pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan pinjaman luar
negeri yang diterima swasta (private debt). Dilihat dari sumber dananya, pinjaman
luar negeri dibedakan ke dalam pinjaman multilateral, pinjaman bilateral dan
pinjaman dindikasi. Sedangkan dilihat dari segi persyaratan pinjaman, dibedakan
dalam pinjaman lunak (concessional loan), pinjaman setengah lunak (semi
concenssional loan) dan pinjaman komersial (commercial loan).

Selain pinjaman luar negeri, terdapat juga penerimaan dalam bentuk hibah.
Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dengan Ketua
BAPPENAS No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP. 031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei
1995 yang telah dirubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan
No.KEP.264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999 tentang Tatacara

6
Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar
Negeri dalam Pelaksanaan APBN, pengertian pinjaman luar negeri adalah setiap
penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan
maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari
pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan
tertentu. Sedangkan Hibah Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara baik dalam
bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan
atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari
pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.

Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai


pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal
dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan
tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang
termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada
angka kesenjangan tabungan investasi “Saving-Investment Gap” (S-I gap) dan
“Foreigan Exchange Gap” (forexgap).

Saving Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan dalam


negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan, sedangkan Foreign Exchange Gap
menggambarkan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor
barang/jasa dengan penerimaan devisa hasil expor barang/jasa. karena itu negara-
negara berkembang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menutup kekurangan
kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai devisit transaksi berjalan
(current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi
internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu.

2. Jenis – Jenis Utang Luar Negeri


Utang luar negeri merupakan bantuan luar negeri (loan) yang diberikan oleh
pemerintah negara-negara maju atau badan-badan internasional yang khusus
dibentuk untuk memberikan pinjaman semacam itu dengan kewajiban untuk
membayar kembali dan membayar bunga pinjaman tersebut (Zulkarnain,1996:19).

Adapun bentuk-bentuk bantuan luar negeri dapat dibedakan atas :

1. Pinjaman dengan syarat pengembalian

a. Hadiah/Grant: yaitu bantuan luar negeri yang tidak bersyarat pengembalian


atau pelunasannya kembali.
b. Pinjaman Lunak : yaitu pinjaman dengan syarat yang sangat ringan, dimana
jangka waktu pengembaliannya antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun dan
tingkat bunga antara 0 sampai dengan 4,5 persen per tahun.
c. Pinjaman/Kredit Ekspor : yaitu kredit yang diberikan oleh negara pengekspor
dengan jaminan tertentu untuk meningkatkan ekspor. Jangka waktu
pembayarannya adalah 7 tahun sampai dengan 15 tahun dan tingkat bunga
antara 4 persen sampai dengan 8,5 persen per tahun.
d. Kredit Komersial : yaitu kredit yang dipinjamkan oleh bank dengan tingkat
bunga dan lain-lain sesuai perkembangan pasar internasional.

7
2. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral

a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari


negara CGI.
b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta IBRD,
IDA, UNDP, ADB, dan lain-lain. Jangka waktu dan syarat pengembalian
bantuan/kredit bilateral/multilateral adalah berdasarkan perjanjian antara
pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang memberikan bantuan/kredit.

Sumber-sumber pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah Indonesia


dalam setiap tahun anggaran yang berupa pinjaman bersumber dari:

1. Pinjaman Multilateral Pinjaman multilateral sebagian besar diberikan dalam


satu paket pinjaman yang telah ditentukan, artinya satu naskah perjanjian luar
negeri antara pemerintah dengan lembaga keuangan internasional untuk
membina beberapa pembangunan proyek pinjaman multilateral ini kebanyakan
diperoleh dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (BPD), Bank
Pembangunan Islam (IDB), dan beberapa lembaga keuangan regional dan
internasional.
2. Pinjaman Bilateral Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang berasal dari
pemerintah negara– negara yang tergabung dalam negara anggota Consultative
Group On Indonesia (CGI) sebagai lembaga yang menggantikan kedudukan
IGGI.

Tabel 2.2 :Daftar Negara/Lembaga Kreditor (Pemberi Utang Luar


Negeri) terbesar untukIndonesia
Negara Persentase (%) Jumlah Jumlah
pinjaman pinjaman (Rp
(miliar US$) triliun)
Jepang 45,5 29.8 358
ADB (Asian 16,4 10.8 129
Development
Bank)
World Bank 13,6 8.9 107
Jerman 7 3.1 37
Amerika Serikat 3,7 2.3 28
Inggris 1,7 1.1 13
Negara/Lembaga 14,6 9.6 115
lain
Sumber : UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) 2010

3. Teori Utang Luar Negeri


Sumber keuangan dari luar berupa pinjaman luar negeri dapat memainkan
peranan penting dalam usaha melengkapi kekurangan sumber daya yang berupa
devisa atau tabungan domestik. Pendekatan inilah yang disebut sebagai analisis

8
bantuan luar negeri dua kesenjangan ( two-gapmodel) ini mengatakan bahwa
negara berkembang pada umumnya menghadapi kendala keterbatasan tabungan
domestik yang jauh dari mencukupi untuk menggarap segenap peluang yang
investasi yang ada,serta kelangkaan devisa yang tidak memungkinkan mengimpor
barang-barang modal dan antara yang penting bagi usaha pembangunannya. Secara
umum model ini berasumsi bahwa kekurangan dan kesenjangan ( antara persedian
dan kebutuhan) tabungan (saving gap) serta kesenjangan devisa ( foreign-exchange
gap ) itu tdak sama bobotnya, dan satu sama lain berdiri sendiri. Kekurangan
tabungan tidaklah dapat digantikan oleh cadangan devisi begitu juga sebaliknya,
kekurangan devisa tidak pula dapat dipenuhi oleh tabungan dalam negeri.

Secara matematis, model dua kesenjangan secara sederhana dapat dirumuskan


sebagai berikut :

1. Kesenjangan Tabungan
Dimulai dengan suatu persamaan atau identitas atas hubungan antara
pemasukan modal ( misalnya, selisih antara ekspor-impor ) dan dengan sumber –
sumber yang dapat digunakan untuk investasi, dengan tingkat investasi, dengan
tingkat investasi domestik, yang dapat di tulis sebagai berikut :

I < F + Sy ………………………………………… ( 1)

Dimana F adalah jumlah arus pemasukan modal. Seandainya nilai F


ditambah sY lebih besar dari I, dan perekonomian itu tengah berada dalam kondisi
full employment, maka bisa dipastikan bahwa tengan terjadi kesenjangan di
tabungan negara tersebut.

2. Kesenjangan Devisa
Jika setiap unit investasi yang dilakukan oleh negara – negara berkembang
menyebabkan kenaikan impor sebesar m1, yakni pangsa impor marjinal (
marginal impor share ) di kebanyakan negara berkembang, pangsanya ini berkisar
dari 30 sampai 60 persen dan kecenderungan marjnal terhadap impor ( marginal
propensity to impor) akibat naiknya 1 unit PDB dengan parameter m2, maka
kesenjangan devisa itu dirumuskan sebagai berikut :

( m1- m2)I + m2Y- E < F…………………………………( 2 )

Simbol E melambangkan tingkat ekspor eksogen. Faktor F dalam kedua


ketidaksamaan diatas merupakan faktor krisis dalam analisis. Jika F,E dan Y
diberikan nilai secara eksogen (ditentukan dari luar), maka salah satu dari
ketidaksamaan diatas menjadi faktor penghambat investasi akan tertekan menjadi
lebih rendah oleh salah satu ketidaksamaan tersebut.
Dengan demikian penerapan rumus tersebut setiap negara akan dapat
diketahui masalah utamanya, apakah kesenjangan tabungan atau kesenjangan devisa.
Hal ini yang lebih penting menurut sudut analisis pinjaman luar negeri adalah
bahwasanya dampak peningkatan arus modal asing akan lebih besar di negara yang
tengah mengalami kesenjangan tabungan ( persamaan 1 ) daripada di negara yang
mengalami kesenjangan devisa ( persamaan 2 ). namun hal ini tidaklah berarti
bahwa negara negara yang mengalami kesenjangan tabungan tidak membutuhkan
utang luar negeri. Model dua kesenjangan inilah merupakan metodologi yang

9
bersifat garis besar untuk menentukan kebutuhan serta kemampuan relatif dari
masing- masing negara berkembang dalam mengunakan pinjaman luar negerinya
secara efektif. (Michael P. Todaro, 1998 : 169).

BAB III
PEMBAHASAN

A. Utang Luar Negeri, Pembiayaan Pembangunan, Beban Bunga dan Cicilan


Utang
Beberapa tahun sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, ssudah muncul
desakan kuat kepada pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar
negeri yang waktu itu dari tahun ke tahun semakin besar. Hal yang sama ditujukan
kepada sektor swasta , yang saat itu sangat longgar dalam meminjam dari pasar uang
internasional. Dilihat dari berbagai indikator yang ada, memang utang luar negeri
Indonesia tersebut sudah terlalu banyak (over borrowing)dan sudah membahaykan
perkembangan jangka panjang ekonomi Indonesia.
Belum keinginan untuk terealisasikannya utang, ledakan beban pembayaran
bunga dan cicilan utang tersebut sudah terjadi karena adanya lonjakan permintaan
valuta asing,khususnya dollar AS yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998,telah
mengakibatkan kemerosotannya nilai rupiah yang sangat signifikan. Sampai 2001,
nilai rupiah masih sangatrentan dan berfluktuasi sangat tajam, dan utang luar negeri
masih belum bisa dikendalikan.Krisis yang terjadi sejak 1997 telah menyebabkan
beban APBN dalam utang publik mencapai lebih dari 110 persen terhadap PDB.
Beban utang publik ini lebih separuhnya adalah utang dalam negeri (obligasi) yang
nilainya mencapai Rp 650 triliun untuk perbaikan sektor perbankan,serta utang luar
negeri yang jumlahnya mencapai US$ 75 miliar (Mulyani,2001).
Walaupun perekonomian nasional terus menanggung beban pembayaran
bunga dan cicilian utang masa lalu, pada saat yang sama pemerintah juga terus
mencetak utang-utang baru. Pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri untuk
menutupi defisit anggaran belanja negara (APBN). Pinjaman pemerintah tersebut
bukan hanya untuk membiayai pengeluaran pembangunan , bahkan pernah digunakan
untuk menutup defisit pengeluaran rutinnya. Pemerintah telah pula mengikatkan diri
dengan IMF untuk mengatasi krisis yang terjadi dengan meminjam secara bertahap
senilai US$ 43 miliar, disamping terus meminjam dari CGI dengan angka berkisar
US$ 5 miliar pertahun.
Masuknya arus uatng luar negeri ditengah utang lama yang belum mampu
dibayar, dan juga terus dinegosiasikan untuk menjadwalkan kembali
(reschedulling)kontrak yang sudah dibuat sebelumnnya menjadi suatu hal yang tidak
terelakan. Dari sisi pemerintah, dana segar berupa valuta asing dari luar negeri
tersebut bukan saja sangat penting untuk menutup defisit fiskal yang terjadi dalam
APBN, melainkan juga untuk mencegah terus merosotnya nilai mata uang rupiah
terhadap mata uang lainnya. Denga kata lain, ditengah krisis ekonomi dan usaha untuk
keluar dari krisis ini, indonesia semakin terjerat dalam jebakan dan ketergantungan
utang. Hal ini dapat menimbulkan masalah yyang sama dalam jangka panjang, yaitu
ekonomi kembali mengalami krisis, karena pada saat jatuh tempo nantinya semua

10
kewajiban tersebut tetap harus dibayar. Oleh karena itu, walaupun Indonesia saat ini
sangat membutuhkan bantuan luar negeri, manajemen utang harus sudah didesain
dengan melihat kemampuan membayar jangka panjangnya.

Pembiayaan Pembangunan
Sejak krisis ULN dunia pada awal 1980-an, masalah ULN yang dialami oleh
banyak NB tidak semakin baik, banyak NB semakin terjerumus ke dalam krisi ULN
sampai negara-negara pengutang besar terpaksa melakukan program-program
penyesuaian struktural terhadap ekonomi mereka atas desakan dari Bank Dunia dan
Dana Moneter Internasional (IMF), sebagai syarat utama untuk mendapatkan
pinjaman baru atau pengurangan terhadap pinjaman lama, (Tambunan, 2001).
Tingginya ULN dari banyak NB disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit :
a. Defisit transaksi berjalan (TB) atau bisa disebut dengan trade gap, yaitu
ekspor (X) lebih sedikit daripada impor (M).
b. Defisit investasi atau I-S gap, yaitu dana yang dibutuhkan untuk
membiayai investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada tabungan
nasional atau domestik (S).
c. Defisit fiskal (fiskal gap).
Dari faktor-faktor tersebut, defisit TB sering disebut didalam literatur sebagai
penyebab utama membengkaknya ULN dari bank NB. Besarnya defisit TB melibihi
surplus neraca modal (CA) (kalau salonya memang positif) mengkibatkan defisit
neraca pembayaran (BOP) yang berarti juga cadangan defisa (CD) dengan sendirinya
akan habis jika tidak ada sumber-sumber lain (misalnya modal investasidari luar
negeri), seperti yang dialami oleh negara-negara paling miskin di benua Afrika.
Padahal devisa sangat dibutuhkan terutama untuk membiayai impor barang-barang
modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi di dalam negeri.
Dari uraian diatas, dapat dimngerti bahwa defisit TB yang terjadi terus menerus
membuat banyak NB harus tetap bergantung pada pinjaman luar negeri (PLN),
terutama negara-negara yang kondisi ekonominya tidak menggairahkan investor-
investor asing sehingga sulit bagi negara-negara tersebut untuk mensubstitusikan PLN
dengan investasi, misalnya dalam bentuk penanaman modal asing (PMA).
Sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini tingkat ketergantungan Indonesia
pada ULN tidak pernah menyurut, bahkan mengalami akselerasi yang pesat sejak
krisis ekonomi 1997/1998 karena pada periode tersebut pemerintah Indonesia terpaksa
membuat utang baru dalam jumlah yang besar dari IMF untuk membiayai pemulihan
ekonomi. Pada masa normal selama pemerintahan Soeharto, ULN dibutuhkan
terutama untuk membiayi pembangunan, defisit investasi, defisit TB, dan beberapa
komponen dari sisi pengeluaran pemerintah di dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).

Beban Pembayaran
Sejak masa Orde Lama, sangat jelas utang luar negeri yang dibuat akan
menyulitkan pemerintah dalam membayarnya. Dengan tingkat kemampuan ekonomi
masyarakat yang sangat miskin, akumulasi utang pemerintah Orde Lama (selama 20
tahun) mencapai US$ 2,38 miliar. Jika dibandingkan dengan utang luar negeri yang
dibuat pada masa pemerintahan Soeharto,Habibie, ataupun Abdurahman Wahid
nilaiutang tersebut memang sangat kecil. Dari ketiga rezim terakhir ini, rata-rata
pertahun utang luar negeri yang dibuat pemerintah mencapai US$5 miliar. Namun
pada masa orde lama kapasitas ekonomi sangat rendah, dan lebih dari itu alokasi
penggunaan utang luar negeri tersebut banyak pada proyek-proyek mercusuar dan

11
membiayai anggaran untuk angkatan bersenjata, sehingga tidak menggerakan
ekonomi dan tidak menghasilkan devisa maupun langsung dan tidak langsung yang
sebetulanya sangat diperlukan untuk membayar kembali utang dari negara lain dan
lembaga-lembaga internasional, dari sinilah awal mula beban pembayaran dan
warisan hutang luar negeri Indonesia yang sampai saat ini dan entah kapan akan
terselesaikan.

Posisi Utang Luar Negeri


Posisi utang luar negeri Indonesia, menurut data Bank Indonesia, per januari
2001 mencapai US$ 140,2 miliar yang terdiri dari pinjaman pemerintah dan swasta.
Utang pemerintah sendiri mencapai US$ 74,2 miliar, termasuk dari IMF US$ 10,9
miliar dan pinjaman swatsa US$ 66 miliar. Sedangkan proyeksi dari PERC (Pacific
Ecinomic risk Consultancy) menunjukan dalam tahun 2001 total hutang luar negeri
Indonesia mencapai US$ 150 miliar, dan kewajiban membayar bunga dan cicilan
utang sebesar US$ 22 miliar. (Tabel 3.3)
Tabel 3.3
Berbagai Data Makro dan Proyeksi
Indikator 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Total ULN 128,94 136,17 146,80 147,60 149,80 150,00
(mil $)
Cicilan ULN 21,54 17,74 19,54 21,82 21,79 22,00
(mil $)
Kurs (akhir 2361 4460 8025 7085 9675 11500
tahun)
Sumber : PERC dikutip kompas 16 April 2001

Kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri ini sudah sangat
membebani anggaran belanja pemerintah. Sedangkan anggaran pemerintah tersebut
sumber penerimaannya sebagian besar berasal dari pajak yang ditarik dari masyarakat.
Dengan demikian, beban utang luar negeri pada akhirnya harus dibebankan pada
masyarakat luas, dalam bentuk pajak dan dan berbagai pungutan lainnya. Lebih dari
itu, pembayaran bunga dan cicilan utang tersebut berarti mengurangi dana
pembanguna yang tersedia. Akibatnya, aktifitas pembangunan terpaksa dikendurkan
untuk memenuhi kewajiban internasional tersebut. Demikian pula, fungsi alokasi dan
distibutif dari kewajiban fiskal menjadi berkurang, sebagai akibat alokasi sebagaian
besar dana untuk membayar bunga cicilan utang.

B. Perkembangan Utang Luar Negeri


Besarnya akumulasi ULN khususnya dari pemerintah, dan terutama sangat
terasa setelah krisis ekonomi 1997/1998, memaksa pemerintah Indonesia mengatur
secara khusus atau mengubah paradigma soal penanganan PLN di dalam Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004. Sejak itu, kebijakan fiskal yang menjadi
andalan bagi penerimaan pemerintah ditekankan untuk mengurangi ketergantungan
pemerintah terhdap ULN. GBHN 1999-2004 secara khusus membahas soal ULN
dalam empat butir yang tercakup dalam arah kebijakan bidang ekonomi, (Joedo,
2004).
Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara
berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala

12
umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah
sehingga tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai, sehingga jalan
alternatif lainnya ialah dengan menarik dana atau pinjaman dari luar negeri. Utang
luar negeri (foreign debt) mulai berkembang di Indonesia sejak pemerintah Indonesia
menganut sistem devisa bebas. Sejak bulan agustus 1971, sistem devisa bebas mulai
diterapkan di Indonesia. Pemerintah tidak lagi membatasi modal yang akan dibawa
masuk atau keluar negeri.
Grafik 3.3
Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia (US $ Juta)
180000
160000 Utang Luar Negeri
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
6 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10
1 98 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20

Utang Luar Negeri


Sumber :Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, (Berbagai Edisi) (Data diolah)

Dilihat dari grafik di atas utang luar negeri dari tahun 1986 hingga 2011
senantiasa perkembangan utang luar negeri masih dapat dikatakan dalam
keadaanstabil. Namun pada tahun 1997 hingga 2011 perkembangan utang luar negeri
senantiasa fluktuaktif dan nilai utang luar negeri tertinggi terjadi pada tahun 2011
yakni $154,505,9.
Utang luar negeri (foreign debt) pada dasarnya memiliki dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu penyebab utama
keterpurukan perekonomian Indonesia. Ini disebabkan karena semakin basarnya
beban utang luar negeri Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak
swasta asing yang harus ditanggung, ( Arwiny, 2011:41).
C. Sumber – sumber Pembiayaan ULN di Indonesia
Masalah ULN sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia, karena Indonesia sudah
mempunyai ULN bahkan semasa penjajahan Belanda. Namun, ULN baru menjadi
masalah serius setalah terjadi transfer negatif bersih pada pertengahan dekade 80-an,
yakni utang baru yang diterima lebih kecil daripada cicilan pokok dan bunganya yang
harus dibayar setiap tahun. Ini berati ULN yang baru sama sekali tidak bisa digunakan
sesuai tujuannya selain membayar sebagian cicilan pokok dan bunganya
(Samhadi,2006b).
Menurut catatan Samhadi (2006b), total ULN Indonsia pada akhir era Soekarno
sebesar 6,3 miliar dollar AS yang terdiri dari 4 milliar dolar AS yang dibuat pada
masa pemerintahan Belanda dan 2,3 miliiar dolar AS yang dibuat oleh pemerintah

13
Soekarno, dan membengkak menjadi 54 milliar dolar AS pada akhir pemerintahan
Soeharto. Utang-utang ini didapat dari berbagai sumber dari negara maupun
kelembagaan.

Tabel 3.4
Sumber-Sumber Pembiayaan ULN Indonesia
Lembaga Pendonor Negara Pendonor
IBRD (International Bank for Pemerintah Jepang
Reconstruction and Development)
ADB (Asian Development Bank) German

Perancis
JBIC (Japan Bank for International
Coorperation)
IGGI Korea Selatan
IMF Amerika Serikat
WORLD BANK
Sumber : Bank Indonesia (2008)

D. Upaya Mengurangi Beban Utang Luar Negeri


Sasaran pokok kebijakan fiskal setelah krisis ekonomi adalah mengurangi
ketergantungan pemerintah pada ULN atau menurunkan rasio utang terhadap PDB.
Cukup banyak simulasi yang menunjukkan bahwa pengurangan utang dari negara-
negara dengan jumlah ULN yang sangat besar memberi dampak positif bagi ekonomi.
Iyoha (1999) melakukan simulasi kebijakan untuk meneliti dampak dari skenario
alternatif stok utang yang dilakukan pada tahun 1986 terhadap investasi dan
pertumbuhan ekonomi dalam tahun-tahun berikutnya. Hasil yang ditunjukkan bahwa
pengurangan stok ULN mempunyai efek positif yang signifikan pada investasi. Hasil
ini mendemonstrasikan bahwa penghapusan utang ULN bisa memberikan stimulus
yang dibutuhkan untuk pemulihan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Upaya mengurangi beban ULN dapat dilakukan dengan 4 cara:
1) Pengurangan/pemotongan, penundaan, penjadwalan ulang pembayaran
cicilan pokok, dan bunga utang
2) Konversi utang
3) Melunasi lebih awal utang jangka pendek
4) Meminta penghapusan utang yang masih ada
Cara 1s.d 3 merupakan strategi jangka pendek. Pada era reformasi, Presiden
Megawati yang pertama kali meminta dalam pidato kenegaraan 16 agustus 2004 agar
IMF bersedia memprakarsai penjadwalan ulang pembayaran cicilan ULN Indonesia
supaya tersedia lebiih banyak dana yang sangat dibutuhkan untuk membiayai
pembangunan berbagai proyek atau/dan program peningkatan kesejehteraan
masyarakat. Sementara itu, cara 4 adalah mengurangi ketergantungan pada ULN atau,
mengurangi pembuatan utang baru. Ini merupakan strategi jangka panajng, karena
mengurangi ketergantungan pada ULN memerlukan waktu yang tidak pendek. Hal ini
disebabkan mencari sumber-sumber alternatif bukan hal yang mudah.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertama, beban ULN pemerintah Indonesia semakin besar dan modal asing yang
masuk di Indonesia merugikan investor lokal. Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya
porsi beban ULN didalam APBN dan masuknya modal asing dalam anggaran belanja
negara. Bahkan salah satu penyebab krisis ekonomi 1997/1998 yang dipici oleh
anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah meningkatnya secara signifikan
biaya ULN pemerintah dan swasta dalam rupiah yang membuat banyak perusahaan
besar (konglomerat) bangkrut dan keuangan pemerintah jebol. Akhirnya pemerintah
Indonesia terpaksa memanggil IMF untuk penyelamatan.
Kedua, hingga saat ini Indonesia tetap saja masih tergantung pada ULN dan
modal asing. Jika Indonesia selama ini betul-betul diuntungkan oleh adanya ULN,
sudah lama Indonesia mandiri seperti Korea Selatan. Pada awal pembangunannya
selama dekade 50-an dan 60-an, Korea juga sangat bergantung pada ULN khususnya
dari AS, tetapi sekarang bahkan sudah masuk didalam klub negara-negara donor.
Kita harus terus meminjam dari luar negeri untuk membiayai pembayaran
kepada pihak luar negeri. Kita terus meminjam dari luar negeri untuk dapat membayar
cicilan utang luar negeri, bunga utang luar negeri dan keuntungan investasi asing yang
ditransfer ke luar negeri. Dalam situasi seperti ini, kita sebetulnya berada dalam suatu
ekonomi tutup lubang gali lubang. Bisa dilihat bahwa secara pukul rata hampir
seluruh nya kita gunakan untuk pembayaran kepada pihak-pihak asing. kita
sebetulnya sadar atau tidak sadar bekerja untuk pihak asing. Ini sungguh merupakan
sesuatu yang menyedihkan sebagai bangsa yang berdaulat dan politis merdeka.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al Maulidi, Iqbal. “Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1990-2011” Jurnal Ilmiah, Juni
2013.
Anoraga Pandji, (1995), Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Pustaka
Jaya,Jakarta.
Arief Sritua dan Sasono Adi, (1987), Modal Asing, Beban Utang Luar Negeri dan Ekonomi
Indonesia, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Majid, Khairin. “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (ULN) dan Penanaman Modal Asing
terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1986-2011”, Jurnal Ilmiah,
Maret 2013.
TambunanT. Tulus, (2008), Pembangunan Ekonomi & Utang Luar Negeri, Rajawali Pers,
Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai