Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
Kelas : F2
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung
atau dapat memiliki hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari manusia (recht person)
dan badan hukum (naturlijk person). Subjek hukum memiliki kedudukan dan peranan
yang sangat penting dalam bidang hukum yang dapat mempunyai wewenang hukum.
Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan
dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum (hak), karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh
subjek hukum. Menurut istilah ilmu hukum, objek hukum disebut pula “benda atau
barang”, sedangkan benda atau barang menurut hukum adalah segala sesuatu dan hak
yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomi.
BAB II
Pembahasan
A. Hubungan Etika dan Hukum
sebagian orang berasumsi bahwa hukum hanya merupakan seperangkat aturan yang
diterapkan dalam aktivitas. Mereka berasumsi, hanyalah hukum yang merupakan
pedoman yang relevan bukan etika.
hukum dan etika merupakan dua wilayah yang berbeda. Hukum berlaku dalam
kehidupan masyarakat, dimana etika merupakan sesuatu yang bersifat pribadi. Hukum
secara jelas didefinisikan seperangkat aturan yang mengikat yang diterapkan kepada
setiap orang, sedangkan etika merupakan opini yang bersifat pribadi yang mengarahkan
kehidupan kita sendiri. Sebagai bentuk dari kontrol sosial, hukum memiliki berbagai
keunggulan jika dibandingkan dengan etika. Hukum menyediakan aturan yang tepat dan
terinci dibandingkan etika dan aparat penegak hukum tidak hanya melaksanakan aturan-
aturan tersebut dengan kekuasaan dari pemerintah tetapi juga menginterpretasikan ketika
kalimatnya tidak jelas.
Di negara dimana sistem hukumnya telah sangat maju, hukum merupakan aturan yang
relatif lengkap untuk kegiatan bisnis. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan etika
(unethical) adalah tidak sah (illegal). Sebaliknya di negara dimana sistem hukumnya
belum begitu maju, etika merupakan sumber utama sebagai pedoman, bukan hukum.
Etika diperlukan tidak hanya karena berbagai situasi yang tidak dicakup oleh hukum
tetapi juga sebagai pedoman untuk menciptakan hukum yang baru.
Jika seorang pemimpin hanya mempertimbangkan dari aspek hukum saja dalam
membuat suatu keputusan. Maka hal ini tidak hanya salah tetapi juga sangat berbahaya.
Pemimpin harus mempertimbangkan baik dari aspek etika maupun hukum dalam
membuat suatu keputusan dikarenakan beberapa alasan, antara lain adalah sebagai
berikut:
Pertama, hukum tidak mengatur tentang segala aspek aktivitas bisnis. Belum tentu
segala sesuatu yang tidak sesuai dengan moral (immoral) adalah tidak sah (illegal).
Menuntut yang berlebihan kepada anak buah dan mencerca secara tidak pantas kepada
seorang pegawai adalah tindakan yang merupakan objek dari etika, namun hal itu bukan
dari objek hukum.
Ketiga, hukum itu sendiri sering menggunakan konsep-konsep moral yang tidak
didefinisikan secara jelas, sehingga hal ini tidak memungkinkan dalam berbagai kejadian
dapat mengerti hukum tanpa mempertimbangkan permasalahan yang bersifat moral.
Keempat, hukum itu sendiri kadangkala tidak pasti, sehingga untuk menetapkan
apakah suatu tindakan adalah legal/sah harus diputuskan oleh pengadilan. Dan dalam
membuat suatu keputusan, pengadilan sering berpedoman pada pertimbangan moral.
Sebagian besar para pemimpin berpikir bahwa mereka adalah termasuk orang yang
memiliki etika, namun sebagian dari mereka masih bertanya apakah etika relevan
terhadap peran mereka sebagai seorang pemimpin. Merupakan suatu hal yang penting
bagi mereka yang terlibat dalam bisnis untuk bertindak sesuai dengan etika, tetapi
menjadikan etika sebagai dasar dalam bisnis adalah tidak berbeda dengan menjadikan
etika sebagai dasar dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian seorang
pemimpin hendaknya merupakan seorang yang menjunjung tinggi etika dalam setiap
langkahnya.
Meskipun tidak ada etika secara khusus dalam bisnis, peristiwa-peristiwa yang
muncul dalam bisnis ternyata tidak dengan mudah untuk diatasi dengan menggunakan
aturan-aturan etika. Untuk itu pemimpin tingkat atas memiliki tanggung jawab untuk
menciptakan dan memelihara iklim perusahaan yang sesuai dengan etika sehingga dapat
melindungi organisasi terhadap tindakan yang bertentangan dengan etika dan melawan
hukum yang dilakukan oleh para anggotanya.
Hampir semua orang di negeri ini sangat geram saat melihat seseorang yang sudah
jelas dan nyata bersalah, namun harus dibebaskan begitu saja karena prosedural formal
hukum yang tidak memadai, atau bahkan karena ketidakmampuan peradilan menyentuh
orang-orang yang memiliki power, dalam bentuk kuasa ataupun uang. Berulang kali kita
harus menyaksikan politikus-politikus korup yang melanggeng bebas dari jeratan hukum,
bahkan semakin kokoh dipuncak karir politiknya, padahal jelas dan nyata sekali
melakukan pelanggaran etik dan hukum yang tidak sepele.
Namun, konteks ini belum terjadi di Indonesia, seorang pejabat negara hanya akan
meninggalkan jabatannya hanya apabila menurut undang-undang/peraturan dia harus
diberhentikan. Tidak berpengaruh pada seberat apapun pelanggaran etik yang dia lakukan
atau seberapa banyak ia melakukan pelanggaran etik, jika dalam aturan tidak secara jelas
menyatakan dia harus diberhentikan, selamanya dia tidak akan berhenti. Sekali lagi, kasus
yang paling aktual untuk dijadikan contoh adalah yang menimpa ketua MK, AH.
Meskipun telah berkali-kali melakukan pelanggaran etik yang secara substansial sangat
berat, namun ia tetap memilih mempertahankan jabatannya dibanding derajad
kemanusiaannya.
BAB III
Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
Perilaku yang etis merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu organisasi
secara jangka panjang. Berdasarkan argumen makro menyatakan bahwa pentingnya
etika dalam suatu sistem. Perilaku yang tidak etis akan menyebabkan distorsi sistem,
yang pada akhirnya terjadinya ketidakefisienan dalam pengalokasian sumber daya.
Sedangkan argumen mikro memandang pentingnya sebagai individual.
Perilaku yang tidak etis akan menyebabkan menurunnya kinerja dalam jangka
panjang. Perilaku yang sesuai dengan etika (Ethical Behavior) adalah perilaku yang
sesuai dengan peraturan (rules) atau standar untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang
benar atau sesuai dengan moralitas (morality). Etika dapat diartikan seperangkat
aturan yang menjadi pedoman atau standar bagi setiap orang atau masyarakat apakah
suatu tindakan adalah benar dan salah atau baik dan buruk.
B. Saran
Saran Yang dapat kami sampaikan adalah tiap – tiap pemimpin bisa dengan lebih
memamhami dan mendasari suatu kebijakan dengan fondasi hukum yang berlaku
ditengah – tengah masyarakat tanpa melupakan etika yang ada untuk memastikan
kebijakan tersebut dapat berjalan seperti yang telah direncanakan.
Daftar Pustaka
Abuddin Nata, 2012, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Raja Grafindo.
K. Bertenz, 2007, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Muhammad Alfan, 2011, Filsafat Etika Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Hamzah Ya’kub, 1993, Etika Islam: Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV,
Diponegoro.
Choirul Huda, 1997, Etika Bisnis Islam, Jakarta: Majalah Ulumul Qur’an.
Titik Triwulan Tutik, 2014, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:
Kencana.