ETIKAADMINISTRASI
PUBLIK DENGAN KONDISI
NEGARA INDONESIA DARI
SEGI SISTEM DAN SOCIETY
Etika berasal dari bahasa Yunani:
etos, yang artinya kebiasaan atau watak,
sedangkan moral berasal dari bahasa Latin:
mos (jamak: mores) yang artinya cara
hidup atau kebiasaan. Dari isyilah ini
muncul pula istilah morale atau moril,
tetapi artinya sudah jauh sekali dari
pengertian asalnya.Moril bisa berarti
semangat atau doronganbatin. Disamping
itu terdapat istilah norma yang berasal dari
bahasa Latin. (norma: penyiku atau
pengukur), dalam bahasa inggris norma
berarti aturan atau kaidah. Dalam
kaitannya dalam prilaku manusia, norma
digunakan sebagai pedoman atau haluan
bagi perilaku yang seharusnya dan juga
untuk menakar atau menilai sebelum ia
dilakukan.
Moral merujuk kepada tingkah laku
yang bersifat spontan seperti rasa kasih,
kemurahan hati, kebesaran jiwa, yang
kesemuanya
tidak
terdapat
dalam
peraturan-peraturan hukum, sedangkan
moralitas mempunyai makna yang lebih
khusus sebagai bagian dari etika. Moralitas
berfokus pada hukum-hukum dan prinsip
abstrak dan bebas. Orang yang telah
mengingkari janji yang diucapkannya
dapat dianggap sebagai orang yang tidak
dipercaya atau tidak etis, tetapi bukan
berarti tidak bermoral, namun menyiksa
anak disebut tindakan tidak bermoral.
Secara Epistimologis etika dan
moral memiliki kemiripan, namun sejalan
kepada
Sosial
dan
3. Mengusahakan
Umum
Kesejahteraan
ETIKA
ADMINISTRASI
DALAM
PRAKTIKNYA
Etika merupakan seperangkat nilai
sebagai pedoman, acuan, referensi, acuan,
penuntun apa yang harus dilakukan dalam
menjalankan tugasnya, tapi juga sekaligus
berfungsi sebagai standar untuk menilai
apakah sifat, perilaku, tindakan atau sepak
terjangnya dalam menjalankan tugas
dinilai baik atau buruk. Oleh karenanya,
dalam etika terdapat sesuatu nilai yang
dapat memberikan penilaian bahwa
sesuatu tadi dikatakan baik, atau buruk.
Pemikiran tentang etika berlangsung
pada tiga aras: (1) filosofik, (2) sejarah,
dan (3) kategorial. Pada aras filosofik,
etika dibahas sebagai bagian integral
Filsafat,
disamping
metafisika,
Epistemologi, Estetika, dan sebangsanya.
tidak
transparan
dan
merugikan
masyarakat. Keuangan negara pun rusak
karena penyelenggaraan anggaran yang
tidak berlandaskan etika administrasi
negara, praktek korupsi ada dimana-mana,
akuntabilitas publik pun menjadi sesuatu
yang sangat dipertanyakan keberadaannya,
kalau sudah begitu maka hubungan
masyarakat pun tidak akan berjalan dengan
baik.
Masyarakat sudah mengalami
krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Penyelenggaraan
negara
terlihat
berlangsung dengan kacau, itu semua
disebabkan karena pengabaian terhadap
etika administasi negara.
Dengan melihat kenyataan tersebut,
perlu adanya kesadaran baik dari
pemerintah
yang
menyelenggarakan
kegiatan negara, maupun dari masyarakat
yang semestinya dilayani dengan baik oleh
negara, keberadaan sistem sensor, praktek
organisasi, praktek manajemen, praktek
kepegawaian tidak dapat terlepas dari
keberadaan etika administrasi negara.
Ketika
eksistensi
etika
tersebut
dipertanyakan, maka semua komponen
negara pun akan menjadi tak jelas
berhaluan kemana atau kemana arah dan
tujuannya.
Kecurangan
ini
kemudian
berdampak pada perbekalan, karena
dengan sumber daya manusia yang kurang
berkualitas maka selanjutnya akan dinilai
tentang cukup atau tidaknya perbekalan
yang telah diberikan. Sama halnya dengan
ketatausahaan, tanpa etika administrasi
negara, ketatausahaan akan berlangsung
OECD
dan
World
Bank
mensinonimkan good governance dengan
penyelenggaraan
manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi yang langka, dan
KARAKTERISTIK
GOOD GOVERNANCE
DALAM
MENATA
ULANG
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
5. Consensus
Orientation. Good
governance menjadi
perantara
kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik
dalam hal kebijakan maupun
prosedur.
Berdasarkan
definisi
tersebut
UNDP
kemudian
mengajukan
karakteristik good governance yang saling
memperkuat dan tidak dapat berdiri
sendiri, sebagai berikut :
1. Participation. Setiap warga negara
mempunyai
suara
dalam
pembuatan keputusan, baik secara
langsung
maupun
melalui
intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibangun atas
dasar kebebasan berassosiasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara
konstruktif.
dan
untuk
7. Accountability. Para
pembuat
keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada
publik dan lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada
organisasi dan sifat keputusan yang
dibuat, apakah keputusan tersebut
untuk kepentingan internal atau
eksternal organisasi.
8. Strategic vision. Para pemimpin
dan publik harus mempunyai
perspektifgood
governance dan
pengembangan manusia yang luas
serta jauh ke depan sejalan dengan
apa yang diperlukan untuk
pembangunan semacam ini.
Atas dasar uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan
bahwa
wujud good
governance adalah
penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif, dengan menjaga kesinergisan
ineraksi yang konstruktif diantara ketiga
domain; negara, sektor swasta dan
PERILAKU
BIROKRASI
PEMERINTAHAN
Perilaku birokrasi jauh berbeda jika
dipahami dalam hubungan pemerintahan.
Hubungan birokratik tidak sama dengan
hubungan pemerintahan. Ketika Birokrasi
Pemerintahan bertindak keluar, terjadilah
hubungan birokratik pemerintahan, tetapi
MAL-ADMINISTRASI
Dalam era reformasi, banyak mal
praktik pada tubuh birokrasi yang selama
era orde baru terjadi diblejeti satu persatu
oleh masyarakat, baik mal-praktek dalam
bentuk
korupsi,
kolusi,
maupun
nepotisme .KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme) merupakan tindakan yang
menyimpang hukum dan biasanya pada
kasus-kasus
ini
terdapat
banyak
penyimpangan serta penyelewengan pada
law enforcement, hal ini sangat besar
kemungkinan pada etika adaministrasi
negara dalam revitalisasi manajemen
pemerintahan dalam rangka upaya
penataan ulang pemerintahan Indonesia
yang
tidak
sesuai
dengan
good
governance. Pada kenyataan nya Law
enforcement
dalam
manajemen
pemerintahan
di
Indonesia
sangat
diabaikan sehingga akan sangat menjadi
ancaman bagi manajemen pemerintahan
dalam upaya menata ulang manajemen
pemerintahan yang sehat dan dapat
meminimalisir terjadinya birokatologi dan
mal administrasi.Sebenarnya apakah yang
menjadi landasan dasar yang dapat
menjadi aacuan, pedoman, dan referensi
dalam
melaksanakan
manajemen
pemerintahan yang baik dan sehat serta
Satu
Bentuk
Mal-
E. Etika Birokrasi:
Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Tindakan
korupsi,
kolusi
dan
nepotisme bisa muncul kapan dan
dimanapun sepanjang jalan terjadi
pertemuan antara niat dan kesempatan,
seperti apa yang telah dikemukakan
terdahulu. Tindakan korupsi, kolusi dan
nepotisme bisa terjadi baik pada birokrasi
publik tingkat tinggi, menengah maupun
rendahan. Oleh karenanya untuk mencegah
atau mengatasi tindakan korupsi, kolusi,
dan nepotisme pada tubuh birokrasi publik
harus
berupaya
untuk
tidak
mempertemukan
antara
niat
dan
kesempatan tadi. Salah satu upaya untuk
mencegah tidak bertemunya antara niat
dan kesempatan tadi adalah menjunjung
tinggi dan menegakkan etika birokrasi
pada jajaran birokrasi publik.
Nilai-nilai
etika
birokrasi
tadi
sebagaimana digambarkan diatas, jika
betul-betul sudah menjadi suatu norm
yang harus diikuti dan dipatuhi bagi
birokrasi publik dalam menjalankan tugas
oleh
nilai-nilai
keimanan
keagamaan ,baru kemudian
birokrasi, dan yang terakhir
kontrol eksternal dalam wujudnya
pengawasan, baik, pengawasan
dan
etika
adalah
adanya
politik,
fungsional,
maupun
pengawasan
masyarakat. Ketiganya harus dilaksanakan
secara bersamaan agar KKN bukan saja
dapat dicegah namun dapat juga
diberantas.