Anda di halaman 1dari 16

PAPER MATA KULIAH

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK


ARI YANTO/16023027

ETIKAADMINISTRASI
PUBLIK DENGAN KONDISI
NEGARA INDONESIA DARI
SEGI SISTEM DAN SOCIETY
Etika berasal dari bahasa Yunani:
etos, yang artinya kebiasaan atau watak,
sedangkan moral berasal dari bahasa Latin:
mos (jamak: mores) yang artinya cara
hidup atau kebiasaan. Dari isyilah ini
muncul pula istilah morale atau moril,
tetapi artinya sudah jauh sekali dari
pengertian asalnya.Moril bisa berarti
semangat atau doronganbatin. Disamping
itu terdapat istilah norma yang berasal dari
bahasa Latin. (norma: penyiku atau
pengukur), dalam bahasa inggris norma
berarti aturan atau kaidah. Dalam
kaitannya dalam prilaku manusia, norma
digunakan sebagai pedoman atau haluan
bagi perilaku yang seharusnya dan juga
untuk menakar atau menilai sebelum ia
dilakukan.
Moral merujuk kepada tingkah laku
yang bersifat spontan seperti rasa kasih,
kemurahan hati, kebesaran jiwa, yang
kesemuanya
tidak
terdapat
dalam
peraturan-peraturan hukum, sedangkan
moralitas mempunyai makna yang lebih
khusus sebagai bagian dari etika. Moralitas
berfokus pada hukum-hukum dan prinsip
abstrak dan bebas. Orang yang telah
mengingkari janji yang diucapkannya
dapat dianggap sebagai orang yang tidak
dipercaya atau tidak etis, tetapi bukan
berarti tidak bermoral, namun menyiksa
anak disebut tindakan tidak bermoral.
Secara Epistimologis etika dan
moral memiliki kemiripan, namun sejalan

dengan perkembangan ilmu dan kebiasaan


dikalangan cendekiawan ada pergeseran
arti. Etika cenderung dipandang sebagai
suatu cabang ilmu dalam filsapat yang
mempelajari nilai baik dan buruk manusia.
Sedangkan moral adalah hal-hal yang
mendorong manusia untuk melakukan
tindakan yang baik sebagai kewajiban atau
norma.
Etika administrasi Negara yaitu
bidang pengetahuan tentang ajaran moral
dan asas kelakuan yang baik bagi para
administrator
pemerintahan
dalam
menunaikan tugas pekerjaannya dan
melakukan tindakan jabatannya. Bidang
pengetahuan ini diharapkan memberikan
berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman
perilaku, dan kebijakan moral yang dapat
diterapkan oleh setiap petugas guna
terselenggaranya pemerintahan yang baik
bagi kepentingan rakyat.
Sebagai suatu bidang studi,
kedudukan etika administrasi negara untuk
sebagian termasuk dalam ilmu administrasi
Negara dan sebagian yang lain tercakup
dalam lingkungan studi filsafat. Dengan
demikian etika admistrasi Negara sifatnya
tidak lagi sepenuhnya empiris seperti
halnya ilmu administrasi, melainkan
bersifat
normatif.
Artinya
etika
administrasi Negara berusaha menentukan
norma mengenai apa yang seharusnya
dilakukan oleh setiap petugas dalam
melaksanakan fungsinya da memegang
jabatannya.
Etika administrasi Negara karena
menyangkut
kehidupan
masyarakat,
kesejahteraan rakyat, dan kemajuan bangsa
yang demikian penting harus berlandaskan
suatu ide pokok yang luhur. Dengan
demikian, etika itu dapat melahirkan asas,

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

standar, pedoman, dan kebajikan moral


yang luhur pula. Sebuah ide agung dalam
peradaban manusia sejak dahulu sampai
sekarang yang sangat tepat untuk menjadi
landasan ideal bagi etika administrasi
Negara adalah Keadilan, dan memang
inilah yang menjadi pangkal pengkajian
Etika
Admnistrasi
Negara,
untuk
mewujudkan keadilan.
Adapun secara substantif Bidang
Studi Etika Administrasi Negara diadakan
untuk mengetahui beberapa hal berikut :
Tujuan ideal administrasi
Ciri-ciri administrasi yang baik
Penyalahgunaan wewenang yang
terjadi pada administrator
Perbandingan bentuk-bentuk administrasi
yang baik dan buruk Ada 3 prinsip yang
harus dipegang agar sebuah Administrasi
dapat dikatakan baik yakni:
1. Prinsip
Pelayanan
Masyarakat

kepada

Prinsip utama prinsip demokrasi


adalah asas kedaulatan rakyat. Asas
kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa
rakyatlah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi dalam pemerintahan negara,
dari sini dapat dipahami bahwa
pemerintah
ada
memang
untuk
memberi pelayanan kepada masyarakat.
2. Prinsip
Keadilan
Pemerataan

Sosial

dan

Prinsip ini berhubungan dengan


distribusi pelayanan yang harus sesuai,
tidak pilih kasih dan relatif merata di
seluruh wilayah sebuah negara/
pemerintahan.

3. Mengusahakan
Umum

Kesejahteraan

Maksudnya adalah setiap pejabat


pemerintah harus memiliki komitmen
dan untuk peningkatan kesejahteraan
dan bukan semata mata karena diberi
amanat atau dibayar oleh negara
melainkan karena mempunyai perhatian
yang tulus terhadap kesejahteraan
warga negara pada umumnya.
4. Lingkup Etika Administrasi Negara
Persoalan-persoalan etis yang dibahas
dalam
etika
Administrasi
yang
sekaligus menjadi ruang lingkup dari
Etika Administrasi itu sendiri menurut
J. Alder antara lain :
Apakah
ukuran-ukuran
dari
administrasi yang baik ?
Apakah
sifat
dasar
dari
administrasi yang jelek ?
Apakah
ada
bentuk/model
Administrasi yang baik atau jelek?
Apakah keberhasilan administrasi
ditentukan oleh tujuan yang ingin
dicapai, yaitu efisiensinya dalam
melaksanakan tugas?
Dari sini dapat diketahui bahwa lingkup
Etika Administrasi Negara adalah pada
penentuan
nilai
dalam proses administrasiPembicaraan
tentang kode etik bagi orang-orang yang
bekerja dalam tugas-tugas administrasi
negara barangkali membawa masalah
tentang arti dari kode etik itu sendiri.
Mengingat bahwa kode etik biasanya
dikaitkan dengan suatu kode khusus.
Kedudukan etika administrasi negara
berada diantara etika profesi dan etika
politik sehingga tugas administrasi negara
tetap memerlukan perumusan kode etik

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

yang dapat dijadikan sebagai pedoman


bertindak bagi segenap aparat publik. Hal
yang pertama-tama perlu diingat ialah
bahwa kkode etik tidak membebankan
sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode
etik dirumuskan dengan asumsi bahwa
tanpa sanksi-sanksi atau hukuman dari
pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah
dan kendali untuk menjauhi larangan
dalam kode etik bukan dari sanksi fisik
melainkan dari rasa kemanusiaan, harga
diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis.
Kode etik juga merupakan hasil
kesepakatan atau konvensi suatu kelompok
sosial. Kode etik adalah persetujuan
bersama, yang timbul dari diri anggota itu
sendiri
untuk
lebih
mengarahkan
perkembangan mereka, sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang diharapkan.Dengan
demikian pemakaian kode etik tidak
terbatas pada organisasi-organisasi yang
personilnya memiliki keahlian khusus.
Pelaksanaan kode etik tidak terbatas
padakaum profesi karena sesungguhnya
setiap jenis pekerjaan dan setiap jenjang
keputusan
mengandung
konsekuensi
moral.
Kode etik bisa menjadi sarana
untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi karena bagaimanapun juga
organisasi hanya akan dapat meraih
sasaran-sasaran akhirnya kalau setiap
pegawai yang bekerja didalamnya
memiliki aktivitas dan perilaku yang baik.
Mengenai rumusan eksplisit kode etik
yang berlaku bagi setiap pegawai atau
pejabat pemerintah, ada banyak sumber
formal. Salah satunya yang sering disebut
ketentuan mengenai Sapta Prasetya
KORPRI.
Keputusan
Musyawarah
Nasional KORPRI yang ketiga, No.Kep-

05/MUNAS/1998 tanggal 1 Juni 1998


tentang penyempurnaan kode etik Korps
Pegawai Republik Indonesia. Seorang
pegawai atau pejabat akan mengucapkan
atau menghapal sumpah jabatan dengan
mudah.
Namun,
perenungan,
pengkhayatan, serta pengalaman dari apa
yang mereka ucapkan itu yan lebih
penting. Unsur-unsur etis yang langsung
menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang
pegawai dapat dilihat dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1979 tentang
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil. Ada delapan unsur penilaian
pegawai yaittu: Kesetiaan, prestasi kerja,
tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja
sama, prakarsa, kepemimpinan.

ETIKA
ADMINISTRASI
DALAM
PRAKTIKNYA
Etika merupakan seperangkat nilai
sebagai pedoman, acuan, referensi, acuan,
penuntun apa yang harus dilakukan dalam
menjalankan tugasnya, tapi juga sekaligus
berfungsi sebagai standar untuk menilai
apakah sifat, perilaku, tindakan atau sepak
terjangnya dalam menjalankan tugas
dinilai baik atau buruk. Oleh karenanya,
dalam etika terdapat sesuatu nilai yang
dapat memberikan penilaian bahwa
sesuatu tadi dikatakan baik, atau buruk.
Pemikiran tentang etika berlangsung
pada tiga aras: (1) filosofik, (2) sejarah,
dan (3) kategorial. Pada aras filosofik,
etika dibahas sebagai bagian integral
Filsafat,
disamping
metafisika,
Epistemologi, Estetika, dan sebangsanya.

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

Pada aras sejarah, etika dipelajari sebagai


etika masyarakat tertentu pada zaman
tertentu, misalnya Greek and GraecoRoman
Ethics,
Mediaeval
Ethics,
sedangkan etika pada aras kategorial
dibahas sebagai etika profesi, etika
jabatan, dan etika kerja. Sebagai bagian
etika, Etika pemerintahan terletak pada
aras kategorial, sedangkan sebagai bagian
Ilmu
Pemerintahan,
pada
aras philosophical.
Etika
menurut Bertens (1977)
seperangkat nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan dari
seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.Sedangkan
Darwin (1999) mengartikan Etika adalah
prinsip-prinsip moral yang disepakati
bersama oleh suatu kesatuan masyarakat,
yang menuntun perilaku individu dalam
berhubungan dengan individu lain
masyarakat. Selanjutnya Darwin (1999)
juga
mengartikan
Etika
Birokrasi
(Administrasi Negara) adalah sebagai
seperangkat nilai yang menjadi acuan atau
penuntun bagi tindakan manusia dalam
organisasi. Dengan mengacu kedua
pendapat ini, maka etika mempunyai dua
fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman,
acuan, referensi bagi administrasi negara
(birokrasi publik) dalam menjalankan
tugas
dan
kewenangannya
agar
tindakannya dalam birokrasi sebagai
standar penilaian apakah sifat, perilaku,
dan tindakan birokrasi publik dinilai abik,
buruk, tidak tercela, dan terpuji.
Seperangkat nilai dalam etika birokrasi
yang dapat digunakan sebagai acuan,
referensi, penuntun, bagi birokrasi publik
dalam menjalan tugas dan kewenangannya
antara lain, efisiensi, membedakan milik
pribadi dengan milik kantor, impersonal,

merytal system, responsible, accountable,


dan responsiveness.
Akuntabilitas administrasi negara
dalam pengertian yang luas melibatkan
lembaga-lembaga publik (Agencies) dan
birokrat untuk mengendalikan bermacammacam harapan yang berasal dari dalam
dan dari luar organisasinya. Strategi untuk
mengendalikan
harapan-harapan
dari
akuntabilitas administrasi publik tadi akan
melibatkan dua faktor kritis, yaitu
bagaimana kemampuan mendefinisikan
dan mengendalikan harapan-harapan yang
diselenggarakan
oleh
manajemen
pemerintahan. Kedua derajat kontrol
keseluruhan terhadap harapan-harapan
yang telah didefiniskan para birokrat tadi.
Begitu pula dengan etos kerja dan
etika administrasi negara. Etos kerja
merupakan masalah penting karena
masalah ini agaknya masih menjadi titik
kelemahan dalam upaya mencapai
produktivitas pejabat publik yang tinggi.
DanEtika administrasi negara merupakan
salah satu wujud kontrol terhadap
administrasi negara dalam melaksanakan
apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan
kewenangannya. Manakala administrasi
negara menginginkan sikap, tindakan dan
perilakunya dikatakan baik, maka dalam
menjalankan tugas pokok, fungsi dan
kewenangannya harus menyandarkan pada
etika
administrasi
negara.
Etika
administrasi negara disamping digunakan
sebagai pedoman, acuan, referensi
administrasi negara dapat pula digunakan
sebagai standar untuk menentukan sikap,
perilaku,
dan
kebijakannya
dapat
dikatakan baik atau buruk.
Akhirnya, persoalan kode etik menjadi
pelengkap yang penting dalam kajian etika

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

administrasi. Unsur-unsur administrasi


negara bukan hanya pejabat-pejabat yang
memiliki otoritas tinggi untuk membuat
keputusan strategis tetapi juga aparataparat teknis yang langsung berhadapan
dengan tugas-tugas yang sangat teknis.
Oleh karena itu, kode etik atau kode-kode
etik administrasi juga berlaku bagi pejabatpejabat yang membidangi pekerjaanpekerjaan operasional, ketatausahaan, atau
administrasi dalam arti sempit.
Karena
masalah
etika
negara
merupakan standar penilaian etika
administrasi negara mengenai tindakan
administrasi negara yang menyimpang dari
etika
administrasi
negara
(mal
administrasi)
dan
faktor
yang
menyebabkan timbulnya mal administrasi
dan
cara
mengatasinya. Law
enforcement sangat membutuhkan adanya
akuntabilitas dari birokrasi dan ma ajemen
pemerintahan sehingga penyimpangan
yang akan dilakukan oleh birokrat-birokrat
dapat terlihat dan ter-akuntable dengan
jelas sehingga akan memudahakan law
enforcement yang baik pada reinventing
government dalam upaya menata ulang
manajemen pemerintahan Indonesia yang
sehat dan berlandaskan pada prinsipprinsip good governance dan berasaskan
nilai-nilai etika administrasi.
Banyak fakta yang menunjukan bahwa
hasil-hasil pembangunan itu belum
dirasakan secara merata oleh seluruh
rakyat.
Disamping
hak-hak
asasi,
partisipasi rakyat, dan keterbukaan
sekarang juga menjadi isu yang
dipersoalkan banyak pihak. Tampaklah
bahwa perkembangan situasi politik,sosial
dan budaya serta dinamika masyarakat
tentang sistem administrasi pemerintahan
yang ideal. Akan tetapi, di atas semua itu
sesungguhnya masih dapat ditemukan

dasar-dasar bagi sistem pemerintahan yang


secara umum dianggap sebagai sistem
pemerintahan yang baik. Walaupun
interpretasi dan pendapat individual
mempengaruhi wujud pemerintahan yang
didambakan oleh masyarakat, namun
landasan pemikiran yang disepakati oleh
sebagian besar masyarakat akan dapat
dipakai sebagai pedoman.
Pada
kepemerintahan
yang
bersih (clean good governance) terkait
dengan
Law
enforcement dalam
menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang
yang diberikan kepadanya, mereka tidak
melakukan
tindakan-tindakan
yang
menyimpang dari etika Administrasi
publik (mal administration) yang akan
mengabaikan Law
Enforcement pada
penataan ulang pemerintahan di Indonesia.
Sehingga
pada
tujuan Law
Enforcement terdapat :
1. Birokratbirokrat pemerintah dari
pemerintahan, yang ditentukan oleh
kualitas sumber daya aparaturnya.
2. Perimbangan kekuasaan yang
mencerminkan
sistem
pemerintahan
yang
harus
diberlakukan.
3. Kelembagaan yang dipergunakan
oleh birokrat-birokrat pemerintahan
untuk
mengaktualisasikan
kinerjanya.
4. Kepemimpinan dalam birokrasi
publik
yang
berahlak,
berwawasan (visionary),demokratis
dan responsif terhadap revitalisasi
penataan
ulang
pemerintahan
Indonesia (Reinventing
government).
Pembicaraan tentang kode etik bagi orangorang yang bekerja dalam tugas-tugas
administrasi negara barangkali membawa

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

masalah tentang arti dari kode etik itu


sendiri. Mengingat bahwa kode etik
biasanya dikaitkan dengan suatu kode
khusus. Kedudukan etika administrasi
negara berada diantara etika profesi dan
etika politik sehingga tugas administrasi
negara tetap memerlukan perumusan kode
etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman
bertindak bagi segenap aparat publik. Hal
yang pertama-tama perlu diingat ialah
bahwa kkode etik tidak membebankan
sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode
etik dirumuskan dengan asumsi bahwa
tanpa sanksi-sanksi atau hukuman dari
pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah
dan kendali untuk menjauhi larangan
dalam kode etik bukan dari sanksi fisik
melainkan dari rasa kemanusiaan, harga
diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis.
Kode etik juga merupakan hasil
kesepakatan atau konvensi suatu kelompok
sosial. Kode etik adalah persetujuan
bersama, yang timbul dari diri anggota itu
sendiri
untuk
lebih
mengarahkan
perkembangan mereka, sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang diharapkan.
Dengan demikian pemakaian kode etik
tidak terbatas pada organisasi-organisasi
yang personilnya memiliki keahlian
khusus. Pelaksanaan kode etik tidak
terbatas
padakaum
profesi
karena
sesungguhnya setiap jenis pekerjaan dan
setiap jenjang keputusan mengandung
konsekuensi moral. Dari sini dapat
diketahui
bahwa
lingkup
Etika
Administrasi
Negara
adalah
pada
penentuan nilai dalam proses administrasi.
Etika administrasi negara sangat erat
berkaitan
dengan
etika
kehidupan
berbangsa. Administrasi negara/publik
tidak hanya terbatas pada kumpulan sketsa

yang digunakan untuk membenarkan


kebijakan pemerintah atau hanya terbatas
pada suatu disiplin ilmu saja - putting the
ideas (Peter Senge, 1990) tetapi lebih jauh
dari itu, administrasi negara dijelaskan
Wilson (1978) sebagai suatu upaya untuk
menaruh perhatian concern terhadap
pelaksanaan suatu konstitusi ketimbang
upaya membuatnya. Jadi sangat jelas
bahwa dalam administrasi negara dikenal
etika administrasi negara yang tujuannya
adalah untuk menyelengarakan kegiatan
administrasi negara dengan baik, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
Itu berarti, saat etika administrasi
negara digunakan dengan baik oleh para
penyelenggara negara (administrator)
maka etika kehidupan berbangsa pun dapat
berlangsung dengan baik, sebaliknya,
apabila etika administrasi negara tidak
secara benar melandasi setiap pergerakan
dalam administrasi negara maka dapat
diindikasikan begitu banyaknya masalah
yang
berdampak
pada
kehidupan
berbangsa.
Etika sebagai penentu keberhasilan
atau
kegagalan
dalam
kehidupan
berbangsa. Khususnya Etika Politik dan
Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih,
efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana
politik yang demokratis yang bercirikan
keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap
akan
aspirasi
rakyat;
menghargai
perbedaan; jujur dalam persaingan;
ketersediaan untuk menerima pendapat
yang lebih benar walau datang dari orang
per orang ataupun kelompok orang; serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Etika pemerintahan mengamanatkan agar
para pejabat memiliki rasa kepedulian
tinggi dalam memberikan pelayanan

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

kepada publik, siap mundur apabila dirinya


merasa telah melanggar kaidah dan sistem
nilai ataupun dianggap tidak mampu
memenuhi amanah masyarakat, bangsa,
dan negara.
Sebaliknya, saat etika administrasi
negara tidak berjalan sebagaimana
mestinya,
maka
tercipta
suatu
ketidakseimbangan yang berujung pada
masalah-masalah kompleks yang sulit
diselesaikan di Indonesia. Karena pada
saat ini, dimana seharusnya Indonesia yang
menganut sistem demokrasi dapat lebih
baik dengan perspektif dari rakyat, oleh
rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk
karena pada kenyataannya, hampir semua
pejabat politik dan pemerintah hanya
memikirkan kepentingan diri pribadi dan
kelompoknya. Adanya budaya korupsi
yang
telah
sejak lama menodai
penyelenggaraan administrasi negara di
Indonesia menunjukkan bahwa etika
administrasi negara telah sangat dilanggar
oleh para penyelenggara negara.
Ketika etika untuk mengambil tindakan
yang berhubungan langsung dengan
kegiatan negara dilanggar inilah maka
dapat dipastikan etika politik dan
pemerintah sama sekali tidak diperhatikan.
Dengan melihat semua fakta itulah, perlu
adanya kesadaran bagi seluruh rakyat
Indonesia
akan
pentingnya
etika
administrasi negara yang mendasari baik
buruknya suatu penyelenggaraan negara,
dan kemudian etika administrasi negara
tersebut sangat menentukan bagaimana
etika kehidupan berbangsa, khususnya
etika politik dan pemerintah.
Analisis etika administrasi negara
sebagai sistem sensor, praktek organisasi,
praktek manajemen, praktek kepegawaian
(berkaitan dengan 8 unsur administrasi
negara).

Dalam etika publik, setidaknya ada tiga


perhatian (concern), antara lain;
1. Pelayan publik yang berkualitas dan
relevan.
2. Dimensi normatif dan dimensi
reflektif
(bagaimana
bertindak)
menciptakan suatu institusi yang adil.
3. Modalitas etika, menjembatani agar
norma moral bisa menjadi tindakan
nyata (sistem, prosedur, sarana yang
memudahkan tindakan etika).
Berdasarkan concern etika publik
tersebut, dapat dilihat adanya suatu sistem
sensor yang menandai keberadaan etika
administrasi negara. Untuk melihat apakah
pelayan publik berkualitas dan relevan,
apakah dimensi normatif dan reflektif
sudah berjalan baik dan meciptakan suatu
institusi yang adil dan apakah modalitas
etika sudah menjadi tindakan nyata
membuat adanya suatu sistem sensor yang
menjadi penilai bagi perhatian publik yang
ada.
8 unsur administrasi negara, yaitu;
organisasi,
manajemen,
komunikasi,
kepegawaian,
perbekalan,
keuangan,
ketatausahaan, dan hubungan masyarakat
merupakan unsur-unsur yang tak dapat
terlepas dari etika administrasi negara.
Sistem sensor, praktek organisasi, praktek
manajemen, praktek kepegawaian apabila
dijalankan sesuai etika administrasi negara
maka akann berlangsung dengan baik dan
akan jauh lebih mudah dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam suatu organisasi
yang menjadi wadah bagi segenap
kegiatan kerjasama yang biasanya
dilakukan dengan adanya kelompokkelompok kerja yang kemudian juga
berhubungan dengan proses manajemen
memperlihatkan bahwa etika administrasi
negara lah yang paling berperan. Karena
sekalipun
suatu
organisasi
telah

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

menetapkan peraturan beserta sistem


manajemennya akan menjadi tidak
berguna ketika ternyata etika administrasi
negara tidak diperhatikan. Banyak sudah
contoh kasus yang ada di Indonesia
berkaitan dengan hal tersebut. mulai dari
hal terkecil saat pembuatan KTP, karena
organisasi
pemerintah
tidak
melangsungkan hidupnya dengan etika,
maka dengan mudah terjadi praktek
pungutan liar yang merugikan masyarakat.
Hal itu juga yang kemudian membuat
penilaian tentang buruknya manajemen
yang
ada.
Seharusnya,
dalam
keberlangsungan
negara,
adanya
komunikasi sesuai etika dapat berlangsung
dengan benar baik antara pejabat
pemerintah sebagai penyelenggara negara
maupun antara rakyat dan pemerintah agar
tercipta suatu koordinasi yang kontekstual
dan berdampak positif bagi rakyat dan
pemerintah. Dalam etika administrasi
negara yang dapat dikatakan harus
melingkupi semua proses penyelenggaraan
negara, maka etika administrasi negara
tersebut juga terkait dengan kepegawaian,
perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan
hubungan masyarakat. Pada prakteknya,
kepegawaian di Indonesia seringkali
berjalan tidak sesuai dengan etika yang
ada. Dapat dilihat dari awal, proses seleksi
saja sudah mengindikasikan adanya
kecurangan misalnya dengan adanya
kasus penyuapan untuk diterima sebagai
PNS.

tidak
transparan
dan
merugikan
masyarakat. Keuangan negara pun rusak
karena penyelenggaraan anggaran yang
tidak berlandaskan etika administrasi
negara, praktek korupsi ada dimana-mana,
akuntabilitas publik pun menjadi sesuatu
yang sangat dipertanyakan keberadaannya,
kalau sudah begitu maka hubungan
masyarakat pun tidak akan berjalan dengan
baik.
Masyarakat sudah mengalami
krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Penyelenggaraan
negara
terlihat
berlangsung dengan kacau, itu semua
disebabkan karena pengabaian terhadap
etika administasi negara.
Dengan melihat kenyataan tersebut,
perlu adanya kesadaran baik dari
pemerintah
yang
menyelenggarakan
kegiatan negara, maupun dari masyarakat
yang semestinya dilayani dengan baik oleh
negara, keberadaan sistem sensor, praktek
organisasi, praktek manajemen, praktek
kepegawaian tidak dapat terlepas dari
keberadaan etika administrasi negara.
Ketika
eksistensi
etika
tersebut
dipertanyakan, maka semua komponen
negara pun akan menjadi tak jelas
berhaluan kemana atau kemana arah dan
tujuannya.

Kecurangan
ini
kemudian
berdampak pada perbekalan, karena
dengan sumber daya manusia yang kurang
berkualitas maka selanjutnya akan dinilai
tentang cukup atau tidaknya perbekalan
yang telah diberikan. Sama halnya dengan
ketatausahaan, tanpa etika administrasi
negara, ketatausahaan akan berlangsung

OECD
dan
World
Bank
mensinonimkan good governance dengan
penyelenggaraan
manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi yang langka, dan

KARAKTERISTIK
GOOD GOVERNANCE
DALAM
MENATA
ULANG
MANAJEMEN PEMERINTAHAN

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

pencegahan korupsi, baik secara politik


maupun
administratif,
menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal
and political framework bagi tumbuhnya
aktivitas kewiraswastaan.
Sedangkan UNDP mendefinisikan
good governance sebagai hubungan yang
sinergis dan konstruktif diantara negara,
sektor swasta dan masyarakat (society).

5. Consensus
Orientation. Good
governance menjadi
perantara
kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik
dalam hal kebijakan maupun
prosedur.

Berdasarkan
definisi
tersebut
UNDP
kemudian
mengajukan
karakteristik good governance yang saling
memperkuat dan tidak dapat berdiri
sendiri, sebagai berikut :
1. Participation. Setiap warga negara
mempunyai
suara
dalam
pembuatan keputusan, baik secara
langsung
maupun
melalui
intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibangun atas
dasar kebebasan berassosiasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara
konstruktif.

Proses dan lembaga menghasilkan


sesuai dengan apa yang telah
digariskan dengan menggunakan
sumber yang tersedia sebaik
mungkin.

2. Rule of law. Kerangka hukum


harus adil dan dilaksanakan tanpa
perbedaan, terutama hukum hak
asasi manusia.
3. Transparency. Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi. Proses lembaga dan
informasi secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang
membutuhkan. Informasi harus
dapat dipahami dan dapat dipantau.
4. Responsiveness. Lembaga
proses harus mencoba
melayanistakeholders.

dan
untuk

6. Effectiveness and efficiency.

7. Accountability. Para
pembuat
keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada
publik dan lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada
organisasi dan sifat keputusan yang
dibuat, apakah keputusan tersebut
untuk kepentingan internal atau
eksternal organisasi.
8. Strategic vision. Para pemimpin
dan publik harus mempunyai
perspektifgood
governance dan
pengembangan manusia yang luas
serta jauh ke depan sejalan dengan
apa yang diperlukan untuk
pembangunan semacam ini.
Atas dasar uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan
bahwa
wujud good
governance adalah
penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif, dengan menjaga kesinergisan
ineraksi yang konstruktif diantara ketiga
domain; negara, sektor swasta dan

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

masyarakat (society). Oleh karena good


governance meliputi sistem administrasi
negara, maka upaya mewujudkan good
governance juga
merupakan
upaya
melakukan penyempurnaan pada sistem
administrasi negara yang berlaku pada
suatu negara secara menyeluruh.
Jika dilihat dari ketiga domain
dalam governance,
tampaknya
domain statemenjadi domain yang paling
memegang peranan penting dalam
mewujudkan good governance, karena
fungsi pengaturan yang memfasilitasi
domain sektor dunia usaha swasta dan
masyarakat
(society)
serta
fungsi
administratif
penyelenggaraan
pemerintahan melekat pada domain ini.
peran pemerintah melalui kebijakan
publiknya
sangat
penting
dalam
memfasilitasi berjalannya mekanisme
pasar yang benar sehingga penyimpangan
yang terjadi di dalam pasar dapat
dihindari. Oleh karena itu, upaya
perwujudan
ke
arah good
governance dapat
dimulai
dengan
membangun
landasan
demokratisasi
penyelenggaraan negara dan dilakukan
upaya
pembenahan
penyelenggara
pemerintahan
sehingga
dapat
terwujud good governance.
Antara karakteristik itu dengan
perilaku terdapat hubungan yang sedikit
banyak bersifat kausal. Misalnya pada
variabel organisasi, hierarki menimbulkan
sifat taat bawahan terhadap atasan. Pada
variabel manusia, kepentingan atau
kebutuhan hidup menuntut imbalan yang
memadai
dari
organisasi.
Tetapi kadar(tingkat)
ketaatan
itu
variabel, bergantung pada sejauh mana
imbalan yang diharapkan dipenuhi oleh
organisasi. Demikian pula sebaliknya.
Seperti diketahui, informasi tentang

karakteristik terdapat di dalam Psikologi,


Psikologi
Industri,
Perilaku
Keorganisasian, Budaya Perusahaan, dan
Ilmu Perilaku lainnya. Variabilitas perilaku
aktor bergantung pada lingkungan atau
struktur internal. Walaupun ia bisa
dipengaruhi oleh struktur eksternal
(masyarakat), variabel internal itulah yang
dominan karena ia mengandung kekuasaan
dan kesempatan. Aktor yang mampu
mengendalikan struktur, lebih-lebih jika
aktor itu yang membentuk struktur,
biasanya
sanggup
bertahan
lama.
Sebaliknya bisa terjadi, sekuat apapun
aktor yang memasuki struktur yang telah
mapan, ia pasti luluh dan tidak berdaya,
atau terpental keluar. Lingkungan yang
mengandung pilihan dibandingkan
dengan lingkungan tanpa pilihan
membawa pengaruh dan konsekuensi
yang berbeda terhadap perilaku
manusia (aktor) dan pada gilirannya
terhadap perilaku birokrasi yang
bersangkutan. Perilaku birokrasi yang
berkisar antara soft (perilaku yang
penuh amic dan ethic; ketaatan
dan
keikhlasan) dengan hard (command, force,
coercion,
violance; pembangkangan,
perlawanan,
permusuhan)
merupakan redultant interaksi
antara
kedua variabel.

PERILAKU
BIROKRASI
PEMERINTAHAN
Perilaku birokrasi jauh berbeda jika
dipahami dalam hubungan pemerintahan.
Hubungan birokratik tidak sama dengan
hubungan pemerintahan. Ketika Birokrasi
Pemerintahan bertindak keluar, terjadilah
hubungan birokratik pemerintahan, tetapi

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

hubungan ini tidak identik dan tidak


analog dengan hubungan birokratik.
Dalam banyak hal, yang diperintah dan
manusia bukanlah bawahan pemerintah.
Bahkan pada saat rakyat berfungsi sebagai
pemegang kedaulatan, pemerintah berada
di bawahnya.

MAL-ADMINISTRASI
Dalam era reformasi, banyak mal
praktik pada tubuh birokrasi yang selama
era orde baru terjadi diblejeti satu persatu
oleh masyarakat, baik mal-praktek dalam
bentuk
korupsi,
kolusi,
maupun
nepotisme .KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme) merupakan tindakan yang
menyimpang hukum dan biasanya pada
kasus-kasus
ini
terdapat
banyak
penyimpangan serta penyelewengan pada
law enforcement, hal ini sangat besar
kemungkinan pada etika adaministrasi
negara dalam revitalisasi manajemen
pemerintahan dalam rangka upaya
penataan ulang pemerintahan Indonesia
yang
tidak
sesuai
dengan
good
governance. Pada kenyataan nya Law
enforcement
dalam
manajemen
pemerintahan
di
Indonesia
sangat
diabaikan sehingga akan sangat menjadi
ancaman bagi manajemen pemerintahan
dalam upaya menata ulang manajemen
pemerintahan yang sehat dan dapat
meminimalisir terjadinya birokatologi dan
mal administrasi.Sebenarnya apakah yang
menjadi landasan dasar yang dapat
menjadi aacuan, pedoman, dan referensi
dalam
melaksanakan
manajemen
pemerintahan yang baik dan sehat serta

birokrasi yang sehat adalah etika


administrasi yang memiliki acuan dan
pedoman serta referensi, salah satu wujud
konkrit yang tegas dalam menindaklanjuti
mal administrasi seprti contoh yang sangat
sering terjadi Korupsi, melalui Law
enforcement maka semua penyelewengan
akan
mudah
diminimalisir,
Law
enforcement akan mudah terdeteksi sangat
berkaitan dengan adanya akuntabilitas
birokrasi dan manajemen pemerintahan
yang sedang malaksanakan revitalisasi
yang memegang prinsip good governance
guna mencapai reinventing government
dan menata ulang manajemen pemrintahan
indonesia kearah yang lebih sehat dan
profesional. Reiventing government akan
tercipta jika prinsip etika administrasi
negara dan karakteristik good governance
menjadi acuan dan refernsi pada
implementasi manjemen pemerintahan di
Indonesia.
A. Korupsi: Salah
Administrasi

Satu

Bentuk

Mal-

Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk


perbuatan menggunakan barang publik,
bisa berupa uang dan jasa, untuk
kepentingan memperkaya diri, dan bukan
untuk kepentingan publik. Dilihat proses
terjadinya perilaku korupsi ini dapat
dibedakan ke dalam tiga bentuk,
yaitu Graft, Bribery, dan nepotism.
Graft, merupakan korupsi yang
bersifat internal. Artinya korupsi yang
dilakukan tanpa melihat pihak ketiga.
Seperti menggunakan atau atau mengambil
barang kantor, uang kantor, jabatan kantor
untk kepentingan diri sendiri. Korupsi ini
terjadi karena mereka mempunyai
kedudukan dan jabatan di kantor tersebut.
Dengan wewenangnya, para bawahan
tidak dapat menolak permintaan atasannya.

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

Menolak atau mencegah permintaan


atasannya dianggap sebagai tindakan yang
tidak loyal terhadap atasan. Bahkan sering
terjadi, sebelum atasan minta, bawahan
sudah menyiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh atasan. Misalnya ada
seorang pejabat (di daerah) punya hajat
mantu, maka segala sesuatu yang
diperlukan untuk hajat tersebut telah
dicukupi oleh anak buahnya, dan panitia
yang dibentukpun sesuai dengan bidang
kewenangan
masing-masing
anak
buahnya. Pejabat tersebut sudah tahu
beres segala sesuatu yang diperlukan
untuk kepentingan hajat mantu tersebut.
Contoh di atas, merupakan wujud dari
tindakan korupsi berupa grafrt.
Sementara bribery (penyogokan,
penyuapan), merupakan tindakan korupsi
yang melibatkan orang lain diluar dirinya
(instansinya). Karenanya korupsi ini sering
disebut
dengan
korupsi
yang
bersifat eksternal. Artinya
tindakan
korupsi tadi tidak akan terjadi jika tidak
ada orang lain, yang melakukan tindakan
penyuapan, penyogokan terhadap dirinya.
Tindakan pemberian sesuatu (prnyogokan,
penyuapan, pelicin), dimaksudkan agar
dapat memengaruhi objektivitas dalam
membuat keputusan, atau keputusan yang
dibuat akan menguntungkan pemberi,
penyuap, atau penyogok. Pemberian
sesuatu (penyogok, penyuap, pelicin) dapat
berupa uang, materi, tapi bisa juga berupa
jasa. Korupsi semacam ini sering terjadi
pada dinas/instansi yang mempunyai tugas
pelayanan, menerbitkan surat izin,
rekomendasi, dan lain sebagainya.
Pelayanan yang diberikan seringkali
dihambat, tidak lancar, bukan karena
sistem dan prosedurnya, tapi karena
disengaja oleh oknum birokrat. Sehingga
mereka yang berkepentingan, lebih suka
melalui calo, atau dengan cara memberi

pelicin berupa uang untuk menyuap,


menyogok, agar urusannya menjadi lancar.
Sedangkan nepotism, merupakan suatu
tindakan korupsi berupa kecendrungan
pengambilan keputusan yang tidak
berdasarkan pada pertimbangan objektif,
rasional, tapi didasarkan atas pertimbangan
nepitis, kekerabatan, sepeti masih
teman, keluarga, golongan, pejabat, dan
lain
sebagainya.
Pertimbangan
pengambilan keputusan tadi, sering kali
untuk kepentingan orang yang membuat
keputusan. Mereka akan lebih aman, orang
yang berada disekitarnya (anak buahnya)
adalah orang-orang yang masih nepotis
atau masih kerabat dekat. Jika mereka
melakukan
tindakan
penyimpangan
mereka akan aman dan dilindungi.
Korupsi di atas adalah korupsi yang
dilihat dari proses terjadinya. Namun
dilihatnya dari sifatnya korupsi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu
korusi individualis dan korupsi sistemik.
Korupsi
individualis,
merupakan
penyimpangan yang dilakukan oleh salah
satu atau beberapa orang dalam suatu
organisasi
dan
berkembang
suatu
mekanisme muncul, hilang dan jika
ketahuan pelaku korupsi akan terkena
hukuman, bisa berupa dijauhi, dicela,
disudutkan, dan bahkan diakhiri nasib
kariernya. Perilaku korup ini dianggap
oleh kelompok (masyarakat) sebagai
tindakan yang menyimpang, buruk, dan
tercela.
Korupsi sistemik, berbeda dengan
korupsi individualisme. Korupsi sistemik
merupakan suatu korupsi ketika yang
melakukan korupsi adalah sebagian besar
(kebanyakan orang) dalam suatu organisasi
(melibatkan banyak orang). Dikatakan
sistemik, karena tindakan korupsi ini bisa
diterima sebagai sesuatu yang wajar/biasa
(tidak menyimpang) oleh orang yang

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

berada di sekitarnya dan merupakan


bagian dari suatu realita. Jika ketahuan,
maka diantara mereka yang terlibat saling
melindungi,
menutup-nutupi,
dan
mendukung satu sama lain untuk
menyelamatkan orang yang ketahuan tadi.
Hal ini disebabkan diantara mereka tidak
ingin instansinya tercemar, sehingga
walaupun mereka tahu ada tindakan
korupsi mereka lebih baik diam,
daripada mereka akan dikucilkan, dan
menjadi saksi dalam perkara atas tindakan
korupsi tadi. Bahkan mereka telah
menganggap sesuatu yang wajar-wajar
saja, karena memang yang bersangkutan
berada atau menjabat pada jabatan yang
memungkinkan atau yang biasa disebut
dengan jabatan basah.
B. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya MalAdministrasi
Mal-administrasi merupakan suatu
tindakan yang menyimpang dari nilai
etika. Secara psiko-sosiologis, suatu
tindakan yang menyimpang dari nilai
adalah disebabkan karena bertemunya
faktor niat atau kemauan dan
kesempatan. Jika ada niat untuk
melakukan tindakan mal-administrasi,
sementara kesempatan tidak ada, maka
tindakan mal-administrasi tadi tidak akan
terjadi. Sebaliknya, ada kesempatan untuk
melakukan korupsi, namun pada dirinya
tidak ada niat atau kemauan untuk
melakukan
mal-administrasi,
maka
tindakan mal-administrasi juga tidak akan
terjadi.
Dengan mengacu pada konsep tadi,
maka dapat ditemukan dua faktor yang
menjadi penyebab timbulnya tindakan
mal-administrasi. Pertama faktor internal
yaitu faktor pribadi orang yang melakukan
tindakan mal-administrasi. Kedua, faktor

eksternal, yaitu faktor yang berada di luar


diri pribadi orang yang melakukan
tindakan mal-administrasi, bisa, lemahnya
peraturan
perundangan,
lemahnya
pelaksanaan pengawasan, dan lingkungan
kerja yang memungkinkan terbukanya
kesempatan untuk melakukan tindakan
mal-administrasi.
C. Faktor Internal
Faktor Internal berupa kepribadian
seseorang.
Faktor
kepribadian
ini
berwujud suatu niat, kemauan, dorongan
yang tumbuh dari dalam diri seseorang
untuk
melakukan
tindakan
maladministrasi. Faktor ini disebabkan oleh
lemahnya mental seseorang, dangkalnya
agama dan keimanan mereka, sehingga
memudahkan mereka untuk melakukan
sesuatu tindakan walaupun sesungguhnya
mereka tahu bahwa tindakan yang akan
mereka lakukan itu merupakan suatu
tindakan yang tidak baik, tercela, buruk
baik menurut nilai-nilai sosial, maupun
menurut ajaran agama mereka. Namun
karena rendahnya sikap mental mereka,
dangkalnya keimanan dan keagamaan
mereka, maka manakala ada kesempatan
ada niatan untuk melakukan tindakan maladministrasi dengan mudahnya mereka
lakukan. Faktor Internal muncul banyak
pula dipengaruhi oleh faktor eksternal,
antara lain faktor kebutuhan keluarga,
kesempatan, lingkungan kerja, dan
lemahnya
pengawasan,
dan
lain
sebagainya. Jika pada diri orang tersebut
mempunyai sikap mental yang tinggi,
keimanan dan keagamaan mereka juga
tinggi, maka walaupun ada tuntutan
kebutuhan
keluarga,
kesempatan
melakukan selalu ada, lingkungan kerja
memungkinkan, dan pengawasan sangat
lemah, maka mereka tidak akan melakukan

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

tindakan mal-administrsi tadi. Karena


mereka tahu dan yakin bahwa tindakan itu
merupakan suatu tindakan yang buruk,
tidak baik, tercela dan bahkan merupakan
suatu tindakan yang berdosa.
D. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang
berada di luar diri orang yang melakukan
tindakan mal-administrasi, bisa berupa,
lemahnya peraturan, lemahnya lembaga
kontrol, lingkungan kerja dan lain
sebagainya yang membuka peluang
(kesempatan) untuk melakukan tindakan
korupsi.
Peraturan perundangan dimana mereka
bekerja, merupakan suatu tatanan nilai
yang dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh
para pegawai dalam menjalankan tugas
dan kewajiban yang diberikan kepadanya.
Manakala
peraturan
tadi
memberi
kelonggaran bagi pegawainya untuk
melakukan tindakan mal-administrasi,
karena peraturannya tidak jelas, sanksi
yang diberikan lemah, dan lain sebagainya,
maka
akan
memberikan
peluang
(kesempatan) pegawai untuk melakukan
tindakan
mal-administrasi
tersebut.
Misalnya, walaupun telah ada peraturan
perundangan anti korupsi yaitu UU No.3
Tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan UU No.11 Tahun 1980
tentang Pidana Suap, namun peraturan
perundangan tersebut tidak efektif untuk
mencegah tindakan korupsi. Dalam arti
peraturan perundangan tadi masih belum
banyak menjerat para pelaku korupsi. Hal
ini disebabkan karena sulitnya untuk
membuktikan tindakan korupsi, sehingga
sulit untuk diproses sampai ke pengadilan.
Belum lagi para pelaku korupsi yang telah
menyiasati peraturan Perundang-undangan

tadi dengan menggunakan pendekatan cost


and benefit analysis ( analisis untung rugi )
dalam melakukan tindakan korupsi. Dalam
arti antara hukuman yang diberikan
dengan hasil korupsi yang dilakukan
ternyata masih menguntungkan ( hasil
korupsi lebih besar daripada tuntutan atau
ganjaran
hukuman).
Bahkan
ada
mekanisme banding yang dapat menunda
hukuman, bisa melakukan kasasi, grasi,
yang bisa jadi prosesnya cukup lama,
sehingga memberi peluang bagi pelaku
korupsi untuk menyiasati hasil korupsinya.
Lemahnya
lembaga
pengawasan
(control) dalam melaksanakan tugasnya
juga merupakan salah satu penyebab
munculnya tindakan mal-administrasi.
Kendatipun lembaga pengawasan baik
pengawasan politik,maupun pengawasan
fungsional telah dibentuk, seperti DPR(D),
BPK, BPKP, Irjen, Irwilprop, Irwilkab,
Irwikod, dan bahkan waskat, serta wasmas
telah dibentuk dan berjalan, namun para
pelaku dari lembaga tersebut masih dengan
mudah untuk diatur, masih mau disuap,
disogok, dan sejenisnya, maka lembaga
pengawasan ( control ) yang ada juga tidak
akan mampu untuk melakukan pencegahan
timbulnya tindakan mal-administrasi yang
ada dalam tubuh birokrasi publik.
Lingkungan kerja, juga merupakan
faktor penting untuk memberi peluang
munculnya
suatu
tindakan
maladministrasi. Lingkungan dimana kita
berada akan mempengaruhi sifat dan
perilaku kita. Bila kita berada pada
lingkungan keras, akan membentuk sifat
dan perilaku kita juga cenderung keras.
Demikian pula bila kita berada pada
lingkungan agamis, juga akan membentuk
sifat dan perilaku kita cenderung agamis
kita. Lingkungan kerja dimana kita bekerja
yang menilai bahwa suatu tindakan yang

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

menyimpang ( korupsi misalnya) di


anggap sesuatu yang wajar, maka akan
membentuk dan memberi peluang perilaku
yang menyimpang dari etika administrasi
juga. Sebaliknya manakala lingkungan
kerja cukup ketat, bahwa tindakan yang
menyimpang (korupsi) dinilai sebagai
suatu tindakan yang tidak baik,buruk, dan
tercela juga maka juga akan membentuk
sikap, perilaku untuk tidak korup dan tidak
akan memberi peluang munculnya
tindakan yang korup.

E. Etika Birokrasi:
Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Tindakan
korupsi,
kolusi
dan
nepotisme bisa muncul kapan dan
dimanapun sepanjang jalan terjadi
pertemuan antara niat dan kesempatan,
seperti apa yang telah dikemukakan
terdahulu. Tindakan korupsi, kolusi dan
nepotisme bisa terjadi baik pada birokrasi
publik tingkat tinggi, menengah maupun
rendahan. Oleh karenanya untuk mencegah
atau mengatasi tindakan korupsi, kolusi,
dan nepotisme pada tubuh birokrasi publik
harus
berupaya
untuk
tidak
mempertemukan
antara
niat
dan
kesempatan tadi. Salah satu upaya untuk
mencegah tidak bertemunya antara niat
dan kesempatan tadi adalah menjunjung
tinggi dan menegakkan etika birokrasi
pada jajaran birokrasi publik.
Nilai-nilai
etika
birokrasi
tadi
sebagaimana digambarkan diatas, jika
betul-betul sudah menjadi suatu norm
yang harus diikuti dan dipatuhi bagi
birokrasi publik dalam menjalankan tugas

dan kewenangannya, maka akan dapat


mencegah timbulnya tindakan korupsi,
kolusi, dan nepotisme dalam tubuh
birokrasi publik kendatipun tidak ada
lembaga pengawasan sebagaimana yang
telah disebutkan diatas. Namun diakui,
bahwa etika birokrasi tersebut belum
cukup untuk menjamin tidak terjadi
perilaku korup, kolusi dan nepotisme pada
tubuh birokrasi. Terdapat hal yang paling
penting dan yang terpenting adalah
kembali kepada kepribadian dari masingmasing pelaku (manusianya). Dengan kata
lain kontrol internal dalam bentuk
keimanan dan keagamaan yang melekat
pada diri manusianya. Mereka tidak akan
melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan
nepotisme manakala mereka mengetahui
dan menyakini bahwa perbuatan tersebut
merupakan suatu tindakan yang tidak baik,
tercela dan tidak terpuji terutama jika
dilihat dari nilai keyakinan dan keagamaan
yang mereka anut. Karena segala dari
suatu sikap, perbuatan, dan tingkah laku
mereka harus dipertanggungjawabkan
kelak kepada ALLAH SWT.
Walaupun mungkin mereka bisa lolos
dari pertanggungjwaban duniawi (tidak
bisa dicela, disingkirkan, dan diakhiri
nasib kariernya ketika perbuatannya
ketahuan), namun pertanggungjwaban
kehadapan ALLAH SWT, tidak akan bisa
dihindari. Dengan adanya kontrol
internal yang kuat pada diri manusia akan
dapat mencegah. Munculnya niat untuk
melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan
nepotisme walau ada kesempatan untuk
melakukannya. Dengan bertumpu pada
skala prioritas untuk dapat mencegah
timbulnya tindakan korupsi, kolusi, dan
nepotisme perlu kontrol internal yang
kuat pada diri manusia yang dapat
membentuk kepribadian yang dilandasi

PAPER MATA KULIAH


ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
ARI YANTO/16023027

oleh
nilai-nilai
keimanan
keagamaan ,baru kemudian
birokrasi, dan yang terakhir
kontrol eksternal dalam wujudnya
pengawasan, baik, pengawasan

dan
etika
adalah
adanya
politik,

fungsional,
maupun
pengawasan
masyarakat. Ketiganya harus dilaksanakan
secara bersamaan agar KKN bukan saja
dapat dicegah namun dapat juga
diberantas.

Anda mungkin juga menyukai