Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizqi Ramadhani Siregar

RESUME SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK BUKU JALALUDDIN RAHMAT

Kelompok dan Pengaruhnya pada Perilaku Komunikasi

1. Klasifikasi Kelompok

Tidak setiap humpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di


terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar, semuanya
disebut agregat –bukan kelompok.

Suapa agregat menjadi kelompok, diperlukan kesadaran anggota-anggotanya akan


ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan
organisasi dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Jadi, dengan
perkataan lain, kelompok mempunyai dua tanda psikologis. Pertama, anggota-anggota
kelompok merasa terikat dengan kelompok –ada sense of belonging– yang tidak
dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling
bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang
lain (Baron dan Byrne, 1979: 558)

Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder


Walaupun kita menjadi banyak kelompok, kita terikat secara emosional pada beberapa
kelompok saja. Kelompko seperti ini disebut oleh Charles Horton Cooley (1909) sebagai
kelompok primer. Kelompok sekunder, secara sederhana, adalah lawan kelompok
primer. Hubungan kita dengannya tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuk hati
kita.

Kita dapat melihat perbedaan utama antara kedua kelompok ini dari karakteristik
komunikasinya.

Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya
menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi. Meluas, yang artinya sedikit sekali
kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok 
sekunder, komunikasi bersifat dangkal (hanya menembus bagian luar dari kepribadian
kita) dan terbatas (hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja).
2. Ingroup dan Outgroup
Ingroup adalah kelompok-kita, dan outgroup adalah kelompok-mereka. Ingroup dapat
berupa kelompok primer maupun sekunder. Perasaan Ingroup diungkapkan dengan
kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama

Kelompok Keanggotaan dan Kelompok RujukanI


Theodore Newcomb, pada tahun 1930-an, melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group).

 Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimanapun seharusnya


bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif; dan jika Anda menggunakan
sebagai teladan bagaimana seharusnya kita tidak bersikap, kelompok itu menjadi
kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat dengan kita secara nominal adalah
kelompok rujukan kita; sedangkan yang memberikan kepada kita identifikasi psikologis
adalah kelompok rujukan.

Menurut teori kelompok rujukan (Hyman, 1942; diperluas oleh fugnsi: fungsi komparatif
dan fungsi normatif.

3.Kelompok deskriptif dan Kelompok Preskriptif


John F. Cragan dan David W. Wright (1980:45) dari Illinois State Universitym, membagi
kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan
klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Kategori
preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasioal yag harus
ldilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.

Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi

Perubahan perilaku individu terjadi karena –apa yang lazim disebut dalam psikologi
sosial sebagai– pengaruh sosial (social influence). “Social influence occurs whenever
our behavior, feelings, or attitudes are altered by what othe say or do”, begitu definisi
Baron dan Byrne (1979:253)

1.Konformitas (Confornity)
Menurut Kiesler dan Kiesler (1969), konformitas adalah perubahan perilaku atau
kepercayaan menuju (norma) sebagai akibat tekanan kelompok –yang riil atau yang
dibayangkan.

Konformitas adalah produk interaksi antara faktor-faktor situasional dan faktor-faktor


personal. Faktor-faktor situasional yang menentukan konformitas adalah kejelasan
situasi, konteks situasi, cara menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh,
ukuran kelompok, dan tingkat kesepakatan kelompok.

Konteks situasi juga memengaruhi konformitas. Ada situasi yang menghargai


konformitas, disamping situasi yang mendorong kemandirian. Kecenderungan untuk
konformitas akan terjadi lebih besar pada situasi pertama ketimbang situasi kedua.

Cara individu menyatakan penilaian dan perilakunya juga menyatakan responsnya


secara terbuka, ia cenderung melakukan konformitas daripada kalau ia dapat
menugungankapkannya, secara rahasia.

Disamping faktor-faktor situasional, beberapa faktor personal erat kaitanna dengan


konformitas –usia, jenis kelamin, stabilitas, emosianal, otoritarianisme, kecerdasaan,
motivasi, dan harga diri.

Konformitas tidak selalu jelek, juga tidak selalu baik. Untuk kebersihan moral, kita
memerlukan konformitas. Akan tetapi, untuk perkembangan pemikiran, untuk
menghasilkan hal-hal yang baru dan kreatif, konformitas merugikan ((Hollander, 1975).

2.Fasilitas Sosial
Fasilitas (dari kata Prancis, facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau
pengingkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok memengaruhi
pekerjaan sehingga terasa menjadi lebih mudah.

Pada tahun 1924. Floyd ALport menemukan bahwa fasilitas sosial tidak selalu
memudahkan pekerjaan. Kehadian kelompok bersifat fasilitatif bila pekerjaan yang
dilakukan berupa pekerjaanketerampilan yang sederhana. Sebaliknya, kelompok
mempersukar pekerjaan bila pekerjaan itu berkenaan dengan nalar dan penilaian.

Polarisasi Mengandung beberapa implikasi yang negative. Pertama, kecenderungan ke


arah ektremisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi lebih jauh dari dunia nyata;
karena itu, makin besar peluang bagi mereka untuk berbuat kesalahan. Kedua,
polarisasi akan mendorong ekstremisme dalam kelompok gerakan sosial atau politik.
faktor-faktor yang Memengaruhi Keefktifan Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: melakukan tugas
kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil
kerja kelompok –disebut prestasi (performance). Tujuan kedua diketahui dari tingkat
kepuasan (satisfaction). Jadi bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi
informasi, maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang
diperoleh anggota kelompok dan sejauhmana anggota dapat memuaskan
kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu, faktir-faktor keefektifan
kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok (faktor situasional) dan pada
karaktersitik para anggotanya (faktor personal).

Faktor Situasional: Karakteristik Kelompok

Ukuran Kelompok
faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok ialah
tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen
(mencapai satu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya
sangat produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber,
keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang
divergen (seperti menghasilkan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota
kelompok yang lebih besar. Lebih banyak kepala, lebih baik (McDavid dan Harari, 1974:
320).  Hubungan ini pun umumnya bersifat kurvilinear; artinya, sampai jumlah tertentu,
makin banyak makin baik. Akan tetapi, lewat jumlah tersebut, pertambahan anggota
hanya akan merugikan produktivitas kelompok. Lewat tingkat tertentu,
terjadi Deminishin returns (hasil yang makin berkuran).

Kohesi Kelompok (Group Cohensiveness)


Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok
untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok
(Collings dan Raven, 1964). Kohesi diukur dari (1) ketertarikan anggota secara
interpersonal pada satu ama lain, (2) ketertarikan anggota pada pada kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai