Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan Yang Membebaskan

Judul Buku : Pendidikan Yang Membebaskan


Nama Penulis : Paulo Freire
Penerbit Dan : MELIBAS, Jakarta Timur/
Tahun Terbit : Januari 2001
Jumlah Halaman : 110 Halaman

Freire dilahirkan dalam keluarga kelas menengah di Recife, Brasil. Namun ia mengalami
langsung kemiskinan dan kelaparan pada masa Depresi Besar 1929, suatu pengalaman yang
membentuk keprihatinannya terhadap kaum miskin dan ikut membangun pandangan dunia
pendidikannya yang khas.

Freire mulai belajar di Universitas Recife pada 1943, sebagai seorang mahasiswa hukum,
tetapi ia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa. Meskipun ia lulus sebagai ahli hukum, ia
tidak pernah benar-benar berpraktik dalam bidang tersebut. Sebaliknya, ia bekerja sebagai
seorang guru di sekolah-sekolah menengah, mengajar bahasa Portugis. Pada 1944 ia menikah
dengan Elza Maia Costa de Oliveira, seorang rekan gurunya. Mereka berdua bekerja bersama
selama hidupnya sementara istrinya juga membesarkan kelima anak mereka.

Pada 1986, istrinya Elza meninggal dunia, dan Freire menikahi Maria Araújo Freire, yang
melanjutkan dengan pekerjaan pendidikannya sendiri yang radikal.Pada 1991, didirikanlah
Institut Paulo Freire di São Paulo untuk memperluas dan menguraikan teori-teorinya tentang
pendidikan rakyat. Institut ini menyimpan semua arsip Freire.

Buku ini berjudul Pendidikan Yang Membebaskan yang merupakan sebuah buku yang
tergolong sangat imperatif yang ditulis oleh seorang penulis bernama Paulo Freire, dan
merupakan buku cetakan seri pertama. Pada bab pertama menjelaskan transisi masyarakat
meurut padangan Paulo Freire . ia menjelaskan berbagai macam hubungan antar manusia, dan
cara menghadapi tantangan lingkungan antar manusia. Ia juga menghubungkan
pembahasannya dengan hubungan dimensi, dan terjadinya buta huruf yang dihadapi oleh
manusia.

Paulo Freire juga menjelaskan tentang manusia yang hadir dari waktu dan menyadari dari
temporalitas dan membebaskan diri dari hari ini , dan ia juga menjelaskan tentang hubungan
yang penuh dengan konsekuensi dan dapat memasuki relaitas dan dapat mengubahnya. Dan ia
juga menceritangan dan menjelaskan pegalaman pengalaman ,dan pencptaan kembali dan
integritas diri dan menanggapi tangtangan dan melihat diri secara obektif, merenug dan
mengatasi, manusia memasuki biang yang khas dan manusiawi yaitu sejarah dan kebudayaan..

Lalu ia juga menjelaskan tentang ciri khas aktifitas manusia saat itu berintegrasi dengan
lingkungan. Dengan mulai mulai menyesuaikan diri dengan realitas hingga membuat pilihan
dan mengubah realitas. Pada saat itu adaptasi sangat penting karena bentuk pertahanan diri
yang paling rapuh. Seseorang menyesuaikan diri karena tidak karena tidak mampu mengubah
realitas. Untuk mencapai kepenuhan diri manusia berusaha mengatasi dan melawan fakor
faktor penyebab pada saat itu. Karena selalu berhubungan dengan dunia. Maka, masunia mulai
dinamis, menguasai dan mulai memanusiakan realitas.

Ia menjelaskan bahwa setiap kurun sejarah ditantai oleh seorangkaian cita cita, minat dan
nilai nilai yang mau diwujudkan secara mengada dan berbuat, dengan sikap sikap sedikit
menularkan. Penjelmaan konkret dari bebagai cita cita, minat dan nilai ini, bersama dengan
hal-hal yang menghalanginya akan menyusun tema tema kurun itu yang pada saat giliran
menentukan tugas tugas yang mesti dilaksanakan.. kurun sejarah terujud bila tema tema
diahami dan tugas tugasnya diperjelas dan kurun sejarah itu akan tersisih manakala tema dan
tugas tgasnya berkaitan dengan kepribadian yang mulai timbul.

Pada bab kedua ini berjudul masyarakat bisu dan amtinya pengalaman dekmorasi. Dia
menjelaskan dihampir semua penganalisis sejarah dan kebudayaan Brasilia mencatat tentang
tiadanya prasyarat-prasyarat bagi berkembangnya tindakan partisipasi, yang memungkinkan
kita membentuk masyarakat kita, hasil dari tangan kita sendiri. Pengalaman memerintah sendiri
mungkin telah memberi kita pelajaran berdemokrasi; tetapi kondisi- kondisi kolonial tidaklah
menunjang kemungkinan-kemungkinan ini. Brasilia berkembang dalam kondisi- kondisi yang
menghalangi bertambahnya pengalaman demokrasi, kondisi kepala tertunduk, ketakutan
terhadap mahkota, tiadanya pers, tanpa hubungan luar negeri, tanpa sekolah, tanpa memiliki
suara sendiri. Kolonialisasi kita sangatlah keji dan didasari oleh eksploitasi ekonomi atas
pemilikan tanah yang luas dan tenaga budak.

Ia juga melanjutkan Budak-budak itu pada mulanya adalah penduduk asli dan kemudian
diganti orang-orang Afrika. Kolonisasi semacam ini tidak dapat menciptakan kondisi-kondisi
yang layak untuk berkembangnya mentalitas yang dapat ditembus dan fleksibel, yang menjadi
ciri kebudayaan demokratis. Tentang matinya pengalaman politik dari kelas-kelas yang lebih
rendah di Brasilia, Caio Prado menegaskan bahwa "ekonomi nasional dan juga organisasi
sosial kita, karena di bangun atas dasar perbudakan, tidak dapat menerima struktur demokrasi
dan struktur politik kerakyatan”.

Pada bab selanjutnya yaitu bab iii menjelaskan tentang pendidikan versus masifikasi. Ia
menjelaskan dengan sangat detail tentang awal masa transisi di Brasilia, adalah terlaksana
pembangunan ekonomi secara esensial untuk menunjang demokratisasi, dengan demikian
untuk mengakhiri kekuasaan menindas dari para orang kaya atas para orang miskin. Semua
pembangunan ini harus bersifat otonom dan nasional. Pembangunan harus membatasi diri tidak
hanya pada persoalan-persoalan teknis atau kebijaksanaan murni ekonomi atau pembaharuan
struktural, tetapi juga harus melibatkan pergeseran mentalitas ke mentalitas yang lain:
menunjang pembaharuan-pembaharuan dasar sebagai landasan dari pembangunan, dan
pembangunan sebagai landasan dari demokrasi itu sendiri. Para pendidik mempunyai andil
khusus diperlukan untuk masyarakat yang baru lahir ini ialah pendidikan kritis yang akan
membantu terbentuknya sikap-sikap kritis, mengangkat kesadaran naif rakyat yang telah
menenggelamkannya dalam proses sejarah dan membuatnya mudah termakan irasionalitas.

Hanya pendidikan yang memperlancar pergeseran kesadaran transitif-naif ke kesadaran


transitif-kritis yang akan mengembangkan kemampuan manusia untuk melihat tantangan-
tantangan dari zamannya, yang akan dapat menyiapkan rakyat untuk melawan kecenderungan.

Walaupun Brasilia belum memasuki fase di mana perubahan-perubahan utama dijalankan


melalui kompromi bersama, tetapi Brasilia sedang bergerak ke arah itu -jika fenomena
partisipasi rakyat tidak semakin mundur menjadi emosional, melainkan menjadi semakin kritis.
Untuk pendidikan dituntut oleh situasi kita ialah pendidikan yang membuat manusia berani
membicarakan masalah-masalah lingkungannya dan turun tangan dalam lingkungan tersebut,
pendidikan yang mampu memperingatkan manusia dari bahaya- bahaya zaman dan memberian
kepercayaan dan kekuatan untuk menghadapi bahaya-bahaya tersebut, bukan pendidikan yang
menjadikan akali kita menyerah patuh pada keputusan-keputusan orang lain.

Kemudian, pada bab 4 ia membahas tentang pendidikan dan konsientasi. Ia menuturkan


pada tahun 1964, sekitar empat juta sekolah tidak tertampung, dan sekitar enam belas juta
pemuda berusia empat belas tahun atau lebih buta huruf. Kekurangan dan ketinggalan yang
amat mencemaskan ini menghambat pembangunan negara dan pembangunan mentalitas
demokratis. Selama lebih dari lima belas tahun saya menumpul- kan pelbagai pengalaman
dalam mendidik orang dewasa bagi kaum miskin di kota, di desa, bahkan yang lebih miskin
dari mereka. Kaum miskin di kota menunjuk- kan minat yang luar biasa terhadap pendidikan,
yang secara langsung berhubungan dengan perubahan kesadaran mereka; kaum miskin di
pedesaan menunjukkan sikap yang sebaiknya.

Hubungan ini, seperti sudah dijelaskan di atas, dijalankan oleh manusia baik yang melek
huruf maupun yang buta huruf. Setiap pribadi mampu menangkap data-data realitas, mampu
mengetahui, pengetahuan itu berupa opini semata-mata. Kebodohan itu mutlak tidak ada,
kebijaksanaan mutlak juga tidak ada. Namun demikian data-data itu tidak ditangkap manusia
dalam bentuknya yang murni. Bila manusia menangkap gejala atau masalah, mereka selalu
menangkapnya dalam kaitan sebab-akibat. Semakin cermat dan tepat manusia menangkap
kausalitas, semakin kritis pemahaman mereka atas realitas. Seandainya kausalitas itu tidak
dipahami, maka pemahaman mereka menjadi bersifat magis. Dan selanjutnya, kesadaran kritis
selalu menganalisis kausalitas itu; apa yang hari ini benar barangkali besok tidak demikian lagi.
Kesadaran naif melihat kausalitas sebagai fakta-fakta yang beku dan statis, dan persepsi
mereka keliru.

Buku ini sangat menarik,sangat mengesankan dan memberi motifasi untuk anak didik
untuk mempelajari Pendidikan Yang Membebaskan dan kata-katanya juga mudah untuk
dipahami. Buku ini layak untuk dibaca oleh kalangan para pendidikan, karena didalamnya
berisi tentang pendidikan yang membebaskan untuk anak didik. Bagi saya buku ini sangat
imperative namun kalimat yang disajikan dalam buku inu sulit dimengerti bagi khalayak umun
tertutama para pelajar.

Anda mungkin juga menyukai