Tesis
Untuk memenuhi persyaratan mencapai
Derajat Dokter Spesialis Anak
Program Studi Ilmu Kesehatan Anak
Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Diajukan oleh:
TRI YANTI RAHAYUNINGSIH
00/1407/I-SP/0204
Kepada
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2004
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.
Syukur tiada terkira ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor Prognostik Kematian
Neonatus di Instalasi Maternal Perinatal RS Dr. Sardjito Yogyakarta” ini. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam mencapai jenjang dokter spesialis dalam Program
Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I), bidang studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
kematian neonatus baik dari ibu, janin maupun lingkungan harus segera diidentifikasi
sehingga dapat diberikan tindakan pencegahan maupun perawatan agar tidak memberikan
outcome yang buruk pada neonatus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
Sardjito, Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM, Kepala Instalasi Ilmu
Kesehatan Anak dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak FK UGM, penulis
mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan fasilitas selama penulis menempuh
Rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada dr.
Sunartini Ph.D, Sp.AK dan dr. Setya Wandita Sp.A selaku dosen pembimbing yang telah
iv
dengan sabar memberi asupan, bimbingan dan limpahan ilmu sampai selesainya tesis
ini. Demikian pula kepada seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UGM, penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga, atas bimbingan dan
Kepada rekan-rekan satu angkatan, dr. Desiana, dr. Heru, dr. Adri, dr. Agung, dan
Anak.
Kepada seluruh rekan residen, perawat, karyawan, pekarya, dan lain-lain yang tak
dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dan kerjasamanya. Tak lupa penulis menyampaikan rasa terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya pada para pasien dan keluarganya yang dirawat di
bangsal anak selama penulis mengikuti pendidikan, semoga Allah membalas semua
kebaikan dan kesabaran yang diberikan pasien dan keluarganya pada penulis selama
Terimakasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada Papa dan Mama yang
telah membesarkan dan mendidik penulis, selalu memberikan limpahan kasih sayang dan
doa yang tak ada habis-habisnya untuk penulis selama ini, Bapak dan Ibu mertua yang
telah banyak ikut membantu menjaga cucu-cucunya yang kadangkala penulis tinggalkan
Terakhir untuk suami, Ir. Wino Wijananto dan kedua anak kami tersayang,
Sharfina Utami Widyasari, dan Hashfi Ramadhani yang telah ikut memberikan
v
pengorbanan, kesabaran, ketelatenan, dukungan, dan doa selama penulis menjalani
pendidikan ini.
Semoga Allah membalas segala kebaikan yang diberikan semua pihak yang telah
membantu penulis selama menjalani pendidikan dan penyelesaian tesis ini. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidikan dan terutama untuk pasien dan
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul….........................................................................................................i
Halaman Pengesahan…..............................................................................................ii
Halaman Pernyataan…...............................................................................................iii
Kata Pengantar…........................................................................................................iv
Daftar Isi…................................................................................................................vii
Daftar Tabel….............................................................................................................x
Daftar Gambar…........................................................................................................xi
Intisari…....................................................................................................................xii
Abstract.....................................................................................................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…......................................................................................................1
B. Rumusan Permasalahan….........................................................................................3
C. Pertanyaan Penelitian…...........................................................................................3
D. Tujuan Penelitian.....................................................................................................3
E. Keaslian Penelitian…..............................................................................................3
F. Manfaat Penelitian….................................................................................................5
Sepsis Neonatorum…...........................................................................................16
Prematuritas….......................................................................................................19
C. Landasan Teori…....................................................................................................27
D. Kerangka Konsep…................................................................................................28
E. Hipotesis…..............................................................................................................29
D. Definisi Operasional..............................................................................................32
E. Variabel Penelitian..................................................................................................33
F. Pelaksanaan Penelitian............................................................................................33
BAB V PEMBAHASAN...........................................................................................39
BAB VI
A. KESIMPULAN......................................................................................................43
B. SARAN...................................................................................................................43
viii
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................44
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Penelitian tentang mortalitas neonatus dan bayi dan faktor yang
mempengaruhi.........................................................................................11
Tabel 2. Tabel 2x2 yang menunjukkan hasil pengamatan pada case control........34
x
DAFTAR
Halaman
xi
FAKTOR PROGNOSTIK KEMATIAN
DI INSTALASI MATERNAL PERINATAL
RS DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Intisari
Latar Belakang. Angka mortalitas neonatus di Indonesia masih cukup tinggi. Banyak
faktor yang secara langsung mempengaruhi prognosis dari kehidupan neonatus.
Diharapkan dengan mengetahui faktor yang mempengaruhi prognosis neonatus, dapat
dilakukan tindakan pencegahan maupun perawatan yang adekuat secara dini sehingga
dapat memperbaiki outcome neonatus.
Tujuan penelitian. Untuk menentukan faktor-faktor prognostik kematian neonatus di
Instalasi Maternal Perinatal RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan seberapa besar kontribusi
masing-masing faktor tersebut dalam menentukan outcome neonatus.
Desain Penelitian. Case control.
Metode. Seratus dua puluh tiga bayi yang dirawat di Instalasi Maternal Perinatal mulai
bulan Februari 2003 sampai Februari 2004 diikutsertakan dalam penelitian, terdiri atas 41
bayi lahir hidup, yang akhirnya meninggal dalam perawatan dan 82 bayi yang hidup
diukur pada saat pulang, data diambil dari rekam medis. Kasus adalah bayi yang
meninggal, kontrol adalah bayi yang hidup, kemudian dicari adanya faktor prognostik.
Hasil. Faktor yang berhubungan dengan kematian neonatus pada analisis univariat adalah
sepsis (OR=4,26;IK 95% 1,9-9,4), prematuritas (OR=3,26;IK 95% 1,5-7,2), berat lahir
rendah (OR=3,41;IK 95% 1,6-7,5), kelainan kongenital mayor (OR=4,29;IK 95% 1,6-
11,5), nilai apgar rendah (OR=4,18;IK 95% 1,1-17,7) dan penyakit membran hialin
(OR=12,9;IK 95% 2,7-62,3). Pada analisis multivariat, yang berhubungan bermakna
dengan kematian neonatus mulai dari yang kontribusinya terbesar adalah kelainan
kongenital mayor (OR=34,79;IK 95% 6,6-182,1), penyakit membran hialin (OR=15,00;
IK 95% 2,3-96,5), nilai apgar rendah (OR 9,16; IK 95% 1,8-48,0), dan sepsis
neonatorum (OR=6,04;IK 95% 1,9-18,9)
Simpulan. Kelainan kongenital mayor, penyakit membran hialin, nilai apgar rendah dan
sepsis neonatorum sebagai faktor prognostik kematian neonatus. Adanya kelainan
kongenital mayor akan memprediksikan 34,7 kali lebih besar kemungkinan terjadi
kematian dibanding neonatus tanpa kelainan kongenital mayor, 15 kali lebih besar
kemungkinan terjadi kematian dibanding neonatus tanpa penyakit membran hialin, 9,1
kali lebih besar kemungkinan terjadi kematian dibanding neonatus tanpa nilai apgar
rendah dan 6 kali lebih besar kemungkinan terjadi kematian dibanding neonatus tanpa
sepsis neonatorum.
Kata kunci: Mortalitas neonatus, sepsis neonatorum, prematuritas, berat lahir rendah,
kelainan kongenital mayor, nilai apgar rendah, penyakit membran hialin,
faktor prognostik.
xii
PROGNOSTIC FACTORS OF NEONATAL
MORTALITY IN MATERNAL PERINATAL
INSTALLATION
DR. SARDJITO HOSPITAL YOGYAKARTA
Abstract
Background. Neonatal mortality rate in Indonesia is still relatively high. There are many
factors influence directly the prognosis of neonatal life. To identifing factors that
influence the prognosis of neonates, intervention to prevent risk factors or adequately
care of the sick neonates could be given earlier, so hopefully it will improve outcome of
the neonates.
Objective. To identify prognostic factors of neonatal mortality in pediatric maternal
perinatal installation, Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta, and each contribution in neonatal
mortality.
Design. Case control study.
Methods. One hundred and twenty three newborns in Maternal Perinatal Installation
from 1 February 2003 to 28 February 2004 were enrolled in this study, consisting of 41
infants birth alive, and all died during hospitalization, and 82 infants alive measured
when released from hospital, the data was taken form medical records. Cases were infants
those died and control were infants alive when released from hospital, and then
prognostic factors were identified.
Result. Factors those significantly related to neonatal mortality in univariate analysis
were sepsis (OR=4,26; 95%CI=1,9-9,4), prematurity (OR=3,26; 95%CI=1,5-7,2), low
birth weight (OR=3,41; 95%CI=1,6-7,5), major congenital anomaly (OR=4,29; 95%CI=
1,6-11,5), low apgar score (OR 4,18; 95% CI=1,1-17,7) and hyalin membran disease
(OR=12,90; 95% CI=2,7-62,3). By multivariate analysis, in order of higher contribution,
variables of major congenital anomaly (OR=34,80; 95% CI=6,6-182,1), hyalin membran
disease (OR=15,00; 95% CI=2,3-96,5), low apgar score (OR=9,16; 95% CI=1,8-48,0),
and sepsis neonatorum (OR 6,04; 95% CI 1,9-18,9) were significantly related to neonatal
mortality.
Conclusion. Major congenital anomaly, hyalin membran disease, low apgar score and
sepsis neonatorum were prognostic factors of neonatal mortality. The existence of major
congenital anomaly would predict the possibility of neonatal mortality 34,8 times greater
than neonates without major congenital anomaly, 15 times greater than neonates without
hyalin membran disease, 9,1 times greater than neonates without low apgar score, and 6
times greater than neonates without sepsis neonatorum.
Key words: Neonatal mortality, sepsis neonatorum, prematurity, low birth weight,
major congenital anomaly, low apgar score, hyalin membran disease,
prognostic factors.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa neonatus diartikan sebagai masa kehidupan bayi 4 minggu pertama setelah
dilahirkan. Namun kehidupan masa fetus dan masa ekstrauterin merupakan suatu masa
yang berkesinambungan dimana bayi tumbuh dan berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh
faktor genetik yang dibawa, sosial ekonomi dan faktor lingkungan (Stoll dan Kliegman,
2000). Kehidupan pada masa neonatus sangat rawan oleh karena memerlukan
penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini
dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan
2/3 kematian bayi di bawah umur 1 tahun terjadi pada masa neonatus (Markum, 1996).
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya, dan
menyertai, dan status paru. Namun dari data yang ada penyebab kematian tertinggi pada
neonatus pada minggu pertama kelahiran adalah asfiksia lahir dan prematuritas berat,
sedangkan infeksi bakteri menjadi penyebab terbanyak kematian pada masa bayi (English
et al., 2003). Penulis lain menyebutkan bahwa penyebab utama kematian pada minggu
pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis
dan komplikasi berat lahir rendah (Kosim, dkk., 2004). Kurang lebih 98% kematian ini
1
2
terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan
pengenalan dini dan pengobatan yang tepat. Mortalitas neonatus secara progresif
mengalami penurunan, dengan yang tertinggi selama 24 jam pertama kehidupan dan
memberi sumbangan 65% dari kematian sebelum usia 1 tahun. Penurunan mortalitas dan
morbiditas ini tergantung dari pencegahan lahirnya bayi-bayi berat lahir rendah,
diagnosis prenatal dan penanganan dini dari penyakit akibat faktor-faktor yang berperan
selama kehamilan dan pada saat kelahiran (Stoll dan Kliegman, 2000).
Data yang ada di tingkat nasional mengenai angka mortalitas di Indonesia yaitu
65/1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 dan telah menurun menjadi 58/1000 lahir hidup
pada tahun 1995 (Survei kesehatan dan demografi Indonesia cit Haksari, 2000). Namun
angka mortalitas neonatal diperkirakan lebih dari setengahnya. Estimasi angka mortalitas
perinatal di Indonesia adalah 45/1000 kelahiran pada tahun 1995 (WHO cit Haksari,
2000).
neonatal relatif lebih tinggi. Pada umumnya mortalitas neonatal berhubungan dengan
berat lahir rendah, asfiksia termasuk distres respirasi, infeksi dan trauma lahir (WHO cit
Haksari, 2000). Angka mortalitas neonatal dini pada tahun 1991 yaitu 27/1000 kelahiran
hidup (Survei kesehatan dan demografi Indonesia cit Haksari, 2000), tahun 1983-1984
yaitu 21/1000 kelahiran hidup (Surjono, 1988). Angka mortalitas neonatus tahun 1983-
1984 sebesar 25/1000 kelahiran hidup dengan 82,6% kematian terjadi pada periode
Dengan angka mortalitas neonatus yang relatif tetap dengan kurang lebih 2/3
kematian tersebut terjadi pada periode neonatus dini yang akhirnya menyumbang pada
3
angka kematian bayi, penting diketahui seberapa besar peran masing-masing faktor
kewaspadaan dari pengelola institusi maupun pelaksana di rumah sakit dengan perawatan
neonatus intensif.
B. Rumusan Permasalahan
dirawat di Instalasi Maternal Perinatal RS Dr. Sardjito dan seberapa besar kontribusi
C. Pertanyaan Penelitian
dirawat di Instalasi Maternal Perinatal RS Dr. Sardjito dan seberapa besar kontribusi
D. Tujuan Penelitian
E. Keaslian penelitian
Penelitian yang hampir serupa adalah oleh English et al., (2003) yang
bayi-bayi muda yang datang ke rumah sakit distrik di Kenya. Pada penelitian selama
tahun 1999-2001 ini 1080 bayi diteliti, dan diagnosis primer pada saat pasien datang
ditentukan dan juga dihitung case fatality rate, dikelompokkan berdasarkan usia 0-7 hari
(432 bayi), 8-30 hari (260 bayi), 31-60 hari (186 bayi) dan usia 61-90 hari (202 bayi)
Haentzel dan regresi logistik. Penelitian lain yang hampir serupa lainnya adalah yang
dilakukan oleh Kambarani, Matibe dan Pirie pada tahun 1999, yang bertujuan untuk
mengetahui faktor risiko mortalitas neonatus pada level III unit perawatan neonatus,
dengan metodologi case control di Harare. Hasil yang didapatkan adalah faktor risiko
kematian neonatus, variabelnya antara lain presentasi bokong, berat lahir rendah,
prematuritas, malformasi kongenital dan asfiksia lahir. Selain itu juga dilihat faktor
protektif terhadap mortalitas seperti lahir secara seksio sesaria. Umur ibu, paritas, lama
Penelitian mengenai topik yang hampir sama dari dalam negeri yaitu oleh Surjono
(1988) yaitu mengenai mortalitas neonatus di 15 desa di Yogyakarta dan Haksari (2000)
mengenai analisis mortalitas perinatal dan neonatal pada 5 rumah sakit kabupaten di
Yogyakarta, dengan mengidentifikasi karakteristik ibu dan bayi sebagai faktor risiko
kematian.
Pada penelitian yang akan dilaksanakan ini, kami akan meneliti faktor-faktor yang
RS Dr. Sardjito Yogyakarta dengan metode penelitian case control. Subyek adalah bayi
yang dilahirkan di RS Dr. Sardjito maupun dari rujukan rumah sakit lain. Perbedaan
secara prospektif selama 18 bulan dan usia subyek sampai 90 bulan, dan variabel risiko
kematian dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan umur. Pada penelitian oleh Kambarani,
metodologi sama dengan penelitian ini yaitu case control, dengan variabel yang diteliti
juga hampir serupa, namun subyek penelitian adalah seluruh bayi yang dirawat selama
tahun 1998. Pada penelitian oleh Surjono tahun 1988, dilakukan secara prospektif, dan
meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pada neonatus (berat lahir,
paritas, tempat melahirkan, penolong persalinan, jumlah ante natal care (ANC)) maupun
kemungkinan penyebab kematiannya. Penelitian oleh Haksari tahun 2000 dengan studi
cross sectional meneliti faktor-faktor risiko kematian stillbirth, perinatal dan neonatus
pencegahan maupun strategi awal penanganan neonatus terhadap resiko yang dimiliki.
F. Manfaat Penelitian
1. Bidang akademik
Penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran faktor-faktor apa saja yang
Ditujukan bagi dokter maupun perawat di level III rumah sakit dengan perawatan
neonatus intensif agar dapat lebih hati-hati dan waspada terhadap faktor-faktor yang ada
6
3. Bidang penelitian
Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di luar negeri antara lain oleh English,
et al (2003), mencari penyebab dan outcome bagi bayi yang datang ke rumah sakit
kematian dalam 60 hari pertama kehidupan adalah infeksi berat (sepsis neonatorum,
pneumonia, dan meningitis) sebesar 38% dari seluruh sampel bayi dan mengakibatkan
kematian sebesar 29%. Ranking kedua adalah prematuritas dengan jumlah 11% dan
mengakibatkan kematian 28%. Yang selanjutnya adalah neonatal jaundice sebesar 10%
dan mengakibatkan kematian sebesar 11%. Terakhir yang juga masuk kelompok ini
perawatan bayi-bayi dengan berat badan sangat rendah di Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) Skotlandia dan Australia dengan metode studi kohort didapatkan bahwa angka
kematian bayi-bayi dengan berat lahir sangat rendah (500-1499) gram lebih besar di
NICU Skotlandia yaitu 20,3% dibandingkan dengan di Australia yaitu 16,6% (RR 1,22,
IK 95% 1,08-1,39). Pada penelitian ini risiko kematian bayi-bayi serupa antara di
Skotlandia dan di Australia, dihitung dengan skor CRIB (Clinical Risk Index for Babies),
dan analisis dari penelitian ini menyebutkan bahwa perawatan NICU di Australia lebih
efektif dibandingkan NICU di Skotlandia. Hasil ini konsisten dengan adanya proporsi
7
8
neonatologist yang bekerja full time di NICU Australia lebih besar, staf perawat yang
mendapat kursus neonatologi lebih lama masa kursusnya (1 tahun) di Australia dibanding
dengan di Skotlandia (6 bulan), dan rasio perawat dengan bayi yang dirawat dengan
ventilator 1:1 di Australia, dengan 1:2 di Skotlandia pada tiap shift jaga perawat.
prospektif observasional tentang outcome bayi-bayi yang lahir sebelum usia kehamilan
26 minggu sampai dipulangkan dari rumah sakit, survival rate adalah 39%. Berat badan
bayi-bayi pada penelitian ini antara 360-1040 gram. Faktor penyebab kematian yang
30,9%, sekuele lanjut dari ventilator 8,2%, infeksi 8,2%, perdarahan intrakranial 5,8%,
necrotizing enterocolitis (NEC) 3,6%, lain-lain 8,9% (perdarahan paru, hipotensi berat,
Pada tahun 1997-2003 beberapa penelitian dari luar negeri melaporkan perubahan
prognosis dari bayi berat badan lahir rendah, sangat rendah, dan ekstrim rendah yang
mengalami perbaikan. Penurunan angka mortalitas secara dramatis bagi bayi-bayi kecil
terutama <750 gram dipengaruhi oleh perkembangan ilmu perinatologi dan neonatologi
secara umum seperti adanya terapi spesifik seperti pemberian surfaktan eksogen, dan
steroid antenatal (Piecuch, RE, et al, 1997).Peningkatan survival rate dari bayi berat lahir
ekstrim rendah juga merupakan sumbangan dari adanya peningkatan pada kualitas
perawatan pasien, dan perbaikan strategi dari perawatan neonatus (Fitzgerald et al.,
2000).
9
Lebih banyak penelitian yang secara khusus meneliti bayi prematur, seperti
penelitian oleh Draper et al (1999) dengan subyek bayi-bayi lahir hidup dan stillbirh dari
usia kehamilan 22-32 minggu, didapatkan survival rate 80,4%, dan survival rate bayi
yang dirujuk ke perawatan neonatus (92,8% dari seluruh subyek) adalah 86,6%. Untuk
bayi dengan berat 250-499 gram survival rate 9% (IK 95%, 0,07-0,13), berat 500-749
gram survival rate 55% (IK 95%, 0,49-0,61), berat 1000-1249 gram survival rate 21%
(IK 95%, 0,16-0,28), berat 1250-1499 gram survival rate 80% (IK 95%, 0,76-0,85). Pada
penelitian ini disebutkan faktor lain yang mempengaruhi survival bagi bayi prematur
seperti asal ethnik, jenis kelamin (perempuan lebih baik daripada laki-laki), dan
mempunyai efek negatif bagi viabilitas bayi. Penelitian secara prospektif di Finlandia
tahun 1996-1997 mengenai mortalitas dan morbiditas bayi berat ekstrim rendah dan
mortalitas perinatal 55%, mortalitas neonatus 38%, dan mortalitas postneonatus 2%.
Dari bayi-bayi yang bertahan sampai usia 4 hari 88% berhasil hidup. Pada bayi yang
dapat hidup > 12 jam, insiden RDS 76%, septikemia dengan kultur darah positif 22%,
intraventricular hemorrhage (IVH) derajat II-IV 20%, NEC dengan perforasi usus 9%.
Penyebab kematian bayi berat lahir ekstrim rendah pada penelitian ini untuk kelompok
yang meninggal usia 0-12 jam, terbanyak adalah imaturitas (48%), disusul dengan RDS
(18%), infeksi (13%), asfiksia (4%), anomali (3%), IVH (2%), dan lain-lain (12%). Pada
kelompok yang meninggal usia >12 jam - <7 hari, penyebab kematian terbanyak RDS
(47%), disusul IVH (34%), infeksi (4%), anomali (4%), imaturitas (2%) dan lain-lain
(9%). Pada kelompok usia meninggal 7 – 27 hari, penyebab terbanyak adalah NEC
1
(44%), disusul RDS (22%), IVH (17%), infeksi (6%), anomali (6%), dan lain-lain (6%)
Cust, Darlow dan Donoghue (2002) melakukan penelitian tentang outcome bayi
risiko tinggi di New Zealand tahun 1998-1999 yang berupa studi populasi nasional. Bayi
yang mendapat bantuan ventilator sebesar 94% dari keseluruhan subyek 3368 bayi. Bayi
yang mendapat terapi bedah mayor sebesar 7% dari seluruh subyek. Survival rate bagi
bayi <32 minggu usia kehamilan yaitu 91%, dan 97% bagi bayi 32 minggu usia
kehamilan yang mendapat ventilator. Survival rate bagi bayi yang mendapat terapi bedah
menurunkan risiko kematian sebesar 30% bagi bayi-bayi dengan berat lahir 500-1500
gram (Schwartz et al., 1994). Penurunan sebesar 80% angka kematian bayi di Amerika
Serikat antara tahun 1989-1990 juga merupakan dampak dari penggunaan surfaktan
(Schwartz et al.,1994).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Haksari (2000) di 5 rumah sakit kabupaten di
neonatal dini 19,1‰, dan mortalitas neonatal sebesar 21,1‰. Terdapat hubungan yang
kuat antara persalinan yang lama/tak maju, perdarahan yang terjadi pada saat persalinan,
berat badan lahir rendah dan usia kehamilan 36 minggu dengan angka mortalitas diatas.
1
Tabel 1. Beberapa penelitian tentang mortalitas neonatus dan bayi dan faktor-
Kambarami Harare Cent. Case control 5305 neonatus Mengetahui faktor Angk mortalitas
RA, Matibe Hosp. Neo- risiko mortalitas neo- neonatus 19,3%
P, Pirie D, natal Unit natus pd level III unit FR kematian:
1999 perawatan neonatus -pres.bokong
OR 1,76 (1,39-2,22)
-BBLR
OR 4,0 (3,92-5,57)
-prematuritas
OR 2,36 (2,09-2,66)
-malform. kongenital
OR 2,8 (1,72-4,53)
-asfiksia lahir
OR 1,79 (1,51-2,12)
Costeloe K, United King- Prospektif 4004 kelahiran Menilai outcome bayi Survival rate 39%
et al., 2000 dom, Repub. Observasional 811 bayi yg ma lahir sbl 28 mg s/d Faktor yg berhub dg
of Ireland suk intensive keluar RS kematian neonatus:
care neonat un. -jenis kel.laki-laki
-tdk ada lap. mengen.
chorioamnionitis
-steroid antenatal (-)
-persisten bradikardi
pd 5 menit
-hipotermi
-skor CRIB yg tinggi
Cust AE,et al, NICU level Audit prospek- 3368 bayi risi- Menilai morbiditas Survival rate:
2003 II & III di tif ko tinggi dan mortalitas jangka -<32 mg : 91%
New Zealand pendek, penanganan - 32 mg yg mendpt
dan terapi untuk bayi ventilator : 97%
risiko tinggi - 32 mg dg operasi
mayor :92%
1
Draper ES, et al Trent health Retrospektif, Semua bayi Mendpt data survival survival rate 80,4%
1999 region studi berbasis lahir hidup, bayi premature Bayi Eropa (24 mg):
populasi stillbirth u.k. 250-499 gr:
22-32 minggu : 9%(7%-13%)
1000-1249 gr:
21% (16%-28%)
Bayi Eropa (27 mg):
500-749 gr:
55% (49%-61%)
1250-1499 gr:
80% (76%-85%)
Survival bayi kembar
OR 1,4 (1,1-1,8)
English M,et al RS distrik di Kohort pros- 1080 bayi Mendpt diskripsi scr Mortalitas 18%
2003 Kenya pektif lengkap ttg bayi yg di 0-7 hari :34%
rawat pd pusat ruju- <60 hari : 5%,sebab:
kan pertama di Kenya-infeksi berat 29%
-prematuritas 28%
-tetanus neonat.16%
-neon. jaundice 11%
-asfiksia lahir 10%
-kel. kongenital 2%
-pneumonia 0,5%
Haksari EL, 5 RS kabupa- Cross sectional 5543 kelahiran Identifikasi karakte- Mortalitas perinatal :
2000 ten di Yogya primigravida ristik ibu dan bayi se- 41,2‰
4562 kelahiran bagai FR kematian Stillbirth: 22,4‰
multigravida perinatal & neonatal Mortalitas dini neo-
natus : 19,1‰
Mortalitas neonatus:
21,1‰
Karakteristik ibu yg
risiko bayi:
-Primigravida 19 th
-Multigravida 40th
-Rendah pendidikan
Karakt. persalinan :
-Persalinan yg lama
-Perdarahan
-Adanya komplikasi
-Riwayat SC
Karakteristik bayi:
-Prematuritas
-BBLR
-Kelahiran kembar
-Bayi laki-laki
(pada primigravida)
1
International NICU di Aus- Kohort pros- 2621 bayi Membandingkan Mortalitas kematian
Neonatal tralia &Scot- pektif BB<1500 gr outcome pd NICU di RS Scotlandia 50%
Network, et al landia atau UK<31mg perawatan BBLSR lebih besar dari RS di
2000 atau prematur yg Australia
dipilih
Piecuch RE, San Francisco Kohort pros- 446 bayi Menilai outcome neu- Berat lahir tak berhu-
et al, 1997 pektif rodevelopmental pd bungan dg outcome.
bayi BBLER, dan Faktor risiko yg ber-
outcome berdasar hub.dg outcome jelek
berat lahir -Perdar.intrakranial
der. III/IV
-Penyakit paru kronik
-Risiko sosial tinggi
Schwartz, et al Data di 14 RS Kohort retros- 5629 bayi Mengetahui keuntu- Risiko kematian bayi
1994 di Amerika pektif BB 500-1500 ngan pemberian sur- BBLSR turun 30%
gr faktan terhadap mor- sejak adanya surfak-
talitas dan biaya yg tan.
dikeluarkan Pd bayi dg Broncho-
pulmonary Dysplacia
mortalitas turun 40%
Mortalitas bayi selu-
ruh negeri turun 5%
dg 80% penurunan
akibat penggunaan
surfaktan.
Biaya perawatan tiap
Bayi turun 31%
Tommiska,et al RS Finlandia Kohort pros- 529 BBLER Mengetahui angka Mortalitas perinatal:
2001 pektif kelahiran, kematian, 55%
morbiditas BBLER Mortalitas neonatus:
th 1996-1997. 38%
Menganalisis faktor Mortalitas postneo-
Risiko yg berhub. dg natus: 2%
1
Periode neonatus merupakan periode masa yang sangat rentan bagi bayi, yang
ekstrauterin. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas neonatus juga tergantung pada
ekstrauterin ini juga membutuhkan banyak perubahan fisiologi dan biokimiawi. Fungsi
paru-paru bayi baru lahir langsung teraktivasi untuk memenuhi kebutuhan respirasi untuk
pertukaran oksigen dan karbon dioksida, demikian pula dengan sistem gastrointestinal
1
yang langsung berfungsi untuk mengabsorbsi makanan, ginjal sebagai fungsi ekskresi
dan keseimbangan homeostasis kimiawi, hepar sebagai penetralisir dan ekskresi zat-zat
racun, dan imun sistem sebagai proteksi terhadap infeksi. Bahkan sistem kardiovaskular
dan endokrin juga langsung beradaptasi (Stoll dan Kliegman, 2000). Banyaknya masalah
bayi baru lahir berkaitan dengan penyesuaian yang jelek terhadap asfiksia, kelahiran
Bayi yang memiliki risiko kesakitan maupun kematian selama periode neonatus
neonatus. Terminologi risiko tinggi ditujukan bagi bayi yang harus selalu diobservasi
secara ketat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Lebih kurang 9% dari seluruh
disebutkan dalam Stoll dan Kliegman (2000) dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor
sosial demografi (usia ibu, konsumsi obat/rokok, kemiskinan, tidak menikah dan stres
emosional atau fisik), faktor riwayat medis yang dimiliki ibu sebelumnya (gangguan
penyakit menular seksual, kehamilan ganda, preeklamsia, ketuban pecah dini, jarak
kehamilan yang dekat, poli-oligohidramnion, perawatan prenatal yang tidak adekuat, dan
kondisi hiperkoagulasi familial atau didapat), faktor kelahiran (prematur, posmatur, fetal
1
distres, imatur, presentasi bokong, meconeum stained, seksio sesaria, forseps, dan skor
apgar kurang dari 4 pada 1 menit), dan faktor neonatus sendiri (berat lahir kurang dari
2500 gram atau lebih dari 4000 gram, lahir sebelum 37 atau sesudah 42 minggu
kehamilan, kecil masa kehamilan/ besar masa kehamilan, dan malformasi kongenital).
Bayi baru lahir dengan risiko tinggi dapat segera terlihat dari pemeriksaan
fisik, yaitu berat badan lahir lebih kecil ataupun diatas normal, adanya kelainan
kongenital yang jelas terlihat, keadaan umum bayi yang terlihat tidak sehat, seperti
Bayi yang kelihatannya sehat namun merupakan bayi dengan risiko tinggi tetap
masa yang berat yaitu peralihan dan adaptasi dari masa intrauterin ke ekstrauterin,
sehingga bila dalam perjalanannya ditemukan ada kelainan dapat segera ditangani
Sepsis Neonatorum
di dalam darah atau produk toksik yang dilepaskan dari infeksi setempat. Proses tersebut
secara umum berhubungan dengan kerja sistem imun dan dikendalikan oleh berbagai
hormon, sitokin, dan enzim. Dijumpai berbagai faktor risiko baik dari penjamu maupun
lingkungan yang dapat mempengaruhi respons imun. Neonatus yang mempunyai struktur
anatomi dan fisiologi yang imatur menjadi salah satu risiko terjadinya infeksi berat
seperti sepsis (Klein JO, Marcy SM, 1995 cit Hadinegoro SRH, 1997).
Pada dasarnya fetus yang masih terbungkus oleh lapisan amnion cukup terlindung
dari flora bakteri ibu. Cairan amnion mempunyai fungsi menghambat pertumbuhan
1
Escheria Coli dan bakteri lainnya karena mengandung lisozim, transferin, ataupun
imunoglobulin (IgA dan IgG) yang diduga berfungsi sebagai bakteriostatik. Maka bila
terjadi kerusakan lapisan amnion, fetus akan mudah mendapat infeksi melalui amnionitis.
Kesempatan pertama bayi kontak dengan bakteri kolonisasi adalah pada saat ketuban
pecah dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Jika oleh karena sesuatu hal bayi terlalu
lama kontak dengan kolonisasi mikroflora pada jalan lahir, maka bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kesempatan terjadinya infeksi pada janin makin besar. Infeksi
di vagina merupakan risiko yang penting. Demikian pula bila ibu mengalami infeksi
segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,8 C, maka sekitar 9,2-38,2% di antara bayi
mikroba dalam sirkulasi atau oleh sebab produk toksik bakteri patogen yang dikeluarkan
dari tempat infeksi. Sistim imun baik humoral maupun seluler akan berusaha
akan mengeliminasi mikroba melalui proses opsonisasi oleh komplemen dan antibodi. Di
samping itu beberapa jenis enzim, faktor serum yang berfungsi sebagai detoksifikasi,
hidrolisa, dan neutralisasi akan turut menghancurkan mikroba penyebab. Tetapi proses
keseimbangan ini akan terganggu bila didapat faktor-faktor risiko, seperti status
imunologi yang kurang adekuat, prematuritas, dan lainnya (Hadinegoro, SRH, 1997).
1
Infeksi Bakteri
Endorfin Aktivasi
Makrofag Komplemen
Tissue factor C5a
Sitokin
Aktifasi Aktifasi Aktivasi PMN
Koagulasi Kallikrein-Kinin Pengeluaran PAF &
Dan C3a Asam arakidonik,
Fibrinolisis Pengeluaran histamin Substrat toksik
Kegagalan multiorgan
Dikutip dari Japari HS, 1992 dengan modifikasi (Hadinegoro SRH, 1997)
gejala/tanda pada paling tidak empat kelompok gejala sebagai berikut: i) gejala umum:
bayi tampak sakit, tidak mau minum, kenaikan atau penurunan suhu tubuh (>37,5C atau
< 36,5C, sklerema/skleredema; ii) gejala gastrointestinal: muntah atau residu lambung
positif, diare, hepatomegali, dan perut kembung; iii) gejala saluran pernapasan, dispnea,
takipnea (pernapasan >60 x/menit), sianosis; iv) gejala kardiovaskular: takikardia, edema,
dehidrasi; v) gejala sistim saraf pusat: letargi, iritabel, kejang; vi) gejala hematologis:
1
ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan atau diperkuat dengan hasil laboratorium
C-Reactive Protein (CRP) > 8 mg/l, leukopenia (Jumlah leukosit < 5000/mmk), rasio
Prematuritas
Kelahiran prematur sampai saat ini masih merupakan masalah penting pada
bidang reproduksi manusia. Kelahiran prematur ini secara langsung bertanggung jawab
atas 75-90% kematian neonatal yang tidak disebabkan oleh kelainan kongenital letal.
Kelahiran prematur juga merupakan penyumbang besar pada kematian perinatal dan
kesakitan neonatus jangka pendek maupun panjang. Kelainan yang tersering dijumpai
hubungan terbalik dengan usia kehamilan pada saat kelahiran. Keadaan-keadaan terrsebut
1997). Keadaan-keadaaan tersebut diatas sangat berkaitan erat dengan morbiditas dan
mortalitas neonatus.
Creasy et al, cit Fanaroff AA, Merkatz IR, 1998 di San Fransisco berusaha
sehari-hari, dan 4) kejadian pada kehamilan terakhir. Pasien dievaluasi pada kunjungan
pertama dan pada umur kehamilan 25 dan 28 minggu. Pasien yang memiliki skor 10
diklasifikasikan berisiko tinggi untuk persalinan preterm. Pada pasien berisiko tinggi,
2
30% melahirkan secara prematur, sedangkan pada kelompok risiko rendah hanya 2,5%.
Pada fase kedua dari penelitian, yang diidentifikasikan sebagai pasien berisiko tinggi
diawasi secara ketat dan dianjurkan untuk segera melaporkan tanda-tanda atau gejala-
gejala awal persalinan. Pelaksanaan protokol ini menurunkan angka prematuritas dari
paska lahir dengan menilai karakteristik klinis/fisik yang cermat dan maksimal dilakukan
30-42 jam sesudah lahir yaitu dengan memakai skor Dubowitz (Gomella et al, 1992).
Penilaian fisik ini meliputi maturitas neuromuskular dan maturitas fisik yang masing-
masing terdiri dari 10 skor. Penjumlahan skor tadi dapat menggambarkan usia kehamilan
Tampak luar sangat tergantung pada maturitas atau lamanya masa gestasi.Kepala
relatif lebih besar daripada badan, kulit tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan
kurang, osifikasi tulang tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia imatur.
Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup labia
mayora. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, bayi lebih banyak tidur
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat
kelahiran antara 1500 gram – 2499 gram. Disebut bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR) bila berat bayi lahir antara 1000 gram – 1499 gram, dan bayi berat lahir amat
sangat rendah (BBLER) bila berat bayi lahir kurang dari 1000 gram. Tidak semua
neonatus dengan berat lahir kurang dari 2500 gram lahir kurang bulan. BBLR dibagi
2
menjadi 2 golongan, yaitu 1. prematuritas murni yaitu masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan itu; 2.
retardasi pertumbuhan intrauteri (kecil masa kehamilan) yaitu bayi lahir dengan berat
badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan itu.
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah kesehatan utama serta berperanan
pada angka kematian perinatal, neonatal dan masa bayi. Berbagai permasalahan dapat
dialami bayi berat lahir rendah, seperti asfiksia akibat tidak adekuatnya dukungan
plasenta dalam masukan glukosa dari ibu, persediaan karbohidrat rendah, dan oksigenasi
terbatas; hipoglikemia akibat kecepatan metabolik yang tinggi serta persediaan glikogen
rendah; dan status imun rendah yang menyebabkan bayi mudah terinfeksi. Organ-organ
bayi berat lahir rendah yang belum matur menimbulkan permasalahan tersendiri.
Karakterisktik klinis dari prematuritas murni telah dijelaskan pada sub bab
term, atau post-term. Pada pre-term akan terlihat gejala fisik bayi prematur murni
ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam hal ini berat badan kurang dari 2500 gram,
karakteristik fisik sama dengan bayi prematur dan mungkin ditambah dengan retardasi
pertumbuhan dan wasting. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas, gejala yang
menonjol adalah wasting, namun dengan karakteristik klinis bayi cukup bulan. Demikian
pula untuk post-term dengan dismaturitas (Staf pengajar IKA UI, 1985).
intrauterin dari Lubchenco. Dikatakan berat badan kurang dari berat badan lahir yang
2
seharusnya untuk masa gestasi tertentu ialah kalau berat badan lahirnya di bawah
Masalah yang ditemukan pada dismaturitas antara lain adalah sindrom aspirasi
membran hialin (pada dismatur pre-term, namun insidensinya lebih rendah karena adanya
stres kronik dalam uterus sehingga mempercepat matangnya paru), polisitemia, anomali
mekanisme pembekuan darah sering ditemukan dalam derajat berat pada bayi berat lahir
intraventrikuler. Faktor yang turut berperan pada keadaan tersebut adalah meningginya
fragilitas kapiler, arteri, dan jaringan kapiler vena dalam jaringan germinal
paraventrikuler yang mudah rusak, serta meningginya tekanan vaskuler. Bayi prematur
yang termasuk kecil untuk masa kehamilan sering menderita perdarahan paru dan
Kelainan Kongenital
struktural yang ada saat lahir. Dapat makroskopik (terlihat mata) maupun mikroskopik
(hanya dengan bantuan mikroskop), pada permukaan atau dalam tubuh (Moore, 1989).
Sekitar 20 persen kematian pada periode perinatal akibat dari anomali kongenital.
Anomali kongenital merupakan penyebab tunggal terbesar dari penyakit berat dan
morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Selain itu,
pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud
dalam bentuk berbagai tumbuh kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisik,
Kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu malformasi
kongenital yang timbul sejak periode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis
atau organogenesis, dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat
mengalami perubahan morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk
dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal (Markum, 1996). Malformasi
kongenital dibagi dalam dua kategori, yaitu mayor dan minor. Anomali mayor
mempunyai efek yang buruk bagi kesehatan individual, fungsi dan akseptabilitas sosial.
Sering terdapat pada awal pertumbuhan, tetapi kebanyakan embrio dengan kelainan ini
akan mengalami abortus spontan. Anomali minor mengakibatkan konsekuensi medis dan
sosial yang terbatas, dijumpai kurang lebih pada 14% bayi baru lahir. Anomali minor tak
banyak berdampak buruk bagi anak, namun dapat muncul bersama anomali mayor atau
Diagnosis dapat dilakukan pada saat dalam kandungan (prenatal) atau setelah
lahir (post natal). Diagnosis prenatal biasanya dilakukan apabila ibu hamil mempunyai
faktor risiko untuk melahirkan anak dengan malformasi kongenital, atau riwayat keluarga
dengan malformasi kongenital, ibu dengan usia cukup tinggi, riwayat pemakaian obat-
obat teratogenik, aborsi berulang, dan riwayat kehamilan buruk. Diagnosis prenatal dapat
2
Diagnosis post natal dilakukan dengan pemeriksaan fisik terhadap bayi, serta penunjang
lain seperti radiologi, echocardiografi, CT Scanning, MRI, dan analisa genetik atau
kromosom.
Keadaan fisiologis normal pada saat lahir, dimulai dengan ekspansi awal dari
paru-paru, yang secara umum memerlukan tekanan negatif intratorakal yang cukup besar,
diikuti dengan tangisan. Pengikatan tali pusat dibarengi dengan meningkatnya tekanan
darah dan stimulasi masif dari sistem saraf simpatis. Dengan ekspansi paru-paru dan
respirasi, tahanan vaskular paru menurun diikuti dengan perubahan yang berangsur-
angsur dari sirkulasi fetal ke sirkulasi dewasa, dengan penutupan foramen ovale dan
duktus arteriosus.
Keadaan fisiologis abnormal pada saat lahir, bayi baru lahir dengan kondisi
asfiksia melalui suatu transisi abnormal. Seekor monyet resus sebagai model telah
resusitasi (Gomella, 1992). Segera setelah asfiksia akut, fetus monyet mengalami apnea
primer, dimana respirasi spontan dapat ditimbulkan dengan stimulasi sensorik yang
memadai. Keadaan ini terjadi selama 1 menit, dan fetus kemudian mulai gasping selama
4-5 menit, diakhiri dengan gasping terakhir. Hal ini diikuti periode apnea sekunder,
dimana respirasi spontan tidak dapat lagi ditimbulkan dengan stimulasi sensorik.
Kematian terjadi bila apnea sekunder tidak dibantu dengan bantuan ventilasi yang
resusitasi yang akan dilakukan. Diagnosis tersebut tidak hanya ditegakkan setelah bayi
lahir, tetapi juga dapat diketahui selama bayi masih dalam kandungan, karena hampir
sebagian besar asfiksia bayi merupakan kelanjutan asfiksia janin. Diagnosis intra uterin
dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan denyut jantung janin. Pada keadaan
normal denyut jantung janin 120-160 kali permenit. Apabila denyut jantung tersebut
kurang dari 100 kali permenit atau lebih dari 160 kali permenit, maka kemungkinan
adanya asfiksia janin harus dipertimbangkan. Pemantauan denyut jantung janin ini dapat
pH darah janin yang diperoleh dengan mengambil sediaan darah dari kulit kepala melalui
serviks yang sudah terbuka. Nilai pH darah kurang dari 7,2 menunjukkan adanya asidosis
harus pula ditingkatkan bila terdapat air ketuban yang mengandung mekoneum pada bayi
letak kepala. Cara lain yang sifatnya tidak infasif dengan menetapkan nilai apgar bayi
segera setelah lahir. Menurut nilai apgar bayi dapat dikelompokkan dalam 3 golongan
yaitu asfiksia berat (nilai apgar rendah) bila nilai Apgar 0-3, asfiksia sedang bila nilainya
4-6 dan bayi tidak menderita asfiksia bila nilai apgar lebih dari 6. Penilaian ini
bermanfaat untuk melakukan tindakan cepat dan menentukan prognosis bayi di masa
selanjutnya.
Merupakan komplikasi bayi lahir prematur, biasanya umur kehamilan ibu kurang
dari 35 minggu. Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50-
2
70%). Faktor risiko dari ibu, yaitu ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama
kehamilan, misal ibu yang menderita diabetes mellitus, toksemia gravidarum, hipotensi,
substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori
yang banyak dianut. Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai
dibentuk pada usia kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke
35. Peranan surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga
tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir
ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membran hialin
Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernapasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Bila hal ini berlangsung terus, akan
Diagnosis klinis, didukung oleh data dari anamnesis umur kehamilan, berupa
adanya tanda distres respirasi yang timbul pada 6-8 jam pertama setelah lahir.
Pemeriksaan penunjang sederhana, berupa tes kocok (shake test), dan radiologis dengan
ditemukannya gambaran fine granuler di seluruh lapangan paru yang menurut derajat
keparahannya dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu derajat I,II, III dan IV.
2
C. Landasan teori
Angka kematian neonatus yang cukup tinggi, masih merupakan masalah yang
menurunkan angka kematian yang tinggi. Dari tahun ke tahun penurunan angka kematian
terjadi tidak secepat yang diharapkan. Penyebab yang bersifat multifaktorial dengan
faktor risiko beragam, perlu diidentifikasi secara seksama dalam upaya tersebut.
Prognosis yaitu prediksi dari perjalanan penyakit ke depan dari onsetnya. Faktor
prognostik yaitu kondisi yang berhubungan dengan outcome penyakit . Biasanya studi
prognosis berhubungan dengan orang-orang yang sakit dan melihat konsekuensi dari
penyakit.
nilai Apgar rendah dan penyakit membran hialin diketahui merupakan faktor-faktor
terbanyak yang secara langsung maupun tak langsung merupakan faktor prognostik
kematian bagi neonatus. Dengan diketahuinya faktor prognostik kematian neonatus dan
neonatus dan penanganan dapat dilakukan sedini mungkin sehingga dapat memperbaiki
JANIN
INTRA UTERIN
RISIKO TINGGI:
PREMATUR
BERAT LAHIR RENDAH
NILAI APGAR RENDAH
KEL.KONGENI- TAL MAYOR
SEPSIS
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN
HIDUP MENINGGAL
E. Hipotesis
Faktor prematuritas, berat lahir rendah, infeksi (sepsis neonatorum), nilai apgar
rendah, kelainan kongenital mayor, dan penyakit membran hialin berhubungan dengan
CARA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, dari bulan Februari 2003
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini memakai rancang bangun case control, dengan perbandingan kasus
kontrol = 1:2 yang membandingkan bayi yang meninggal sebagai kasus dan bayi yang
Ya
Tidak
Kasus
(subyek
Ya meninggal)
Kontrol
(subyek
Tidak hidup)
30
3
sampel sampel
Neonatus meninggal Neonatus hidup
Analisis : OR
Gambar 4. Alur penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah bayi lahir hidup yang dirawat di Instalasi Maternal
Perinatal sejak 1 Februari 2003 sampai 28 Februari 2004 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi: bayi baru lahir usia 0-28 hari baik lahir dalam maupun lahir luar RS
Dr. Sardjito
3
2. Besar sampel
yaitu:
Dimana: : 0,05
Power : 80%
Z : 1,960
Z : 0,842
P2 : 0,30
P1 : 0,60
OR : 4,0
Perbandingan kasus: kontrol = 1:2, untuk mengurangi jumlah kasus pada variabel yang
D. Definisi Operasional
Neonatus yang meninggal : bayi usia 0-28 hari dan meninggal sebelum usia 28 hari oleh
sebab apapun.
Neonatus yang hidup : bayi usia 0-28, pulang diijinkan dan dalam kondisi hidup.
outcome neonatus (sepsis neonatorum, prematuritas, berat lahir rendah, nilai apgar
Variabel :
Prematur : Bayi lahir dari ibu dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Berat lahir rendah : Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram.
Nilai apgar rendah : Bayi lahir dengan penilaian apgar kurang dari 4 pada menit pertama.
Kelainan kongenital mayor : Abnormalitas struktural yang muncul saat lahir dan
memberi efek yang signifikan terhadap fungsi, dan penerimaan sosial (Health state US,
2000)
E. Variabel Penelitian
Variabel bebas : faktor prognostik neonatus (sepsis, prematuritas, berat lahir rendah, nilai
F. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mencari data bayi yang dirawat di Instalasi Maternal
Perinatal bulan Februari 2003 sampai bulan Februari 2004 yang meninggal. Data yang
diperoleh dilengkapi dengan mencari informasi dan data lengkap di status pasien di
bagian rekam medik RS. Dr Sardjito. Sampel diperoleh setelah memenuhi kriteria inklusi
G. Analisis Statistik
program SPSS for windows versi 10.0. Untuk mengetahui hubungan antara faktor
prognostik neonatus terhadap outcome, dan seberapa besar hubungan tersebut, digunakan
uji statistik kai kuadrat dan rasio odds dengan interval kepercayaan 95%.
Faktor Ya A B A+B
Tabel 2. Tabel 2x2 yang menunjukkan hasil pengamatan pada penelitian kasus kontrol
OR = AD/BC
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari rekam medik bayi di Instalasi Maternal Perinatal (IMP) RS Dr. Sardjito,
didapatkan data jumlah bayi yang dirawat di IMP dalam rentang waktu 1 tahun, sejak
bulan Februari 2003 sampai bulan Februari 2004 yaitu sebanyak 1250 bayi dengan 163
(13%) diantaranya meninggal dengan berbagai sebab. Dari bayi yang meninggal
diperoleh 41 sampel subyek penelitian untuk kasus dan 82 sampel subyek untuk kontrol.
Karakteristik dua kelompok subyek yang ikut dalam penelitian ini ditampilkan
pada tabel 2. Karakteristik subyek penelitian sebanding dalam hal jenis kelamin, ketuban
pecah ≥24 jam, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah paritas, dan alamat. Namun kedua
kelompok berbeda dari umur kehamilan, berat lahir, cara persalinan, skor apgar 1 menit,
5 menit dan asal persalinan, dimana kelompok kasus, jumlah bayi dengan prematur lebih
besar dibanding kontrol, demikian pula juga mempunyai berat lahir yang lebih rendah,
dan jumlah bayi dengan asal persalinan dari luar RS Dr. Sarjito yang lebih banyak.
35
3
Jumlah (n) 41 82
Jenis kelamin, n(%)
Laki-laki 21(51,2) 39(47,5)
Perempuan 20(48,7) 43(52,4)
Umur kehamilan, n(%)
<37 minggu 21(51,2) 20(24,4)
≥37 minggu 20(48,7) 62(75,6)
Berat lahir, gram(SD) 2114,5±982,9 2740,9±709,7
Ketuban pecah ≥24 jam, n(%) 2(4,9) 6(7,3)
Cara persalinan, n(%)
Spontan 36(87,8) 51(62,2)
Spontan dengan tindakan 1(2,4) 10(12,2)
Seksio sesaria 4(9,8) 21(25,6)
Skor apgar 1 menit, n(%)
Rendah 13(31,7) 7(8,5)
Sedang/normal 26(63,4) 65(79,3)
Skor apgar 5 menit, n(%)
Rendah 6(14,6) 3(3,7)
Sedang/normal 33(80,5) 69(84,1)
Pendidikan ibu, n(%)
Rendah (<6tahun) 3(7,3) 5(6,1)
Sedang (6-11 tahun) 7(17,1) 10(12,2)
Tinggi (≥12 tahun) 31(75,6) 67(81,7)
Pekerjaan ibu, n(%)
Tidak bekerja 38(92,7) 66(80,5)
Bekerja 3(7,3) 16(19,5)
Paritas ibu, n(%)
1 18(43,9) 36(43,9)
2 10(24,4) 21(25,6)
≥3 13(31,7) 25(30,5)
Asal persalinan, n(%)
Lahir dalam 11(26,8) 52(63,4)
Lahir luar 30(73,2) 30(36,6)
Alamat, n(%)
Kodya 5(12,2) 19(23,2)
Sleman 20(48,8) 35(42,7)
Bantul 1(2,4) 12(14,6)
Kulon Progo 1(2,4) 3(3,6)
Gunung Kidul 2(4,9) 3(3,7)
Luar kota 12(29,3) 10(12,2)
3
Univariat Multivariat
Dari analisis univariat untuk melihat hubungan antara faktor prognostik dengan
kematian neonatus pada tabel 3 menunjukkan semua faktor prognostik yang diteliti
neonatus, setelah digabungkan, hanya empat faktor saja yang secara bermakna
mempunyai hubungan yang kuat dengan kematian neonatus, yaitu sepsis (OR 6,04; IK
95% 1,9-18,9), kelainan kongenital mayor (OR 34,80;IK 95% 6,7-182,2), nilai apgar
3
rendah (OR 9,16;IK 95% 1,8-48,0) dan penyakit membran hialin (OR 15,006;IK 95%
2,3-96,5).
Dari tabel 5, bayi yang berasal dari luar juga berhubungan dengan kematian
neonatus (OR 4,90;IK 95% 2,1-11,4). Sedangkan bayi yang lahir dalam, mempunyai efek
BAB V
PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa dengan analisis univariat, variabel sepsis
(OR 4,26;IK 95% 1,9-9,4), prematuritas (OR 3,26; IK 95% 1,5-7,2), berat lahir rendah
(OR 3,41; IK 95% 1,6-7,5), kelainan kongenital mayor (OR 4,29; IK 95% 1,6-11,5), nilai
apgar rendah (OR 4,18; IK 95% 1,1-17,7), dan penyakit membran hialin (OR 12,90;IK
95% 2,7-62,3) merupakan faktor prognostik kematian neonatus. Namun setelah variabel-
variabel tersebut saling mempengaruhi dan saling mengontrol dengan dilakukan analisis
multivariat, hanya variabel sepsis (OR 6,04;IK 95% 1,9-18,9), kelainan kongenital mayor
(OR 34,80;IK 95% 6,7-182,2), nilai apgar rendah (OR 9,16;IK 95% 1,8-48,0)dan
penyakit membran hialin (OR 15,00;IK 95% 2,3-96,5) yang bermakna sebagai faktor
dengan rancangan penelitian case control dengan jumlah sampel 5305 neonatus pada
Unit Neonatologi RS Harare, Zimbabwe pada tahun 1998 yaitu oleh Kambarani, Matibe,
dan Pirie (1999) didapatkan variabel yang bermakna adalah berat lahir rendah (OR 4,0;IK
95% 3,92-5,57), prematuritas (OR 2,36;IK 95% 2,09-2,66), malformasi kongenital (OR
2,80;IK 95% 1,72-4,53) dan asfiksia lahir (OR 1,79;IK 95% 1,51-2,12). Variabel yang
berhubungan dengan kematian neonatus yang dihasilkan dari penelitian Kambarani, dkk,
hampir serupa dengan hasil penelitian ini. Hanya sepsis dan penyakit membran hialin
yang pada penelitian ini hasilnya bermakna, pada penelitian tersebut tidak dianalisis.
Selain variabel yang telah disebutkan di atas, Kambarani, dkk juga menganalisis faktor
4
risiko lain yang berasal dari ibu dan janin, seperti kelahiran sungsang, kelahiran seksio
sesaria, usia ibu, paritas, jenis kelamin, dan lama persalinan. Setelah dilakukan analisis
regresi, pada penelitian Kambarani, dkk didapatkan hasil variabel yang paling bermakna
mempunyai hubungan dengan kematian neonatus adalah berat lahir kurang dari 2500
gram.
Penelitian lain yang dilakukan oleh English M, et al, tahun 2003 dengan
rancangan kohort prospektif dengan jumlah sampel 1080 bayi yang dirawat di RS distrik
di Kenya mendeskripsikan penyebab mortalitas pada bayi usia 0-60 hari, dengan angka
mortalitas keseluruhan 18%, bayi usia 0-7 hari 34% dan <60 hari 5% yaitu infeksi berat
29%, prematuritas 28%, tetanus neonatorum 16%, neonatal jaundice 11%, asfiksia lahir
Dari hasil analisis multivariat, faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap
kematian neonatus adalah kelainan kongenital mayor, diikuti penyakit membran hialin,
nilai apgar rendah dan sepsis. Pada penelitian lain variabel berat lahir rendah dan
kemungkinan pada penelitian ini tidak bermakna, karena variabel ini dipengaruhi oleh
berat badan lahir rendah, sangat rendah dan ekstrim rendah yang mengalami perbaikan.
Penurunan angka mortalitas neonatus ini dimungkinkan dengan adanya terapi spesifik
pemberian surfaktan eksogen bagi bayi-bayi dengan penyakit membran hialin dan steroid
antenatal (Piecuch, RE, et al, 1997). Sampai saat ini preparat ini tersedia di Indonesia
hanya pada senter tertentu, misal di Jakarta, di Rumah Sakit Harapan Kita dari penelitian
4
Pusponegoro TS, tahun 1992-1997 yang melihat outcome terapi dengan surfaktan pada
bayi dengan berat badan > 1000 gram dan masa gestasi > 28 minggu didapat hasil
perbaikan secara radiologis dari gambaran penyakit membran hialin dalam 24-48 jam,
secara klinis perbaikan didapatkan 4-5 hari sesudah pemberian, dan hanya 3 bayi hidup
individual bayi selain fungsi organ dan penerimaan sosial. Saat ini kelainan kongenital
merupakan penyebab tertinggi kematian neonatus di negara-negara maju. Dari setiap tiga
orang bayi yang dilahirkan di Amerika Serikat satu orang bayi menderita kelainan
kelainan kongenital yang berat yang kausanya beragam tersebut, saat ini sudah dapat
dilakukan pemeriksaan untuk diagnosis pra natal sedini mungkin, sehingga diharapkan
bayi yang lahir dapat sempurna baik dari segi fisik maupun mental sehingga dapat
sosial yang akan ditanggung dan kemungkinan peningkatan angka kematian neonatus.
perawatan neonatus. Banyak intervensi yang bisa diambil untuk mencegah maupun
mengatasi kematian yang mungkin terjadi akibat sepsis neonatorum. Identifikasi dini
gejala klinis penyakit merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan. Semakin cepat
Bayi-bayi rujukan atau yang lahir di luar RS. Dr. Sardjito mempunyai hubungan
merupakan bayi-bayi dengan penyakit yang berat setelah dirawat sebelumnya oleh rumah
4
sakit kabupaten, swasta, maupun oleh puskesmas dan bidan. Hal ini serupa dengan hasil
penelitian oleh Surjono (1988), yang mendapatkan bahwa kematian neonatus lebih besar
ditemukan pada tempat kelahiran di rumah sakit (83,87%) dibandingkan dengan di rumah
(19,83). Sedangkan bayi-bayi lahir dalam mempunyai efek protektif terhadap kematian
neonatus, dengan (OR 0,20;IK 95% 0,1-0,5). Bayi lahir dalam biasanya telah dilakukan
terhadap kemungkinan risiko yang akan dihadapi baik prenatal, misalnya dengan
pemberian oksigenasi bagi ibu dengan bayi-bayi yang dicurigai mengalami fetal
kemungkinan penambahan distress respirasi pada bayi, juga dengan pemberian resusitasi
yang adekuat pada bayi baru lahir dengan segala risiko yang dihadapi akibat komplikasi
kehamilan ibu.
Pada penelitian ini kami mengambil variabel faktor bayi yang diduga cukup kuat
berhubungan dengan kematian, baik didasarkan pada teori maupun statistik (penelitian
sebelumnya). Kelemahan yang mungkin terdapat pada penelitian ini adalah tidak
outcome kematian yang ada pada subyek, misalnya penyakit dan kondisi lain yang
Kelemahan penelitian ini, didapat rentang interval kepercayaan yang lebar pada
variabel yang bermakna, kemungkinan disebabkan oleh sedikitnya jumlah sampel. Untuk
penelitian dengan kekuatan hasil yang lebih kuat lebih baik lagi penelitian dengan
rancang bangun cohort baik prospektif maupun retrospektif. Pada kasus yang jarang,
A. Kesimpulan
oleh penyakit membran hialin, nilai apgar yang rendah dan sepsis.
B. Saran
upaya preventif baik di tingkat prenatal, maupun postnatal dapat lebih optimal
ditekan.
43
4
DAFTAR PUSTAKA
Cust AE, Darlow BA, Donoghue DA. Outcomes for high risk New Zealand newborn
infants in 1998-1999: a population based, national study. Archives Disease of
Childhood Fetal Neonatal Ed. 2003;88:F15-22.
Draper ES, Manktelow B, Field DJ, James D. Prediction of survival for preterm births by
weight and gestational age:retrospective population based study. BMJ
1999;319:1093-97.
English M, et al. Causes and outcome of young infant admission to a Kenyan district
hospital. Archives Disease of Childhood Fetal Neonatal Ed. 2003;88:438-43.
Fanaroff AA, Merkatz IR. Perawatan antenatal dan intrapartum pada bayi risiko tinggi.
Dalam: Surjono A. Penatalaksanaan neonatus risiko tinggi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 1995;1-43.
Fitzgerald DA, Mesiano G, Brosseau L, Davis GM. Pulmonary outcome in extremely low
birth weight infants. Pediatrics 2000;105:1209-15.
Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology management, procedures, on call
problems, disease, drugs.2nd ed. Connecticut: Appleton & Lange. 1992.
Hadinegoro, SRH. Sepsis dan meningitis pada neonatus; patofisiologi dan perkembangan
pengobatan. Dalam: Penanganan mutakhir bayi prematur: memenuhi kebutuhan
bayi prematur untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta. 1997; 131-49.
Haksari EL. Analysis of perinatal and neonatal mortality in five district hospitals in
Yogyakarta. Thesis. Sweden: Department of Public Health and Clinical
Medicine, Epidemiology, Umea University. 2000.
Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D. Buku panduan masalah bayi baru lahir untuk
dokter, perawat, bidan di rumah sakit rujukan dasar, 2004.
Kambarani, RA, Matibe P, Pirie D. Risk factors for neonatal mortality: Harare Central
Hospital Neonatal Unit Zimbabwe. The Central African Journal of Medicine.
1999;45:169-73.
Markum AH. Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1996.
Piecuch RE, Leonard CH, Cooper BA, Sehring SA. Outcome of extremely low birth
weight infants (500 to 999 grams) over a 12-year period. Pediatrics
1997;100:633-39.
Pusponegoro TS. Pengalaman penggunaan surfaktan bagi bayi kurang bulan (BKB) di
RSAB Harapan Kita. Dalam: Penanganan mutakhir bayi prematur: memenuhi
kebutuhan bayi prematur untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1997; 237-43.
Schwartz RM, Luby AM, Scanlon JW, Kellogg J. Effect of surfactant on morbidity,
mortality, and resource use in newborn infants weighing 500 to 1500 grams.
NEJM 1994;330:1476-80.
Staf pengajar IKA UI. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, FKUI, 1985;1035-65.
Stool BJ, Kliegman RM. The fetus and the neonatal infant in Behrman ER, Kliegman
RM, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics 2000; 16 th ed., WB Saunders
Company, Philadelphia.
Tommiska V, et al. A national short-term follow up study of extremely low birth weight
infants born in Finland in 1996-1997. Pediatrics 2001;107:1-9.
4