Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI TURP (TRANSURETHAL RESECTION

OF THE PROSTATE) PADA TN. P DAN TN. K DENGAN FOKUS STUDI NYERI DI
RSUD TIDAR KOTA MAGELANG

Rizal Ardana1 Bambang Sarwono2 Dwi Ari Murti Widigdo3 Heru Supriyatno4
1234
Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Magelang
Email : rzldenah@gmail.com

ABSTRAK

Haryono (2013) mendefinisikan benigna prostate hyperplasia sebagai pembesaran progresif dari kelenjar prostat
secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius. Tindakan TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan operasi paling
banyak dikerjakan untuk mengatasi pembesaran prostat pada saat ini. Pada pasien post operasi TURP dapat
terjadi nyeri dan nyeri tersebut tidak hanya diakibatkan karena pembedahan, namun pasien mengalami nyeri
karena adanya clot darah/gumpalan darah dikandung kencing sehingga dapat menyumbat kateter. Pada pasien
post operasi TURP tindakan yang digunakan untuk mencegah terjadinya nyeri adalah dengan melakukan
continuous blader irigasi (CBI) yang dilakukan dengan cara membilas atau menyalurkan cairan secara
berkelanjutan ke bladder untuk mencegah pembentukan clots. Namun apabila clots atau gumpalan darah telah
terbentuk maka dilakukan spooling untuk mengatasi hambatan, sehingga nyeri tidak terjadi. Penelitian ini dilatar
belakangi besarnya jumlah pasien BPH yang melakukan operasi TURP dan menimbulkan dampak seperti nyeri
dan harus segera ditangani. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien
post operasi TURP dengan fokus studi nyeri. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Sample yang
diambil berjumlah 2 orang.

Kata Kunci : Asuhan keperawatan, Turp, Nyeri

ABSTRACT

Haryono (2013) defines benign prostate hyperplasia as progressive enlargement of the prostate gland in general
in men older than 50 years causing various degrees of urethral obstruction and urinary flow restriction. The
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) action is the most widely performed surgery to treat prostate
enlargement at this time. In postoperative patients TURP can occur pain and pain is not only caused due to
surgery, but patients experience pain because of clot blood / blood clots contained urine so that it can clog the
catheter. In postoperative patients TURP action used to prevent the occurrence of pain is to do continuous
blader irrigation (CBI) done by rinsing or continuous fluid channeling to the bladder to prevent clots formation.
But if the clots or blood clots have formed then done spooling to overcome obstacles, so the pain does not occur.
This study is based on the large number of BPH patients who perform TURP surgery and cause pain-like effects
and must be treated promptly. The aim of this study was to describe nursing care in postoperative patient TURP
with focus of study of pain. The research method used is descriptive. Sample taken amounted to 2 people.

Keywords: Nursing care, Turp, Pain


PENDAHULUAN memacu peningkatan aktivitas saraf simpatis
(Kozier & Erb, 2009). Setiap individu memiliki
BPH adalah pembesaran progresif dari
karakteristik fisiologis, social, spiritual, psikologis,
kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua
dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka
dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
menginterprestasikan dan merasakan nyeri.
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
Manajemen nyeri yang efektif merupakan
(Haryono,2013).
kebutuhan dasar manusia yang paling penting pada
Tindakan TURP (Transurethral Resection
post operasi. Manejemen nyeri yang efektif dapat
of the Prostate) merupakan operasi paling banyak
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
dikerjakan untuk mengatasi pembesaran prostat
ketidaknyamanan secara fisik, menstimulus
pada saat ini. Operasi ini lebih disenangi karena
mobilisasi lebih awal sehingga dapat kembali
tidak diperlukan insisi pada kulit perut, massa
bekerja, serta berakibat pada menurunnya jumlah
mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang
kunjungan ke rumah sakit, dan memperpendek
tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi
jangka perawatan di rumah sakit, oleh karena itu
terbuka. Pembedahan endurologi transuretra dapat
dapat mengurangi biaya perawatan (Potter & Perry,
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP
2010). Pada pasien post operasi TURP tindakan
(Transurethral Resection of the Prostate) atau
yang digunakan untuk mencegah terjadinya nyeri
dengan memakai energy Laser (Purnomo, 2011).
adalah dengan melakukan continuous blader irigasi
Masalah yang dapat terjadi setelah operasi
(CBI) yang dilakukan dengan cara membilas atau
TURP antara lain nyeri, hiponatremia, perdarahan,
menyalurkan cairan secara berkelanjutan ke bladder
retensi urin, dan risiko infeksi. Dari beberapa
untuk mencegah pembentukan clots. Namun
masalah tersebut, nyeri merupakan masalah yang
apabila clots atau gumpalan darah telah terbentuk
sering dikeluhkan oleh pasien (Haryono, 2013).
maka dilakukan spooling untuk mengatasi
Pada pasien post operasi TURP nyeri tidak hanya
hambatan, sehingga nyeri tidak terjadi.
diakibatkan hanya pembedahan, namun pasien
Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 5
mengalami nyeri karena adanya clot
Desember 2017 di RSUD Tidar Kota Magelang,
darah/gumpalan darah dikandung kencing sehingga
pada bulan Januari-Desember 2016 kasus BPH
dapat menyumbat kateter. Clots tersebut merupakan
sebanyak 107, dengan 5 pasien tidak dilakukan
sisa-sisa jaringan hasil reseksi didalam. Gumpalan
pembedahan dan 102 pasien melakukan
darah dapat menyebabkan nyeri jika clot darah /
pembedahan TURP, pada tahun 2016 tidak ada
gumpalan darah sangat banyak sehingga kandung
yang melakukan pembedahan BPH dengan cara
kencing sangat teregang. Nyeri disebabkan karena
Prostatektomi. Sedangkan pada bulan Januari-
cairan irigasi dari penampung tetap menetes
November 2017 terdapat 247 kasus dengan 216
sedangkan aliran kateter kebawah tidak lancar,
pasien melakukan tindakan operasi TURP dan 32
sehingga kandung kencing melendung (Afrainin,
pasien tidak melakukan pembedahan. Angka
2010).
kejadian tertinggi untuk pasien TURP yaitu pada
Dampak yang ditimbulkan oleh nyeri
bulan Januari sebanyak 36 kasus (Rekam Medis
adalah peningkatan tekanan darah, nadi dan
RSUD Tidar, 2017).
pernafasan karena nyeri akan menginisiasi atau
Mengingat besarnya jumlah pasien BPH masalah keperawatan nyeri akut adalah dengan cara
yang melakukan operasi TURP dan menimbulkan mengkaji nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
dampak seperti nyeri dan harus segera ditangani, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut tentang intensitas/beratnya nyeri, dan faktor pencetus.
Asuhan Keperawatan pada Post Operasi TURP Untuk mengukur nyeri digunakan intensitas skala
dengan Fokus Studi Manajemen Nyeri di RSUD nyeri numeric dengan skala 1-10. Nyeri ringan
Tidar Kota Magelang. apabila skala 1-3, nyeri sedang apabila skala 4-6,
nyeri berat apabila skala 7-9, dan tidak dapat
METODE PENELITIAN terkontrol apabila skala 10.

Analisis dalam studi kasus asuhan


Rancangan yang digunakan dalam studi
keperawatan pada klien post operasi TURP dengan
kasus ini adalah rancangan deskriptif yaitu
fokus studi nyeri ini dilakukan secara deskriptif
menggambarkan tentang proses asuhan
yang akan disajikan secara narasi. Teknik analisis
keperawatan dengan memfokuskan pada salah satu
yang digunakan membuata narasi yang diperoleh
masalah penting dalam kasus yang dipilih yaitu
dari proses asuhan keperawatan yang telah
Asuhan Keperawatan Pada Post Operasi Turp
dilakukan dimuali dari pengkajian, diagnose,
(Transurethal Resection Of The Prostate) Dengan
intervensi, implementasi, serta evaluasi. Analisis
Fokus Studi Nyeri di RSUD Kota Tidar Magelang.
data yang dilakukan adalah untuk membandingkan
Sampel yang dipilih dalam laporan kasus respon kedua pasien setelah dilakukan asuhan
tugas akhir penulis adalah 2 pasien post operasi keperawatan.
TURP dan yang memiliki masalah keperawatan
HASIL
nyeri di RSUD Tidar Kota Magelang. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara convenience Klien pertama masuk RSUD Tidar Kota
sampling method (non-probability sampling Magelang pada tanggal 06 Januari 2018 pukul
technique dimana subjek dipilih karena kemudahan 23.45 dengan diagnosa BPH. Klien bernama Tn. P
/ keinginan peneliti). Kriteria sampel pada karya dengan no rekam medis 377xxx, berusia 61 tahun,
tulis ini adalah klien rawat inap RSUD Tidar berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam,
Magelang, klien telah didiagnosa BPH dan telah pekerjaan sebagai buruh, berstatus menikah,
dilakukan tindakan TURP, klien mengalami nyeri pendidikan terakhir SD, bertempat tinggal di
post operasi TURP dengan skala rentang 4-6, Magelang. Nama penanggung jawab klien adalah
berumur 50-70 tahun, bersedia menjadi responden Ny. W, berusia 59 tahun, berjenis kelamin
dalam penelitian laporan kasus ini. perempuan, beragama islam, bertempat tinggal
Magelang, serta merupakan istri klien. Klien kedua
Asuhan Keperawatan pada pasien post
masuk RSUD Tidar Kota Magelang pada tanggal
operasi TURP dengan fokus studi nyeri adalah
10 Januari 2018 pukul 16.25 dengan diagnosa BPH.
serangkaian tindakan atau proses asuhan yang
Klien bernama Tn. K dengan no rekam medis
diberikan kepada pasien yang dilakukan secara
377xxx, berusia 62 tahun, berjenis kelamin laki-
berkesinambungan dalam memecahkan masalah
laki, beragama Islam, pekerjaan sebagai ustadz,
nyeri. Tindakan yang dilakukan dalam pemecahan
berstatus menikah, pendidikan terakhir SMA, Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu,
bertempat tinggal di Magelang. Nama penanggung klien belum pernah dirawat di rumah sakit dengan
jawab klien adalah Tn. A, berusia 41 tahun, berjenis penyakit yang sama maupun penyakit yang lain,
kelamin laki-laki, beragama islam, bertempat namun klien memiliki penyakit hipertensi. Riwayat
tinggal Magelang, serta merupakan anak dari klien. penyakit keluarga, dalam anggota keluarga klien
tidak ada yang menderita penyakit BPH, tidak ada
Saat dilakukan pengkajian pasien pertama
penyakit menurun seperti hipertensi, DM, dan
pada tanggal 08 Januari 2018 pukul 14.15 WIB di
penyakit menular seperti TBC, HIV, Hepatitis,
bangsal Flamboyan didapatkan keluhan utama klien
maupun penyakit menular lainnya. Riwayat alergi,
adalah nyeri pada perut bagian bawah. Riwayat
klien mengatakan tidak memiliki alergi pada
penyakit sekarang, klien datang ke IGD RSUD
makanan maupun obat.
Tidar Kota Magelang tanggal 06 Januari 2018
pukul 23.45 WIB. Klien datang dengan keluhan Pengkajian kenyamanan/nyeri pada klien
sudah 1 bulan merasa sakit saat BAK, sulit untuk pertama didapatkan data klien mengeluh nyeri
kencing dan aliran urin tidak lancar. Kemudian setelah menjalani operasi TURP, nyeri terasa
klien dipindahkan ke ruang Flamboyan pada pukul seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada perut
24.10 WIB untuk mendapatkan perawatan lebih bagian bawah dengan skala 5 dan terjadi secara
lanjut.Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu, hilang timbul dengan durasi yang tidak menentu.
klien belum pernah dirawat di rumah sakit dengan Klien mengatakan nyeri bertambah saat BAK
penyakit yang sama maupun penyakit yang lain. ataupun bergerak. Klien mengatakan cara
Riwayat penyakit keluarga, dalam anggota keluarga mengurangi nyeri adalah berbincang-bincang
klien tidak ada yang menderita penyakit BPH, tidak dengan keluarga maupun tetangga yang menjenguk.
ada penyakit menurun seperti hipertensi, DM, dan Klien tampak tidak nyaman dan meringis menahan
penyakit menular seperti TBC, HIV, Hepatitis, nyeri. Pada klien kedua didapatkan data klien
maupun penyakit menular lainnya. Riwayat alergi, mengeluh nyeri setelah menjalani operasi TURP,
klien mengatakan tidak memiliki alergi pada nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan
makanan maupun obat. Pengkajian klien kedua pada perut bagian bawah dengan skala 5 dan terjadi
dilakukan pada tanggal 11 Januari 2018 pukul WIB secara hilang timbul dengan durasi yang tidak
di bangsal Flamboyan didapatkan keluhan utama menentu. Klien mengatakan cara yang digunakan
klien adalah nyeri pada perut bagian bawah. untuk mengurangi nyeri akibat pembedahan adalah
Riwayat penyakit sekarang, klien datang ke IGD dengan tidur ataupun berdoa sambil menunggu obat
RSUD Tidar Kota Magelang tanggal 10 Januari yang diberikan untuk mengurangi nyeri yang
Januari 2018 pukul 16.25 WIB. Klien datang dirasakan. Klien tampak meringis menahan nyeri.
dengan keluhan sudah 3 bulan merasa sakit saat
Setelah dilakukan tindakan keperwatan
BAK, sulit untuk kencing dan aliran urin tidak
selama 3x24 jam diharapkan masalah nyeri akut
lancar. Kemudian klien dipindahkan ke ruang
dapat teratasi dengan kriteria hasil (NOC):
Flamboyan pada pukul 16.40 WIB untuk
mengenali kapan nyeri terjadi, dapat menggunakan
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik,
menggunkan analgetik yang direkomendasikan,
melaporkan nyeri terkontrol. Adapun intervensi prostat lewat uretra menggunakan resektroskop,
(NIC) yang dilakukan yaitu lakukan pengkajian yang akan menimbulkan masalah salah satunya
nyeri komperhensif yang meliputi (lokasi, adalah nyeri. Menurut Potter & Perry (2010) pasien
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, post operasi mengalami nyeri akut akibat adanya
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus), trauma jaringan yang disebabkan oleh reseksi dan
monitor tanda-tanda vital, tentukan akibat dari hilangnya efek anastesi. Nyeri adalah pengalaman
pengalaman nyeri terdahadap kualitas hidup pasien sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
( misalnya., tidur, nafsu makan, pengertian, akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
perasaan, hubungan, performa kerja dan tanggung potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang
jawab peran), pilih dan implementasikan tindakan untuk mencari bantuan perawatan kesehatan
yang beragam (misalnya., farmakologi, (Smeltzer, 2013). Pada kasus tersebut ditemukan
nonfarmakologi , interpersonal) untuk menfasilitasi perbedaan nyeri antara kedua klien dimana pada
penurunan nyeri sesuai dengan kebutuhan, ajarkan klien I nyeri hanya disebabkan karena pembedahan
teknik non-farmakologi seperti relaksasi, kolaborasi sedangkan pada klien II nyeri tidak hanya
dengan dokter dalam pemberian analgetik. disebabkan karena pembedahan namun juga
diperparah dengan adanya gumpalan darah/clots
PEMBAHASAN yang menghambat aliran irigasi pada selang kateter
sehingga menyebabkan kandung kemih penuh dan
Pada pengkajian identitas didapatkan data
kemudian terjadi nyeri. Seperti yang dikatakan (Nur
bahwa Tn.P berumur 61 tahun dan Tn. K 62 tahun.
Afrainin, 2010) bahwa pasien pasca operasi TURP
Dan kedua klien tersebut sama-sama didiagnosa
mengalami nyeri tidak hanya diakibatkan karena
benigna prostate hyperplasia. Hal tersebut sesuai
pembedahan, namun pasien mengalami nyeri
dengan teori Sjamsuhidajat & Jong (2010) bahwa
karena adanya clot darah/gumpalan darah yang
penyakit pembesaran prostat atau lebih dikenal
banyak dikandung kencing, sehingga terjadi
dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
sumbatan kateter. Sehingga ada penanganan yang
merupakan penyakit yang umum diderita oleh pria
berbeda dalam mengurangi nyeri yang dirasakan
dewasa sampai lansia. Menurut Purnomo (2011)
klien.
penyebab prostat hiplasia belum diketahui secara
Pada riwayat kesehatan sekarang kedua
pasti, tetapi ada beberapa hipotesis menyebutkan
klien tersebut ditemukan masalah yaitu nyeri saat
bahwa hyperplasia prostate erat kaitannya dengan
BAK dan aliran urin tidak lancar. Kedua klien
peningkatan kadar dihidrotestoteron (DHT) dan
tersebut berumur lebih dari 50 tahun sesuai dengan
proses menjadi tua (aging). Sehingga terjadinya
teori Haryono (2013) yang menyatakan BPH adalah
BPH pada kedua pasien tersebut dapat disebabkan
pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
karena pertambahan usia.
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
Kedua klien sama-sama mengeluh nyeri
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
post operasi TURP. Sesuai teori Haryono (20013)
pembatasan aliran urinarius. Dan tanda gejala yang
menyatakan bahwa pada kasus BPH salah satu
terjadi pada pasien BPH adalah disuria (nyeri pada
penanganannya dengan menggunakan TURP.
waktu buang air kecil) dan Intermitency (aliran
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan
kencing yang terputus-putus). Sehingga masalah
yang terjadi pada kedua klien tersebut memperkuat menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa
penegakan diagnose penyakit yang diderita klien analgetik, menggunakan analgetik yang
yaitu BPH (benigna prostate hyperplasia). direkomendasikan, melaporkan nyeri terkontrol.
Pada kedua klien tersebut terjadi Tingkat nyeri : Tidak ada nyeri yang dilaporkan,
peningkatan tekanan darah, serta menunjukan Tidak ada ekspresi nyeri wajah, klien dapat
ekspresi wajah yang sedang kesakitan. Menurut beristirahat.
Potter & Perry (2010) respon fisiologis terhadap Adapun intervensi yang dilakukan
nyeri dapat menunjukan keberadaan dan sifat nyeri menurut Bulechek (2013) yaitu lakukan pengkajian
dan ancaman yang potensial terhadap kesejahteraan nyeri komperhensif yang meliputi (lokasi,
klien. Saat terjadi nyeri biasanya menyebabkan karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
peningkatan pada denyut jantung, tekanan darah, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus),
dan frekuensi pernafasan. Ekspresi wajah yang monitor tanda-tanda vital, tentukan akibat dari
menunjukan karakteristik seperti perasaan gelisah, pengalaman nyeri terdahadap kualitas hidup pasien
imobilisasi,ketegangan otot, gerakan melindungi ( misalnya., tidur, nafsu makan, pengertian,
bagian tubuh yang nyeri. Jadi terjadinya perasaan, hubungan, performa kerja dan tanggung
peningkatan tekanan darah dan ekspresi yang jawab peran), pilih dan implementasikan tindakan
terjadi pada klien tersebut dapat disebabkan karena yang beragam (misalnya., farmakologi,
respon fisiologis dari adanya nyeri. nonfarmakologi , interpersonal) untuk menfasilitasi
Fokus diagnosa keperawatan yang diambil penurunan nyeri sesuai dengan kebutuhan, ajarkan
yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera teknik non-farmakologi seperti relaksasi, kolaborasi
fisik. Nyeri akut terjadi secara tiba-tiba dan dengan dokter dalam pemberian analgetik.
umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri Implementasi Keperawatan
akut mengindikasikan bahwa cedera telah terjadi. Dalam melakukan perawatan masalah
Nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan nyeri tindakan keperawatan dilakukan sesuai
terjadinya penyembuhan. Penegakan diagnosa nyeri rencana keperawatan. Tindakan yang pertama yaitu
berhubungan dengan agen cidera fisik kedua klien Melakukan pengkajian nyeri komperhensif yang
didasarkan pada data hasil pengkajian. Hal ini sama meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
dengan konsep teori Smeltzer (2013) yaitu setiap frekuensi, kualitas, intensitas nyeri atau beratnya
prosedur reseksi atau pembedahan akan nyeri. Pengkajian ini dilakukan setiap harinya untuk
menimbulkan nyeri akut dengan awitan yang cepat mengetahui perkembangan nyeri yang dirasakan
dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang- klien. Tindakan ini dilakukan karena bermanfaat
berat). Macam-macam kualitas nyeri adalah seperti dalam mengevaluasi nyeri dan sebagai
ditusuk-tusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau pertimbangan yang berguna dalam pengawasan
superfisial, atau bahkan seperti digencet. keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan
Tujuan Dan kriteria hasil menurut (Doenges, 2000). Dari pengkajian tersebut nyeri
Moorhead (2013) yaitu setelah dilakukan tindakan yang dirasakan klien menurun setelah dilakukan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah tindakan selama 3 hari dan sejalan dengan
nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil yaitu terjadinya proses penyembuhan pada klien
kontrol nyeri : mengenali kapan nyeri terjadi, dapat
Tindakan yang kedua adalah dengan karena adanya clots atau gumpalan darah adalah
memantau tanda-tanda vital meliputi : tekanan dengan cara spooling. Pada klien II nyeri
darah, nadi, suhu, RR. Kenaikan tekanan darah, diperparah dengan adanya clots/gumpalan darah
nadi, dan pernafasan dapat terjadi dikarenakan yang tersumbat. Sehingga tindakan yang dilakukan
nyeri dapat merangsang saraf simpatik, yang adalah dengan melakukan spooling pada selang
memacu produksi adrenalin sehingga meningkatkan kateter dengan cairan NaCl 0,9% menggunakan
denyut jantung, vasokontriksi pada pembuluh spuit 50cc. Dari tindakan tersebut nyeri klien
darah, yang mengakibatkan suplai oksigen menjadi berkurang.
meningkat dan menyebabkan pernafasan cepat, Tindakan yang ke lima yaitu mengajarkan
nadi, dan tekanan darah meningkat sebagai teknik non farmakologi yaitu teknik relaksasi.
kompensasi tubuh terhadap nyeri (Potter and Perry, Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu
2010). Pada kedua klien tersebut tanda-tanda vital bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
berada dalam keadaan normal setelah dilakukan perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
pemantauan selama 3 hari. Nyeri yang melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan
mempengaruhi respon fisiologis dari tanda-tanda inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
vital klien sudah berkurang sehingga tanda-tanda menghembuskan nafas secara perlahan. Kedua
vital klien juga berada dalam keadaan normal. klien tersebut diajarkan teknik pengurangin nyeri
Tindakan ketiga yaitu tentukan akibat dari dengan relaksasi nafas dalam selama 3 hari. Kedua
pengalaman nyeri terdahadap kualitas hidup pasien klien tersebut kooperatif dan mampu melakukan
( misalnya., tidur, nafsu makan, pengertian, teknik relaksasi nafas dalam yang diajarkan. Nyeri
perasaan, hubungan, performa kerja dan tanggung menjadi berkurang setelah melakukan teknik
jawab peran). Nyeri yang terjadi sepanjang waktu relaksasi nafas dalam. Menurut Smeltzer (2010)
dan berlangsung dalam waktu lama, sering langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam
mengakibatkan seseorang menjadi depresi dan adalah pertama usahakan rileks dan tenang ,
ketidakmampuan atau ketidakberdayaan dalam menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan
melakukan aktivitasnya (Potter and Perry, 2010). hitungan 1, 2, 3, kemudian tahan sekitar 5-10 detik,
Nyeri tidak mengganggu waktu istirahat pada klien hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-
I namun mengganggu pada klien II, hal ini karena lahan, menarik nafas lagi melalui hidung dan
respon nyeri setiap orang berbeda sehingga menghembuskan lagi melalui mulut secara
tergantung dari ketahanan masing-masing individu perlahan-lahan, anjurkan untuk mengulangi
untuk menahan nyeri tersebut. Sehingga klien I prosedur hinga nyeri terasa berkurang, ulangi
tidak terganggu sedangkan klien II terganggu sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat 5
dengan nyeri tersebut. kali (Priharjo, 2003). Tindakan ini dirasa efektif
Tindakan keempat adalah pilih dan untuk pasien yang mengalami nyeri karena selain
implementasikan tindakan yang beragam dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
(misalnya., farmakologi, nonfarmakologi , nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru
interpersonal) untuk menfasilitasi penurunan nyeri, dan meningkatkan oksigenasi darah.
sesuai dengan kebutuhan. Pada pasien turp Tindakan yang keenam yaitu dengan
intervensi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgetik. Ketorolac yang merupakan jenis dari Evaluasi merupakan tahap terakhir dari
NSAID. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (2011) suatu proses keperawatan. Pada tahap evaluasi,
ketorolac merupakan jenis obat anti inflamasi yang penulis dapat menentukan reaksi klien terhadap
mengandung analgetik, jenis analgetik non narkotik intervensi keperawatan yang telah diberikan.
yang biasa digunakan untuk nyeri ringan sampai Evaluasi dari tindakan keperawatan yang
sedang. Mekanisme kerja ketorolac yaitu dilakukan tanggal 10 Januari 2018 pada Tn. P
menghambat sintesis prostaglandin dan dianggap didapatkan data bahwa klien mengatakan nyeri
sebagai analgetik yang bekerja pada perifer. sudah tidak begitu terasa P : post operasi TURP, Q :
Prostaglandin adalah sebagai perantara (mediator) nyeri seperti ditekan-tekan, R : lokasi nyeri pada
utama dalam proses kontraksi dan relaksasi otot perut bagian bawah, S : nyeri ringan dengan skala
polos tubuh manusia. Prostaglandin bertugas 1, T : hilang timbul dengan durasi yang tidak
mengirimkan sinyal pengantar impuls nyeri. menentu.Data objektif menunjukkan ekspresi wajah
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan klien sudah tampak rileks dan klien tampak
jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai nyaman, pada pemeriksaan tanda-tanda vital
berat setelah prosedur bedah. Efek analgetik diperoleh data tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
ketorolac tromethamine selama 4-6 jam setelah 78 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit
diinjeksi. Rute intravena adalah rute pemberian dan suhu klien 37,4C, klien mampu melakukan
medikasi analgetik yang lebih dipilih. Pemberian relaksasi nafas dalam secara mandiri. Analisis yang
dengan rute ini lebih nyaman bagi klien dan puncak didapat adalah masalah nyeri akut teratasi sehingga
kadar serum serta hilangnya nyeri lebih cepat. untuk perencanaan atau planning yang dilakukan
Karena mencapai puncak yang lebih cepat dan adalah motivasi untuk tetap melakukan teknik
dimetabolisme tubuh dengan cepat (Smeltzer & distraksi jika terjadi nyeri. Analisis yang didapat
Bare, 2002). adalah masalah nyeri akut teratasi. Pada Klien
Tindakan keperawatan pada kedua klien kedua diperoleh data klien mengatakan nyeri sudah
dilakukan selama 3 hari. Kedua klien tersebut tidak begitu terasa, P : post operasi TURP, Q : nyeri
diajarkan teknik pengurangin nyeri dengan seperti ditekan-tekan, R : lokasi nyeri pada perut
relaksasi nafas dalam selama 3 hari. Kedua klien bagian bawah, S : nyeri ringan dengan skala 2, T :
tersebut kooperatif dan mampu melakukan teknik hilang timbul dengan durasi yang tidak menentu.
relaksasi nafas dalam yang diajarkan. Nyeri Data objektif menunjukkan ekspresi wajah klien
menjadi berkurang setelah melakukan teknik sudah tampak rileks, pada pemeriksaan tanda-tanda
relaksasi nafas dalam. Namun terjadi perbedaan vital diperoleh data tekanan darah 130/90 mmHg,
tindakan yang dilakukan pada kedua klien tersebut, nadi 82 kali per menit, respiratory rate 18 kali per
dimana pada klien II nyeri diperparah dengan menit dan suhu klien 36,7C, klien mampu
adanya clots/gumpalan darah yang tersumbat. melakukan relaksasi nafas dalam secara mandiri.
Sehingga tindakan yang dilakukan adalah dengan Analisis yang didapat adalah masalah nyeri akut
melakukan spooling pada selang kateter dengan teratasi.
cairan NaCl 0,9% menggunakan spuit 50cc. Dari Nyeri pada kedua klien tersebut teratasi
tindakan tersebut nyeri klien menjadi berkurang. dari skala sedang menjadi ringan. Kateter pada
klien I sudah dilepas karena aliran sudah jernih
pada hari kedua dan tidak terjadi sumbatan, klien.Pihak Rumah Sakit diharapkan dapat
sedangkan pada klien II kateter belum dilepas meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada
karena aliran jernih pada hari ke 3 dan juga terjadi pasien dengan post operasi TURP.
sumbatan pada hari sebelumnya. Sehingga
intervensi pada kedua klien dihentikan dan
DAFTAR PUSTAKA
dilakukan discharge planning yaitu memotivasi dan
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J.
menjelaskan untuk tetap melakukan kontrol
M. (2013). Nursing Interventions
kesehatan, perawatan selang kateter selama Classification (NIC). Singapura: Elseiver
Inc.
dirumah, obat-obatan yang harus diminum.
Doenges, M. E., Marry, F. M., & Alice, C. G.
(2000). Rencana Asuhan Keperawatan :
KESIMPULAN Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Pengkajian yang didapatkan adalah kedua
Herdman, Heather & Kamitsuru, Shigemi. (2015).
klien terdiagnosa benigna prostate hyperplasia Nanda International Inc. Nursing Diagnosis :
Definition & Classifications 2015-2017.
dengan keluhan utama nyeri. Berdasarkan data
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
subyektif dan obyektif, diagnosa keperawatan Kozier, B., & Erb., G. (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinik. Jakarta : Penerbit Buku
kedua klien adalah nyeri akut berhubungan dengan
Kedokteran EGC
agen cidera fisik (trauma luka operasi). Pada Maryudianto, W., Nurhayati, Y., & Afni, A. C. N.
(2014). Pengalaman Perawat pada
evaluasi di hari ke tiga kedua klien didapatkan hasil
Penatalaksanaan Irigasi Traksi Kateter Three
masalah Tn. P teratasi dengan hasil skala nyeri Way pada Pasien TURP di rumah sakit
khusus bedah Mojosongo II.
menjadi 1, sedangkan Nn. M masalah teratasi
Moorhead, S., johnson, m., & Maas, m. L. (2013).
dengan hasil skala nyeri menjadi 2. Nursing Outcome Clasification (NOC) (5
ed.). Singapura: Elseiver Inc.
Potter, & Perry. (2006). Buku ajar Fundamental
SARAN Keperawatan : Konsep Proses dan Praktik.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Bagi perawat untuk menangani masalah Purnomo, B. (2011). Buku Dasar-Dasar Urologi
(Vol. Edisi Pertama). Malang: Cv Sagung
nyeri yang terjadi pada pasien khususnya post Seto.
TURP terlebih dulu diajarkan teknik relaksasi Sjamsuhidajat, & Jong, W. d. ( 2010). Buku Ajar
Ilmu Bedah Jakarta: Buku Kedokteran
distrakasi sebelum berkolaborasi pemberian EGC.
analgesic. Untuk menambah referensi bagi institusi Smeltzer, C, S., & Bare. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
pendidikan terkait asuhan keperawatan pada pasien Suddarth(8 ed. Vol. 2). Jakarta: Alih bahasa
post operasi TURP agar dapat meningkatkan oleh Agung waluyo (dkk)
Tamsuri, A. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan
pengetahuan bagi mahasiswa dalam memberikan Nyeri EGC. Jakarta: EGC.
asuhan keperawatan yang lebih optimal pada

Anda mungkin juga menyukai