Anda di halaman 1dari 83

i

ii
iii
iv
UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji Syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

dan berkat Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hang Tuah Surabaya, dengan judul Perbandingan Kekuatan Tekan

Serat Sabut Kelapa (Cocos Nucifera Fiber) Dan Serat Sintetik Sebagai Bahan

Pengisi Resin Komposit.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Hang Tuah, Prof. Dr. Ir. Supartono, M.M., CIQaR

berserta jajarannya.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Dr R.A. Nora

Lelyana, drg., M.H.Kes., FICD

3. Diana Soesilo, drg., Sp. KG, selaku dosen pembimbing pertama yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi

dan ilmu yang bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Twi Agnita Cevanti, drg., Sp. KG, selaku dosen pembimbing kedua yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran,

motivasi dan ilmu yang bermanfaat sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

v
5. Dr. Sularsih, drg., M.Kes, selaku dosen penguji pertama dan selaku ketua

sidang yang telah menguji memberikan saran kepada penulis dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

6. Vivin Ariestania, drg., Sp. Prost, selaku dosen penguji kedua yang telah

menguji memberikan saran kepada penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

7. Maria Lisdiana Tanjung, drg., M.AP Selaku dosen wali yang telah

memberikan dukungan, saran, motivasi dan ilmu selama penyusunan

skripsi.

8. Ardianto Sutiono dan Nonon Syamsudin selaku orang tua penulis yang

telah memberikan dukungan doa, motivasi dan kasih sayang selama

penyusunan skripsi hingga skripsi ini dapat selesai.

9. Helen Sutiono, dr dan Erick Sutiono selaku kedua kakak penulis yang

telah memberikan dukungan doa, motivasi dan semangat kepada penulis.

10. Sadya Andani, Dedy Yusuf, Cut Khansa, Husna Nabila, Michelle Victoria

selaku sahabat-sahabat penulis yang selalu mendukung, membantu dan

menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini.

11. Tantiana Indriani, Wulan Anjelina, Ni Putu Eka, Nur Anisa Putri K,

Yudha Dharma, Annisa Ayu, selaku teman penulis yang selalu

mendukung dan menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman Alveolar 21 angkatan 2017 yang selalu memberikan

dukungan, saran dan semangat.

13. Hannaichi dan fans JKT48 yang selalu memberikan semangat dan hiburan

kepada penulis.

vi
14. JKT48 yang telah mengajarkan pengalaman hidup penulis.

15. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak disebutkan satu

persatu.

Pada kesempatan ini pula saya menyadari bahwa skripsi saya jauh dari

sempurna. Untuk itu saya sangat mengaharapkan saran dan masukan dari

semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat

bermanfaat.

vii
ABSTRACT

Background: Composite resin is an aesthetic restorative material that was often


found in dentistry, therefore it has low durability to resist fracture and water
absorption in long term usage. Fiber was added to increase the compressive
strength of composite resin. Coconut husk fiber has the potential to be used as a
filler fiber in composite because it contains cellulose for stiffness and strength
properties. Good restoration material has to have high compressive strength is one
of the requirements for a restoration material. Purpose: This study aimed to
determine the difference in the compressive strength of Cocos nucifera fiber and
synthetic fiber as a filler for composite resin. Methods: This research paper used a
literature review by analyzing journals that were relevant to the data collection
method of collecting data from search engine used was google scholar, and then
determining samples from entering keywords, and filtering samples according to
inclusion and exclusion criteria. Result: The compressive strength of Cocos
nucifera fiber composites depended on delignification treatment in order to increase
the adhesion of the interface bond between the fiber and the matrix to be stronger.
Conclusion: Cocos nucifera fiber is able to replace synthetic fiber as a filler
material and provides sufficient compressive strength to composite resin.
Keywords:Coir fiber, composite resin, synthetic fiber, compressive strength

viii
ABSTRAK

Latar belakang: Resin komposit merupakan bahan restorasi estetik yang sering
dijumpai pada kedokteran gigi, namun memiliki kekurangan yaitu kekuatan tahan patah
yang rendah dan sifat serap air dalam penggunaan jangka panjang, oleh karena itu
untuk meningkatkan kekuatan tekan pada resin komposit dengan diberi
penambahan serat. Sabut kelapa memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai
serat pengisi pada komposit karena memiliki kandungan selulosa untuk sifat
kekakuan dan kekuatan. Kekuatan tekan yang baik merupakan salah satu
persyaratan pada suatu bahan restorasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi serat sabut kelapa (Cocos nucifera fiber) dan serat sintetik
terhadap kekuatan tekan sebagai bahan pengisi resin komposit. Metode: Penelitian
skripsi ini adalah studi pustaka dengan menganalisa jurnal yang relevan dengan metode
pengumpulan data dari search engine yang digunakan adalah google scholar, kemudian
menentukan sampel dari memasukkan kata kunci, dan menyaring sampel sesuai dengan
kriteria inklusi dan kriteria eklusi. Hasil: Kekuatan tekan komposit serat sabut kelapa
bergantung pada proses delignifikasi agar meningkatkan adhesi ikatan interface antara serat dan
matriks menjadi lebih kuat. Kesimpulan: Serat sabut kelapa memiliki potensi sebagai
pengganti serat sintetik sebagai bahan pengisi dan memberikan kekuatan tekan
cukup baik pada resin komposit.

Kata kunci: serat sabut kelapa, resin komposit, serat sintetik, kekuatan tekan.

ix
DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan .......................................................................................... i


Lembar Pengesahan Penguji Skripsi ................................................................ ii
Lembar Orisinalitas .......................................................................................... iii
Ucapan Terimakasih......................................................................................... iv
abstract Inggris ................................................................................................ vii
abstrak Indonesia .............................................................................................. viii
Daftar Isi........................................................................................................... ix
Daftar Gambar.................................................................................................. xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xii
Daftar Singkatan............................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar belakang masalah .............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................... 5
1.3 Tujuan penelitian........................................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 5
1.4 Manfaat penelitian ...................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
2.1 Resin Komposit .......................................................................................... 7
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 7
2.1.2 Sifat-sifat Resin Komposit ............................................................... 7
2.1.3 Komposisi Resin Komposit ............................................................. 11
2.1.4 Klasifikasi Resin Komposit ............................................................. 16
2.2 Serat............................................................................................................ 24
2.2.1 Serat Buatan (Synthetic fiber) .......................................................... 24
2.2.2 Serat Alami ...................................................................................... 25
2.3 Sabut kelapa (Cocos nucifera fiber)........................................................... 27
2.3.1 Komposisi Serat Sabut Kelapa......................................................... 28
2.3.2 Ikatan Interface ................................................................................ 30
2.4 Proses Delignifikasi ................................................................................... 31
2.5 Uji Kekuatan Tekan ................................................................................... 32
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............... 34
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ..................................................................... 35

x
3.3 Hipotesis penelitian .................................................................................... 37
BAB 4 METODE PENELITIAN..................................................................... 38
4.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 38
4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Penaambilan Sampel ......... 38
4.2.1 Populasi ................................................................................................... 38
4.2.2 Sampel ..................................................................................................... 39
4.3 Cara Kerja dan Prosedur Pengambilan Data .............................................. 42
4.4 Alur Penelitian ........................................................................................... 43
4.5 Analisis Data .............................................................................................. 44
BAB 5 HASIL ANALISIS............................................................................... 45
5.1 Analisis Sampel Jurnal penelitian .............................................................. 45
BAB 6 HASIL PENELITIAN ......................................................................... 50
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 56
7.1 Simpulan .................................................................................................... 56
7.2 Saran........................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57
Lampiran .......................................................................................................... 69

xi
DAFTAR GAMBAR
2.1 BIS-GMA ................................................................................................... 12
2.2 UEDMA dan TEGDMA ............................................................................ 14
2.3 3-Methacrytoxypropyltrimethpxysilane ..................................................... 16
2.4 Perbandingan Ukuran Jenis Resin Komposit ............................................. 19
2.5 Anatomi Kelapa ......................................................................................... 28
2.6 Mesin Universal Testing Machine ............................................................. 33
4.1 Memasukkan kata kunci ............................................................................. 39
4.2 Screening 5 tahun terakhir ......................................................................... 41
4.3 Memasukkan kriterian inklusi .................................................................... 41

xii
DAFTAR TABEL

2.1 Klasifikasi Ukuran Partikel Filler .............................................................. 15


2.2 Kekurangan dan Kelebihan Komposit Flowable ...................................... 23
2.3 Perbandingan kekuatan mekanik antar serat .............................................. 27
2.4 Rumus Kuat Tekan..................................................................................... 33
5.1 Ringkasan Sampel Jurnal ........................................................................... 45

xiii
DAFTAR SINGKATAN

Bis-DMA : Bisphenol A dimetakrilat


Bis-GMA : bisphenol A-glycidyl methacrylate
Coir : Coconut Fiber
EGDMA : etilen glikol dimetakrilat
FRC : fiber reinforced composite
NAOH : Natrium Hidroksida
Pa : Pascal
TEGDMA : triethyleneglycol dimethacrylate
UDMA : urethane dimethacrylate
UHMWPE : Ultra high molecular weight polyethylen
UTM : Universal Testing Machine

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Resin komposit merupakan pilihan bahan restorasi yang

konservatif pada dunia kedokteran gigi karena pengerjaannya yang relatif

mudah dan cepat serta sewarna dengan gigi (Supriyanto, et.al., 2013).

Material pengisi resin komposit paling umum yang ada pada dunia

kedokteran gigi adalah kombinasi polimer dan keramik, dimana polimer

digunakan untuk mengikat partikel keramik dan sebagai matrik dalam

menguatkan komposit (Sakaguchi & Powers, 2012). Karakter dari

komposit yang memiliki partikel kecil dan halus dapat memperbaiki sifat

fisik, terutama daya tahan terhadap abrasi dan mengurangi kekerasan

permukaan resin komposit (Afrida, 2015). Kelebihan resin komposit ini

adalah memiliki sifat mekanis yang baik, koefisien termal ekspansi yang

rendah, resistensi tinggi dan tampilan klinis menyerupai warna gigi bila

dibandingkan dengan akrilik dan silikat (Sakaguchi & Powers, 2012). Sifat

mekanik yang dimiliki, bahan restorasi juga harus memiliki sifat fisik,

kimiawi, dan termal sebagai faktor yang harus dipertimbangkan untuk

menentukan sifat mana yang berkaitan dengan keberhasilan bahan tersebut

(Anusavice, 2012). Resin komposit terdiri dari matriks resin (matrix),

partikel pengisi anorganik (filler), bahan penggabung (coupling agent),

dan activator-inisiator (Heymann, et.al., 2011).

1
2

Resin komposit memiliki beberapa kekurangan yaitu sering

ditemukan kasus kebocoran pada tepi restorasi atau sering disebut

microleakage yang diakibatkan patahan antara bahan adhesive dengan

gigi, kekuatan untuk menahan patah rendah, memiliki sifat penyerapan air

(Anusavice, 2012). Sifat penyerapan air pada pengaplikasian resin

komposit dalam jangka panjang lama juga sangat berpengaruh pada

kekuatan tekan, semakin banyak komposit menyerap air maka komposit

akan mudah retak (Sakaguchi & Powers, 2012). Upaya dalam

meningkatkan kekuatan mekanis pada resin komposit adalah penambahan

berupa serat sebagai penguat atau yang biasa disebut dengan reinforce atau

penguat (Natarajan, et.al., 2013). Resin komposit dengan penguat serat

atau disebut FRC (fiber reinforced composite) juga mulai banyak

digunakan untuk bahan restorasi. FRC memiliki sifat estetis baik dan

memiliki kekuatan baik, daya tahan lama serta FRC dapat digunakan

sebagai restorasi intermediate layer karena memiliki ketahanan fraktur

yang baik (Purnamasari, et.al., 2019).

Jenis serat terdapat dua macam, yaitu serat alami dan sintetik.

Serat sintetik atau serat buatan merupakan serat yang dibuat oleh pabrik

yang sudah siap dipakai (Ananda, et.al., 2018). Kelebihannya yaitu lebih

praktis penggunaanya dan lebih kuat karena diolah pabrik namun, serat ini

juga memiliki kekurangan yaitu harganya yang cukup mahal, tidak mudah

tergradasi oleh lingkungan (Mahmuda, et.al., 2013). Serat non-sintetik

atau serat alami dapat dimanfaatkan menjadi bahan alternatif dari

kekurangan serat sintetik. Serat alam banyak dipilih karena memiliki


3

banyak keuntungan antara lain yaitu, ekonomis, ramah lingkungan, mudah

didapatkan (Ramamoorthy, et.al., 2015). Kombinasi antara serat dan

matriks dapat menghasilkan reinforced composite, yang memiliki sifat

fisik antara fase tahan lama (serat) dan fase paling lemah (misal: polimer).

Kekuatan tekan dan modulus elastisitas tergantung pada fraksi volume

serat dan orientasi serat dengan presentase umum yang telah diteliti yaitu

berkisar 10% hingga 70% (Vallittu, et.al., 2017). Penelitian (Sanjay, et.al.,

2016) menunjukkan perbandingan antara serat alami dan serat sintetis.

Serat alami yang memiliki sifat mekanik moderate bila dibandingkan

dengan serat sintetis yang memiliki sifat mekanik yang tinggi seperti

glass, carbon, kevlar, dll., namun kelemahan utama dari serat alami adalah

sensitivitas kelembaban yang tinggi (Sanjay, et al., 2016). Penelitian

(Titani, et.al., 2018) menunjukkan kekuatan impak serat sabut kelapa

sebagai filler komposit pada bahan konstruksi pesawat terbang

menunjukkan peningkatan, dengan struktur serat sabut kelapa yang ringan

namun memiliki kekuatan yang besar (Titani, et.al., 2018).

Bobot buah kelapa 30% nya ialah sabut kelapa atau yang dikenal

sebagai (Cocos nucifera fiber) (Lima, et.al., 2015). Sabut kelapa atau

(Cocos nucifera fiber) termasuk limbah kelapa yang pengolahannya belum

optimal. Limbah sabut kelapa sangat potensial digunakan sebagai penguat

bahan baru pada komposit dan juga rekayasa komposit alam yang ramah

lingkungan dan mendukung gagasan pemanfaatan serat sabut kelapa

menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi dan teknologi tinggi (Lima,

et.al., 2015). Kandungan lignin pada serat alami berperan untuk kekakuan
4

dan kekerasan serat (Arman, 2017). Serat sabut kelapa sendiri termasuk

tumbuhan yang memiliki kandungan kaya lignin dimana karakter sabut

kelapa memiliki sifat modulus lebih baik. Modulus elastisitas pada suatu

bahan sangat berhubungan dengan kekakuan suatu bahan dalam menerima

suatu beban (Adeniyi, et.,al, 2019). Mengetahui sifat mekanik dan

karakteristik dinamis dari komposit yang diperkuat oleh serat sabut sangat

penting, agar memiliki stiffness yang sesuai dan koefisien redaman

komposit dapat diterapkan pada aplikasi tertentu untuk memenuhi

kebutuhan karakteristik dari komposit itu sendiri, seperti kuat, kaku,

ringan, dan ramah lingkungan (Naveen, et al., 2013).

Syarat bahan restorasi harus dapat menerima beban kunyah pada

saat oklusi dan artikulasi, sehingga resin komposit harus memiliki

kekuatan tekan yang baik (Murdiyanto & Jasmine, 2017). Kekuatan tekan

berguna untuk membandingkan bahan material kedokteran gigi yang

mudah rapuh dan memiliki ketegangan yang lemah. Penambahan serat

penguat menghasilkan peningkatan kekuatan mekanis pada komposit (

Murdiyanto & Jasmine, 2017). Serat sintetik mempunyai harga relatif

mahal dibandingkan serat alam, karena serat sintetik melewati tahapan

produksi yang memerlukan biaya tinggi. Serat alam berpotensi sebagai

bahan pengisi pada komposit tetapi memerlukan perlakuan khusus untuk

meningkatkan kekuatan tekannya (Murdiyanto, 2017). Peningkatan

kekuatan tekan serat sabut kelapa tergantung dari beberapa faktor yaitu

perlakuan serat, arah serat, panjang serat, serta cara pengadukan komposit

(Pawestri, et.,al, 2018). Kekuatan tekan resin komposit dengan bahan


5

pengisi serat alami mengalami penurunan hasil karena banyak ujung serat

akan mengalami diskohesi berserat dalam matriks resin yang mengarah

pada keretakan awal komposit, serta setelah dilakukan uji toksisitas

konsentrasi 60% menunjukkan hasil nilai diantara menimbulkan kerusakan

dan tidak menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau

permukaan tubuh (Bui, et.al., 2020). Oleh sebab itu, studi literatur

mengenai kuat tekan filler sabut kelapa sebagai komposit serat alami

diharapkan dapat diteliti sebagai pengganti bahan filler sintetik menjadi

bahan yang mudah ditemui dengan harga yang terjangkau untuk resin

komposit pada dunia kedokteran gigi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah potensi serat sabut kelapa (Cocos nucifera fiber) dan

serat sintetik terhadap kekuatan tekan sebagai bahan pengisi resin komposit?

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui potensi serat sabut kelapa (Cocos nucifera fiber) dan

serat sintetik terhadap kekuatan tekan sebagai bahan pengisi resin komposit.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Studi literatur ini secara khusus bertujuan untuk melihat potensi

kekuatan tekan serat sintetik pada komposit.

2. Studi literatur ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui potensi

kekuatan tekan komposit dengan filler serat sabut kelapa (Cocos

nucifera fiber).

1.3 Manfaat penelitian


6

1.4.1 Manfaat Teoritis

Studi literatur ini diharapkan dapat menjadi acuan informasi

mengenai kekuatan tekan dalam pengembangan pengaruh komposisi

sabut kelapa (Cocos nucifera fiber) sebagai bahan pengisi resin

komposit.

1.4.2 Manfaat Praktis

Studi literatur ini diharapkan dapat menjadi pedoman pada penelitian

berikutnya dalam memanfaatkan limbah serat sabut kelapa sebagai

bahan pengisi resin komposit sehingga menjadi rekomendasi bahan

restorasi pada bidang Konservasi Gigi dengan mendaur ulang bahan

alam yang sudah tidak terpakai.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Komposit

2.1.1 Definisi

Material komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau

lebih bahan yang menghasilkan sifat yang lebih baik. Keuntungan utama

dari material komposit yaitu kekuatan yang tinggi dan mudah

diaplikasikan. Sifat fisik, mekanik dan estetika dan perilaku klinis

komposit tergantung pada strukturnya (Campbell, 2010). Resin komposit

digunakan untuk mengganti jaringan gigi yang hilang karena trauma.

Komposit dibuat untuk menggantikan bahan restorasi jenis amalgam yang

memiliki sifat estetika kurang baik, toxic karena kandungan merkuri, dan

tidak ramah lingkungan (Annusavice, 2012). Keuntungan utama lainnya

seperti dapat dibuat dengan konsistensi yang sangat cair hingga pasta yang

sangat padat, sehingga dapat dimanipulasi dengan mudah dan dikonversi

dengan polimerisasi curing sehingga menjadi benda padat, kuat dan

menarik (Annusavice, 2012).

2.1.2 Sifat-sifat Resin Komposit

a. Biokompabilitas

International Standard Operation (ISO) melakukan pengujian toksisitas

bahan kedokteran gigi dengan merendam bahan resin komposit di dalam

macam medium air dan organik untuk melihat respon biologis dari bahan

resin. Penggunaan resin komposit dalam jangka waktu yang lama tidak

7
akan menghasilkan toksik, untuk itulah komposit dipilih sebagai bahan

restorasi yang aman (Sakaguchi & Powers, 2012).

b. Sifat Fisik

Sifat fisik komposit terdiri dari beberapa sifat, yaitu :

1) Penyusutan karena Polimerisasi

Setting time komposit yang diaktivasi secara kimia berlangsung

kurang lebih 90 second dimulai dari pengadukan. Setelah insersi, komposit

yang berada pada tekanan seluloid strip dan matrix biasanya setting pada

waktu dua sampai tiga menit. Komposit yang diaktivasi dengan light cure

dapat mengontrol kedalaman pengaplikasian komposit, sehingga tidak

mudah menyebabkan stress pada komposit (Sakaguchi & Powers, 2012).

Besarnya tekanan penyusutan yang terjadi tergantung pada

besarnya penyusutan volumetrik dan kekakuan komposit, komposit

dengan penyusutan yang rendah dapat memperlihatkan stress yang tinggi

jika komposit memiliki kandungan filler yang tinggi dan sifat modulus

elastisitas (Permana, et.al., 2016).

2) Penyerapan Air

Penyerapan air bergantung pada kandungan bahan pengisi yang

ada pada resin komposit, semakin tinggi kandungan filler maka semakin

sedikit air yang diserap. coupling agent dengan kualitas dan stabilitas

saline yang baik mempunyai peranan penting untuk meminimalisir

kerusakan ikatan antara filler dan polimer serta jumlah penyerapan air.

Penyerapan cairan pada rongga mulut dapat mengurangi stress saat

polimerisasi (Sakaguchi & Powers, 2012).


Jumlah air yang diserap bergantung pada jumlah matriks resin

yang terdapat pada komposit serta kualitas ikatan antara matriks resin

dengan filler. Jadi, semakin tinggi kandungan bahan pengisi atau filler

maka semakin sedikit pula penyerapan air yang terjadi (Heymann, 2011).

Jumlah air yang dapat diserap oleh resin komposit adalah sekitar 40-45 µg

. mm -3 (Noort, et.al., 2013).

3) Kestabilan Warna

Restorasi sangat membutuhkan kestabilan warna agar estetik.

Oksidasi dan hasil dari pertukaran air dalam matriks polimer dan interaksi

dengan polimer tidak bereaksi dan inisiator tidak terpakai atau akselerator

dapat menyebabkan perubahan warna terjadi (Noort, et.al., 2013).

4) Sifat Termal

Konduktifitas termal seluruh komposit sangat cocok dengan

konduktifitas termal enamel dan dentin serta lebih rendah bila

dibandingkan dengan amalgam. Koefisien termal ekspansi resin komposit

adalah 25-38 x 10-6 untuk small filler dan 55-68 x 10-6 untuk bahan pengisi

halus (microfine). Sedangkan konduktifitas termal resin komposit partikel

kecil adalah 25-30 x 10-4 kalori/detik/cm2 dan 12-15 x 10-4

kalori/detik/cm2 untuk resin komposit partikel halus (Sakaguchi & Powers,

2012).

c. Sifat Mekanis

Sifat mekanis dari resin komposit terbagi jadi 4 klasifikasi, yaitu

kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, dan kekuatan fleksural.

Kekuatan tekan yaitu suatu ketahanan benda terhadap beban sampai benda
itu tidak kuat menerima beban yang diberikan. Kekuatan tarik merupakan

suatu beban yang cenderung meregangkan suatu benda. Kekuatan geser

adalah kekuatan yang didapatkan dari gerakan memutar suatu bahan dari

tekanan yang menahan pergeseran benda lainnya (Annusavice, 2012).

1) Kekuatan dan Keausan

Kekuatan resin komposit yang berkaitan langsung dengan

penggunaannya yaitu kekuatan tekan (compressive strength).

Kemampuan coupling agent untuk mentransfer stres dari matriks yang

lemah ke partikel bahan pengisi yang kuat sangat bergantung pada

kekuatan komposit. Partikel pengisi tidak dapat menyerap stress dalam

matriks dan tidak berguna, sehingga melemahkan bukannya memperkuat

matriks, bila tidak ada bantuan coupling agent (Anusavice, 2012).

Saat berlangsungnya proses mastikasi, resin komposit akan

berkontak dengan gigi antagonis, makanan, dan cairan rongga mulut yang

dapat menyebabkan keausan dan degradasi.. Komposit dengan volume

filler yang rendah, lebih mudah aus dibandingkan komposit dengan

komposisi filler yang berat (Hatrick, et al., 2011).

2) Kekerasan Penggunaan

Kekerasan merupakan tolak ukur ketahanan resin komposit di

dalam rongga mulut dalam waktu lama. Penurunan kekerasan bahan resin

komposit dapat mengakibatkan kerusakan dan pergantian restorasi (Jyothi,

2012). Cross-linked polimer matriks dapat meningkatkan kekerasan,

karena mencegah rantai polimer dari tarikan dan retakan. Kekerasan

komposit dapat diukur menggunakan alat Knoop Hardness yang


dihubungkan dengan fraksi volume dan kekerasan filler (Anusavice,

2012).

3) Mikroleakage

Mayoritas bahan restorasi resin komposit ditemukan kasus

kebocoran pada tepi restorasi atau sering disebut microleakage. Kebocoran

mikro yang terjadi, dapat menyebabkan perubahan warna pada tepi

restorasi, masuknya bakteri kedalam kavitas sehingga memungkinkan

terjadinya karies sekunder (Anusavice, 2012).

2.1.3 Komposisi Resin Komposit

Komposisi dari resin komposit terdiri dari beberapa campuran

komponen yaitu fase organik (matriks resin), matriks pengisi (filler),

coupling agent, dan organosilane (zat perangkai) untuk mengikat pengisi

ke resin organik (Alrahlah, 2013). Untuk mengubah pasta resin dari

konsistensi lunak, moldable atau mudah dibentuk, hingga mengeras

diperlukan sistem aktivator-inisator. Komponen lain ditambahkan untuk

meningkatkan kualitas kinerja dari proses aplikasi, estetik, dan durabilitas

material. Zat warna atau pigmen ditambahkan untuk menyesuaikan warna

dari gigi. Sinar Ultraviolet (UV) dan bahan tambahan lain berfungsi untuk

meningkatkan stabillitas warna, dan inhibitor dapat mempercepat waktu

kerja pada pengaktifan resin secara kimiawi (Anusavice, 2012). Berbagai

jenis dan ukuran, telah digunakan untuk menyajikan beragam komposit

resin sehubungan dengan kemudahan polishability dan kekuatan

(Alrahlah, 2013).

a. Matriks Resin
Fase organik dari resin komposit yaitu aromatik oligomer Bis-

GMA dimetachrylate 2,2-bis[4-[2-hydroxy-3-

(methacryloyloxy) propyl] phenyl]. Matriks polimer ini

mempunyai sifat viskosity polymerisation shrinkage, water

sorption sehingga dapat juga digunakan sebagai sealant,

Gambar.2.1 BIS-GMA

restorasi intracoronal dan extracoronal, restorasi sementara,

veneer, gigi tiruan, semen. (Sakaguchi & Powers, 2012).

Mempunyai kekuatan dan kekerasannya yang tinggi, Bis-GMA

lebih banyak digunakan sebagai monomer organik untuk bahan

komposit gigi (Sakaguchi & Powers, 2012). Mayoritas bahan

komposit menggunakan campuran monomer urethane

dimethacrylate (UDMA), dan triethyleneglycol dimethacrylate

(TEGDMA) untuk membantu menurunkan viskositas

(Sakaguchi & Powers, 2012). Komposit juga bisa mempunyai

struktur polimer crosslinked yang baik karena ada nya tiga

bahan tersebut.
Bisphenol A dimetakrilat (Bis-DMA), etilen glikol

dimetakrilat (EGDMA), trietilenglikol dimetakrilat

(TEGDMA) , metil metakrilat (MMA) atau urethane

dimetakrilat (UDMA) merupakan monomer lain yang

kekentalannya lebih rendah (berat molekul rendah) (Yolanda,

et.,al, 2017). Terjadinya peningkatan polimerisasi shrinkage

bisa disebabkan karena penambahan TEGDMA atau

dimetakrilat dengan berat molekul yang rendah. (Anusavice,

2012). Semakin besar partikel monomer diluting, semakin

besar pula penyusutan polimerisasi shrinkage dan semakin

besar pula risiko kebocoran celah marginal (anusavice, 2012)

b. Filler

Bahan pengisi atau filler adalah matriks anorganik yang

ditambahkan dalam resin komposit. Bahan filler yang

terkandung dalam komposit yaitu glasses (alumunium, barium,

stronsium, zinc, zirconium), dan quartz. Ukuran partikel ini


14

0.1-10µm (fine particles). Alternatif lainnya yaitu silica dengan

ukuran partikel 0.04-0.2 µm (microfine particles) (Sakaguchi &

Powers, 2012). Syarat utama dari matriks ini adalah filler harus

memiliki sifat mekanis dan sifat fisik yang baik. Sifat-sifat ini

dapat ditingkatkan dengan menggabungkan partikel filler

kedalam matriks organik, sehingga sifat mekanis seperti

t Gambar.2.2 UEDMA & TEGDMA

ess, strength, hardness dapat meningkat dan mengurangi

kontraksi saat setting, penyerapan air dan ekspansi koefisien

panas (Sakaguchi & Powers, 2012). Komposit dibagi menjadi

empat berdasarkan ukuran bahan pengisi atau fillernya yaitu

macrofiller, microfiller, hybrid, nanofiller. Semakin kecil

ukuran partikelnya maka komposit memiliki kekuatan dan

ketahanan pulas yang sangat

Tabel.2.1. Klasifikasi Ukuran Partikel Filler


15

baik. Begitu pula sebaliknya semakin besar partikelnya

maka permukaannya akan mudah kasar ketika digunakan untuk

berkontak dengan benda lain (Widyastuti, et.al., 2017).

c. Coupling Agent

Coupling Agent atau dikenal dengan kandungan

Gambar.2.3. 𝜸-Methacrytoxypropyltrimethpxysilane

organosilane (γ-methacryloxypropyltrimethoxysilane) adalah

gugus monofungsional. Satu molekul γ-

methacryloxypropyltrimethoxysilane terdiri atas satu atom Si

dan tiga rantai alkoxy (Yoshikara, et.,al, 2016). Coupling

Agent merupakan salah satu bahan tambahan untuk

meningkatkan adhesi filler dengan matriks organik yang

bereaksi dengan perlakuan kimia (Nihei, 2016). Perlakuan

yang tepat pula, bahan ini mampu meningkatkan ikatan antara

serat dengan matriks sehingga sifat komposit menjadi lebih

baik (Kim, et.al., 2011). Kegunaan dari coupling agent tidak

hanya sebagai stress absorber saja, melainkan dapat

memperbaiki sifat komposit secara kimia untuk meminimalisir

penetrasi cairan antara resin dan filler yang mengakibatkan


16

hilangnya partikel filler, dan meningkatkan sifat fisik dan

mekanis dari resin komposit (Sakaguchi & Powers, 2012).

2.1.4 Klasifikasi Resin komposit

Klasifikasi komposit diketahui dengan seiring perkembangan pesat

dalam resin komposit. Klasifikasi resin komposit saat ini dibuat sesuai

dengan ukuran partikel pengisi, berat atau persentase volume partikel,

bentuk di mana mereka ditambahkan ke matriks polimer, viskositas atau

metode polimerisasinya (Cangül & Adıgüzel, 2017).

A) Berdasarkan Ukuran Partikel Filler

1. Resin Komposit Macrofiller

Resin komposit macrofiller atau biasa dikenal

dengan resin komposit konvesional atau komposit

tradisional merupakan resin komposit pertama kali dan saat

ini sudah jarang digunakan. Kandungan bahan Macrofiller

komposit ini terdiri dari 60-80% filler anorganik seperti

glass silicate dengan monomer akrilik, quartz, boron glass

dengan ukuran partikel kurang lebih 8-14 µm dengan

ukuran partikel terbesar 50 µm (Anusavice, 2012).

Kerugian dari komposit ini dengan ukuran partikel

bervariasi dari 10 hingga 100 μm yaitu kesulitan saat

polishing, perubahan warna restorasi dalam waktu singkat

dan akumulasi plak. Jenis ini tidak tahan terhadap kekuatan

kunyah dan tidak direkomendasi untuk digunakan pada gigi

posterior (Cangül & Adıgüzel, 2017).


17

2. Resin Komposit Microfiller

Resin ini merupakan hasil transformasi dari resin

konvensional yang memiliki permuakaan kasar. Kandungan

partikel pengisi sebanyak 40%-60% dari total komposit

yaitu senyawa anorganik silika koloida. Karakter dari

komposit ini memiliki ukuran partikel dengan diameter

0.04-0.4 µm yang menyebabkan resin komposit ini

mempunyai sebutan fine finishing composite karena lebih

mudah untuk di pulas sehingga memiliki estetika yang baik

(Cangül & Adıgüzel, 2017). Resin microfilled merupakan

jenis komposit yang dikembangkan karena memiliki

kehalusan dari permukaan komposit tanpa menghilangkan

sifat fisik dan mekanik dari resin komposit konvensional

(Anusavice, 2012). Resin komposit microfilled menyerap

air lebih banyak dan memiliki sifat modulus elastisitas yang

relatif tinggi sehingga hasil restorasi dari komposit

microfiller ini lebih mudah beradaptasi terhadap regangan

selama tooth flexure (Heyman, , et al., 2011).

3. Resin Komposit Hybrid

Komposit ini mempunyai persentase partikel filler 75% -

80% dibentuk dari campuran partikel pengisi dengan

ukuran berbeda dan jenis resin yang menggabungkan sifat-

sifat mikropartikel dan resin makropartikel. Jenis ini

dikembangkan untuk menggabungkan sifat fisik dan


18

mekanik positif dari komposit tradisional dengan

karakteristik permukaan halus yang dapat dipoles dari

komposit microfill (Cangül & Adıgüzel, 2017). Resistensi

terhadap fraktur dihubungkan dengan jumlah filler pada

komposit. Macam dari resin hybrid pun dibagi menjadi tiga

(Power, 2012):

• Midi hybird : microfill dan midfill

• Mini hybrid (microhybrid) : microfill dan midfill

Gambar 2.4. Perbandingan ukuran jenis


resin komposit

• Nano hybrid : nanofill dan midfill

4. Komposit Nanofiller

Resin komposit ini mempunyai kandugan partikel filler

yang sangat kecil (0,005-0,01 µm). Dengan ukuran partikel

filler yang sangat kecil pula komposit ini mudah dalam proses

pemolesan (Heymann, et al., 2011). Komposit jenis ini

memiliki sifat fisik yang baik dan estetis tinggi. Keunggulan

dari nanofiller yaitu memiliki kekuatan mekanis seperti

microhybrid namun permukaannya tetap halus seperti

microfiller. Sifat optik nanofiller juga lebih baik dari


19

nanohybrid, karena translusensi yang baik dan memiliki efek

glossy yang memungkinkan pilihan warna dan tingkat opasitas

yang lebih banyak sehingga sangat cocok untuk restorasi yang

memerlukan estetika (Sakaguchi & Powers, 2012). Resin

komposit nanofiller memiliki ukuran bahan pengisi 1-100 μm,

sedangkan komposit nanohybrid memiliki ukuran partikel yang

lebih besar dari nanofiller yaitu 0,4-5μm. Ukuran partikel ini

membuat tampilannya menjadi tidak glossy. Memiliki partikel

kecil akan membutuhkan waktu polimerisasi lebih lama, jika

polimerisasi tidak tepat maka akan menurunkan kekerasan,

kekuatan, stabilitas warna dan meningkatkan penyerapan air

(Mona, et.al., 2016). Zaman sekarang, resin komposit

nanofiller dan nanohybrid jenis yang paling popular dan sering

digunakan dalam kedokteran gigi (Heyman, , et al., 2011)

B) Berdasarkan polimerisasi

Klasifikasi komposit berdasarkan cara polimerisasinya

terbagi jadi 3 jenis yaitu resin komposit aktivasi kimia (selfcured),

resin komposit aktivasi sinar (light-cured), dan resin komposit

aktivasi dual.

1. Komposit Aktivasi Kimia

Resin komposit ini disebut juga komposit self-cured karena

proses pembuatannya dengan cara kimia. Kandungan bahannya

terdiri dari dua pasta yang terpisah. Salah satu pasta berisi

katalis benzoyl peroxide dan pasta lainnya berisi base tertiary


20

amine. Kedua bahan tersebut diaduk sekitar 20-30 detik, maka

amine akan bereaksi dengan benzoyl peroxide dan membentuk

radikal bebas sehingga terjadi proses polimerisasi (Heymann, ,

et al., 2011). Kelemahan komposit ini adalah pada saat proses

pengadukan dengan banyak campuran bahan memungkinkan

udara ikut terperangkap yang mengakibatkan porus

(Anusavice, 2012).

2. Komposit Aktivasi Sinar (light cure)

Resin komposit light cure diciptakan untuk memperbaiki

kekurangan dari jenis komposit self cure. Bentuk resin ini yang

beredar di pasaran dalam bentuk suatu pasta dengan wadah

tube. Komposit ini mengandung bahan photosensitive initiator

yaitu camphorquinon dari suatu campuran diketon atau amina

yang membentuk radikal bebas atas bantuan dari radiasi

dengan panjang gelombang dan intensitas yang tepat (Pasril,

et.al., 2013).

3. Komposit Aktivasi Dual

Resin komposit dual cure merupakan komposit dengan

sistem dua pasta, yang mengandung inisiator dan akselerator

cahaya dan kimia. Keuntungannya, ketika dua pasta dicampur,

lalu di curing dengan light cure mengawali proses reaksi

pengerasan, kemudian secara kimia akan melanjutkan reaksi

pengerasan pada bagian yang tidak terkena sinar sehingga

memastikan pengerasan sempurna (Anusavice, 2012).


21

C) Berdasarkan Karakteristik Penggunaannya

1. Komposit Packable

Komposit ini lebih diketahui sebagai alternatif dari

amalgam dalam restorasi posterior dan merupakan resin

komposit dengan viskositas tinggi yang dikenal sebagai

komposit packable, dalam arti bahwa mereka dapat dikemas

secara padat sebagai pengisi (Cangül & Adıgüzel, 2017). Bahan-

bahan ini tidak dapat dikondensasi seperti amalgam, tetapi dapat

dikompresi. Komposit ini direkomendasikan untuk restorasi klas

1 dan 2. Bahan itu terdiri dari resin yang diaktifkan dengan

cahaya, resin dimethacrylate dengan filler (berporus atau tidak

beraturan) yang memiliki muatan filler sebesar 66% hingga 70%

volume.Viskositas yang tinggi akan memudahkan saat

pengaplikasian pada gigi (Sakaguchi & Powers, 2012).

2. Komposit Flowable

Komposit dengan viskositas rendah disebut komposit

flowable, komposit flowable mengandung resin dimethacrylate

dan filler anorganik dengan ukuran partikel 0,4 hingga 3,0 μm

dan filler pengisi 45% hingga 60% volume. Secara umum

pengurangan viskositas komposit mengalir dapat diperoleh

dengan mengurangi jumlah konten pengisian atau dengan

meningkatkan rasio pengencer monomer seperti triethylene

glycoldimethacrylate (TEGDMA) dalam struktur komposit

(Cangül & Adıgüzel, 2017). Ikatan partikel pengisi anorganik


22

dengan matriks polimer organik resin ini cross-linked dengan

partikel monomer dimethacrylate. Komposit flowable memiliki

proporsi monomer yang tinggi, khususnya sejumlah besar

monomer pengencer, biasanya TEGDMA ditambahkan ke

bulkier dan monomer dasar yang kaku secara struktural, seperti

sebagai Bis-GMA atau UDMA untuk mengurangi viskositas

(Bhardwaj, et.al., 2018). Komposit flowable memiliki sifat

mekanis lebih rendah dibandingkan komposit konvensional.

Komposit ini cocok digunakan untuk restorasi pada daerah

servikal, preventif restorasi, perbaikan restorasi dan restorasi

pada bagian yang tidak mendapatkan tekanan yang tinggi

(Baroudi, 2015). Generasi terbaru dari flowable komposit

mengandung partikel nanofiller dengan volume lebih rendah

dari komposit lainnya. Komposit flowable self adhesive juga

sudah dikembangkan. Kekuatan tekan komposit ini berkisar

210-300 Mpa dimana kekuatan tekan sangat penting dalam

fungsi mastikasi (Sakaguchi & Powers, 2012). Kelebihan dan

kekurangan dari komposit jenis ini (Baroudi, 2015):

KELEBIHAN KEKURANGAN

• Kemampuan untuk membentuk • Penyusutan curing tinggi:

lapisan dengan ketebalan minimum, karena beban pengisi

sehingga meningkatkan atau lebih rendah

menghilangkan masuknya udara • Sifat mekanik lebih

• Fleksibilitas yang tinggi, sehingga lemah


23

lebih kecil kemungkinannya untuk

dipindahkan di area konsentrasi

stres (proses keausan servikal dan

area dentin yang berlubang)

• Radio-opaqueness

• Ketersediaan dalam berbagai warna

Tabel .2.2 Kekurangan dan Kelebihan Komposit Flowable

2.2 Serat (Fiber)

Serat atau Fiber adalah suatu jenis zat tipis berupa potongan-

potongan komponen yang membentuk jaringan panjang yang utuh dan

mudah dibengkokan. Berdasarkan jenisnya serat dibagi menjadi dua

(Rodiawan, 2017):

2.2.1 Serat Buatan (Synthetic Fiber)

Serat sintetis merupakan serat penguat untuk bahan

komposit yang terbuat dari bahan kimia atau disebut juga

petrokimia. Ada juga yang terbuat dari selulosa alami

contohnya rayon. Contoh dari serat sintetis : serat gelas

(fiber glass), serat optic (fiber optic), serat polyester

(polyester fiber), dan lain-lain (Nandal, et.al., 2013).

Macam-macam fiber sintetis yang digunakan dalam

bidang kedokteran gigi yaitu glass fiber, aramid fiber,

carbon/graphite fiber, Ultra high molecular weight

polyethylen (UHMWPE) fiber. Fiber sintesis yang

digunakan dalam bidang kedokteran gigi juga mempunyai


24

kekurangan yaitu pada glass fiber sulit memberitahu arah

serat kontinyu pada daerah yang tidak terjangkau oleh mata

selama proses fabrikasi dan tidak mudah terbiodegradasi.

Pada aramid fiber dan carbon fiber sulit untuk dipulas

sehingga tidak estetik pada hasil tumpatan (Alla, et.al.,

2013), kemudian pada UHMWPE fiber yaitu penempatan

dan finishing cenderung susah karena fiber menonjol pada

permukaan cetakan (Nandal, et.al., 2013). Fiber glass

memiliki karakter yang ringan dan kuat yang digunakan di

berbagai industri karena sifatnya yang sangat baik (Sanjay,

2016). Serat E-glass memiliki kekurangan terutama di

Indonesia yaitu mahal, sulit didapatkan dan harus melalui

pemesanan yang tergolong lama (Purnamasari, et.al., 2018).

Kelebihan dari serat E-Glass yaitu memiliki sifat mekanis

yang sangat baik karena kandungan SiO2 yang tinggi

mampu berikatan baik dengan matriks Al 2O3, unsur ini

meningkatkan ketahanan kimia terhadap air dan modulus

elastis. Unsur MgO dan CaO yang baik dapat mengkontrol

keselarasan sifat mekanis dengan modulus dan kekuatan

yang baik dan juga berfungsi sebagai stabilizer untuk

meningkatkan ketahanan terhadap air (Purnamasari, et.al.,

2018).

2.2.2 Serat Alami (Natural Fiber)


25

Serat alami, yang pada dasarnya terdiri dari selulosa,

hemiselulosa dan lignin, banyak digunakan sebagai penguat

untuk menghasilkan biokomposit (Muensri, et.al., 2011).

Serat ini merupakan serat penguat untuk bahan komposit

yang merupakan serat alami dari hasil alam. Serat alami

dapat berasal dari hewani walaupun pada umumnya

kebanyakan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh: bulu

domba (hewani), serat kelapa, serat pisang, sisal

(tumbuhan), dan lain-lain. Penggunaan material serat alami

atau biokomposit yang bersifat organik memiliki berbagai

keuntungan, karena itulah faktor yang mendorong semakin

optimisnya penggunaan fiber serat alami (biokomposit),

diantaranya (Misriadi, 2010) adalah:

1. Bobot ringan

2. Ramah lingkungan

3. Biaya produksi murah

4. Merupakan bahan organik yang dapat terurai

5. Tahan korosi

6. Tersedia oleh alam secara berlimpah


26

Tabel 2.3. Perbandingan kekuatan mekanik antar serat (Pickering, et.,al, 2017)

2.3 Sabut kelapa (Cocos nucifera fiber)

Cocos nucifera (L.) adalah anggota penting dari keluarga

Arecaceae (keluarga palem) yang populer dikenal sebagai coco atau

kelapa, coco-da-bahia atau kelapa pantai. Tanaman ini adalah pohon

arborescent monocotyledonous dengan tinggi kurang lebih 25m (kelapa

raksasa) dengan canopy yang padat (Lima, et.al., 2015). Bagian dari buah

kelapa sudah banyak diproduksi untuk membantu kehidupan sehari-hari.

Copra atau buah kelapa dan minyak kelapa digunakan dalam pembuatan

sabun, minyak rambut, kosmetik, dan produk lainnya. Sekitar 35% dari

berat buah kelapa adalah serat sabut kelapa (Verma, et.al., 2014).

Serat sabut kelapa merupakan salah satu serat alami yang sangat

mudah didapatkan. Sabut kelapa mengandung bahan kimia terdiri atas

lignoselulosa, pyroligneous acid, tannin, potasium, gas, arang yang dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan baku. Banyak kelebihan

dari sabut kelapa yang dimiliki, namun potensi dari bahan ini banyak

digunakan. Sifat-sifat penting dari serat sabut kelapa (Coco nucifera fiber)

adalah (Verma, et.al., 2014) :

• Sumber daya terbaru dan bahan yang menetralkan CO2.

• Banyak ditemui, tidak beracun, dan dapat terbiodegradasi

• low density, murah, dan kaya micronutrients.

• Mengandung unsur kayu seperti lignin, selulosa, hemiselulosa,

dan zat lilin.


27

Gambar.2.5 anatomi kelapa

Baru - baru ini, akademik dan perindustrian mulai mencari cara

untuk mengembangkan aplikasi baru dari sabut sebagai

penguat untuk polimer (Noor, et.al., 2012).

2.3.1 Komposisi Serat Sabut Kelapa

a. Lignin

Serat sabut kelapa, yang rata-rata tersusun atas 46% ligin adalah

salah satu serat alami yang mengandung kadar lignin yang lebih

tinggi (Verma, 2015). Lignin didefinisikan sebagai salah satu unsur

kimia penyusun dinding sel kayu selain selulosa dan hemiselulosa.

Keberadaan lignin di alam berbentuk polimer yang tersusun atas

unit fenil propana yang bercabang banyak dan membentuk struktur

berdimensi tiga (Kondo & Arsyad, 2018). Pengaruh kandungan

lignin serat kelapa untuk menghindari aglomerasi serat dalam


28

matriks biokomposit (Muensri, et.al., 2011). Kelebihan dari lignin

sendiri menjadi perekat alami agar tanaman terlokalisasi pada

permukaan lumen untuk mempertahankan kekuatan dinding,

mengurangi perubahan dimensi dan membantu transport air, dan

menjadi pelapis untuk mengikat selulosa dengan serat (Paskawati,

et.al., 2017). Kekurangan lignin sangat berpengaruh terhadap rasio

ukuran serat dan sudut mikrofibrilar yang akan memberikan

kekuatan mekanik yang rendah (Arsyad, et.al., 2015). Perlu

dilakukan perlakuan penghapusan lignin agar menurunkan

elongation at break pada sabut kelapa serta meningkatkan modulus

elastisitas dari serat sabut kelapa(Arsyad, et.al., 2015).

b. Selulosa

Selulosa adalah biopolimer yang paling tersedia di bumi dan

komponen penguat utama di dinding sel tanaman. Selulosa secara

kimia didefinisikan sebagai homopoly-sakarida linier yang terdiri

dari β-D-glucopyranose yang dihubungkan bersama oleh ikatan β-

1-4-glycosidic (Blanco, et.al., 2018). Kandungan 39.79 % selulosa

pada sabut kelapa banyak yang telah menggunakannya sebagai

pengisi lignoselulosa dalam komposit polimer. Serat lignoselulosa

adalah rantai selulosa yang terdiri dari daerah amorf dan daerah

kristal, bersama dengan beberapa lignin dan hemiselulosa (Norain,

et.al., 2015). Selulosa sabut kelapa memiliki kekurangan yaitu

gugus hidroksil yang kuat dan ikatan hidrogen pada permukaan

dan di dalam makromolekul itu sendiri membuatnya sulit untuk


29

membentuk ikatan antar muka yang kuat antara serat dan matriks

karena ikatan hidrogen cenderung menghalangi pembasahan

permukaan serat (Norain, et.al., 2015). Sifat baik yang dimiliki

unsur ini seperti biokompabilitas baik, dapat terdegradasi, dan

memiliki ikatan hidrogen yang kuat sebagai reaksi kimia

(Suryanto, 2016).

c. Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah bentuk lain dari polisakarida dan tergolong

senyawa organik. Unsur ini mudah mengembang, sehingga

hemiselulosa berpengaruh terhadap bentuk hubungan antar serat

(Suryanto, 2016). Kandungan 25% hemiselulosa pada sabut kelapa

berfungsi menjadi bahan pendukung dalam dinding sel dan sebagai

perekat antara sel tunggal yang terdapat didalam sabut kelapa

(Asip, et.al., 2016). Ikatan hidroksil hidrofilik dari hemiselulosa,

menghasilkan efek menghilangkan kelembaban dari sabut kelapa

dan meningkatkan sifat hidrofobik yang cocok untuk komposit

serat sabut kelapa (Narendar, et.al., 2014).

2.3.2 Ikatan interface

Ikatan Interface komposit merupakan interaksi antara matriks

polimer dengan serat yang berperan saat mentransfer beban dari matriks

menuju serat (Suryanto, 2017). Proses adhesi komposit dengan serat

sangat mempengaruhi kekuatan tarik interface (Suryanto, 2017).

Kekasaran permukaan, polaritas permukaan, energi permukaan,

hidrophilisitas, interaksi asam basa, dan gugus fungsional kimia


30

merupakan faktor fungsi dari sifat adhesi pada daerah interface (Suryanto,

2017).

Serat sabut kelapa lebih unggul dan efisien sebagai bahan pengisi

komposit dibandingkan lainnya, namun karena serat sabut kelapa

mengandung lapisan lilin seperli lignin sehingga menghalangi ikatan

interface serat dengan matriks, sehingga diperlukan perawatan kimia

untuk meningkatkan kekuatan ikatan matriks interface (Andiç-Çakir,

et.al., 2014). Kelebihan dari ikatan interface ini (Bongarde, et.al., 2014):

• Modulus elastisitas baik

• Kekuatan impak baik

• Peningkatan penyerapan air

• Meningkatkan kompatibilitas dengan matriks

2.4 Proses Delignifikasi

Proses delignifikasi adalah suatu proses merubah struktur kimia

berlignoselulosa dengan tujuan mendegradasi lignin secara selektif sehingga

menguraikan ikatan kimianya, ikatan hidrogen maupun ikatan van der waalls,

dengan komponen kimia lain selulosa dan hemiselulosa, tanpa merusak

komponen lain (Kurniaty, et.al., 2017). Rusaknya struktur dengan kandungan

lignoselulosa adalah salah satu cara untuk merubah lignoselulosa menjadi

senyawa gula dengan menggunakan larutan basa yaitu NaOH (Kurniaty, et.al.,

2017). NaOH efektif untuk mengurangi kandungan lignin dan meningkatkan

kadar selulosa (Laghari, et.al., 2015). Delignifikasi dibagi menjadi 3 cara yaitu

secara kimia, biologis dan secara fisis. Secara kimia delignifikasi mampu

menghasilkan kadar gula tereduksi dimana kadar gula tersebut lebih rendah
31

rendah daripada kontrol, baik pada proses hidrolisis yang dikatalis oleh enzim E 1 ,

E2 ,maupun E3. Delignifikasi fisis mampu menghasilkan kadar gula tereduksi

yang lebih tinggi daripada control, hal tersebut diperoleh dari proses hidrolisis

yang dikatalis oleh enzim E2 dan E3. Menunjukkan aktivitas hidrolisis yang paling

optimal pada proses yang dikatalis oleh E 3 bisa menggunakan delignifikasi

biologis (Agustini, et.al., 2013).

2.5 Uji Kekuatan Tekan

Kekuatan tekan suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu

bahan dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kehancuran

pada bahan itu atau besarnya resistensi maksimum suatu bahan material terhadap

terjadinya fraktur dibawah suatu tekanan. Uji kuat tekan adalah dengan mengukur

kekuatan tekan bahan (sampel uji) terhadap kekuatan tekan mekanisnya. Alat

untuk menguji compressive strength adalah Universal Testing Machines (UTM)

yang memiliki standard ASTM D 638. Faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan

yaitu luas permukaan, bentuk sampel, viskositas, ukuran partikel, dan volume

partikel (Trisnawati, et.al., 2019). Sampel yang akan diuji, terlebih dahulu diukur

luas penampangnya dan diletakkan diantara tumpuan (lempengan) penekan,

sebelum uji berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk

tepat pada angka nol kemudian hi dupkan alat, lalu catat angka yang ditunjukkan

oleh pengukuran pada alat sebagai nilai F dengan satuan pascal (Pa) atau N/m2

dan setelah sampel menjadi hancur, hasil besaran tersebut diketahui, maka nilai

kekuatan tekan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Sitorus, et.al.,

2014) :
32

T=
𝒇 F = Gaya tekan / beban
𝒂

(N)

A = Cross section (cm 2 )

Keterangan :

Tabel.2.4 Rumus Kuat Tekan

Gambar 2.6 Mesin Universal Testing Machine

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian


33

3.2 Penjelasan Knerangka Konsep

Resin komposit sebagai bahan restorasi yang dapat digunakan untuk

mengembalikan fungsi dan jaringan gigi yang rusak. Komposit memiliki


34

komposisi utama yaitu resin matriks, bahan pengisi dan coupling agent (thamara,

et.al., 2018). Silane sebagai coupling agent adalah senyawa hybrid yang mampu

membentuk ikatan kimia dengan permukaan organik dan anorganik (Kristy, et.al.,

2020). Silane memiliki dua ujung rantai, salah satu ujung rantainya merupakan

organofungsional yang bisa berpolimerisasi dengan matriks organik seperti

metakrilat yang terkandung dalam Bis-GMA pada resin komposit (Kristy, et.al.,

2020). Silane bekerja menjadi mediator melalui dua reaksi. Reaksi pertama adalah

silane mengikat silikon dioksida dengan grup hydroxil (OH-) dan reaksi kedua

silane mengikat komposit dengan reaksi polimerisasi antara grup metakrilat dari

komposit (Setio, et.al.,2016). Ikatan Interface komposit merupakan interaksi

antara matriks polimer dengan serat yang berperan saat mentransfer beban dari

matriks menuju serat (Suryanto, 2017). Terdapat dua jenis serat, diantaranya ada

serat sintetik dan serat alami. Serat sintetik yang biasa digunakan dalam bidang

kedokteran gigi adalah serat gelas (Alla, et.al., 2013)

Serat E-glass adalah serat sintetik yang sering digunakan pada bidang

kedokteran gigi (Faizah, et.,al, 2016). Komposisi dari serat e-glass memiliki

kandungan SiO2 54 wt%, Al2O3 14 wt%, CaO + MgO 22 wt%, B2O3 10wt%

dimana karakter serat e-glass memiliki kekuatan mekanik baik dan sifat untuk

diproses yang tinggi (Purnamasari, 2019). Beberapa peneliti telah meneliti

komposit serat alam sebagai pengganti serat sintetik karena ketersediaan serat e-

glass yang sangat terbatas di Indonesia dan juga karakter yang tidak ramah

lingkungan (Murdiyanto, 2017).

Metode lignifikasi dibutuhkan untuk membuang lignin yang ada pada serat

alami bertujuan untuk melarutkan lapisan menyerupai lilin pada permukaan serat
35

agar menghasilkan sifat mekanik komposit serat alami menjadi lebih tinggi dan

mudah berikatan dengan matriks (Kondo, et.al., 2018). Sabut kelapa merupakan

pilihan serat karena memiliki sifat fisik yang terdiri dari serat kasar dan halus

tidak kaku sehingga cocok sebagai bahan pengisi serat pada komposit (Abolarin,

2017). Presentase kandungan serat sabut kelapa (Coco nucifera fiber) yang

digunakan tidak melebihi 60% karena pada penelitian kekuatan tekan serat sisal

secara signifikan meningkatkan kekuatan mekanis dan dan menurun saat

konsentrasi melebihi 60% (Nugroho, 2017).

Karakteristik sabut kelapa sebagai filler komposit memiliki sifat fisik yang

baik dimana penyerapan air menjadi stabil, isolator thermal baik, kekuatan tekan

baik karena serat dapat berikatan secara kimia tapa kehadiran zat perangkai

setelah proses penghilangan zat lilin, dengan fraksi volume tidak lebih dari 60%

karena banyak ujung serat akan mengalami diskohesi berserat dalam matriks resin

yang mengarah pada keretakan awal komposit, serta biaya murah dan mudah

tergredasi (Bui, et.al., 2020). Karakteristik yang dimiliki serat sintetik sendiri

memiliki massa jenis yang rendah atau low density yang menyebabkan masalah

floating pada matriks komposit, serta tidak mudah tergredasi oleh alam

(Mohajerani, et.al., 2019). Serat sintetik sendiri memiliki stabilitas dimensi

rendah yang mengakibatkan ekspansi liner rendah dan mudah rusak akibat suhu

rendah (Bui, et.al., 2020)

Kekuatan tekan sangat diperlukan untuk restorasi komposit, karena mayoritas

penggunaan restorasi komposit untuk posterior, dimana memerlukan daya kunyah

yang tinggi (Murdiyanto, 2017). Kekuatan tekan juga sangat berpengaruh

terhadap komposisi dan ukuran filler, semakin kecil ukuran partikel maka akan
36

lebih mudah untuk tersalurkan merata ke seluruh bagian matriks sehingga

membentuk daerah antarfasa yang luas, sehingga tegangan matriks dan pengisi

terjadi (Daulay, 2014). Kekuatan tekan pada resin komposit juga sangat

berpengaruh pada banyaknya filler yang terkandung, mobilitas molekul dari rantai

polimer, serta tergantung pada proses degradasi resin komposit sehingga

menghasilkan kekuatan tekan dari ikatan matrix dan filler (Yusoff, et.al., 2019).

Serat alam sabut kelapa juga memiliki karakter sifat serat tidak kaku,

biokompatibilitas, dan rendahnya daya guna, sekaligus menjadi bahan yang dapat

diperbarui yang berpotensi untuk merevolusi masa depan dengan biaya produksi

yang relatif rendah.

3.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat potensi dari serat sabut (Coco nucifera fiber) dan serat sintetik terhadap

kekuatan tekan komposit.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kepustakaan atau studi

literatur (library research). Studi literatur merupakan analisa kritis dari sebuah

penelitian yang dilakukan terhadap topik khusus yang diperoleh dari bahan acuan

untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian (Wahono, 2016). Penelitian ini

menggunakan dasar pemikiran atau kebutuhan untuk penyelidikan baru, dimana

merupakan tujuan yang ingin dilakukan oleh penulis seperti yang dilampirkan

pada tinjauan pustaka dan dinyatakan agak berbeda (Denney dan Tewksbury,

2013). Sumber pustaka dari studi literatur didapat dari berbagai jurnal, buku,

artikel, internet dan tulisan lainnya yang relevan dengan metode pengumpulan

data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan

(Moleong, 2017).

4.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi adalah sekumpulan subjek atau objek yang memiliki

kesamaan dalam beberapa hal yang membentuk masalah pokok

dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti (Nursalam,

2015). Populasi pada penelitian ini adalah jurnal penelitian yang

sesuai dengan judul penelitian. Search engine yang dipilih adalah

Google Scholar, lalu memasukkan kata kunci yaitu: serat sabut

kelapa, resin komposit, dan kekuatan tekan. Setelah memasukkan

kata kunci tersebut di Google Scholar, maka didapatkan 441 jurnal.

37
38

Maka populasi penelitian adalah 441 jurnal, seperti yang ditampilkan

pada gambar berikut :

Gambar 4.1 Memasukan kata kunci

4.2.2. Sampel

Sampel merupakan secuplikan tertentu yang diambil dari

suatu populasi atau wakil dari populasi dan diteliti secara rinci

(Sugiyono, 2016). Karena populasi pada penelitian ini ada 441

jurnal maka peneliti perlu mengambil sampel sesuai dengan kriteria

inklusi. Kriteria inklusi merupakan kriteria subjek penelitian dapat

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.

1. Kriteria Inklusi

Menurut (Notoatmodjo, 2018) kriteria inklusi adalah

kriteria/ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota


39

populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria

inklusi pada penelitian adalah

• Tidak lebih dari 5 tahun

• Serat alami

• Kedokteran gigi

• Jurnal dapat dibuka full text

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria Ekslusi adalah menghilangkan kriteria anggota

populasi yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi

(Nursalam, 2015). Pada penelitian ini kriteria eksklusi

adalah:

• Lebih dari 5 tahun

• Bukan serat alami

• Jurnal yang tidak berhubungan dengan judul

penelitian

• Jurnal yang tidak dapat dibuka

Populasi yang ada setelah memasukkan kata kunci serat sabut kelapa, resin

komposit, dan kekuatan tekan adalah 441 jurnal penelitian. Kemudian dilakukan

metode screening sampel dengan cara memasukkan batasan 5 tahun. Setelah

memilih tahun publikasi, maka didapatkan 301 jurnal seperti gambar dibawah ini.
40

Gambar 4.2 Screening 5 tahun terakhir

Dari 301 jurnal diatas, dilakukan penyaringan kembali sebagai sampel dari

penelitian ini dengan kata kunci dari kriteria inklusi dan mendapatkan 25 jurnal,

yaitu :

Gambar 4.3 Memasukkan kriteria inklusi


41

Setelah dilakukan penyaringan kembali dengan kata kunci sesuai dari

kriteria inklusi. Dari beberapa jurnal di atas kemudian dilakukan penyaringan

kembali berdasarkan mana jurnal yang memiliki kesesuaian isi yang

berhubungan dengan bidang kedokteran gigi, telah melalui prosedur penelitian

standart, dan datanya bersifat tetap serta autentik. Berikut adalah hasil

penyaringan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Murdiyanto, D., 2017. Potensi serat alam tanaman indonesia sebagai

bahan fiber reinforced composite kedokteran gigi. Jurnal Material

Kedokteran Gigi, 6(1), pp.14-22.

2. Thamara, C.A., Erlita, I. And Diana, S., The Effect Of Bagasse Fiber

(Saccharum Officinarum L.) Addition On The Compressive Strength Of

Bulk Fill Composite Resin. Dentino: Jurnal Kedokteran Gigi, 3(1), Pp.61-

66.

4.3 Cara Kerja dan Prosedur Pengambilan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jurnal penelitian yang

telah dipublikasikan di Google Schooler yaitu https://scholar.google.com.

Tahapan pengambilan data adalah observasi sampel lalu identifikasi membuat

ringkasan masing masing sampel jurnal penelitian, yang berisikan tentang

persamaan dan perbedaan pada masing-masing sampel jurnal, serta

mengidentifikasi “gap” dalam beberapa refrensi hasil penelitian yang

dilakukan oleh para peneliti pada sampel jurnal penelitian. kesimpulan dari

sumber tersebut disusun dalam bentuk tabel, lalu melakukan evaluasi, kritisi

dan menyimpulkan hasil penelitian. Evaluasi juga dilakukan untuk melihat


42

apakah penulis sumber tersebut adalah benar-benar pihak yang mempunyai

otoritas di dalam permasalahan yang diangkat.

Metode dokumentasi adalah suatu metode mencari data mengenai suatu

hal berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, artikel, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 2016). Pada penelitian ini, digunakan jurnal sebagai data

penelitian.
43

4.4 Alur Penelitian

4.5 Analisis Data

Dalam penelitian ini, data terkumpul setelah melewati tahapan screening

hingga ekstraksi data. Analisa data dapat dilakukan dengan menggabungkan data
44

yang diperoleh dari penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua

teknik analisa data yaitu deskriptif kuantitatif dan metode komparasi. Metode

Deskriptif Kuantitatif yaitu merupakan suatu penelitian dengan tujuan

mendeskripsikan suatu fenomena, peristiwa, gejala, dan kejadian yang terjadi

secara faktual, sistematis, serta akurat. (Sugiyono, 2015). Metode komparasi

adalah metode yang bersifat membandingkan antar variabelnya tetapi untuk

sample yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda (Surachman &

Subidyo, 2014).
BAB 5

HASIL ANALISIS

5.1 Analisis Sampel Jurnal Penelitian

Tujuan peneliti yang ingin dicapai pada studi pustaka ini adalah untuk

mengetahui potensi kuat tekan serat sabut kelapa sebagai bahan pengisi resin

komposit di bidang Kedokteran gigi, dimana kuat tekan pada bahan restorasi

sangat dibutuhkan. Sampel yang digunakan adalah dua jurnal dari schoolar,

demikian berikut ini penjelasan mengenai kedua jurnal dibawah ini sebagai

sampel penelitian.

Tabel 5.1 Ringkasan Sampel Jurnal

JURNAL 1 JURNAL 2

Potensi serat alam The Effect Of Bagasse


tanaman indonesia Fiber (Saccharum
sebagai bahan fiber Officinarum L.) Addition
reinforced composite On The Compressive
JUDUL kedokteran gigi. Jurnal Strength Of Bulk Fill
Material Kedokteran Composite
Gigi, 6(1), pp.14-22. Resin. Dentino: Jurnal
Murdiyanto, D., 2017. Kedokteran Gigi, 3(1),
pp.61-66. Thamara, C.A.,
Erlita, I. and Diana, S.
2018.
Sebagai kajian mengenai Untuk mengetahui

komposisi, kekuatan, pengaruh penambahan

TUJUAN dan kesesuaian serat serat ampas tebu

alami sebagai potensi terhadap kuat tekan resin

bahan komposit pada komposit bulkfill

kedokteran gigi.

45
46

Serat alam di Indonesia. 1. serat tebu diproses 5

Serat kapas, serat kapuk, kali penggilingan untuk

SAMPEL serat rami, serat pelepah mendapatkan ampas

pisang, rosela, serat tebu.

nanas. 2. resin komposit bulk

fill dengan 3 perlakuan

berbeda.

Metode yang digunakan Menggunakan metode

adalah telaah Pustaka eskperimen dengan :

dengan menelaah 1.menentukan bahan

pemahaman sampel.

dokumentasi dari potensi 2. Pembuatan sampel uji.

METODE serat alam sebagai bahan 3. Pengujian sampel

penguat komposit dengan menggunakan

dengan memerlukannya mesin UTM dengan

perlakuan khusus agar kecepatan 0,5mm/menit

mendapatkan kekuatan dengan beban 500 kgf.

yang diharapkan Tekanan diberikan diatas

permukaan sampel dan

dihentikan saat sampel

retak.

4. Menyimpulkan hasil

uji dengan memasukkan

angka yang tertera di


47

layar komputer dengan

rumus kuat tekan.

Serat alam lebih bersifat Nilai kuat tekan

ramah terhadap kelompok komposit

lingkungan dengan serat ampas tebu

dibandingkan 353,466 MPa, kelompok

HASIL serat sintetik karena serat sintetik 364,583

mudah terurai. Serat MPa, nilai kelompok

sintetik mempunyai komposit bulkfill tanpa

kekuatan mekanik perlakuan 348,698 MPa.

yang lebih tinggi

dibandingkan dengan

serat alam. Hal ini

dikarenakan serat

sintesis mempunyai

spesifikasi kekuatan

tertentu setelah

dilakukan proses

produksi,

sedangkan serat alam

memiliki kekuatan

yang hanya tergantung

dari yang tersedia di

alam sehingga mampu


48

menyesuaikan untuk

menggunakannya pada

keperluan tertentu.

Berdasarkan kedua rangkuman tabel jurnal penelitian diatas didapatkan

“gap” atau kesenjangan dari penelitian tersebut. Hasil kekuatan mekanik dari

serat alam sebagai pengganti sintetik pada masing-masing sampel jurnal kuat

tekan komposit serat alami diatas dapat digambarkan melalui tabel diatas.

Berdasarkan rangkuman tabel gambar 5.1, jenis serat sintetik yang paling

sering digunakan pada bidang kedokteran gigi adalah jenis e-glass karena

memiliki sifat mekanik yang baik. Perbandingan serat alam dengan serat sintetis

yaitu dilihat dari sifat kehomogenannya dan keramahan lingkungan. Serat sintetis

memiliki sifat yang lebih homogen dikarenakan serat sintetis dibuat dengan

karakter yang telah ditentukan, namun serat sintetis tidak mudah terurai oleh

lingkungan. Serat sintetis memiliki kekuatan mekanik lebih tinggi dibandingkan

serat alam dikarenakan kekuatan serat alam hanya bergantung pada alam sehingga

pengolahannya menyesuaikan untuk keperluan tertentu. Beberapa kelebihan serat

sintetis tidak lepas juga dari biaya pengolahan yang tinggi dan juga jangka

panjang untuk faktor lingkungan (Murdiyanto, 2017).

Hasil penelitian thamara menunjukkan serat dapat meningkatkan kekuatan

dari komposit. Penambahan serat ampas tebu terhadap kekuatan tekan resin

komposit bulk fill memiliki kekuatan tekan 353,466 MPa, kekuatan tekan

komposit dengan serat ampas tebu lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

kontrol dengan nilai kuat tekan 348,698 MPa. Beberapa ciri yang menyebabkan
49

kekuatan tekan pada komposit dengan serat lebih baik yaitu posisi serat dan arah

serat (Thamara, et.,al. 2018).


BAB 6

HASIL PENELITIAN

Studi literatur ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan serat sabut

kelapa sebagai pengganti filler serat sintetik pada resin komposit, dimana sebagai

panduan untuk dilakukannya penelitian mengenai komposit serat sabut kelapa.

Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang umum digunakan

dalam dunia kedokteran gigi (Sachan, et.al., 2016). Kandungan penguat pada

bahan komposit yang telah beredar di pasaran adalah serat sintetik yang umumnya

pada komposit kedokteran gigi adalah glass fiber, namun glass fiber merupakan

bahan yang tidak mudah terbiodegradasi dan memiliki harga yang relatif mahal

(Alla, et.al., 2013). Pencarian jurnal-jurnal melalui google scholar, menggunakan

kata kunci serat sabut kelapa, resin komposit, dan kekuatan tekan menghasilkan

441 jurnal dari seluruh dunia dan diambil dari 5 tahun terakhir, didapatkan 2

jurnal yang memenuhi kriteria inklusi serta menjelaskan mengenai kelebihan dari

serat sabut kelapa sebagai pengganti filler sintetik dari resin komposit.

Serat merupakan salah satu jenis bahan dengan komponen jaringan

memanjang utuh, zat panjang, tipis, dan mudah dibengkokkan. Komposit

merupakan gabungan dari dua bahan atau lebih terdiri dari matriks resin dan

bahan pengisi yang merupakan bahan dasar pada komposit(Annusavice, 2012) .

Umumnya bahan pengisi tersebut, di dunia kedokteran gigi merupakan bahan

produksi pabrik yang diimpor dari negara lain dan terkadang proses produksinya

pun tidak ramah lingkungan (Theng, et.,al, 2019). Tujuan dari penambahan serat

dalam komposit yaitu untuk transfer beban, memberikan sifat kekakuan dan

kekuatan, stabilitas panas, menghemat penggunaan resin sertas sifat-sifat lain

50
51

serta memberikan konduktifitas pada komposit apabila dibandingkan dengan

bahan komposit saja (Sanjay, et.,al, 2016). Kekuatan tekan adalah kemampuan

suatu benda untuk menerima beban sebelum benda tersebut mengalami keretakan

(Utami, et.,al, 2019). Kekuatan tekan dianggap sebagai parameter penting dari

keberhasilan restorasi karena kekuatan tekan yang baik dibutuhkan untuk

menahan tekanan parafungsi dan pengunyahan. Kekuatan tekan juga cukup

berdampak terhadap kerapuan bahan dan lemahnya suatu bahan terhadap tekanan

(Murdiyanto & Jasmine, 2017)

Serat e-glass merupakan serat yang paling sering digunakan pada dunia

kedokteran gigi. Komposisi dari serat E-glass dental adalah SiO2 54 wt%, Al2O3

14 wt%, CaO + MgO 22 wt%, B2O3 10wt% dan kurang dari 2 wt% Na2O + K2O.

Kandungan tinggi SiO2 pada serat E-glass dapat berikatan baik dengan matriks

sehingga menghasilkan kekuatan mekanik yang baik. Al 2O3 mampu

meningkatkan ketahanan kimia terhadap air dan sifat modulus elastis. Komponen

MgO dan CaO yang terkendali mampu menjaga kesesuaian sifat mekanik dengan

modulus dan kekuatan yang tinggi (Purnamasari, et.,al, 2018). Kekurangan dari

serat e-glass adalah self-abrasive apabila tidak ada perawatan khusus yang

menyebabkan sifat modulusunya menurun, relatif low fatigue resistance, dan

stabilitas dimensi rendah (Rochmanita, et.,al, 2018).

Dewasa ini, komposit yang berbahan baku serat alam terus diteliti dan

dikembangkan karena karakter dari serat yaitu ringan dan kuat (Murdiyanto,

2017). Serat sabut kelapa sendiri memiliki karakteristik ringan, kuat dan mudah

menahan panas. Penggunaan serat sabut kelapa dapat membuat plastik menyusut

secara perlahan sehingga mengontrol perkembangan retakan, mengurangi


52

konduktivitas termal sampel material komposit, dan memiliki kekayaan

efektivitas biaya (Verma, et.,al, 2015). Kandungan pada sabut kelapa memiliki

lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan untuk

meningkatkan kekuatan mekaniknya salah satunya kuat tekan, namun

diperlukannya perlakuan kimia untuk meningkatkan kompabilitas serat sabut

kelapa sebagi penguat komposit. Kekuatan dan kekakuan serat sabut kelapa

tergantung pada kandungan selulosanya sebagai kunci untuk meningkatkan sifat

dari serat tersebut. Perlakuan alkali adalah pelakuan kimia untuk meningkatkan

kandungan selulosa dengan menghilangkan hemiselulosa dari lignin (Mawardi,

et.,al, 2017).

Penggunaan serat alam pada dunia kedokteran gigi sangat berpotensi

sebagai pengganti serat sintetis. Selulosa merupakan senyawa organik yang

tersusun dari rangkaian glukosa yang berasal dari proses fotosintesis tumbuhan,

selulosa membentuk ikatan yang menghasilkan mikrofibril sehingga membentuk

serat selulosa. Ikatan selulosa tadi memiliki karakter kekuatan mekanik tinggi dan

tidak mudah larut dalam pelarut. Beberapa sifat serat sintetik yang lebih baik

dibandingkan dengan serat alam yaitu sifat kehomogenan, sifat mekanik,

kemampuan untuk diproses, namun untuk jangka panjang penggunaan serat alam

sangat berpotensi untuk mengganti serat sintetik dikarenakan kondisi lingkungan,

serta biaya produksi yang sederhana (Murdiyanto, 2017). Potensi serat alam

sebagai bahan pengisi komposit menurut pickering, menyatakan bahwa sabut

kelapa memiliki elongation at break sangat baik dibandingkan dengan serat e-

glass (Pickering, et.,al, 2016). Serat sabut kelapa sangat berpotensi sebagai bahan
53

pengisi dari komposit dikarenakan sifat daya mulur dan modulus elastisitasnya

(Adeniyi, et.,al, 2019).

Penelitian uji kuat tekan serat ampas tebu pada resin komposit bulkfill

menyatakan komposit dengan penambahan serat ampas tebu memiliki nilai kuat

tekan 352,466 MPa, lebih baik daripada resin komposit bulkfill saja. Penempatan

arah serat dan posisi serat sangat mempengaruhi kuat tekan dari resin komposit,

dimana serat yang diletakkan pada bagian permukaan yang menerima beban tekan

dengan arah horizontal akan menghasilkan kuat tekan yang cukup baik. Akan

tetapi nilai kuat tekan komposit bulkfill dengan serat sintetik memiliki nilai lebih

tinggi, dengan nilai kuat tekan 364.583 MPa dibandingkan dengan kelompok

komposit bulkfill dengan serat alami (Thamara, et.,al, 2018). Penurunan kuat

tekan pada komposit ini terjadi dikarenakan saat pencampuran resin dan serat

terjadi secara tidak merata sehingga menyebabkan daya rekat serat dan resin

kurang baik, dan penyebaran serat yang tidak merata pada serat menyebabkan

interface serat yang dihasilkan lemah (Pawestri, et.al., 2018). Beberapa faktor

pencampuran resin dan serat tidak merata disebabkan karena penumpukkan serat

pada salah satu bagian resin yang menimbulkan rongga pada resin komposit. Di

sisi lain, disebabkan karena teknik pencampuran yang kurang tepat, dimana teknik

pencampuran yang tepat adalah saat pencampuran dilakukan dengan menaburkan

sedikit demi sedikit serat ke dalam adukkan yang sudah terproses saat

pengadukkan masih berlangsung (Wahyudi & Ningsih, 2018).

Sifat kompresi dari serat alami rendah bisa juga dikarenakan retakan awal

terjadi di matriks epoksi yang rapuh saat pengujian kuat tekan. Retakan pada serat

selama pengujian disebabkan juga karena matriks epoksi tidak menyebar merata
54

dan tidak adanya microbuckling yang muncul (Van Vuure, et.al., 2015).

Microbuckling adalah tekukan serat dalam matriks, biasanya kegagalan dibawah

beban tekan didefinisikan sebagai kegagalan dari bahan tanpa buckling specimen

(Mechin, et.al., 2019). Serat sabut kelapa memiliki modulus lebih baik. Modulus

elastisitas pada suatu bahan sangat berhubungan dengan kekakuan suatu bahan

dalam menerima suatu beban. Semakin baik nilai modulus elastisitas maka

semakin kecil bengkokan yang terjadi. Modulus elastisitas besar menunjukkan

kemampuan komposit untuk menahan beban yang besar dengan regangan yang

kecil (Adeniyi, et.,al, 2019). Fraksi serat alam dalam resin komposit tidak

melebihi 60% karena dapat menurunkan kekuatan tekan resin komposit

dikarenakan tidak meratanya campuran resin dan matriks yang mengakibatkan

banyak ujung serat mengalami diskohesi berserat sehingga menyebabkan

keretakan awal pada komposit (Nugroho, 2017). Uji sitotoksitas dengan

konsentrasi 60% menunjukkan hasil nilai diantara menimbulkan kerusakan dan

tidak menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan

tubuh (Bui, et.,al, 2020)

Kekuatan tekan komposit serat alami sangat dipengaruhi oleh penyebaran

serat, interaksi serat dan matriks, ukuran serat, bentuk serat, panjang dan diameter

serat, serta bagaimana cara serat itu didapatkan (Adeniyi, et.,al, 2019). Semakin

kecil ukuran diameter serat maka semakin kuat bahan tersebut menerima beban,

karena minimnya cacat pada material (Muhammad, 2017). Kandungan lignin pada

serat alami berperan untuk kekakuan dan kekerasan serat (Arman, 2017). Sabut

kelapa termasuk memiliki kandungan yang kaya akan lignin dibandingkan dengan

serat alam lainnya, dengan presentase 30-35%, karenanya karakter sabut kelapa
55

ialah serat yang kaku dan mudah rapuh, sehingga dibutuhkannya perlakuan alkali

untuk memperbaiki bentuk dan sifat dari serat sabut kelapa itu sendiri (Zulkifly &

Dharmawan, 2019). Sifat dan bentuk yang akan dirubah oleh perlakuan alkali

yaitu mengurangi sifat hidrofilik serat dan mengecilkan diameter serat, sehingga

serat semakin kuat karena bagian yang rusak dari serat akan berkurang dan

meningkatkan adhesi ikatan interface antara serat dan matriks menjadi lebih kuat

(Adeniyi, et.,al, 2019). Akan tetapi, perlakuan alkali dengan konsentrasi tinggi

dapat merusak kandungan selulosa yang ada pada serat sabut kelapa, dimana

selulosa sendiri merupakan unsur utama pendukung kekuatan serat (Zulkifly &

Dharmawan, 2019). Sabut kelapa sendiri juga merupakan serat alami yang tidak

mudah busuk karena tidak ada decomposer yang mampu menguraikan sabut

kelapa, sehingga sangat berpotensi menjadi pengganti filler sintetik selain karena

kekuatan mekaniknya (Arman, 2017).


BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis pada kedua sampel penelitian, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Potensi kekuatan tekan serat sintetik lebih baik, namun karena biaya

pengolahan tinggi dan tidak mudah terurai oleh alam, sehingga serat

alam dapat menjadi alternatif untuk serat sintetik.

2. Serat sabut kelapa memiliki karakter serat yang panjang dan tebal, namun

tetap harus dilakukan perlakuan alkali sehingga dapat meningkatkan

kekuatan tekan yang berpotensi menjadi pengganti filler sintetik karena

memiliki kekuatan tekan cukup baik pada resin komposit meskipun masih

lebih kecil daripada serat sintetik.

7.2 Saran

Studi literatur ini hanya menganalisis mengenai kekuatan tekan dari serat

sabut kelapa sebagai pengganti filler sintetik pada resin komposit untuk inovasi

baru dalam mendaur ulang limbah alam. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan

dengan penelitian eksperimental laboratoris komposit dengan filler serat sabut

kelapa.

56
57

DAFTAR PUSTAKA

Abolarin, J. S., Rahmon. R.O., Ogunkunbi. G.A. 2017. Performance of a Coconut


Fibre Reinforced Polyster + Polymer Concrete.
Journal of Research Information in Civil Engineering, Vol.14, No.2.
https://www.academia.edu/37680150/Performance_of_a_Coconut_Fibre_
Reinforced_Polyster_Polymer_Concrete diakses pada tanggal 6 april 2020.

Adeniyi, A.G., Onifade, D.V., Ighalo, J.O. and Adeoye, A.S., 2019. A review of
coir fiber reinforced polymer composites. Composites Part B:
Engineering, 176, p.107305.

Adi, H.N.S., 2017. Pengaruh Penambahan Serat Daun Nanas (Ananas Comosus
L. Merr) Terhadap Kekuatan Fleksural Resin Komposit Flowable (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Afrida, N. 2015. Perbedaan Kekasaran Permukaan Resin Komposit Nano Pada
Perendaman Teh Hitam Dan Kopi Roughness Differences in Surface of
Nano Composite Resin in Black Tea and Coffee Immersion. Jurnal Wiyata,
2(1), 176–180
Agustini, L. and Efiyanti, L., 2015. Pengaruh perlakuan delignifikasi terhadap
hidrolisis selulosa dan produksi etanol dari limbah berlignoselulosa. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, 33(1), pp.69-80.
Alla, R.K., Sajjan, S., Alluri, V.R., Ginjupalli, K. and Upadhya, N., 2013. Influence
of fiber reinforcement on the properties of denture base resins.
Alrahlah, A.A. 2013. Physical, Mechanical And Surface Properties Of Dental
Resin-Composites. A thesis: University of Manchester for the degree of
Doctor of Philosophy In the Faculty of Medical and Human Sciences.
https://www.research.manchester.ac.uk/portal/files/54544507/FULL_TEXT
.PDF diakses pada tanggal 20 maret 2020
Ananda, S. F.R, Isyana, E, Irnamanda, D.H. 2018. The Effect Of Bagasse Fiber
Addition In Flexural Strength Of Bulk Fill Composite Resin. Dentino Jurnal
kedokteran gigi; Universitas Kedokteran Gigi Lambung Mangkurat,
58

Banjarmasin. III(1), 1–4.


Andiç-Çakir, Ö., Sarikanat, M., Tüfekçi, H.B., Demirci, C. and Erdoğan, Ü.H.,
2014. Physical and mechanical properties of randomly oriented coir fiber–
cementitious composites. Composites Part B: Engineering, 61, pp.49-54.
Anusavice K. J., 2012. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Alih
bahasa: Johan Arif Budiman, Susi Purwoko, Lilian Juwono. Edisi 12.
Jakarta: EGC., pp:40-235
Arman, Arman. 2017. “Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat Sabut
Kelapa Terhadap Kuat Tarik Beton Normal Fc’ 18 MPa.” Jurnal
Momentum 18 (2): 6–10. https://doi.org/10.21063/jm.2016.v18.2.6-10.

Asip, F., Wibowo, Y.P. and Wahyudi, R.T., 2016. Pengaruh Basa Terhadap
Penurunan Lignin Dan Konsentrasi Hcl Pada Hidrolisa Sabut Kelapa
Untuk Memproduksi Bioetanol. Jurnal Teknik Kimia, 22(1), pp.10-20.
Baroudi, K. and Rodrigues, J.C., 2015. Flowable resin composites: A systematic
review and clinical considerations. Journal of clinical and diagnostic
research: JCDR, 9(6), p.ZE18.
Bhardwaj, A., Sukaton, S., Puspitasari, A. and Saraswati, W., 2018. The
Difference of The Effects of Conventional Flowable Composite and Self-
Adhering Flowable Composite on BHK-21 Fibroblast Cells. Conservative
Dentistry Journal, 8(2), pp.65-71.
Blanco A, Monte MC, Campano C, Balea A, Merayo N, Negro C. Nanocellulose
for industrial use: cellulose nanofibers (CNF), cellulose nanocrystals
(CNC), and bacterial cellulose (BC). InHandbook of Nanomaterials for
Industrial Applications 2018 Jan 1 (pp. 74-126). Elsevier.
Bongarde, U.S. and Shinde, V.D., 2014. Review on natural fiber reinforcement
polymer composites. International Journal of Engineering Science and
Innovative Technology, 3(2), pp.431-436.
Boutsiouki, C., Tolidis, K., Gerasimou, P. and Panagiotidou, E., 2014.
Microleakage of glass-ionomer, flowable composite, biodentine and fiber-
reinforced base materials. Dental Materials, (30), p.e142.
59

Bui, H., Sebaibi, N., Boutouil, M. and Levacher, D., 2020. Determination and
Review of Physical and Mechanical Properties of Raw and Treated Coconut
Fibers for Their Recycling in Construction Materials. Fibers, 8(6), p.37.
Camara C.A. 2010. Aesthetics in Orthodontics: Six horizontal smile lines. Dent
press J orthod. 15(1): 118-131
Campbell, F.C. 2010. Strucutral Composite Materials. ASM international:
https://www.asminternational.org/documents/10192/1849770/05287G_Sam
ple_Chapter.pdf diakses pada tanggal 18 maret 2020
Cangül, S., & Adıgüzel, Ö. 2017. The Latest Developments Related to Composite
Resins. International Dental Research, 7, 32–41.
https://doi.org/10.5577/intdentres.2017.vol7.no2. 3

Dahlan, M.S. 2016. Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
Ed 4th. Epidemiologi Indonesia.

Daradjati, S. D. P. S. 2014. Perbedaan Kekuatan Geser Pelekatan Resin Komposit


Packable Dengan Intermediate Layer Resin Komposit Flowable
Menggunakan Bonding Total-Etch Dan Self Adhesive Flowable Terhadap
Dentin. Journal Kedokteran Gigi, 5(2), 209–218.
Daulay, S.A. and Wirathama, F., 2014. Pengaruh Ukuran Partikel dan Komposisi
Terhadap Sifat Kekuatan Bentur Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun
Nanas. Jurnal Teknik Kimia USU, 3(3), pp.13-17
Denney, A.S. and Tewksbury, R., 2013. How to write a literature review. Journal
of criminal justice education, 24(2), pp.218-234.
Esteves, R.A., Boaro, L.C., Gonçalves, F., Campos, L.M., Silva, C.M. and
Rodrigues-Filho, L.E., 2018. Chemical and mechanical properties of
experimental dental composites as a function of formulation and postcuring
thermal treatment. BioMed research international, 2018.
Faizah, A., Widjijono, W. and Nuryono, N., 2016. Pengaruh komposisi beberapa
glass fiber non dental terhadap kelarutan komponen fiber reinforced
composites. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 2(1), pp.13-19.
Farah Norain, H., Salmah, H. and Zakaria, M.M., 2015. Properties of all-cellulose
composite films from coconut shell powder and microcrystalline cellulose.
60

In Applied Mechanics and Materials (Vol. 754, pp. 39-43). Trans Tech
Publications Ltd.
Ferracane, J.L., 2010. Review Resin composite—State of theart. Dental Materials.
1753: 1-10 For Dental Assistants and Dental Hygienist 2nd Edition.
Elsevier. pp. 63.
Han, S. H., Sadr, A., Shimada, Y., Tagami, J., & Park, S. H. (2019). Internal
adaptation of composite restorations with or without an intermediate layer:
Effect of polymerization shrinkage parameters of the layer material. Journal
of Dentistry, 80(February), 41–48.
https://doi.org/10.1016/j.jdent.2018.10.013
Hatrick, C.D., Eackle, S., & amp; Bird, W. 2011. Dental Material Clinical
Applications
Heymann H.O, Swift Jr, E.J, Ritter AV. 2011. Sturdenvant’s art and science of
operative dentistry. 6th ed. Chapel Hill,NC: Elsevier,. 218-23.

Istihaji, E.D., Budiarto, J., Mastura, L., Juniar, R., Cahyo, M. and Irawan, D.,
2017. Alkaline Pretreatment Dan Proses Simultan Sakarifikasi-Fermentasi
Terhadap Kadar Etanol Dari Serabut Kelapa. Journal of Research and
Technology, 3(1), pp.77-82

Jancy, S., Shruthy, R. and Preetha, R., 2020. Fabrication of packaging film
reinforced with cellulose nanoparticles synthesised from jack fruit non-
edible part using response surface methodology. International Journal of
Biological Macromolecules, 142, pp.63-72.
Jyothi KN, Crasta S, Venugopal P. 2012. Effect Of Five Commercial Mouth
Rinses On The Microhardness Of A Nanofilled Resin Composite Restorative
Material: An in vitro study. J Conserv Dent, p; 214-7.
Kaur, M., Mann, N.S., Jhamb, A. and Batra, D., 2019. A comparative evaluation
of compressive strength of Cention N with glass Ionomer cement: An in-
vitro study. Kaur, M., Mann, N.S., Jhamb, A. and Batra, D., 2019.
http://www.oraljournal.com/pdf/2019/vol5issue1/PartA/4-4-66-712.pdf
diakses pada tanggal 4 may 2020.
Kim, J.G., Ilbeum C., Dai G.L., Il S.S., 2011, Flame And Silane Treatments For
Improving The Adhesive Bonding Characteristics Of Aramid/Epoxy
61

Composites, Composite Structures Vol. 93. P: 2696–2705. School of


Mechanical Aerospace & System Engineering, Daejeon, Republic of Korea.
Kondo, Y., & Arsyad, M. 2018. Analisis Kandungan Lignin, Sellulosa, dan
Hemisellulosa Serat Sabut Kelapa Akibat Perlakuan Alkali. INTEK: Jurnal
Penelitian, 5(2), 94. https://doi.org/10.31963/intek.v5i2.578

Kristi, R.M.B. and Murdiyanto, D., 2020. Pengaruh Penambahan Serat Daun
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) Terhadap Kekuatan Tekan Resin
Komposit Flowable. JIKG (Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi), 3(1), pp.5-9.

Kurniaty, I., 2017. Proses Delignifikasi Menggunakan NaOH dan Amonia (NH3)
Pada Tempurung Kelapa. Jurnal Integrasi Proses, 6(4), pp.197-201.
Laghari, S.M., Isa, M.H. and Laghari, A.J., 2015. Delignification of coconut husk
by microwave assisted chemical pretreatment. Advances in Environmental
Biology, pp.1-6.

Lima, E. B. C., Sousa, C. N. S., Meneses, L. N., Ximenes, N. C., Santos Júnior,
M. A., Vasconcelos, G. S., Lima, N. B. C., Patrocínio, M. C. A., Macedo,
D., & Vasconcelos, S. M. M. 2015. Cocos nucifera (L.) (arecaceae): A
phytochemical and pharmacological review. Brazilian Journal of Medical
and Biological Research, 48(11), 953–964. https://doi.org/10.1590/1414-
431X20154773
Mahmuda, E., Savetlana, S., & Sugiyanto, -. 2013. Pengaruh Panjang Serat
Terhadap Kekuatan Tarik. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 1, 79–84
Mandal, A. and Chakrabarty, D., 2015. Characterization of nanocellulose
reinforced semi-interpenetrating polymer network of poly (vinyl alcohol) &
polyacrylamide composite films. Carbohydrate polymers, 134, pp.240-250.
Mawardi, I., Azwar, A. and Rizal, A., 2017. Kajian perlakuan serat sabut kelapa
terhadap sifat mekanis komposit epoksi serat sabut kelapa. Jurnal
Polimesin, 15(1), pp.22-29.

Mechin, P.Y., Keryvin, V., Grandidier, J.C. and Glehen, D., 2019. An
experimental protocol to measure the parameters affecting the compressive
strength of CFRP with a fibre micro-buckling failure criterion. Composite
Structures, 211, pp.154-162
62

Misriadi, 2010. Pemanfaatan Serat Alami (Serabut Kelapa) Sebagai Alternatif


Pengganti Serat Sintetis Pada Fiberglass Guna Mendapatkan Kekuatan
Tarik Yang Optimal. Fakultas Teknologi Kelautan Jurusan Teknik Sistem
Perkapalan Surabaya

Mohajerani, A., Hui, S.Q., Mirzababaei, M., Arulrajah, A., Horpibulsuk, S.,
Abdul Kadir, A., Rahman, M.T. and Maghool, F., 2019. Amazing Types,
Properties, and Applications of Fibres in Construction
Materials. Materials, 12(16), p.2513.
Moleong, Lexy J. 2017. Metode Penelitian Kualitatif, cetakan ke-36, Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya Offset
Mondelli RFL, Ishikiriam SK, Filho O, Mondelli J. Fracture Resistance Of
Weaked Teeth Restoration With Condenable Resin With And Without Cusp
Coverage. J. Appl oral Sci. 2008; 17 (3) : 161-165.

Muensri, P., Kunanopparat, T., Menut, P. and Siriwattanayotin, S., 2011. Effect of
lignin removal on the properties of coconut coir fiber/wheat gluten
biocomposite. Composites Part A: Applied Science and
Manufacturing, 42(2), pp.173-179.

Murdiyanto, D., 2017. Potensi serat alam tanaman indonesia sebagai bahan fiber
reinforced composite kedokteran gigi. Jurnal Material Kedokteran
Gigi, 6(1), pp.14-22.
Muhammad, A.H. and Abdul, S., 2017. Analisis pengaruh konsentrasi larutan
alkali terhadap perubahan diameter serat sabut kelapa. Intek (Informasi
Teknologi) Jurnal Penelitian, 4(1), pp.10-13.
Nandal, S. Dr., Ghalaut, P. DR., Shekhawat, H. DR., Gulati, M. S. Dr. 2013. New
Era in Denture Base Resins: A Review. DJAS. 1 (3) : 136-143

Narendar, R. and Dasan, K.P., 2014. Chemical treatments of coir pith:


Morphology, chemical composition, thermal and water retention
behavior. Composites Part B: Engineering, 56, pp.770-779.
63

Natarajan. P., dan Thulasingam. C. 2013. The Effect of Glass and Polyethylene
Fiber Reinforcement on Flexural Strength of Provisional Restorativeresin:
An In Vitro Study. J Indian Prosthodont Soc, 13(4)., pp: 421-427.

Naveen, P., Raju, D., & Mechanical, H. 2013. Evaluation of Mechanical


Properties of Coconut Coir Fiber Reinforced Polymer Matrix Composites.
Journal of Nano Research, 24, 34–45.
https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/JNanoR. Diakses pada tanggal 2
Maret 2020.

Nihei, T., 2016. Dental applications for silane coupling agents. Journal of Oral
Science, 58(2), pp.151-155.
Notoatmodjo, S. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan, cetakan ketiga. Jakarta:
PT Rineka Cipta

Noort, R. van, & Barbour, M. 2013. Introduction to Dental Materials. (A.


Taylor & amp; F. Conn, Eds.) (4th ed.). Edinburgh: Elsevier Health
Sciences. pp. 79-88.

Nugroho, D.A., Widjijono, W., Nuryono, N., Asmara, W., Aastuti, W.D. and
Ardianata, D., 2017. Effects of filler volume of nanosisal in compressive
strength of composite resin. Dental Journal (Majalah Kedokteran
Gigi), 50(4), pp.183-187.

Nursalam. 2015. Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba Medika


Paskawati, Y.A. and Retnoningtyas, E.S., 2017. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai
bahan baku pembuatan kertas komposit alternatif. Widya Teknik, 9(1),
pp.12-21.

Pasril, Y. and Pratama, W.A., 2013. Perbandingan kekuatan tekan resin komposit
Hybrid menggunakan sinar Halogen dan LED. Insisiva Dental Journal:
Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 2(2), pp.84-91.
Pawestri, A.K., Hasanah, W., Murphy, A., Hidayati, N. and Fuadi, A.M. 2018.
Analisa Pengaruh Kerapatan dan Kekuatan Tekan Komposit Serat Sabut
Kelapa dan Serat Daun Nanas Bermatriks Polyester (Kimia dan
aplikasinya).
64

Permana, D.P., Sujatmiko, B. and Yulianti, R., 2016. Perbandingan tingkat


kebocoran mikro resin komposit bulk-filldengan teknik penumpatan oblique
incremental dan bulk. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 2(3), pp.135-
140.
Pickering, K.L., Efendy, M.A. and Le, T.M., 2016. A review of recent
developments in natural fibre composites and their mechanical
performance. Composites Part A: Applied Science and Manufacturing, 83,
pp.98-112.
Purnamasari, F.L., Sari, W.P. and Elianora, D., 2019. Uji kekerasan fiber
reinforced composite dengan e-glass fiber dental dan non-dental Hardness
test of dental and non-dental e-glass fiber reinforced composite. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 31(1), pp.60-64.

Rajak, D.K., Pagar, D.D., Menezes, P.L. and Linul, E., 2019. Fiber-Reinforced
Polymer Composites: Manufacturing, Properties, and
Applications. Polymers, 11(10), p.1667.

Ramamoorthy, S.K., Skrifvars, M. and Persson, A., 2015. A review of natural


fibers used in biocomposites: plant, animal and regenerated cellulose
fibers. Polymer Reviews, 55(1), pp.107-162.
Rochmanita, N., Sunarintyas, S. and Herliansyah, M.K., 2018. Impregnasi glass
fiber non dental terhadap kekuatan fleksural fiber reinforced composite.
Fakultas Kedokteran gigi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rodiawan, R., Suhdi, S. and Rosa, F., 2017. Analisa Sifat-Sifat Serat Alam
Sebagai Penguat Komposit Ditinjau Dari Kekuatan Mekanik. Turbo: Jurnal
Program Studi Teknik Mesin, 5(1).

Rüttermann S, Dluzhevskaya I, Großsteinbeck C, Raab WHM, Janda R. Impact of


Replacing Bis-Gma and Tegdma by Other Commercially Available
Monomers on the Properties of Resin-Based Composites. Dental Materials,
2010; 26: 353-359.

Sachan, S., Srivastava, I., dan Ranjan, M. 2016. Flowable Composite Resin : A
Versatile Material, IOSR-JDMS, Vol. 15(6). 71–74.
65

Sakaguchi RL, Powers JM. 2012. Craig’s restorative dental materials. 13th ed.
Philadelphia: Elsevier,p: 143, 162.
Sanjay, M. R., Arpitha, G. R., Naik, L. L., Gopalakrisha, K., & Yogesha, B. 2016.
Applications of Natural Fibers and Its Composites : An Overview.
https://doi.org/10.4236/nr.2016.73011
Sanjay, M.A. and Yogesha, B., 2016. Studies on mechanical properties of jute/E-
glass fiber reinforced epoxy hybrid composites. Journal of Minerals and
materials characterization and engineering, 4(1), pp.15-25.
Sanjay, M.R., Arpitha, G.R. and Yogesha, B., 2015. Study on mechanical
properties of natural-glass fibre reinforced polymer hybrid composites: A
review. Materials today: proceedings, 2(4-5), pp.2959-2967.

Setio, B.E., Wahyuningtyas, E. and Ismiyati, T., Pengaruh Jenis Surface


Treatment dan Resin Komposit terhadap Kekuatan Tarik Reparasi
Porselen. Jurnal Kedokteran Gigi, 7(2), pp.8-13.
Silva, GC; Castilhos, ED; Masotti, AS; and Rodrigues-Junior, SA. 2012. Dental
esthetic self-perception of Brazilian dental students. RSBO; 9(4):375-81.
Sitorus, Z., Maghfirah, A., Romania, Y., & Humaidi, S. 2014. Sifat Mekanik Gigi
Tiruan Akrilik dengan Penguat Serat Gelas. INDONESIAN JOURNAL OF
APPLIED PHYSICS, 4(02), 183-191.
Sudibyo Supardi dan Surahman. (2014) Metodologi Penelitian. Penerbit: CV.
Trans Info Media
Sugiyono, P., 2015. Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung:
Alfabeta.
Supriyanto, S., Ratih, D.N. and Daradjati, S., 2013. Pengaruh Aplikasi Resin
Komposit Flowable sebagai Intermediate Layer Terhadap Kebocoran Mikro
Restorasi Resin Komposit Packable dengan Teknik Penyinaran Ramped dan
Konvensional. Jurnal Kedokteran Gigi, 4(2), pp.142-149.
Suryanto, H. 2016. Review Serat Alam : Komposisi, Struktur dan Sifat Mekanis.
ResearchGate, October, 1–14.
https://www.researchgate.net/publication/309421383_REVIEW_SERAT_A
LAM_KOMPOSISI_STRUKTUR_DAN_SIFAT_MEKANIS diakses pada
tanggal 2 May 2020.
66

Thamara, C.A., Erlita, I. and Diana, S. 2018. The Effect Of Bagasse Fiber
(Saccharum Officinarum L.) Addition On The Compressive Strength Of
Bulk Fill Composite Resin. Dentino: Jurnal Kedokteran Gigi, 3(1), pp.61-
66.

Theng, G.W., Johari, Y., Ab Rahman, I., Muttlib, N.A.A., Yusuf, M.N.M. and
Alawi, R., 2019. Mechanical Properties of Dental Composite Reinforced
with Natural Fiber. Journal of International Dental and Medical
Research, 12(4), pp.1242-1247.

Titani, F.R., Imalia, C.L. and Haryanto, H., 2018. Pemanfaatan Serat Sabut
Kelapa sebagai Material Penguat Pengganti Fiberglass pada Komposit Resin
Polyester untuk Aplikasi Bahan Konstruksi Pesawat Terbang. Techno
(Jurnal Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto), 19(1),
pp.23-28.

Trisnawati, D.A. and Sularsih, S., 2019. Perbedaan Compressive Strength


Scaffold Kombinasi Kitosan dan Ekstrak Aloe Vera dengan Pelarut Air dan
Etanol. DENTA Jurnal Kedokteran Gigi, 13(1), p.11-6.

Utami, F.A., Chotimah, C. and Mattalitti, S.F.O., 2019. Perbedaan Compressive


Strength Plat Resin Akrilik Heat Cured dan Termoplastik Nilon. Jurnal
Sinnun maxillofacial, 1(1).
Vallittu, P., & Matinlinna, J. 2017. Types of FRCs used in dentistry. In Clinical
Guide to Principles of Fiber-Reinforced Composites in Dentistry. Elsevier
Ltd. https://doi.org/10.1016/b978-0-08-100607-8.00002-2
Van Vuure, A.W., Baets, J., Wouters, K. and Hendrickx, K., 2015. Compressive
properties of natural fibre composites. Materials Letters, 149, pp.138-140.

Verma, D. and Gope, P.C., 2015. The use of coir/coconut fibers as reinforcements
in composites. In Biofiber Reinforcements in Composite Materials (pp. 285-
319). Woodhead Publishing.
Wahono, R.S., 2016. Systematic Literature Review: Pengantar, Tahapan dan Studi
Kasus. Retrieved November, 21, p.2020.
67

Wahyudi, T.D. and Ningsih, H.T., 2018. Pengaruh Fraksi Volume Serat Kulit
Kersen Terhadap Kekuatan Tekuk Dan Tarik Komposit Dengan Matrik
Epoksi. Jurnal Teknik Mesin UNESA, 6(2).

Widyastuti. N. H., Hermanegara. A.N., 2017. Perbedaan Perubahan Warna


Antara Resin Komposit Konvensional, Hibrid, Dan Nanofil Setelah
Direndam Dalam Obat Kumur Chlorhexidine Gluconate 0,2%. JURNAL
ILMU KEDOKTERAN GIGI. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Wong, K.J., Nirmal, U., Lim, B.K. 2010, Impact Behavior Of Short And
Continuous Fiber-Reinforced Polyester Composites, Journal of Reinforced
Plastics and Composites, 29, 3463–3474
Yoshihara, K., Nagaoka, N., Sonoda, A., Maruo, Y., Makita, Y., Okihara, T., Irie,
M., Yoshida, Y. and Van Meerbeek, B., 2016. Effectiveness and stability of
silane coupling agent incorporated in ‘universal’adhesives. Dental
Materials, 32(10), pp.1218-1225.
Yusoff, N.M., Johari, Y., Ab Rahman, I., Mohamad, D., Khamis, M.F., Ariffin, Z.
and Husein, A., 2019. Physical and mechanical properties of flowable
composite incorporated with nanohybrid silica synthesised from rice
husk. Journal of Materials Research and Technology, 8(3), pp.2777-2785
Zulkifli, Z. and Dharmawan, I.B., 2019. Analisa pengaruh perlakuan alkalisasi
dan hydrogen peroksida terhadap kekuatan mekanik komposit serat sabut
kelapa bermatriks epoxy. Jurnal Polimesin, 17(1), pp.41-46.

LAMPIRAN
68

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. KEGIATAN BULAN

September 2020

November 2020

Desember 2020

Februari 2021
Oktober 2020
Agustus 2020

Januari 2021
Maret 2020

April 2020

Juni 2020
Mei 2020

Juli 2020
Studi
1.
Kepustakaan
Pembuatan
2.
proposal
Konsultasi dan
3. Koreksi
Proposal
Pengumpulan
4. dan Ujian
Proposal
Penelaan
5.
Pustaka
Penelaan
6.
pustaka
Pembuatan
7.
Skripsi
Konsultasi dan
8.
Koreksi Skripsi
Persiapan Ujian
9.
Skripsi
10. Ujian Skripsi
Perbaikan dan
11. Penyerahan
Skripsi

Anda mungkin juga menyukai