Anda di halaman 1dari 20

RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA

PANDUAN KESELAMATAN PASIEN


BEDAH DI KAMAR OPERASI
RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS AIRLANGGA

RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
1 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018
2018

2 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


UNIVERSITAS AIRLANGGA
RUMAH SAKIT
Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115,Telp.031-5916291,031-6290,Fax.031-5916291
Website:www.rumahsakit.unair.ac.id,email: cs@rsua.unair.ac.id

KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA
NOMOR :21Q/UN3.9.1/2018

TENTANG

PANDUAN KESELAMATAN BEDAH DI KAMAR OPERASI


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA


Menimbang: a. bahwa Rumah Sakit Universitas Airlangga didirikan sebagai perwujudan
dari Misi Universitas Airlangga yang berkomitmen untuk
mendharmabaktikan keahliannya dalam bidang ilmu, teknologi,
humaniora dan seni kepada masyarakat;

b. bahwa dalam rangka beroperasinya Rumah Sakit Universitas Airlangga


diperlukan suatu kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan pasien;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan yang dimaksud pada huruf a dan b perlu


dibentuk Keputusan Direktur tentang Panduan Keselamatan Bedah di
Kamar Operasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga.

Mengingat: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301)

2. Undang-UndangNomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1954 tentang


Pendirian Universitas Airlangga di Surabaya sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1955 tentang Pengubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1954. (Lembaran Negara

3 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 99 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 695 juncto Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955
Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 748)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2004 tentang Statuta Universitas


Airlangga. (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor
100, tambahan Lembaran Negara Nomor 5535)

6. Keputusan Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga Nomor


1032/UN3.MWA/K/2015 tentang pengangkatan Rektor Universitas
Airlangga Periode 2015-2020

7. Peraturan Rektor Universitas Airlangga Nomor 27/H3/KR/2012 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Universitas Airlangga

8. Keputusan Rektor Universitas Airlangga Nomor 1994/H3/KR/2011


tentang pendirian Rumah Sakit Universitas Airlangga

9. Keputusan Rektor Universitas Airlangga Nomor 22/UN3/2018 tentang


Pemberhentian dan Pengangkatan Direktur dan Wakil direktur Rumah
Sakit Universitas Airlangga

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA
TENTANG PANDUAN KESELAMATAN BEDAH DI KAMAR OPERASI RUMAH
SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA.

KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Universitas Airlangga tentang Panduan


Keselamatan Bedah di Kamar Operasi Rumah Sakit Universitas Airlangga.

KEDUA : Panduan Keselamatan Bedah di Kamar Operasi di Rumah Sakit Universitas


Airlangga Surabaya sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kebijakan ini.
KETIGA : Panduan Keselamatan Bedah di Kamar Operasi sebagaimana dimaksud
dalam diktum kedua dipergunakan sebagai acuan bagi semua unit kerja di
lingkungan Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di Surabaya
Pada tanggal, 12 Februari 2018
DIREKTUR,

4 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


UNIVERSITAS AIRLANGGA
RUMAH SAKIT

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA


NOMOR : 21Q/UN3.9.1/2018 TANGGAL : 12 FEBRUARI 2018
TENTANG : PANDUAN KESELAMATAN PASIEN BEDAH DI KAMAR OPERASI
Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD, K-PTI, FINASIM
NIP. 195611031984031001
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Komplikasi dan kematian akibat pembedahan menjadi salah satu masalah kesehatan
global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta
kematian akibat pembedahan yang sebenarnya bisa dicegah. 1 2 Di Inggris dan Wales, National
Patient Safety Agency (NPSA) melaporkan 127.419 insiden terkait pembedahan pada tahun
2007.3 Di negara bagian Minnesota, AS, yang hanya berpopulasi kurang dari 2% dari total
populasi AS, dilaporkan terjadi 21
operasi pada sisi yang salah hanya dalam satu tahun (Oktober 2007 s/d Oktober 2008). 4
Keadaan sesungguhnya kemungkinan besar lebih parah lagi karena sebagian besar insiden
tidak dilaporkan.5 Pada Juni 2008, WHO meluncurkan kampanye “Safe Surgery Saves Lives”.
Surgical Safety Checklist digunakan untuk memastikan bahwa seluruh tim operasi
mempunyai pemahaman yang sama terhadap tindakan operasi yang akan dilakukan dan
kondisi pasiennya, serta memastikan bahwa intervensi seperti antibiotik profilaksi dan
pencegahan deep vein thrombosis sudah diberikan.2 Checklist ini berisi 19 hal yang harus
dilakukan dalam tiga tahap, sebelum induksi anesthesia (sign in), sebelum insisi kulit (time
out), dan sebelum pasien meninggalkan kamar operasi (sign out). Hal‐hal yang tercantum
dalam checklist ini harus dikonfirmasikan secara verbal kepada pasien dan anggota tim
operasi.
Kelompok studi WHO Safe Surgery Saves Lives telah mempublikasikan laporan studi
ujicoba checklist di delapan rumah sakit di enam regio WHO dengan 3733 pasien sebelum
dan 3955 pasien setelah implementasi .6 Setelah ujicoba implementasi checklist, kematian
akibat operasi berkurang 47% dan komplikasi berkurang 36%. Penurunan terjadi di kedelapan
rumah sakit tempat penelitian yang mewakili Negara berpendapatan tinggi, sedang, dan
rendah. Selain penggunaan checklist, kelompok studi ini juga melakukan intervensi
perkenalan tim operasi, brifing dan de‐brifing. Safety briefing memungkinkan anggota tim
saling memperkenalkan diri dan perannya dalam tim, kondisi pasien, potensi penyulit yang

5 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


mungkin muncul, kebutuhan peralatan khusus, posisi pasien, dll. Tanpa perkenalan yang
cukup, tim operasi bisa jadi bekerja tanpa saling mengetahui nama masing‐masing.
Akibatnya, akan sulit bagi anggota tim untuk bertanya, mengingatkan atau
memberitahu jika adamasalah yang terjadi. Meskipun masih banyak dokter dan perawat yang
masih menganggap proses ini tidak penting, tetapi pada kenyataannya brifing berhasil
meningkatkan level komunikasi dalam tim, mengurangi terjadinya error dan keterlambatan
yang tidak diharapkan.7 Selain itu, teamwork yang kurang baik diketahui berhubungan dengan
peningkatan komplikasi dan kematian (OR 4.82).8 Pada penelitian lain, satu tim bedah
melaporkan penurunan delay sebesar 82% setelah implementasi briefing. Studi implementasi
WHO Surgical Safety Checklist pasca uji coba yang dilakukan didelapan rumah sakit yang
sama didapatkan penurunan komplikasi pada operasi emergency sebesar 63.6 %,penurunan
angka kematian dirumah sakit akibat operasi dari 3.7 % menjadi 1.4%, angka surgical site
infection turun dari 11.2% menjadi 6.6% dan kehilangan darah lebih dari 500 ml turun dari
20.2% menjadi 13.2%.10

1.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tujuan panduan prosedur keselamatan bedah adalah sebagai panduan dalam memberikan
pelayanan pembedahan di kamar operasi untuk keselamatan pasien
b. Tujuan Khusus
a) Memverifikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar
b) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang
c) Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan

1.3 RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup prosedur keselamatan bedah meliputi :
1. Fase Sign In
Fase sign In adalah fase sebelum induksi anestesi koordinator secara verbal memeriksa
apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi

6 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


yang akan dioperasi telah ditandai, persetujuan untuk operasi telah diberikan,
oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator dengan profesional anestesi
mengkonfirmasi risiko pasien apakah pasien ada risiko kehilangan darah, kesulitan
jalan nafas, reaksi alergi.
2. Fase Time Out
Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran
masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling
kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim mengkonfirmasi dengan
suara yang keras mereka melakukan operasi yang benar, pada pasien yang benar.
Mereka juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60
menit sebelumnya.
3. Fase sign out
Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan.
Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrumen, pemberian label
pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir
yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan memusatkan perhatian pada
manajemen post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan pasien dari kamar
operasi (Surgery & Lives, 2008).

7 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CHEKLIST KESELAMATAN BEDAH


Untuk mengimplementasikan checklist selama pembedahan, seorang harus
bertanggungjawab untuk melakukan pengecekan checklist. Hal ini diperlukan seorang
checklist koordinator biasanya perawat sirkuler tapi dapat berarti setiap klinisi yang
berpartisipasi dalam operasi. Checklist membedakan operasi menjadi 3 fase dimana
berhubungan dengan waktu tertentu seperti pada prosedur normal-periode sebelum induksi
anestesi, setelah induksi dan sebelum insisi pembedahan dan periode selama atau setelah
penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR. Dalam setiap fase, ceklist koordinator harus
diijinkan mengkonfirmasi bahwa tim sudah melengkapi tugasnya sebelum proses operasi
dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan langkah dalam ceklist, sehingga mereka dapat
mengintegrasikan ceklist tersebut dalam pola normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara
verbal tanpa intervensi dari koordinator ceklist. Setiap tim harus menggabungkan penggunaan
ceklist ke dalaam pekerjaan dengan efisiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal
selama bertujuan untuk melengkapi langkah secara efektif.
Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk
memastikan bahwa tindakan utama telah dilakukan. Oleh karena itu, sebelum induksi anstesi,
koordinator ceklist secara verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika mungkin)
bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah
benar dan persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat dan
mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai (jika mungkin) dan
mereview dengan anstesist risiko kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan napas dan
reaksi alergi dan mesin anstesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah
akan hadir pada fase sebelum anestesi ini sehingga mempunyai ide yang jelas untuk
mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi pasien yang lain. Bagaimanapun
juga, kehadiran ahli bedah tidak begitu penting untuk melengkapi ceklist ini. Sebelum insisi
kulit, setiap anggota tim akan memperkenalkan diri, nama dan peran dalam operasi. Jika
sudah selalu bersama dalam operasi tim dapat mengkonfirmasi bahwa sudah saling mengenal
satu sama lain. Tim akan mengatakan dengan keras akan menunjukkan operasi yang benar

8 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


dengan psien yang benar dan tempat operasi yang benar dan direview oleh satu sama lain,
menggunakan ceklist sebagai pedoman. Mereka juga akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik
profiilaksis sudah diberikan 60 menits sebelumnya dan gambaran yang penting juga diberikan
dengan benar.
Sebelum meninggalkan kamar operasi, tim akan mereview operasi yang sudah
dilakukan, kelengkapan kassa dan alat dan pemberian label spesimen yang sudah didapatkan.
Dalam hal ini juga mereview apakah ada instrumen yang tidak berfungsi atau isu yang perlu
diperhatikan. Akhirnya, tim akan mendiskusikan rencana utama dan memperhatikan
manajemen postoperatif dan recovery sebelum memindahkan pasien ke RR. Mempunyai
seorang koordinator ceklist penting dalam proses keberhasilan ceklist ini. Dalam setting yang
lebih komplek dari kamar operasi, setiap langkah mungkin perlu perhatian lebih selama masa
pre-operasi, intraoperatif dan persiapan postoperasi. Dengan menunjuk satu orang sebagai
koordinator ceklist untuk mengkonfirmasi kelengkapan ceklist dapat memastikan langkah
dalam ceklist tidak ada yang terlewati untuk melewati fase berikutnya dalam operasi. Sampai
anggota tim familiar dengan langkah yang dilakukan, koordinator ceklist akan berperan
seperti pembimbing tim untuk memahami proses ini. Kemungkinan kerugian dari satu orang
sebagai koordinator ceklist adalah akan terjadi perlawanan hubungan dengan anggota tim
yang lain. Koordinator ceklist dapat dan harus mencegah tim untuk melangkah ke fase
berikutnya sampai langkah-langkah sudah dilengkapi, tapi dengan melakukan hal ini dapat
menyebabkan anggota lain tidak senang atau terluka. Oleh karena itu, RS harus secara hati-
hati mempertimbangkan anggota staff yang cocok untuk peran ini. Seperti yang telah
disebutkan, untuk beberapa institusi hal ini adalah perawat sirkuler, naamun setiap klinisi
dapat berperan sebagai koordinator ceklist.

9 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


Contoh cheklist keselamatan bedah

CHECKLIST KESELAMATAN OPERASI


Nama Pasien : Nama Operator :
Nomor Rekam Medik : Jenis Operasi :
Unit Kerja OK : Srcub nurse :

THE SIGN IN
(Dilakukan sebelum induksi anestesi, minimalnya oleh perawat & ahli anestesi)
1. Pasien telah dikonfirmasikan Sudah Belum
- Identifikasi dan gelang pasien
- Lokasi operasi
- Prosedur
- Surat ijin operasi
Ya Tidak
2. Lokasi operasi sudah diberi tanda
3. Mesin dan obat-obat anestesi sudah di cek lengkap
4. Pulse oximeter sudah terpasang dan berfungsi
5. Apakah pasien mempunyai riwayat alergi
6. Kesulitan bernafas/ risiko aspirasi?
dan menggunakan peralatan/ bantuan
7. Risiko kehilangan darah > 500 ml (7 ml/ Kg BB pada anak)
Dua akses intravena/ akses sentral dan rencana terapi cairan

THE TIME OUT


(Dilakukan sebelum insisi kulit , diisi oleh perawat, ahli anestesi, dan operator)

1. Konfirmasi seluruh anggota tim telah memperkenalkan nama dan Sudah Belum
perannya masing-masing.
2. Dokter bedah, dokter anestesi dan perawat melakukan konfirmasi secara verbal
- Nama pasien
- Prosedur
- Lokasi dimana insisi akan dibuat
3. Apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan 60 menit sebelumnya?

4. Antisipasi Kejadian Kritis :

10 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


a. Review dokter bedah: langkah apa yang akan dilakukan bila kondisi kritis
atau kejadian yang tidak diharapkan, lamanya operasi, antisipasi kehilangan darah?
. ………………………………………………………………………………………………
Review tim anestesi: apakah ada hal khusus yang perlu diperhatikan pada pasien
. ………………………………………………………………………………………………
b. Review tim perawat: apakah peralatan sudah steril, adakah alat-alat yang perlu
diperhatikan khusus atau dalam masalah?
……………………………………………………………………………………………….
5. Apakah foto Rontgen/ CT-Scan dan MRI telah ditayangkan?

THE SIGN OUT


(dilakukan sebelum pasien meninggalkan OK, diisi oleh perawat, ahli anestesi, dan operator)

1. Perawat melakukan konfirmasi secara verbal dengan tim:


a. Nama prosedur tindakan telah dicatat
b. Instrumen, sponge, dan jarum telah dihitung dengan benar
c. Spesimen telah diberi label (termasuk nama pasien dan asal jaringan spesimen)
d. Adakah masalah dengan peralatan selama operasi
2. Operator/ dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat melakukan review masalah
utama apa yang harus diperhatikan untuk penyembuhan dan manajemen pasien
selanjutnya.

Hal yang harus diperhatikan:

Tanggal :
Jam verifikasi :

Yang Memeriksa:

(……………………………)
Penanggung Jawab OK

11 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


2.2 PROSEDUR KESELAMATAN BEDAH

A. Fase Sign In (Sebelum induksi anestesi)


Cek keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi dalam rangka untuk
keselamatan. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya anestesist dan perawat.
Koordinator ceklist mungkin melengkapi bagian ini dalam satu waktu atau terpisah,
tergantung pada alur persiapan untuk anestesi. Detail dari setiap langkah adalah sebagai
berikut:
1) Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi, prosedur dan
persetujuan?
Koordinator ceklist secara verbal menkonfirmasi identitas pasien, tipe prosedur
yang akan dilaksanakan, tempat pembedahan, dan persetujuan pembedahan yang
sudah dibberikan. Walau hal ini terlihat berulangkali, namun langkah ini penting
untuk memastikan tim tidak mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah
atau melakukan prosedur yang salah. Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin
dilakukan seperti pada kasus anak atau pasien yang cacat, pengasuh atau keluarga
dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau keluarga tidak ada dapat
dilewati, seperti halnya dalam gawat darurat, tim harus memahami alasan dan
persetujuan yang perlu diproses.
2) Apakah tempat operasi sudah ditandai?
Koordinator ceklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan
operasi sudah menandai tempat yang akan dibedah (dengan marker yang permanen)
pada kasus yang melibatkan bagian tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang
banyak atau bertingkat (contoh: bagian jari, jari kaki, lesi kulit, tulang belakang).
Penandaan tempat operasi untuk struktur menengah (contoh:tiroid), atau struktur
tunggal (contoh:spleen) harus mengikuti praktek yang biasa dilakukan. Pemberian
tanda tempat yang dioperasi pada semua kasus, bagaimanapun juga, dapat
menyediakan salinan cek dari tempat dan prosedur yang tepat.
3) Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap?
Koordinator ceklist melengkapi langkap ini dengan menanyakan kepada anestesist
untuk memverifikasi kelengkapan dari ceklist keselamatan anestesi, memahami
inspeksi formal dari peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, medikasi, dan resiko

12 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


anestesi pasien sebelum pembedahan. Untuk membantu mengingat, sebagai
tambahan apakah pasien fit untuk pembedahan tersebut, tim anestesi harus
melengkapi ABCDE’s-pemeriksaan dari perlengkapan Airway, Breathing sistem
(meliputi oksigen dan agen inhalasinya), suCtion, Drugs and Devices (obat dan alat)
dan Emergency medication (medikasi emergensi), peralatan dan bantuan untuk
mengkonfirmasi ketersediaan dan berfungsi dengan baik.
4) Apakah pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan berfungsi?
Koordinator ceklist mengkonfirmasi bahwa pulse oximeter sudah dipasang pada
pasien dan berfungsi dengan baik sebelum induksi anestesi. Idealnya indikator pulse
oximeter dapat terlihat oleh semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan
untuk memberikan tanda pada tim tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. Pulse
oxymeter sudah direkomandasikan sebagai komponen yang dibutuhkan untuk
anestesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oxymeter tidak berfungsi, maka ahli
bedah dan anestesist harus mengevaluasi ketajaman pada kondisi pasien dan
mempertimbangkan penundaan operasi hingga langkah yang lengkap dipenuhi
untuk keselamatan. Dalam keadaan yang urgen untuk menyelamatkan nyawa maka
hal ini dapat dilewati, namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan
persetujuan tentang kebutuhan untuk melakukan operasi.
5) Apakah pasien memiliki alergi?
Koordinator ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya
kepada anestesist. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki
alergi yang diketahui dan jika ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui
alergi di pasien yang tidak diperhatikan oleh anestesist, maka koordintaor harus
mengkomunikasikan kepada anestesist.
6) Apakah pasien memiliki risiko kesulitan jalan nafas/risiko aspirasi?
Koordinator ceklist harus secara verbal mengkonfirmasi bahwa tim anestesi ssudah
secara objektif mengkaji apakah paien memiliki kesulitan jalan nafas. Ada beberapa
jalan untuk menilai airway (seperti Mallampati skor, jarak thyromental, atau
Bellhous-Dore skor). Evaluasi yang objektif untuk jalan nafas dengan metode yang
valid lebih penting daripada pilihan metode itu sendiri. Kematian dari jalan nafas
selama anestesi adalah bencana yang global namun dapat dicegah dengan rencana

13 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


yang tepat. Jika evaluasi jalan nafas menunjukkan resiko tinggi untuk kesulitan
jalan nafas (seperti skor Mallampati 3 atau 4), tim anestesi harus mempersiapkan
melawan kebuntuan jalan nafas. Dalaam hal ini termasuk penggunaan pendekatan
anetesi yang minimum (contoh menggunakan RA jika mungkin) dan memiliki
peralatan gawat darurat yang cukup. Asisten yang kapabel-apakah dengan asisten
dua, ahli bedah atau anggota tim perawat-harus hadir secara fisik untuk membantu
induksi anestesi. Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari
pengkajian airway. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut yang penuh,
maka anestesist harus mempersiapkan kemungkinan aspirasi. Resiko ini dapat
dikurangi dengan memodifikasi rencana anestesi sebagai contoh dengan induksi
cepat dan meminta bantuan asisten untuk menekan cricoid selama induksi. Untuk
pasien yang dikenali memiliki kesulitan jalan nafas atau dalam resiko untuk
aspirasi, induksi anestesi harus dimulai saat anestesist sudah mengkonfirmasi bahwa
dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan adanya asisten di sampingnya.
7) Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah >500 ml (7 ml/kg pada anak)?
Pada langkah keselamatan ini, koordinator ceklist menanyakan pada tim anestesi
apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah
selama operasi untuk meyakinkan dan mengenali serta mempersiapkan untuk
kejadian kritis. Kehilangan volume darah yang besar adalah bahaya yang paling
umum dan berbahaya untuk pasien bedah dengan risiko syok hipovolemik yang
mungkin terjadi saat darah hilang melebihi 500 ml (7 ml/kg pada anak). Persiapan
yang adekuat dan resusiatasi mungkin untuk pertimbangan persiapan. Ahli bedah
mungkin tidak secara konsisten mengkomunikasikan risiko dari kehilangan darah
kepada anestesist dan staff perawat. Oleh karena itu, jika anestesist tidak
mengetahui bagaimana risiko utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi,
maka dia harus berdiskusi dengan ahli bedah tentang risiko kehilangan darah
sebelum operasi dimulai. Jika terdapat resiko yang yang signifikan untuk
kehilangan darah lebih dari 500 ml direkomendasikan dua jalur intravena atau dua
jalur CVC. Sebagai tambahan, tim harus mengkonfirmasi ketersediaan dari cairan
atau darah untuk resusitasi. (catatan tentang kehilangan darah yang akan terjadi
akan direview lagi oleh ahli bedah sebelum insisi. Hal ini akan menyediakan cek

14 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


kedua untuk keselamatan untuk anestesi dan staff perawat).Jika poin ini sudah
dilengkapi maka fase ini sudah lengkap dan tim dapat melakukan proses induksi
anstesi.
B. Fase Time out (sebelum insisi kulit)
Sebelum insisi kulit Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan
pengecekan bahwa cek keselamataan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan
oleh semua anggota tim. Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan
perannya. Tim operasi mungkin sering berubah, Efektif manajemen dari situasi yang berisiko
tinggi membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran serta kemampuan
mereka. Sebuah perkenalan yang simpel seperti menyuruh semua orang di ruang untuk
memperkenalkan diri dengan nama dan perannya. Tim yang sudah familiar dengan satu sama
lain dapat mengkonfirmasi bahwa sudah diperkenalkan semua namun anggota baru atau staff
baru harus memperkenalkan diri termasuk siswa atau personel lain
1) Konfirmasi nama pasien, prosedur dan dimana insisi akan dilakukan.
Koordinator ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang di kamar
operasi untuk berhenti dan secara verbal mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang
akan dilakukan, tempat pembedahan dan posisi dari pasien untuk menghindari salah
pasien atau salah tempat operasi. Untuk contoh, perawat sirkuler
mengumumkan,”sebelum kita memulai insisi” dan lalu dilanjutkan. “apakah semua
sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan tindakan repair inguinal hernia kanan?”.
Anestesis, ahli bedah dan perawat sirkuler harus secara eksplist dan individual
menyepakati. Jika pasien tidak disedasi, dia dapat menolong untuk dikonfirmasi
dengan hal yang sama.
2) Apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan 30 menit sebelumnya?
Koordinator ceklist menanyakan kepada tim apakah antibiotik profilaksis sudah
diberikan apa belum. Hal ini perlu dikonfirmasi agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian obat antibiotik yang diperlukan sebelum pasien dioperasi.
3) Antisipasi kejadian kritis :
a. Kepada ahli bedah: Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidak
rutin? Berapa lama kasus akan terjadi? Bagaimana mengantisipasi kehilangan
darah?

15 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


Sebuah diskusi dari “kejadian yang tidak diharapkan” bertujuan untuk
menginformasikan kepada semua anggota tim setiap langkah yang perlu
dilakukan untuk pasien dengan perdarahan yang cepat, cidera atau morbiditas
umum lainnya. Hal ini juga menjadi kesempatan untuk mereview langkah yang
mungkin memerlukan alat khusus, implants, atau persiapan.
b. Kepada Anestesist: Apakah pasien memerlukan perhatian khusus?
Pasien yang berisiko untuk mengalami perdarahan yang banyak, hemodinamik
tidak stabil atau morbiditas umum yang berhubungan dengan prosedur, tim
anestesi harus meriview dengan nyaring rencana yang spesifik dan perhatian
untuk resusitasi-secara terpisah, perhatian untuk menggunakan darah dan setiap
karakteristik pasien dengan komplikasi atau co-morbiditas (seperti jantung atau
penyakit paru, aritmia, gangguaan darah,dll) Hal ini perlu dipahami bahwa
banyak operasi tidak boleh meluapakan atau memperhatikan risiko kritis atau
perhatian yang harus dibagi dengan tim. Dalam sebuah contoh kasus, anestesist
dapat berkata,”saya rasa tidak perlu perhatian khsus pada kasus pasien ini”
c. Kepada tim perawat: Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) sudah
dikonfirmasi? Apakah ada alat yang perlu atau perhatian khusus?
Perawat instrumen atau tehnisi yang melakukan setting ada peralatan untuk
setiap kasus harus mengatakan bahwa steriliasi sudah dilakukan dan untuk
yang sterilisasi dengan alat, indikator steril sudah diverifikasi dengan baik. Jika
ditemukan ketidakcocokan antara yang diharapkan dan kenyataan indikator
steril harus dilaporkan kepada semua anggota tim dan diberitahukan sebelum
insisi. Hal ini juga adalah kesempatan untuk mendiskusikan setiap masalah
yang berhubungan dengan peralatan dan persiapan lain untuk pembedahan atau
perhatian khusus untuk keamanan dari perawat sirkuler atau instrument, secara
umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim anestesi. Jika tidak diperlukan
perhatian khusus, perawat scrub atau tehnisi dapat mengatakan,”Sterilitas
sudah diverifikasi. Saya rasa tidak perlu perhatian khusus”.
d. Apakah gambaran yang penting sudah ditunjukkan?
Gambaran penting untuk memastikan rencana dan mengadakan operasi
termasuk ortopedi, spinal dan prosedur thoraks dan berbagai reseksi tumor.

16 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


Sebelum insisi kulit, koordinator harus menanyakan ahli bedah jika gambaran
diperlukan untuk kasus tersebut. Jika demikian, koordinator harus
mengkonfirmasi secara verbal bahwa gambaran penting ada di kamar operasi
dan ditunjukkan untuk digunakan selama operasi. Jika gambaran yang
dibutuhkan tidak tersedia, harus dicari. Ahli bedah akan memutuskan apakah
akan dilakukan operasi tanpa gambaran jika hal tersebut dibutuhkan naum tidak
tersedia.
Pada poin ini jika sudah dilengkapi maka tim bisa melanjutkan proses operasi.
C. Fase sign out (sebelum meninggalkan ruang operasi)
Sebelum pasien meninggalkan kamar operasi Ceklist keselamatan ini harus dilengkapi
sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi. Tujuannya untuk memfasilitasi
transfer informasi yang penting untuk tim yang bertanggungjawab terhadap pasien
setelah pembedahan. Ceklist dapat diinisiasi oleh perawat sirkuler, ahli bedah atau
anestesist dan harus dilengkapi sebelum ahli bedah meninggalkan kamar operasi. Hal ini
dapat dilakukan bersamaan, contoh bersamaan dengan penutupan luka.
1) Perawat secara verbal mengkonfirmasi kepada tim
a. Nama dan prosedur tindakan
Sejak prosedur mungkin berubah atau berkembang selama tindakan operasi,
koordinator ceklist harus mengkonfirmasi dengan ahli bedah dan tim secara pasti
apakah tindakan atau prosedur yang sudah dilakukan. Hal ini dapat dilakukan
dengan pertanyaan,”apakah tindakan yang dilakukan?” atau dengan
konfirmasi,”Kita tadi melakukan prosedur X, benar bukan?”
b. Kelengkapan dari instrument, kassa dan jumlah jarum.
Memelihara instrumen, kassa dan jarum tidak lazim namun secara persisten
berpotensial untuk terjadi kesalahan. Perawat instrumen atau perawat sirkuler
harus secara verbal megkonfirmasi kelengkapan dari jumlah kassa terakhir dan
jumlah jarum. Dalam kasus dengan cavitas yang terbuka, penghitungan
instrumen harus dikonfirmasi kelengkapannya. Jika penghitungan tidak
dilakukan, dapat diambil langkah yang tepat yang lain (seperti memeriksa linen,
sampah dan luka atau jika perlu gambaran radiografi)

17 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


c. Pemberian label pada spesimen (membaca label spesimen dengan keras termasuk
nama pasien)
Label yang salah dari spesimen berpotensial mengganggu pasien dan sudah
ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium.
Sirkulator harus mengkonfirmasi pemberian label yang benar dari spesimen
selama prosedur operasi dengan membaca dengan keras nama pasien, gambaran
spesimen dan tanda yang lain.
d. Apakah terdapat masalah di peralatan yang perlu diperhatikan?
Masalah peralatan adalah masalah yang umum di kamar operasi.
Mengidentifikasi secara akurat sumber kesalahan dan instrumen atau peralatan
yang tidak berfungsi penting untuk mencegah peralatan dipakai lagi ke dalam
kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinator harus memastikan bahwa
masalah peralatan selama operasi sudah diidentifikasi oleh tim.
2) Ahli bedah, anestesist dan perawat mereview apa yang perlu diperhatikan untuk
recovery dan manajemen pasien.
Ahli bedah, anestesist dan perawat harus mereview rencana post-operatif dan
manajemennya, berfokus pada selama intraoperasi atau isu anestesi yang mungkin
mempengaruhi pasien. Bahkan saat muncul risiko yang spesifik terhadap pasien selama
recovery. Tujuan dari langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat terhadap
informasi yang kritiss (penting) untuk seluruh tim. Ini adalah langkah terakhir, WHO
ceklist sudah lengkap. Jika diinginkan, ceklist dapat ditempatkan di rekam medis pasien
atau untuk review kualitas pelayanan.

18 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Penatalaksanaan prosedur keselamatan bedah di Kamar operasi Rumah Sakit UNAIR
belum dilakukan secara optimal, hal ini dapat diketahui dari masih adanya beberapa
indikator pelaksanaan prosedur keselamatan bedah yang belum dilakukan serta
indikator lainnya dilakukan tidak sesuai dengan prosedur. Seperti tidak dilakukannya
pencegahan timbulnya reaksi alergi atau efek samping obat yang beresiko bagi pasien
dan pemberian marker pada area operasi
2. Hambatan yang dirasakan dalam penatalaksanaan prosedur keselamatan bedah ini
adalah kurangnya pengetahuan baik dokter bedah, ahli anestesi maupun perawat
terhadap pentingnya prosedur keselamatan bedah serta kualitas dan kuantitas baik
sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang ada di Kamar operasi Rumah
Sakit UNAIR masih dirasakan kurang. diadakannya sosialisasi mengenai pentingnya
prosedur keselamatan bedah serta adanya pelatihan guna peningkatan kualitas sumber
daya manusia ditambah dengan adanya penambahan sarana dan prasarana yang
kesemuanya itu mendukung dalam penatalaksanaan Patient Safety, sehingga kualitas
mutu pelayanan bedah meningkat.
3.2 Saran
1. Dokter bedah, ahli anestesi serta perawat bersama-sama dalam mengupayakan
pelayanan bedah yang mengutamakan keselamatan pasien.
2. Sosialisasi mengenai pentingnya Patient Safety di lingkungan Rumah Sakit UNAIR
serta mewajibkan seluruh bagian menerapkan Patient Safety dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien.
3. Peningkatan pengetahuan maupun keterampilan sumber daya manusia yang ada di
Rumah Sakit UNAIR termasuk bagian bedah dengan mengadakan pelatihan dan studi
banding.
Ditetapkan di Surabaya
tanggal, 12 Februari 2018
DIREKTUR,

Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD, K-PTI, FINASIM


19 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018
NIP. 195611031984031001

20 Panduan Keselamatan Pasien Bedah di Kamar Operasi RS Universitas Airlangga 2018

Anda mungkin juga menyukai