DAFTAR ISI
i
ii
ii
BAB I SUBJEK PAJAK
A. Definisi Subjek Pajak
Subjek Pajak adalah pihak yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh Undang—
undang untuk membayar atau memikul beban pajak1. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak. Undang-undang menyebutkan bahwa
Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak.
Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama
satu tahun pajak. Wajib Pajak dapat pula dikenakan pajak terhadap penghasilan dalam bagian
tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Prof. Gunadi mengaitkan antara Subjek Pajak dan Pajak Penghasilan sebagai berikut:
1) Untuk mengenakan Pajak Penghasilan harus ditentukan terlebih dulu subjek pajaknya, baru
kemudian ditentukan objek pajaknya.
2) Subjek pajak tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau
memperoleh penghasilan.
Dalam hukum pajak, dipenuhinya syarat sebagai subjek pajak disebut memiliki kewajiban
pajak subjektif, sedangkan jika yang bersangkutan menerima atau memperoleh
penghasilan (di atas PTKP) disebut memiliki kewajiban pajak objektif. Agar dapat dikenakan
Pajak Penghasilan, harus dipenuhi dua syarat, yaitu adanya kewajiban pajak subjektif dan
kewajiban pajak objektif.
3) Yang dimaksud dengan tahun pajak adalah tahun kalender. Akan tetapi Wajib Pajak dapat
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku
tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
1
Muda Markus & Lalu Hendry Yujana (2002, 19): Pajak Penghasilan, Petunjuk Umum Pemajakan Bulanan dan
Tahunan Berdasarkan UU Terbaru.
1
2
Adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Perkumpulan merupakan suatu kesatuan bentuk kerja sama atau perikatan yang
didasarkan atas persetujuan antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan sama
yang bersifat idiil dalam bidang keagamaan, ilmu pengetahuan, sosial, perekonomian
dan lain-lain.
Organisasi masa dan organisasi sospol merupakan suatu wadah sekumpulan orang yang
melakukan kegiatan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang bersifat idiil dalam
bidang sosial politik.
Yayasan merupakan kesatuan kegiatan yang didirikan oleh seseorang atau beberapa
orang pendiri yang memberikan harta kekayaan berupa uang atau bentuk lainnya
kepada kesatuan kegiatan untuk tujuan idiil dalam bidang keagamaan, kebudayaan,
iptek, sosial, dan lain-lain.
Lembaga merupakan suatu kegiatan atau bagian dari kegiatan yang bersifat tetap yang
dibentuk oleh pihak tertentu untuk mencapai suatu tujuan khusus di bidang iptek atau
kemasyarakatan.
Koperasi merupakan salah satu bentuk usaha bersama antara beberapa orang yang tak
bermodal untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama.
Persekutuan/kongsi merupakan suatu persetujuan yang mana dua orang atau lebih yang
merupakan anggota keluarga, rekan, teman, atau sekutu yang sama profesi atau
keahlian telah mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu (uang, barang, keahlian)
dalam suatu kerja sama dengan tujuan untuk membagi keuntungan sebagai hasil dari
kerja sama.
Firma merupakan suatu kesatuan kerja sama berdasarkan persetujuan antara orang
pribadi untuk melakukan usaha dan mempergunakan nama bersama.
Badan Keperdataan Badan Keperdataan Perseroan komanditer/Commanditaire
Vennootschap (CV) merupakan suatu kesatuan kerja sama untuk melakukan usaha
dengan menggunakan nama bersama yang didirikan oleh seorang atau beberapa pesero
yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusnnya secara sendiri-sendiri untuk
seluruhnya (Firman) dengan seorang atau beberapa orang pesero komanditer yang
3
hanya bertanggung jawab sebesar uangnya yang ditanam dalam usaha (sleeping
partner/komanditaris) mempunyai kepentingan sama yang bersifat idiil dalam bidang
keagamaan, ilmu pengetahuan, sosial, perekonomian dan lain-lain.
Perseroan terbatas merupakan suatu bentuk konsentrasi modal murni yang tidak lagi
didasarkan pada konsentrasi pribadi-pribadi.
BUMN/BUMD merupakan badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya
merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
Dana Pensiun merupakan suatu bentuk usaha yang didirikan oleh swasta maupun
pemerintah untuk mengelola uang karyawan yang ditabung untuk hari tua yang bisa
diambil kembali oleh karyawan yang bersangkutan jika ia sudah pensiun/berhenti
bekerja.
Kontrak investasi kolektif merupakan kontrak antara manajer investasi dan bank kustodi
yang mengikat pemegang unit penyertaan (investor) yang mana manajer investasi diberi
wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif untuk diinvestasikan pada
berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal.
C. Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar
Negeri (SPLN). Prinsip penentuan sebuah Badan, apakah menjadi SPDN atau SPLN diatur di Pasal
2 ayat (3) huruf b. Pasal tersebut menegaskan bahwa badan yang didirikan (asas pendirian/
kebangsaan) dan yang bertempat kedudukan (asas domisili) di Indonesia adalah Subjek Pajak
Badan Dalam Negeri.
Identifikasi sebuah badan menjadi SPDN atau SPLN itu menjadi suatu hal penting karena
perbedaan pengenaan pajak atas keduanya. Perbedaan mendasar antara Wajib Pajak Dalam
Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income), sedangkan
Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia;
b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
5
c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun
pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Pertanyaan: Bagaimana jika badan tersebut tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal di
Indonesia?
Jika badan tersebut tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal di Indonesia, maka badan
tersebut tidak menjadi subjek pajak di Indonesia. Namun, badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat tinggal di Indonesia dapat menjadi Subjek Pajak Luar Negeri di Indonesia jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut (Pasal 2 ayat (4) huruf a UU PPh):
n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o) agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia; dan
p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui
internet.
Penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU PPh secara jelas menyebut 4 elemen dasar BUT, yaitu:
1. Suatu tempat usaha (a place of business),
2. Yang bersifat permanen,
3. Yang digunakan oleh SPLN (orang pribadi atau badan),
4. Untuk menjalankan usaha (business) atau melakukan kegiatan (activities).
Beberapa catatan penting yang dapat disimpulkan tentang BUT:
1) Tidak semua SPLN dapat menjadi BUT, tetapi hanya SPLN yang memperoleh
penghasilan dari menjalankan business atau activities di Indonesia.
2) Tidak ada isu BUT bila SPLN hanya memperoleh penghasilan dari pekerjaan (seperti
gaji, upah) atau penghasilan dari modal (bunga, dividen, sewa dan royalti).
3) SPLN dapat menjadi BUT bila memenuhi empat elemen di atas.
4) BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan baik secara material atau formal (Pasal 2 ayat (1a) UU PPh).
Kewajiban pajak subjektif badan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia; dimulai pada badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
Kewajiban pajak subjektif badan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan tidak
melalui BUT di Indonesia dimulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.
Pasal 3 ayat (1) mengatur badan yang tidak termasuk subyek pajak adalah:
1) Kantor perwakilan negara asing
2) Organisasi-organisasi internasional (ditetapkan dengan Kemenkeu), dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 215/PMK.03/2008 stdtd PMK nomor
156/PMK.010/2015 jo. PMK nomor 235/PMK.010/2020, Organisasi Internasional yang tidak
termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan:
Soal Latihan I
1. Salah satu karakteristik pajak penghasilan adalah pajak langsung. Pernyataan berikut yang
menggambarkan karakteristik tersebut adalah ….
a. beban pajak tidak dapat dialihkan kepada pihak lain
b. pihak yang dituju Undang-Undang untuk dikenakan pajak adalah pembayar penghasilan
c. dalam pengenaan pajak penghasilan sangat memperhatikan kondisi subjek pajaknya
d. pengenaan pajak penghasilan dimulai dari menentukan subjek pajaknya, baru dicari
objeknya
2. Dari pernyataan berikut yang menggambarkan bahwa pajak penghasilan merupakan pajak
subjektif adalah ….
a. kondisi subjek pajak tidak diperhatikan dalam mengenakan besarnya pajak
b. objek pajak adalah penghasilan yang berasal dari Indonesia dan luar Indonesia
c. pengenaan pajak dimulai dengan menetapkan subjeknya dulu, baru dicari objeknya
d. beban ekonomis pajak penghasilan bisa dialihkan kepada subjek pajak yang lain
3. Kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak badan dalam negeri di Indonesia berakhir pada
saat ….
a. Tidak menjalankan kegiatan usaha dan tidak memperoleh penghasilan
b. Dinyatakan pailit oleh pengadilan
c. Dibubarkan
d. Mengalami kerugian
4. Berikut di bawah adalah pernyataan yang benar tentang subjek pajak badan, kecuali …..
a. Sekumpulan modal dalam satu kesatuan menjadi subjek pajak di Indonesia dan
diwajibkan mempunyai NPWP
b. Perkumpulan orang dalam suatu wadah tertentu yang mempunyai tujuan sosial
kemasyarakatan tidak menjadi subjek pajak karena tidak bertujuan memperoleh
penghaslan/laba
c. Pengenaan pajak BUT di Indonesia dipersamakan dengan Wajib Pajak Badan Dalam
Negeri
d. BUT termasuk subjek pajak luar negeri
5. Beberapa hal berikut di bawah ini adalah contoh BUT di Indonesia, kecuali ….
a. Kantor cabang Statracom Inc. (perusahaan konsultan hukum di USA) yang berlokasi di
Jakarta
b. Gerai Fried chicken Suntosh dari China, yang dibeli dan dikelola PT Asimo untuk
dipasarkan di Indonesia
c. Bengkel pesawat di Curug milik Luthfitansa, produsen pesawat terbang dari Jerman
12
d. Server computer yang terletak di Surabaya untuk mendukung penjualan Vicom corp.
(Inggris) di Indonesia
6. XinWEN Corp. adalah perusahaan media dari China yang menerima penghasilan berupa
dividen atas kepemilikan saham PT TIVISION di Indonesia. Pernyataan berikut di bawah ini
yang paling benar adalah:
a. Kewajiban pajak subjektif XinWEN Corp. berakhir pada saat tidak menjalankan kegiatan
usaha melalui PT TIVISION di Indonesia
b. Kewajiban pajak subjektif XinWEN Corp. berakhir pada saat tidak memperoleh
penghasilan di Indonesia
c. XinWEN Corp. dikenakan pajak berdasarkan azas domisili di Indonesia
d. XinWEN Corp. wajib mempunyai NPWP di Indonesia karena memperoleh penghasilan
dan menjadi wajib pajak di Indonesia
Soal Esai
Tentukan status subjek pajak di bawah ini (digaris bawah), apakah termasuk SPDN, SPLN-BUT,
SPLN-nonBUT, Bukan Subjek Pajak:
1. PT Horden Belia didirikan di Kota Medan, Sumatera
2. Pepso Ltd. didirikan di USA memperoleh penghasilan berupa royalti dari Indonesia.
3. Yayasan Amal Bhakti yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan.
4. Mayabank Cabang Jakarta adalah salah satu cabang Mayabank Ltd. yang didirikan di USA
5. Panana Ltd. yang didirikan di USA mendirikan satu perusahaan di Indonesia dengan
nama PT Panana. Saham PT Panana dimiliki 100% oleh Panana Ltd.
6. Bank Indonesia
7. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
8. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
9. Upinipin Sdn.Bhd perusahaan Malaysia memperoleh dividen dari PT Jarjit Singh di
Indonesia.
Soal Kasus
SCALFISHBERGER UNTERNEHMEN adalah perusahaan konstruksi yang berdomisili di Jerman.
Pada bulan Pebruari 2021 memperoleh proyek jasa pengawasan konstruksi pengerjaan gedung
di Bekasi dengan perjanjian pengerjaan selama 3 tahun ke depan. Untuk melaksanakan proyek
tersebut SCALFISHBERGER UNTERNEHMEN memiliki tiga pilihan bentuk usaha yaitu :
a) Membuka cabang SCALFISHBERGER UNTERNEHMEN di Indonesia yang berkedudukan di
Jakarta, untuk mengantisipasi seandainya mendapat kontrak/proyek selain di Bekasi;
b) Membentuk PT SCALFISHBERGER UNTERNEHMEN INDONESIA yang berstatus Penanaman
Modal Asing (PMA);
13
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan, yaitu:
Undang-undang PPh menganut konsep penghasilan dalam arti luas. Oleh karena itu
semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan
untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak
suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final
atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak digabungkan dengan
penghasilan lain yang dikenai tarif umum.
2
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
15
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
Contoh:
PT SENTUNGSA menjual mobil yang dimiliki dengan harga Rp 60.000.000,00 (nilai
buku Rp 40.000.000,00). Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh karena
penjualan mobil tersebut adalah:
= Rp 60.000.000 – Rp 40.000.000 = Rp 20.000.000
Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya
dengan harga Rp 55.000.000, nilai jual mobil tersebut tetap dihitung
berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000.
Selisih sebesar Rp20.000.000 merupakan keuntungan bagi PT SENTUNGSA
dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp
5.000.000 merupakan penghasilan.
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, 3 sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak. Pengembalian pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak.
Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai
3
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
16
biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian
tersebut merupakan penghasilan.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi
dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di
bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang
menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi4;
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4) pembagian laba dalam bentuk saham;
5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham‐saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun‐tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah;
8) pembayaran sehubungan dengan tanda‐tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tanda‐tanda laba tersebut;
9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.
4
Pembagian sisa hasil usaha koperasi tidak termasuk dalam dividen sesuai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (klaster perpajakan).
17
Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung,
misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan
memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi
kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang
dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen.
Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan
apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
1) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau
karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial,
atau ilmiah;
3) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau
hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;
5) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film
atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6) Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
18
Pemerintah menetapkan ada beberapa jenis penghasilan dikenakan PPh Final dengan
beberapa pertimbangan seperti disebut di penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU PPh yaitu:
Mendorong investasi dan tabungan masyarakat;
kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal
Pajak;
pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter
Undang-undang PPh mengatur jenis penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Final di
Pasal 4 ayat (2):
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar
uang5 dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
5
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
20
Berikut di bawah ini dikemukakan secara rinci jenis penghasilan Wajib Pajak Badan yang
dikenakan PPh Final:
1. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, Surat Berharga
Negara
Pada bagian ini dibahas 3 jenis penghasilan yang dikenakan PPh Final, yaitu:
- Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia
a) Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia
Dasar hukum: - Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015 Tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. Termasuk dalam pengertian
bunga di atas adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan
6
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
21
yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
a. Atas bunga dari deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang dananya
bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
(1). Tarif 10%, untuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) bulan;
(2). Tarif 7,5%, untuk deposito dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan;
b. Atas bunga dari deposito dalam mata uang rupiah yang dananya bersumber dari
Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
(1). Tarif 7,5% untuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) bulan;
(3). Tarif 0% dengan jangka waktu 6 bulan atau lebih dari 6 bulan.
c. Atas bunga dari tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia, serta bunga dari
deposito selain dari deposito diatas (huruf a dan b) dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
(1). Tarif 20% terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
(2). Tarif 20% atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.
Pengecualian Pajak atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia:
a. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI, untuk jumlah Deposito dan
Tabungan serta SBI yang tidak melebihi Rp7.500.000;
b. Bunga dan Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah
mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan yang dananya diperoleh dari sumber
22
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri yang seluruh
penghasilannya dalam 1 (satu) Tahun Pajak, termasuk bunga dan diskonto, tidak
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara
Yang menjadi objek Pajak adalah penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa
Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
a. nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana
atau di Pasar Sekunder; atau
b. harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di
Pasar Sekunder, tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.
Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang
terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara
Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah Surat Utang Negara yang berjangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk
pertama kali.
Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di
Pasar Perdana. Besarnya Pajak Penghasilan adalah :
23
a. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT); dan
b. 20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri.
a. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas
Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku
pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.
Pemotongan Pajak tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak :
1) Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
3) Reksadana yang terdaftar pada Badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga,
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha;
Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang meliputi perbankan syariah, asuransi syariah,
pegadaian syariah, jasa keuangan syariah, dan kegiatan usaha berbasis syariah
lainnya.
24
Pada ketentuan perpajakan secara umum, bunga merupakan penghasilan bagi pihak
penerima dan merupakan pengurang penghasilan bagi pihak pembayar.
c. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik;
dan
a. Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan Ijarah atau Ijarah Muntahiyah
Bittamlik.
2. Bunga/Diskonto Obligasi
Dasar hukum: Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib
Pajak berupa Bunga Obligasi. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau
diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi adalah
surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah, yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan.
1) 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
1) 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
1) 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
d. bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi
kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek
26
beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada
Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
Pengecualian:
Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan; dan
Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.
Beberapa hal yang diatur terkait PPh atas penghasilan dari transaksi penjualan saham
pendiri di bursa efek, sebagai berikut:
Yang menjadi objek PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
a. 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, untuk semua transaksi penjualan
saham;
b. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% yang
ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Pemotong Pajak : Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan setiap
transaksi penjualan saham di bursa efek. Yang dimaksud dengan "pendiri" adalah orang
pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan
Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum
Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
dalam rangka penawaran umum perdana ("initial public offering") menjadi efektif.
27
4. Hadiah Undian
Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas
Hadiah Undian.
Beberapa hal yang diatur terkait PPh atas penghasilan berupa hadiah undian, sebagai
berikut:
Tarif sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan melalui undian.
Beberapa hal yang diatur terkait PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
sebagai berikut:
Yang menjadi objek PPh final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati.
Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
Besarnya PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar
a. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
28
Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
b. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yg dilakukan oleh
Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan
c. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari
Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari
kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
a. nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak
kepada pemerintah;
b. nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan
lelang;
c. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan
istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
d. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi
hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b;atau
e. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara
para pihak.
Pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan kepada:
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak
yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto
pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
29
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan;
c. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
f. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam
rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau
pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan;atau
g. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
Beberapa poin peraturan terkait PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan
Yang menjadi objek PPh Final adalah sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan,
gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang,
bangunan industri.
Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai
persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak orang pribadi maupun badan.
30
Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/ terutang oleh penyewa
termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service
charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).
Yang menjadi pemotong pajak adalah Penyewa, dalam hal penyewa adalah Badan
Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, kerjasama operasi, perwakilan, perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi
yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (PP No. 5 Tahun 2002 dan No. 227/PJ./2002)
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, adalah :
1) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan
bebas;
2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan yang
telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut di
atas, PPh disetor sendiri oleh yang menyewakan.
Beberapa hal yang diatur dalam pengenaan PPh atas bangunan yang diterima dalam rangka
bangun guna serah, sebagai berikut:
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan bagi pemegang hak atas tanah berupa
bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah yang dibangun di atas tanah
yang dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian bangun
guna serah.
Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk perjanjian kerjasama
yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan
31
bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan
bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan
kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna
serah berakhir.
Tarif PPh atas penghasilan tersebut sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai
yang tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang
bersangkutan.
Pembayaran Pajak Penghasilan, bagi orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak
badan adalah merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat
diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
Nilai perolehan atas bangunan yang diterima dari investor adalah sebesar nilai atau
NJOP yang merupakan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.
Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
a) 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
b) 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c) 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d) 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
e) 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Mekanisme pemotongan dan penyetoran PPh atas jasa konstruksi sebagai berikut:
dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa
merupakan pemotong pajak; atau
disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.
Update!
Terdapat peraturan terbaru mengenai jasa konstruksi yaitu Peraturan Pemerintah (PP)
nomor 9 tahun 2022 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
PP ini berlaku mulai tanggal 21 Februari 2022 dan mengubah tarif PPh final jasa konstruksi
dan jumlah tarif dari yang awalnya 5 tarif menjadi 7 tarif.
Perubahan aturan jasa konstruksi terkait dengan adanya Pandemi Covid-19. Karena itu, di
Pasal 10D disebutkan bahwa ketentuan tarif ini akan dievaluasi setelah 3 tahun berlaku.
Artinya, terdapat kemungkinan berubah lagi di tahun 2025.
Berikut ini adalah tarif jasa konstruksi yang berlaku sesuai PP 9/2022:
a. 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan
oleh penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau sertifikat
kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan;
b. 4% (empat persen) untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk
usaha orang perseorangan;
c. 2,65% (dua koma enam puluh lima persen) untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan
oleh penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b
d. 2,65% (dua koma enam puluh lima persen) untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha;
e. 4% (empat persen) untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha;
f. 3,5% (tiga koma lima persen) untuk jasa konsultansi konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja
untuk usaha orang perseorangan; dan
g. 6% (enam persen) untuk jasa konsultansi konstruksi yang dilakukan oleh penyedia Jasa
yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk
usaha orang perseorangan.
Sertifikat badan usaha adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi
atas kemampuan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan Jasa
Konstruksi asing yang dikeluarkan oleh:
34
lembaga sertifikasi badan usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha yang
terakreditasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan
dicatat oleh lembaga pengembangan jasa konstruksi (LPJK);
lembaga sertifikasi badan usaha yang telah diakreditasi oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya
mineral; atau
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan
sumber daya mineral.
Oleh karena itu, menurut PP ini sertifikat badan usaha tidak hanya dikeluarkan oleh LPJK
seperti peraturan sebelumnya, tetapi termasuk sertifikat teknik yang dikeluarkan oleh
Kementerian ESDM.
Pajak penghasilan yang bersifat final dikenakan terhadap penghasilan dari penjualan
bahan bakar minyak dan bahan bakar gas kepada penyalur/agen, dengan mekanisme
sebagai berikut:
Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas dilakukan pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah
pengeluaran barang (delivery order) dengan tarif sebagai berikut:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum
yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli dari Pertamina atau anak
perusahaan Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual
bahan bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan
Pertamina;
35
c. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dan huruf b).
(2) bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.
Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa
pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Perusahaan
sebagaimana dimaksud adalah Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
(BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan
dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Tarif PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dikenakan atas selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal.
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:
a. seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak
guna bangunan; atau
b. seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di
Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat
jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
terakhir yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau
nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap
yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah.
36
Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau
ahli penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal
Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.
11. Penghasilan perusahaan modal ventura berupa keuntungan karena penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya
Dasar hukum:
- Pasal 4 ayat (2c) Undang Undang PPh: penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya.
Pajak Penghasilan yang dikenakan bersifat final sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal.
Perusahaan pasangan usaha adalah perusahaan yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
12. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu
Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Tertentu. Objek Pajak:
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang
memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam
jangka waktu tertentu. Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5%.
37
Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebagai berikut:
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau
telah dibayar di luar negeri;
c. penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan
final merupakan:
(1) Wajib Pajak orang pribadi; dan
(2) Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau
perseroan terbatas,
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp
4.800.000.000, dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Update!
7
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
8
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
39
Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan
tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut
diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan ketentuan
ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek pajak.
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
1) Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau bagi seluruh pegawai;
2) Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan;
3) Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
4) Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.9
d. DIVIDEN
Pemerintah mengeluarkan aturan terbaru terkait dividen melalui Undang-undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (klaster perpajakan). Untuk tujuan meningkatkan
pendanaan investasi, penghasilan berupa dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi
maupun Badan dikecualikan dari pengenaan pajak dengan persyaratan tertentu.
Ketentuan sebelumnya mengatur bahwa:
- Penghasilan berupa dividen dikategorikan bukan objek pajak ketika diterima oleh
perseroan terbatas sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
dari jumlah modal yang disetor;
Pada ketentuan terbaru, dijelaskan sebagai berikut:
1. Dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh:
a) WP Orang Pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu;
dan/atau
b) WP Badan dalam negeri;
termasuk bukan objek pajak
9
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
40
2. Dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam
negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri termasuk bukan objek pajak,
sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan
memenuhi persyaratan berikut:
a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling sedikit
sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak; atau
b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut
sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini10;
3. dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2
merupakan:
a) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya
diperdagangkan di bursa efek; atau
b) b) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham ;
4. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b ) dan penghasilan
setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud
pada angka 2 diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang
dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:
a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut,
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;
b) atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) laba setelah pajak dikurangi dengan
dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) dikenai Pajak Penghasilan; dan
c) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah
pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) serta atas selisih
sebagaimana dimaksud pada huruf b), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
5. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan penghasilan
setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar
10
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
41
lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a), berlaku ketentuan:
a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut,
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan; dan
b) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah
pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a), tidak dikenai
Pajak Penghasilan;
6. dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia setelah Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan
penerapan pasal 18 ayat (2) Undang -Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan
dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2;
7. pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk
usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan
dalam hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan berikut:
a) penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b) bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri;
8. pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku ketentuan:
a) tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang;
b) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; dan/atau
c) tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
9. dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan dalam jangka waktu
tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku ketentuan:
a) penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan penghasilan pada tahun pajak
diperoleh; dan
b) b) Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan tersebut merupakan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 Undang-Undang ini;
10. ketentuan lebih lanjut mengenai: a) kriteria, tata cara dan jangka waktu tertentu
untuk investasi sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 7; b) tata
cara pengecualian pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka
1, angka 2, dan angka 7; dan c) perubahan batasan dividen yang diinvestasikan
42
sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan;
e. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan Otoritas Jasa Keuangan 11 , baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai.
Pengecualian sebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana
pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan.
Yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik
atas beban sendiri maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang
diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang
akan dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran
tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut
dikecualikan sebagai Objek Pajak.
f. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang‐bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.12
Pengecualian sebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana
pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan Otoritas
Jasa Keuangan.
Yang dikecualikan dari Objek Pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal yang
ditanamkan di bidang‐bidang tertentu. Penanaman modal oleh dana pensiun
dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali
kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu
diarahkan pada bidang‐ bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi.
g. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor‐sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
11
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
12
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
43
Yang dimaksud dengan “perusahaan modal ventura” adalah suatu perusahaan yang
kegiatan usahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk
penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu.
Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan
pasangan usaha tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan pasangan
usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor‐sektor tertentu yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia.
Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat diarahkan kepada sektor‐sektor kegiatan
ekonomi yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan
ekspor nonmigas, usaha atau kegiatan dari perusahaan pasangan usaha tersebut diatur
oleh Menteri Keuangan.
Mengingat perusahaan modal ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk
penyertaan modal, penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan modal
ventura diarahkan pada perusahaan‐perusahaan yang belum mempunyai akses ke bursa
efek.
h. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali
dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud.
Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus direalisasikan paling lama dalam jangka
waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh.
Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan
yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta penelitian
dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada siapa saja dan telah
mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya.
Ketentuan lebih lanjut tentang sisa lebih tersebut diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2020 Tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan Atas Beasiswa yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan Sisa Lebih Yang
Diterima Atau Diperoleh Badan Atau Lembaga Nirlaba Yang Bergerak dalam Bidang
Pendidikan dan/Atau Bidang Penelitian Dan Pengembangan.
i. Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan
penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan
44
tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
j. Sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan13
yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana
abadi, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Poin huruf h dan i adalah ketentuan sesuai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (klaster perpajakan).
13
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
45
royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau
hak-hak lainnya;
imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
c) pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari
kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan
usaha perbankan.
E. Pembukuan Terpisah
Sesuai ketentuan Pasal 27 Peraturan Pemerintah nomor: PP 94 Tahun 2010 Wajib Pajak harus
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
a. memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak
final;
b. menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek
pajak; atau
c. mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal
31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Seperti dikemukakan sebelumnya, jenis penghasilan menurut pajak dibedakan menjadi 3 yaitu
penghasilan yang dikenakan PPh Final, Penghasilan yang dikenakan PPh non Final, dan
penghasilan yang tidak termasuk objek pajak (BOP). Ketiga jenis penghasilan tersebut wajib
dilaporkan dan dituangkan ke dalam SPT Tahunan PPh Badan pada tahun pajak yang
bersangkutan. Tetapi untuk keperluan penghitungan PPh terutang di akhir tahun, yang dihitung
adalah jenis penghasilan yang dikenakan PPh non Final.
Contoh:
PT JENDULAN (distributor baja) selama tahun 2019 memperoleh beberapa penghasilan
sebagai berikut:
Penjualan Baja Rp 55,000,000,000
Penghasilan lain-lain:
Bunga Deposito Rp 250,000,000
Sewa Bangunan Rp1,000,000,000
Keuntungan Penjualan Tanah Rp 340,000,000
Keuntungan selisih kurs Rp 150,000,000
keuntungan penjualan mobil Rp 75,000,000
Total Penghasilan lain2 Rp 1,815,000,000
Keterangan tambahan: - Tanah dijual Rp 1,5 milyar, harga perolehan Rp 1,16 milyar
- Mobil operasional dijual seharga Rp 150 juta, nilai buku Rp 75 juta
46
berdasarkan informasi di atas, berapa jumlah penghasilan yang ikut dihitung untuk
menentukan PPh terutang di akhir tahun?
Jawab:
Penghasilan yang ikut dihitung untuk menentukan PPh terutang di akhir tahun adalah
sebesar = Rp 1.225.000.000
Penghasilan bunga deposito, sewa bangunan, dan pengalihan/ penjualan tanah tidak ikut
dihitung (lagi) untuk menentukan PPh terutang di akhir tahun karena telah dikenakan PPh
Final pada tahun berjalan dan selesai. PPh yang telah dipotong/disetor juga tidak dapat
menjadi pengurang/kredit pajak.
Bunga Deposito Rp 250,000,000
Total Rp2,750,000,000
Dalam bab selanjutnya, penghasilan yang dikenakan PPh final dan bukan objek pajak tersebut
dilakukan koreksi negatif dan dikenal dengan istilah rekonsiliasi fiskal.
Penyajian dalam formulir 1771 SPT Tahunan PPh Badan 2019 PT JENDULAN
LAMPIRAN - I
TAHUN PAJAK
FORMULIR
NPWP :
NO URAIAN RUPIAH
(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI :
a. Rp 1a
PEREDARAN USAHA …………..……………………………...…………...…………...…………...……………...…...………………………….
Ø 55,000,000,000
1b
b. HARGA POKOK PENJUALAN …………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…….
Ø
1c
c. BIAYA USAHA LAINNYA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……
Ø
1d
d. PENGHASILAN NETO DARI USAHA ( 1a - 1b - 1c ) ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…………...….
Ø
e.
1e Rp
PENGHASILAN DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...………………….
Ø 1,815,000,000
1f
f. BIAYA DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……
Ø
1g
g. PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA ( 1e - 1f )..…….………….....…………...…...………..…….....…....…………...……….
Ø
1h
h. JUMLAH ( 1d + 1g ) : .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……………….
Ø
2. PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
2
(Diisi dari Lampiran Khusus 7A Kolom 5) .…………...…………....…………...…………..
Ø
3
3. JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h + 2) …………………...…………………...…………………...………………….…………...………
Ø
Soal Latihan II
1. Berikut di bawah ini termasuk objek pajak (penghasilan) sesuai ketentuan perpajakan,
kecuali …..
a. Penerimaan kembali Pajak Bumi dan Bangunan yang telah dibebankan sebagai biaya
b. Penerimaan kembali kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (restitusi)
c. Keuntungan dari usaha bisnis berbasis syariah
d. Laba usaha
2. Pada tahun 2019 PT MISEL membagikan dividen sebesar Rp 2,5 milyar kepada PT GINUK
(kepemilikan saham sebesar 40%) dari laba setelah PPh. Perlakukan pajak atas dividen
tersebut ….
a. Merupakan objek pajak bersifat final bagi PT GINUK
b. Merupakan objek pajak non final bagi PT GINUK
c. Bukan merupakan objek pajak bagi PT GINUK
d. Merupakan pengurang penghasilan bruto bagi PT MISEL
3. Pada bulan Maret 2021 PT NATA membagikan dividen yang berasal dari laba ditahan sebesar
Rp 200 juta kepada PT DECOCO (kepemilikan saham sebesar 10%). Perlakukan pajak atas
dividen tersebut ….
a. Merupakan objek pajak bersifat final bagi PT DECOCO
b. Merupakan objek pajak non final bagi PT DECOCO
c. Merupakan pengurang penghasilan bruto bagi PT NATA
d. Bukan merupakan objek pajak bagi PT DECOCO
4. Berikut di bawah ini pernyataan yang benar tentang bukan objek pajak, kecuali …..
a. PT A adalah mitra bisnis usaha PT B, oleh karena itu hibah aset yang diterima PT A
dari PT B merupakan objek pajak
b. Ketika organisasi internasional (yang termasuk bukan subjek pajak) melakukan
kegiatan usaha di Indonesia, atas penghasilan yang diterima bukan merupakan objek
pajak
c. Iuran yang diterima oleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan bukan merupakan objek pajak
d. PT C menyerahkan bangunan berupa gedung kepada PT D sebagai pengganti
penyertaan modal. Bagi PT D gedung bangunan tersebut bukan merupakan objek
pajak
5. PT Farma menyewakan gedung ke Kedubes Uganda di Jakarta. Penghasilan sewa gedung
tersebut bagi PT Farma …..
a. Merupakan objek pajak yang dikenakan PPh final
48
Soal Isian
Tentukan jenis penghasilan di bawah ini termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final, bukan
objek pajak, atau dikenakan PPh non final/dihitung dan dikenakan pajak akhir tahun! (berikan
tanda centang)
Rekonsiliasi fiskal adalah upaya untuk melakukan koreksi pada laporan keuangan untuk
menyesuaikan dengan peraturan perpajakan. Laporan keuangan yang disusun perusahaan
harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut dijadikan sebagai
dasar untuk membuat SPT PPh yang disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan laporan
keuangan perusahaan mengacu pada standar akuntansi keuangan (SAK), yang tidak selalu
sesuai dengan ketentuan perpajakan. Dengan demikian, rekonsiliasi fiskal dapat diartikan
sebagai usaha mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial
dengan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan fiskal yang disusun berdasarkan
Undang-Undang perpajakan.
Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan
finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk
menghitung besarnya kewajban pajak dalam satu tahun. Proses rekonsiliasi fiskal ini umumnya
dilakukan oleh WP yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya
dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan komersial, antara lain:
Secara definisi, beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
sifatnya permanen. Contoh: Penghasilan yang dikenakan PPh final dan bukan objek pajak (BOP),
Biaya-biaya yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) UU Pajak Penghasilan.
52
Contoh: Biaya penyusutan gedung pabrik. Sesuai fiskal gedung bangunan (permanen)
disusutkan selama 20 tahun dengan metode Garis Lurus. Secara akuntansi komersil
dapat saja ditaksir umur gedung 18 tahun. Selama umur masa manfaat akuntansi
komersil dan fiskal menampilkan jumlah beban penyusutan yang berbeda setiap tahun,
namun koreksi fiskal per tahun tersebut bersifat sementara karena di akhir tahun ke 20
baik secara fiskal maupun akuntansi komersil akan mengakui jumlah akumulasi
penyusutan yang sama.
Koreksi fiskal juga dibedakan menjadi 2 yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal
negatif. Koreksi fiskal positif akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan
koreksi negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang. Dalam Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan PPh Badan, koreksi fiskal ini disebut dengan penyesuaian fiskal positif/negatif.
Pemahaman atas rekonsiliasi fiskal ini sangat penting terutama untuk memudahkan
pengisian SPT Tahunan PPh Badan. Oleh karena itu, pada sub bab selanjutnya akan diuraikan
jenis-jenis pos/akun biaya apa saja yang perlu atau tidak perlu dilakukan penyesuaian
(rekonsiliasi) fiskal sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk pos/akun penghasilan sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa penyesuaian fiskal dilakukan terhadap penghasilan
yang dikenakan PPh Final atau penghasilan bukan objek pajak (BOP).
53
Peredaran usaha
…………………………………………….
Harga Pokok Penjualan
…………………………………………….
LABA KOTOR
Biaya usaha:
…………………………………………….
…………………………………………….
Penghasilan lain-lain:
…………………………………………….
Biaya lain-lain:
…………………………………………….
LABA BERSIH/LABA KOMERSIL
PENGHASILAN NETO/LABA FISKAL
Pasal 6 ayat (1) UU PPh mengatur biaya apa saja yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
1. biaya pembelian bahan;
54
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;14
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan;15
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai
biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
h. piutang yang nyata‐nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
14
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
15
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
55
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang
tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;16
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
16
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
17
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
56
perusahaan anjak piutang yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang
berlaku dengan batasan tertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa
Keuangan18;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat‐syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan memenuhi persyaratan tertentu;19
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Update!
Sesuai Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP) yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2021, ketentuan tentang
natura/kenikmatan huruf e di atas dihapus. Oleh karena itu, secara umum WP Badan
dapat mengurangkan biaya terkait natura/kenikmatan secara fiskal mulai tahun pajak
2022
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan;
18
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
19
Perubahan berdasarkan UU No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berlaku
mulai tahun pajak 2022
57
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
- Biaya perjalanan isteri direktur ke luar negeri, biaya perbaikan/servis mobil pribadi
manajer produksi, biaya rekreasi bersama pegawai, dan biaya lain yang sejenis tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan untuk menghitung penghasilan
kena pajak.
58
2. Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan
bukan objek pajak
Jika wajib pajak memiliki beberapa jenis penghasilan yang dikenakan PPh non final,
penghasilan dikenakan PPh Final, dan penghasilan bukan objek pajak, maka biaya yang dapat
dibebankan secara fiskal adalah jenis biaya yang dikeluarkan untuk mendukung jenis
penghasilan yang dikenakan PPh non final.
Contoh:
- Rp 150.000.000,00 adalah biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh
non final
Wajib Pajak melaporkan koreksi/penyesuaian fiskal dalam pelaporan SPT Tahunan PPh
Badan sebagai berikut:
Biaya (cfm. Akt.Komersil) Rp 200,000,000
Biaya (cfm. Fiskal) Rp 150,000,000
Hal ini juga berlaku untuk jenis penghasilan yang yang tidak termasuk objek pajak (BOP). Jika
Wajib Pajak memiliki jenis penghasilan yang dikenakan PPh non final dan BOP, maka biaya/
pengeluaran yang dapat dibebankan hanya sebesar biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh jenis penghasilan yang dikenakan PPh non final.
3. Biaya “Bersama”
Penjelasan perlakuan atas biaya “bersama” ini mirip dengan penjelasan pada poin 2 di atas.
Secara fiskal wajib pajak tidak diperbolehkan membebankan biaya yang berkaitan dengan
jenis penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan BOP. Namun sering ditemukan
dalam praktek terdapat biaya bersama yang tidak dapat dirinci dan dipisahkan oleh wajib
59
Contoh 1:
Dana Pensiun A, yang telah disahkan Menteri Keuangan, mempunyai penghasilan selama satu
tahun pajak sebagai berikut:
Contoh 2:
, maka penghitungan proporsional atas biaya bersama administrasi dan umum yang dapat
dibebankan secara fiskal adalah sebagai berikut:
Penghasilan Jasa konstruksi Rp 550,000,000 78.57% (dikenakan PPh final)
Penghasilan Jasa konsultasi manajemen Rp 150,000,000 21.43% (dikenakan PPh non final)
Total Rp 700,000,000 100%
Proporsi biaya bersama yg = 21.43% X Rp 87,000,000
dapat dibebankan = Rp18,642,857
Penghitungan koreksi fiskal:
Biaya Adm. & Umum (Akt.Komersil) Rp 87,000,000
Biaya Adm. & Umum (Fiskal) Rp 18,642,857
Koreksi Fiskal - positif Rp 68,357,143
4. Biaya Promosi
Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung
maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan (PMK No.
02/PMK.03/2010).
60
Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam pembebanan biaya promosi:
a) Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan
akumulasi dari jumlah:
biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
biaya pameran produk;
biaya pengenalan produk baru;dan/atau
biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk
b) Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang
diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
c) Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang
dikeluarkan kepada pihak lain Daftar nominatif paling sedikit harus memuat data:
- penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis
biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang
dipotong.
d) Daftar nominatif dibuat sesuai format PMK Dilaporkan sebagai lampiran SPT Tahunan PPh
Badan. Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka Biaya Promosi tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00
yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu
institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi
produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang
telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada
koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau
kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk
63
keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya
dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh d.
bank kepada masyarakat untuk pemilikan rumah sangat sederhana (RSS);
d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil; Kredit
Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha
f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam
mengembangkan usaha kecil dan koperasi
Debitur kecil lainnya adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp
5.000.000,00.
Ketentuan lainnya yang perlu diperhatikan dalam membiayakan beban piutang tak
tertagih adalah jika piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibayar seluruhnya atau
dibayar sebagian oleh debitur, maka jumlah piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar
sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya
pembayaran.
8. Biaya Natura/kenikmatan
Secara fiskal, natura/kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto untuk
menghitung penghasilan kena pajak. Namun, ada pengecualian biaya natura/kenikmatan yang
diterima pegawai dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, yaitu
1. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang
berkaitan denan pelaksanaan pekerjaan.
Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang
meliputi:
a. pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di
tempat kerja, atau
b. pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat
pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud pada
huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar
lainnya.
2. natura dan kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah
tertentu.
64
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut:
a. tempat tinggal, termasuk perumahan;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan;
d. peribadatan;
e. pengangkutan; (pengangkutan untuk pegawai dan keluarga dalam rangka
penugasan yang pertama dan pada saat berakhirnya penugasan) dan/atau
f. olahraga ,tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang,
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri.
Untuk mendapatkan penetapan daerah tertentu dan perpanjangannya sebagaimana
dimaksud di atas, Wajib Pajak mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
3. natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai
sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
a. atas perolehan dan perbaikan besar kendaraan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan melalui penyusutan sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen)
dari jumlah penyusutan; dan
b. atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan dibebankan sebesar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin pada tahun
terjadinya pengeluaran.
Contoh: PT BERKAH BAJA mengeluarkan biaya perbaikan mobil dinas manajer pemasaran
sebesar Rp 34.500.000 pada bulan Oktober 2019. Penghitungan koreksi fiskal biaya
perbaikan mobil tersebut adalah sebagai berikut.
Beban Perbaikan (Akt.Komersil) Rp34,500,000
Update!
Sesuai Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP) yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2021, ketentuan tentang
natura/kenikmatan di Pasal 9 ayat (1) huruf e dihapus. Oleh karena itu, secara umum WP
Badan dapat mengurangkan biaya terkait natura/kenikmatan secara fiskal mulai tahun
pajak 2022
9. Biaya Sumbangan
Pasal 6 ayat (1) huruf i, j, k, l, dan m UU PPh mengatur biaya sumbangan dan/atau biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu;
a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
b. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
c. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
d. Sumbangan fasilitas pendidikan
e. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
Diatur lebih lanjut dalam PP 93 tahun 2010, sumbangan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun
Pajak sebelumnya;
66
b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak
sumbangan diberikan;
c. didukung oleh bukti yang sah; dan
d. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki NPWP, kecuali badan yang
dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh.
e. batas besarnya nilai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto adalah
maksimal sebesar 5% dari penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya.
f. Tidak ada hubungan istimewa.
Contoh: Penghasilan neto fiskal PT HASUA tahun 2020 adalah Rp 60.000.000.000. Jika pada
tahun 2021 PT HASUA memberikan sumbangan sebesar Rp 5.000.000.000, maka pada
tahun pajak 2021 ada koreksi fiskal atas biaya sumbangan sebesar Rp 2.000.000.000.
Beban Sumbangan (Akt.Komersil) Rp5,000,000,000
Beban Sumbangan (Fiskal) Rp3,000,000,000 (maks Rp 60 milyar x 5%)
Koreksi Fiskal – positif Rp2,000,000,000
Menurut ketentuan, sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang,
kecuali untuk biaya pembangunan infrastruktur sosial, boleh diberikan hanya dalam bentuk
sarana dan/ atau prasarana.
Jika sumbangan diberikan dalam bentuk barang, nilainya ditentukan berdasarkan:
a. nilai perolehan, apabila barang yang disumbangkan belum disusutkan
b. nilai buku fiskal, apabila barang yang disumbangkan sudah disusutkan; atau
c. harga pokok penjualan, apabila barang yang disumbangkan merupakan barang produksi
sendiri
Biaya pembangunan infrastruktur sosial ditentukan berdasarkan jumlah yang
sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun sarana dan/atau prasarana.
Biaya yang dikeluarkan untuk sumbangan harus dilakukan dalam batas-batas yg wajar
sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yg baik. Jika pengeluaran tersebut melampaui batas
kewajaran dan/atau dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah yg melampaui batas
kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Selanjutnya, Pasal 11 ayat (1) mengatur bahwa pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan,perbaikan, atau perubahan harta berwujud untuk 3M penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dibebankan melalui metode penyusutan.
Dikecualikan dari jenis harta berwujud tersebut adalah tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.
Perolehan tanah hak milik, HGB, HGU, hak pakai untuk pertama kali tidak boleh
disusutkan, kecuali tanah tersebut nilainya berkurang untuk memproleh penghasilan. Contoh,
perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata. Bagi perusahaan
tersebut diperbolehkan menyusutkan aktiva berupa tanah yang dimiliki.
Pasal 11 menetapkan kelompok, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
(sesuai fiskal) sebagai berikut:
I. Bukan Bangunan
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5%
Penentuan jenis harta yang termasuk kelompok harta berwujud bukan bangunan diatur
dalam PMK 96/PMK.03/2009.
Bangunan Tidak Permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari
bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindahpindahkan, yang masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat
dari kayu untuk karyawan.
68
Update!
Terdapat penambahan satu ayat (6a) pada Pasal 11 UU HPP yang mengatur bahwa
bangunan permanen dengan masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun,
penyusutannya dapat dilakukan dalam bagian yang sama besar, sesuai dengan masa
manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
Metode penyusutan yang diakui secara fiskal adalah garis lurus dan saldo menurun.
Ketentuan perpajakan membagi harta berwujud ke dalam 2 kelompok besar: bangunan dan
bukan bangunan. Secara akuntansi komersil, pemilihan metode penyusutan dan masa manfaat
diserahkan kepada manajemen, sedangkan secara fiskal penentuan metode dan masa manfaat
sudah fix diatur berdasarkan tabel di atas.
Jika Wajib Pajak memilih metode penyusutan yang berbeda dengan metode fiskal (sesuai
tabel di atas), maka akan timbul koreksi fiskal biaya penyusutan. Contoh:
Contoh: PT BERKAH BAJA membeli meja-kursi pada tanggal 2 Januari 2017 seharga Rp
20.000.000,-. Perusahaan menaksir masa manfaat selama 5 tahun (garis lurus).
Berdasarkan informasi tersebut, penghitungan beban penyusutan berdasarkan
akuntansi komersil dan fiskal adalah di tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Secara umum sifat koreksi fiskal beban penyusutan hanya bersifat sementara/temporer,
yaitu beda metode dan masa manfaat (beda waktu). Jika contoh PT BERKAH BAJA di atas
diteruskan penghitungannya sampai akhir masa manfaat, akan didapat hasil
penghitungan di bawah ini:
Beban TAHUN
Total
penyusutan 2017 2018 2019 2020 2021
Kita lihat, pada akhir tahun 2021 jumlah total koreksi fiskal adalah sebesar Rp 0. Oleh
karena itu koreksi fiskal beban penyusutan secara umum disebut koreksi fiskal temporer/
sementara. Artinya secara akuntansi komersil maupun secara fiskal tidak ada koreksi. Koreksi
hanya dikarenakan perbedaan waktu/masa manfaat.
Namun, secara khusus ada kondisi dimana beban penyusutan dikoreksi fiskal secara
permanen. Contohnya adalah beban penyusutan gedung milik perusahaan yang disewakan
kepada pihak lain. Mengapa demikian?
Penghasilan sewa bangunan dikenakan PPh final, oleh karena itu biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final juga akan dikoreksi fiskal secara
permanen. Hal ini juga berlaku jika biaya tersebut untuk mendukung perolehan penghasilan
yang secara fiskal bukan merupakan objek pajak (BOP).
a) bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
Maka, penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada
bulan Maret 2020
Ada perlakuan khusus atas pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan yang dipakai
oleh pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya:
(1) atas biaya perolehan/pembelian atau perbaikan besar telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan pegawai tertentu, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar
50%, melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I.
(2) atas biaya perolehan/pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis yang
dimiliki dan digunakan pegawai tertentu, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sebesar 50%, melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
70
(3) Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler
sebagaimana dimaksud pada nomor 1, dan atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin
kendaraan (termasuk biaya bahan bakar) sebagaimana dimaksud pada nomor 2 dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima
atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
Contoh: PT A menjual mesin kepada PT B seharga Rp 30.000.000. Nilai sisa buku mesin sebesar
Rp 25.000.000,00 sehingga terdapat keuntungan penjualan mesin sebesar
Rp5.000.000,00. Pelaporan di SPT Tahunan PPh Badan PT A sbb:
- Penghasilan sebesar Rp30.000.000 dan Kerugian (beban) sebesar Rp25.000.000
11. Amortisasi
Sama halnya beban penyusutan, Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta
tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun yang dipergunakan untuk 3M penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang
sama besar (metode garis lurus) atau metode saldo menurun, dengan syarat dilakukan secara
taat asas. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 11A UU PPh.
Ketentuan amortisasi secara fiskal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Selain metode garis lurus dan saldo menurun, amortisasi secara fiskal juga menggunakan
metode satuan produksi untuk perolehan hak dan pengeluaran lain di bidang penambangan
minyak dan gas bumi yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
71
Update!
Terdapat penambahan satu ayat (2a) pada Pasal 11A UU HPP yang mengatur bahwa
apabila harta tak berwujud kelompok 4 (empat) mempunyai masa manfaat melebihi 20
(dua puluh) tahun, amortisasinya dapat dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang
sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
(1) Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi khusus yang dimiliki dan dipergunakan untuk 3M penghasilan yang
dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan,
pembebanannya dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud (Kelompok-1).
(2) Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi umum yang dimiliki dan digunakan untuk 3M penghasilan yang dikenakan
pajak berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan, pembebanannya
dilakukan sekaligus dalam bulan pengeluaran.
(3) Dalam hal program aplikasi umum tersebut pada poin (1) dan (2) diperoleh sebagai bagian
dari harga pembelian perangkat keras komputer, maka pembebanannya sudah termasuk
dalam penyusutan perangkat keras komputer tersebut (Kelompok-1).
Ketentuan ini diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-46/PJ.4/1995
(1) Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka
bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat
dibebankan sebagai biaya.
(2) Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan
dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman
72
yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya.
Contoh: ᴏ PT BERKAH BAJA mempunyai utang sebesar Rp 650.000.000 yang baru didapatkan
awal Januari 2019. Tahun 2019 perusahaan belum mencicil pokok utang, hanya
melakukan pembayaran bunga saja sebesar Rp 78.000.000 (12% atas pokok utang).
o Di sisi lain, perusahaan juga mempunyai penghasilan bunga deposito sebesar Rp
75.000.000. Pokok deposito Rp 500.000.000 yang ditanam sejak akhir Desember
2018 (tingkat bunga 15% pertahun, tenor 2 tahun).
Berdasarkan informasi di atas, penghitungan biaya bunga pinjaman yang dapat
dibebankan secara fiskal di SPT Tahunan adalah sebagai berikut:
Jika pinjaman digunakan untuk membeli saham, maka Bunga pinjaman tidak
diperkenankan sebagai biaya tahun berjalan (dibebankan sekaligus). Bunga pinjaman
tersebut dikapitalisasi pada harga perolehan saham.
Jika pinjaman digunakan pemilik saham atau groupnya, maka Bunga pinjaman juga tidak
diperkenankan sebagai biaya tahun berjalan.
Pinjaman Pada Masa Konstruksi:
a) Jika pinjaman untuk membiayai pembangunan pabrik/bangunan lainnya dan
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, maka biaya bunga pinjaman
dikapitalisasi dalam harga perolehan pabrik/bangunan dan pembebanannya
melalui penyusutan.
b) Jika pinjaman untuk membeli tanah yang bukan merupakan persediaan barang
dagangan, biaya bunga pinjaman dikapitalisasi dengan harga perolehan tanah dan
tidak dapat disusutkan.
73
keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat (Pasal 18 ayat (4) UU PPh). Yang
dimaksud dengan orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik sedarah dalam garis
keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat yaitu :
Hubungan sedarah
Ayah, ibu, dan anak (garis keturunan lurus satu derajat), saudara kandung atau
saudara tiri (garis keturunan ke samping satu derajat).
Keluarga semenda
Mertua dan anak tiri (garis keturunan lurus satu derajat), ipar (garis keturunan ke
samping satu derajat).
Pilihan Ganda
1. Jenis biaya-biaya di bawah ini secara umum dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
menghitung penghasilan kena pajak, kecuali …..
a. Biaya gaji dan tunjangan pegawai
b. Biaya premi asuransi perusahaan
c. Biaya promosi produk
d. Biaya rekreasi karyawan
2. Berikut di bawah ini adalah pernyataan benar tentang rekonsiliasi fiskal, kecuali ……
a. Koreksi fiskal positif terjadi jika pendapatan secara fiskal lebih besar daripada
pendapatan akuntansi komersil
b. Atas penghasilan sewa bangunan akan dilakukan koreksi fiskal negatif
c. Koreksi fiskal atas Beban penyusutan adalah salah satu contoh jenis koreksi fiskal
sementara
d. Wajib Pajak Badan wajib melampirkan rincian rekonsiliasi fiskal dalam sebuah kertas
kerja secara khusus di SPT Tahunan PPh Badan
3. Pada tahun 2021, secara fiskal perlakuan atas biaya natura pegawai adalah sebagai berikut,
kecuali ……
a. Biaya seragam satpam dapat dibebankan semua
b. Biaya pemeliharaan bis jemputan pegawai dapat dibebankan 50%
c. Biaya baju pegawai dalam rangka HUT perusahaan tidak dapat dibebankan semua
d. Biaya pulsa yang diberikan kepada pegawai tertentu dapat dibebankan 50%
4. PT A membeli bahan baku dari PT B seharga Rp 80.000.000. PT A memiliki hubungan istimewa
dengan PT B. Bahan baku tersebut jika dibeli dari pihak lain adalah sebesar Rp 65.000.000.
Perlakuan perpajakan atas pembelian bahan baku tersebut …….
a. Biaya pembelian bahan baku PT A dikoreksi fiskal negatif sebesar Rp 15.000.000
b. Biaya pembelian bahan baku PT A dikoreksi fiskal positif sebesar Rp 15.000.000
c. Penjualan PT B dikoreksi fiskal positif sebesar Rp 15.000.000
d. Tidak ada koreksi fiskal pada PT A maupun PT B
5. Secara umum di bawah ini adalah Biaya sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto, kecuali ……
a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
b. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
c. Sumbangan dalam rangka program sosial nasional
d. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
76
6. Jenis Biaya Pegawai di bawah ini tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali ……
a. Biaya gaji anggota persekutuan, firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas saham
b. Biaya pengobatan pegawai berupa penyediaan fasilitas kesehatan/dokter di
lingkungan kerja
c. Biaya baju olahraga yang dibagikan kepada semua pegawai
d. Biaya penggantian pengobatan pegawai ke dokter
7. Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut,
kecuali:
a. Biaya pameran produk dan biaya sponsorship yang berkaitan dengan produk
b. Biaya promosi dalam bentuk pemberian sampel dan telah dibebankan dalam
penghitungan harga pokok penjualan
c. Biaya promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenakan PPh non final
d. Biaya promosi berupa iklan di media sosial
8. Berikut adalah pernyataan yang benar terkait ketentuan pembebanan biaya software/
aplikasi:
a. Semua jenis aplikasi/software dibebankan melalui Biaya amortisasi
b. Ketika perusahaan membeli komputer dimana di dalamnya sudah terinstall software/
aplikasi umum, maka dipisahkan antara biaya penyusutan komputer dan biaya
amortisasi atas software tersebut
c. Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade program aplikasi khusus yang
berhubungan dengan 3M penghasilan yang merupakan objek pajak, pembebanannya
dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud kelompok 2
d. Jika terdapat pembelian software umum untuk mengganti software sebelumnya yang
expired, maka dibebankan sekaligus pada tahun biaya tersebut dikeluarkan
9. Apabila perusahaan membeli truk pada tanggal 28 Desember 2020, maka penyusutan secara
fiskal
a. Dimulai pada bulan Desember 2020
b. Dimulai pada bulan Januari 2021
c. Dimulai pada bulan Januari 2020
d. Menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di SAK
10. Perusahaan mengimpor mesin dari China dan tiba di pelabuhan pada tanggal 13 Mei 2020.
Mesin tersebut kemudian selesai dirakit dan siap dipergunakan pada tanggal 1 Juni 2020.
Kapan dimulainya penyusutan secara fiskal?
a. 13 Mei 2020
b. 1 Juni 2020
77
c. Pada saat mesin tersebut tiba di gudang perusahaan dan siap untuk dirakit
d. Setelah adanya transaksi dan pengakuan kepemilikan atas mesin tersebut
Soal Esai
Jelaskan dengan singkat, apakah jenis biaya di bawah ini dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto sesuai ketentuan perpajakan untuk menghitung penghasilan kena pajak!
a. Biaya penyusutan telepon seluler yang digunakan manajer produksi
b. Biaya pengobatan bagi karyawan yang diberikan dalam bentuk tunjangan
pengobatan
c. Biaya pengembangan aplikasi khusus perusahaan bagian pemasaran
d. Biaya pembelian bahan bakar kendaraan minibus yang digunakan untuk antar jemput
pegawai
e. Biaya pembelian seragam anti api bagi karyawan bagian produksi
f. Biaya beasiswa bagi karyawan
g. Biaya promosi berupa jamuan makan untuk rekan bisnis
h. Biaya premi asuransi gedung milik perusahaan jasa konstruksi
i. Biaya PPh final
j. Biaya rekreasi pegawai
k. Biaya pajak daerah
l. Biaya penggantian obat pegawai
m. Biaya bahan bakar minibus jemputan pegawai
n. Biaya servis kendaraan/mobil yang dibawa pulang Manajer Pemasaran
o. Biaya sumbangan bencana nasional
p. Biaya penghargaan pegawai terbaik
q. Biaya penyusutan gedung dan bangunan yang disewakan kepada pihak lain
r. Biaya penyusutan tanah bagi WP yang memiliki usaha pembuatan genteng berbahan
tanah liat
s. Biaya amortisasi Hak Guna Bangunan pendaftaran pertama kali
t. Biaya penyisihan piutang tak tertagih bagi WP usaha jasa perbankan
Soal Kasus
1. Daftar aktiva tetap PT MAMAE adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Untuk keperluan pencatatan akuntansi komersil, perusahaan menggunakan metode
penyusutan double declining untuk jenis aset mesin pemotong dan mesin produksi, aset
lainnya menggunakan metode garis lurus. Perusahaan menggunakan metode penyusutan
garis lurus untuk pelaporan pajak.
Pada tanggal 30 Nopember 2019 perusahaan menjual 1 unit mesin pemotong kepada PT
PAPAE Rp 225.000.000.
Karena salah satu mobil pernah kecelakaan, pada tanggal 30 Juni 2019 perusahaan
menukar 1 mobil dengan kendaraan sejenis seharga Rp 202.000.000 di showroom mobil
bekas CV. EMBAHE. Mobil perusahaan dihargai Rp 172.000.000 dan sisa Rp 30.000.000
dibayar kas oleh perusahaan. Masa manfaat mobil dari showroom tersebut ditentukan 6
tahun dan disusutkan perusahaan menggunakan metode garis lurus.
Instruksi:
a. Hitung beban penyusutan masing2 aset PT MAMAE tahun 2019 secara akuntansi komersil dan secara
fiskal, kemudian hitung berapa koreksi fiskal Beban penyusutan!
b. Hitung keuntungan/kerugian penjualan atau penukaran aset PT MAMAE tahun 2019 secara akuntansi
komersil dan secara fiskal, kemudian hitung berapa koreksi fiskal atas keuntungan/kerugian
penjualan/penukaran aset tersebut!
e. Sebesar Rp 1.265.450.350 adalah Biaya umum dan administrasi berupa ATK, biaya air,
listrik, telpon dan internet dan keseluruhan biaya lain-lain yang digunakan bersama-sama
untuk menjalankan kegiatan usaha perusahaan.
f. Biaya penyusutan telah dihitung sesuai ketentuan pajak/sesuai fiskal:
- 1 Bangunan kantor Rp 32.343.176
- 2 bangunan yang disewakan Rp 97.029.500
- 5 unit mobil double cabin dan 3 unit dump truck Rp 240.203.400
- 5 unit excavator dan 2 unit traktor Rp 204.059.670
g. PPh pemotongan/pemungutan telah dilaksanakan sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku. Lawan transaksi telah memotong PPh sebesar 10% untuk penghasilan sewa lahan/
bangunan, dan 2% untuk penghasilan sewa selain lahan/bangunan. P ada tahun 2019 tidak
ada angsuran PPh Pasal 25 karena posisi keuangan perusahaan (SPT Tahunan PPh Badan
tahun 2018) menunjukkan rugi neto (fiskal) Rp 345.095.600.
h. Asumsikan penghasilan dan biaya-biaya yang terjadi hanya sesuai informasi yang ada
tersebut di atas (untuk keperluan menghitung laba/rugi komersil).
Tugas:
a. Hitung koreksi fiskal tahun pajak 2019 PT Baraba!
80
B. Kompensasi Kerugian
Kompensasi kerugian secara fiskal diatur khusus di Pasal 6 ayat (2) UU PPh: “Apabila
penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
berikutnya berturut‐turut sampai dengan 5 (lima) tahun”.
Jika pengeluaran‐pengeluaran yang diperkenankan berdasarkan ketentuan pada Pasal 6
ayat (1) setelah dikurangkan dari penghasilan bruto didapat kerugian, kerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiscal selama 5 (lima) tahun berturut‐
turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh :
PT BERKAH BAJA dalam tahun 2009 dan 2011 menderita kerugian fiskal sebesar Rp
1.200.000.000,00 dan Rp 300.000.000,00. Informasi laba/rugi PT BERKAH BAJA di tahun-
tahun berikutnya adalah sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00 2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00) 2015 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2012 : laba fiskal Rp N I H I L 2016 : laba fiskal Rp 50.000.000,00
2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
81
Kerugian yang terjadi di tahun 2009 dan 2011 dikompensasikan ke tahun—tahun berikutnya
sesuai penghitungan tabel di bawah ini:
Penghasilan Neto (dlm. jutaan) Kompensasi kerugian (dlm. jutaan)
No.
Tahun L/R Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 2009 rugi fiskal Rp 1,200 Rp 200 Rp 100 Rp 800
2 2010 laba fiskal Rp 200
3 2011 rugi fiskal -Rp 300 Rp 100 Rp 50
4 2012 laba fiskal NIHIL
5 2013 laba fiskal Rp 100
6 2014 laba fiskal Rp 800
7 2015 laba fiskal Rp 100
8 2016 laba fiskal Rp 50
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada
akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan
rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima
tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Sesuai contoh di atas, posisi penyajian kompensasi kerugian sebagai pengurang penghasilan
neto fiskal untuk memperoleh penghasilan kena pajak, digambarkan dalam Formulir Induk
1771 - SPT Tahunan PPh Badan (tahun pajak 2016) di bawah ini:
NPWP KONSULTAN PAJAK :
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3) RUPIAH *)
(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN NETO FISKAL
A. PENGHASILAN
1
(Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 8 Kolom 3) ………………………………………………………………….
100,000,000
KENA PAJAK
3
3. PENGHASILAN KENA PAJAK (1-2) ……...…..…………………………………….…………………..…………
4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT)
B. PPh TERUTANG
6
6. JUMLAH PPh TERUTANG (4 + 5) …..………………………………….…………………..…………
Dasar pengenaan pajak PPh diatur di pasal 16, bahwa Penghasilan Kena Pajak merupakan
dasar penghitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang. Untuk Wajib
Pajak Badan, penghasilan kena pajak diperoleh dari penghitungan Penghasilan neto fiskal
dikurangi dengan kompensasi kerugian. Sedangkan untuk WP Orang Pribadi (yg pembukuan)
ada tambahan pengurang PTKP selain kompensasi kerugian.
Selanjutnya sesuai rumus, PPh terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikali tarif
pajak. Undang-undang PPh mengatur tarif tunggal untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan
BUT di Pasal 17 ayat (1) huruf b yaitu sebesar 28% berlaku di tahun 2009. Untuk tahun 2010
seterusnya turun menjadi 25%. Tarif PPh Badan sebesar 25% berlaku sampai dengan tahun
2019.
Sesuai Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 (sudah ditetapkan DPR menjadi Undang-
Undang melalui UU Nomor 2 Tahun 2020), pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan
Badan menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021. Sesuai UU tersebut tarif PPh Badan
menjadi 20% mulai tahun pajak 2022. Tabel di bawah ini menampilkan perubahan tarif PPh
Badan dari tahun ke tahun.
Update!
Pemerintah batal menurunkan tarif PPh Badan menjadi 20% pada tahun 2022. Sesuai
Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2021, tarif PPh Badan ditetapkan
sebesar 22% mulai tahun pajak 2022 dan seterusnya.
Contoh 2:
Peredaran bruto PT KEPUY dalam tahun pajak 2021 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
(1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
(Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 = Rp 480.000.000
(2) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas : Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 22%) x Rp 480.000.000,00 = Rp 52.800.000,00
- 22% x Rp 2.520.000.000,00 = Rp 554.400.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 607.200.000,00
84
Contoh 2 dituangkan ke dalam Formulir Induk 1771 SPT Tahunan PPh Badan sebagai berikut:
NPWP KONSULTAN PAJAK :
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3) RUPIAH *)
(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN NETO FISKAL
A. PENGHASILAN
1
(Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 8 Kolom 3) ………………………………………………………………….
3,000,000,000
KENA PAJAK
4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT)
B. PPh TERUTANG
D. Pelunasan Pajak
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan menurut
kemampuan untuk membayar (ability to pay). Indikator kemampuan untuk membayar tersebut
dapat dilihat dari adanya penghasilan/diterimanya penghasilan dan adanya pengeluaran.
Menurut azas “convenience of payment” Adam Smith, pemungutan pajak hendaknya
dilakukan pada saat seseorang “merasa nyaman” untuk dikenakan pajak, yaitu pada titik dimana
dia menerima penghasilan. Selain itu hendaknya pajak itu dipotong atau dibayar secara
berangsur-angsur selama periode perpajakan sehingga tidak terasa bagi wajib pajak bahwa
pajaknya telah lunas.
Berdasarkan azas tersebut di atas, untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam
pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, Pemerintah mengatur 2 mekanisme
pelunasan pajak penghasilan, yaitu pelunasan dalam tahun berjalan dan pelunasan setelah
tahun pajak berakhir.
Pelunasan dalam tahun berjalan diatur dalam Pasal 20 UU PPh sebagai berikut:
(1) Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib
Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh
pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri.
(2) Pelunasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk setiap bulan atau
masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(3) Pelunasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan angsuran pajak yang
boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
85
Yang dimaksud dengan pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain adalah:
a. pemotongan pajak oleh pihak lain dalam hal diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak dari
pekerjaan, jasa atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 (khusus bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi),
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
dan
c. pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23.
Mekanisme pelunasan pajak oleh pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain menjadi kredit
pajak bagi wajib pajak yang bersangkutan selama jenis PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak
lain tidak bersifat final.
Sedangkan yang dimaksud dengan pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri adalah
mekanisme angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 (dibahas pada sub bab selanjutnya.
Untuk memudahkkan pemahaman pelunasan dalam tahun berjalan, berikut disajikan bagan
ilustrasi penghitungan PPh terutang di bawah ini:
Penghasilan Neto PT BONTOT tahun 2021 Rp 35,000,000,000
-/- Kompensasi rugi 0
Penghasilan kena pajak Rp 35,000,000,000
PPh terutang
25% X Rp 35,000,000,000 = Rp 7,700,000,000
Kredit Pajak
Pajak yg telah dipotong/dipungut oleh pihak lain:
- PPh Pasal 22 (Rp 4,200,000,000)
- PPh Pasal 23 (Rp 2,400,000,000)
Pelunasan pajak
PPh yang harus dibayar sendiri Rp 1,100,000,000 dlm. tahun
berjalan
- Pajak yg telah dibayar sendiri (PPh Pasal 25) ( Rp 950,000,000)
Pelunasan setelah tahun
PPh yang masih harus dibayar (PPh Pasal 29) Rp 150,000,000 pajak berakhir
Catatan:
PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 150.000.000 dilunasi sebelum SPT Tahunan
PPh disampaikan.
Sesuai Pasal 28A, Jika kredit pajak lebih besar daripada PPh terutang maka akan terjadi
PPh lebih bayar. Dalam kondisi tersebut, wajib pajak berhak atas pengembalian
kelebihan pembayaran pajak penghasilan (restitusi). Kelebihan tersebut akan
dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak beserta
sanksi-sanksi yang menyertai. Setiap proses restitusi akan melalui proses pemeriksaan
oleh fiskus.
87
Tampilan dalam Formulir Induk SPT Tahunan PPh Badan adalah sebagai berikut:
NPWP KONSULTAN PAJAK :
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus t anpa nilai desimal (cont oh penulisan lihat buku pet unjuk hal. 3) RUPIAH *)
(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN NETO FISKAL
A. PENGHASILAN
1
(Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 8 Kolom 3) …………………………………………………………………. 35,000,000,000
KENA PAJAK
4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT)
B. PPh TERUTANG
7
7. PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri) ……..………………..………………..………
8c
c. JUMLAH ( 8a + 8b ) ……...……………..….…………………………………………………………………………..………
10c
c. JUMLAH (10a + 10b) …….……………………...………………
D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR
12. PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 11.a DISETOR TANGGAL ………
13. PPh YANG LEBIH DIBAYAR PADA ANGKA 11.b MOHON : TGL BLN THN
F.1.1.32.14
E. Kredit Pajak
1. PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain
Bagi wajib pajak badan, jenis PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain yang dapat
menjadi kredit pajak adalah PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.
a) PPh Pasal 22
Objek pemungutan PPh Pasal 22 dibagi menjadi 3 kategori besar, yaitu:
Pembayaran atas penyerahan barang oleh bendahara pemerintah.
Kegiatan usaha di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Detail objek pemungutan PPh Pasal 22 diatur dengan PMK No.34/PMK.010/2017 stdd PMK
No.110/PMK.010/2018.
88
Pemungutan pajak PPh Pasal 22 ini dilakukan oleh pemungut pajak tertentu dan atas
pembayaran tertentu:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:
1) impor barang; dan
2) ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang
dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam
perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya.
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang;
c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS);
e. badan usaha tertentu meliputi:
1) Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan;
2) badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari restrukturisasi
yang dilakukan oleh Pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui
pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya; dan
3) badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara,
meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT
Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT
Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa,
PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton
Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural
Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia
Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya;
89
f. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h. produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa
hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui
proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
j. badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan; atau
k. badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri. Selain itu, ada
Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh Pasal 22 dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan
tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria
tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya
maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan
kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah sebagagimana diatur
dalam PMK 92/PMK.03/2019. Barang yang tergolong sangat mewah adalah:
(1) pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
(2) kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
(3) rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2
(empat ratus meter persegi);
(4) apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih
dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
(5) kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus, dan
sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau
dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc; dan/atau
(6) kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari
250cc.
90
b) PPh Pasal 23
Pemotongan pajak PPh Pasal 23 meliputi PPh yang telah dipotong dalam tahun pajak yang
bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti,
hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan,
dan jasa lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, kecuali pemotongan PPh yang bersifat
final.
Tarif yang dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan yaitu sebesar:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2) bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
3) royalti; dan
4) hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 oleh penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan;
b. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Jenis jasa lain tersebut terdiri dari:
(1) Jasa penilai (appraisal);
(2) Jasa aktuaris;
(3) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
(4) Jasa hukum;
91
(27) Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
(28) Jasa maklon;
(29) Jasa penyelidikan dan keamanan;
(30) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
(31) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
(32) Jasa pembasmian hama;
(33) Jasa kebersihan atau cleaning service;
(34) Jasa sedot septic tank;
(35) Jasa pemeliharaan kolam;
(36) Jasa katering atau tata boga;
(37) Jasa freight forwarding;
(38) Jasa logistik;
(39) Jasa pengurusan dokumen;
(40) Jasa pengepakan;
(41) Jasa loading dan unloading;
(42) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
(43) Jasa pengelolaan parkir;
(44) Jasa penyondiran tanah;
(45) Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
(46) Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
(47) Jasa pemeliharaan tanaman;
(48) Jasa pemanenan;
(49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau
perhutanan;
(50) Jasa dekorasi;
(51) Jasa pencetakan/penerbitan;
(52) Jasa penerjemahan;
(53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 UndangUndang
Pajak Penghasilan;
(54) Jasa pelayanan kepelabuhanan;
(55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
(56) Jasa pengelolaan penitipan anak;
(57) Jasa pelatihan dan/atau kursus;
(58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
93
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif tersebut. Tentu saja untuk Wajib Pajak Badan tidak dikenakan pengenaan tarif
lebih tinggi tersebut karena setiap pendirian Wajib Pajak Badan ada dipersyaratkan harus
memiliki NPWP.
Pemotongan pajak sebagaimana diuraikan sebelumnya tidak dilakukan atas:
a) penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b) sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan
hak opsi;
c) dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
d) dihapus;
e) bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
f) sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
g) dihapus; dan
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang PPh.
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan
ditentukan sebagai berikut:
a) penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham
dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
b) penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau
sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c) penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah
negara tempat harta tersebut terletak;
d) penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada;
e) penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f) penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut
serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah
negara tempat lokasi penambangan berada;
g) keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada;
h) keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap
adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Contoh: PT AHR di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Zorro Incorporation
di Negara XYZ. Keuntungan Zorro Inc. pada tahun 2019 sebesar US$ 100,000.00.
Misal, pajak Penghasilan yang berlaku di negara XYZ adalah 48% dan Pajak Dividen
adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Zorro Incorporation US$ 100,000.00
Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc.: (48%) US$ 48,000.00 (‐)
US$ 52,000.00
Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (‐)
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00
95
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang
terutang atas PT AHR adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$
19,760.00.
Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Zorro Inc. sebesar US$ 48,000.00 tidak
dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT AHR, karena pajak
sebesar US$48,000.00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT AHR dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas
keuntungan Zorro Inc. di negara XYZ.
Penentuan PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan ditentukan berdasarkan jumlah yang paling
sedikit di antara:
Contoh:
PT KUKUA bergerak di bidang otomotif. Berikut di bawah ini adalah beberapa informasi
terkait penghitungan PPh di tahun pajak 2019:
- Penghasilan dari usaha di negara Y Rp 10.000.000.000 (dikenakan PPh di luar
negara X dengan tarif 30% atau Rp3.000.000.000).
- Tidak ada P3B antara Indonesia dengan negara Y yang telah berlaku efektif
Maka penghitungan kredit pajak PPh Pasal 24 adalah sebagai berikut:
96
(4) Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak
yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak
tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan
pajak.
Untuk memudahkan pemahaman, di bawah ini contoh penghitungan PPh Pasal 25:
Dari informasi penghitungan PPh tahun pajak 2018 di atas, maka besarnya angsuran per bulan PPh
Pasal 25 untuk tahun 2019 adalah sebesar:
= Rp 33,000,000 = Rp 2,750,000
12
Apabila PPh sebagaimana dimaksud dalam contoh di atas berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 6 (enam) bulan dalam
tahun 2018, besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun
2019 adalah sebesar Rp 5.500.000 (Rp 33.000.000 dibagi 6).
Penghitungan angsuran bulanan di atas dapat berubah jika fiskus menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) dalam tahun berjalan (sesuai dengan Pasal 25 ayat (4) di atas).
Contoh: Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak adalah sebesar Rp 2.750.000 berdasarkan SPT
Tahunan PPh Badan yang disampaikan pada bulan Pebruari 2019. Fiskus kemudian
melakukan pemeriksaan dan pada bulan Juni 2019 menerbitkan SKP tahun pajak
2018 yang menghasilkan besarnya angsuran PPh Pasal 25 per bulan sebesar Rp
3.500.000.
Berdasarkan informasi di atas, mulai bulan Juli 2019 besarnya angsuran PPh Pasal
25 adalah sebesar Rp 3.500.000.
98
Selanjutnya di Pasal 25 ayat (6) diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan
penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai
berikut:
a. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah
lewat batas waktu yang ditentukan;
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan;
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan; dan
f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh wajib pajak sendiri dalam tahun
berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir
tahun. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal tertentu DJP diberikan
wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan apabila terdapat kompensasi kerugian; wajib
pajak menerima atau memperoleh penghasilan tidak eratur; atau terjadi perubahan keadaan
usaha atau kegiatan wajib pajak.
99
Soal Latihan IV
1) CV SENTIYONG adalah produsen batu bata dan kerajinan olahan tanah liat. CV SENTIYONG
didirikan dan mempunyai NPWP tanggal 9 Maret 2019. Selama tahun 2018 mendapat
penghasilan sebagai berikut:
Peredaran Peredaran
Bulan Bulan
usaha Usaha
Januari
Juli 476,947,050
Mei
450,937,600 Nopember 356,720,305
Pada tahun 2020 peredaran usaha CV SENTIYONG mengalami kenaikan dan mencapai
Rp5.324.059.540.
Instruksi:
2) PT JUBILE mempunyai informasi Laba - Rugi Fiskal selama 7 tahun berturut-turut sebagai
berikut:
2014 Rugi Rp. (600.000.000) 2018 Rugi Rp. 0
2015 Laba Rp. 200.000.000 2019 Laba Rp. 700.000.000
2016 Rugi Rp. (200.000.000) 2020 Laba Rp. 400.000.000
2017 Laba Rp. 0
Keterangan tambahan:
- Pada tahun 2017 dan 2018 PT. Glamor menggunakan fasilitas PP 46/2013 dan PP
23/2018
- Pada tahun 2017 mendapat laba (komersil) sebesar Rp 100.000.000
100
b. Hitung PPh terutang di tahun 2019 dan 2020 dengan asumsi peredaran bruto sebesar
Rp9.637.938.250 (tahun 2019) dan Rp 4.628.389.450!
Keterangan tambahan
1. Dari total penjualan, sebesar Rp 21.094.050.000 adalah penjualan ke pemerintah. Pemerintah telah memungut
PPh Pasal 22 sebesar 1,5%.
2. Inventory dicatat menggunakan metode FIFO dan LCNRV:
FIFO NRV
Persediaan awal 4,938,765,050 5,095,035,500
Persediaan akhir 4,769,465,030 4,665,513,509
3. Biaya Kupon/voucher pegawai: Pegawai diberikan kupon yang bisa digunakan untuk belanja di beberapa pusat
perbelanjaan.
4. Biaya penghapusan piutang: Piutang yang dihapus telah diserahkan/dilaporkan ke DJP dan telah dipublikasikan
secara khusus di media asosiasi perusahaan, kecuali sebesar Rp 239.097.400 belum dipublikasikan secara
umum maupun secara khusus.
5. Biaya antar jemput pegawai: Perusahaan menyediakan fasilitas bus antar-jemput bagi pegawai yang berdomisili
di Jabodebek. Terdiri dari biaya Supir Rp 98.000.000, biaya pemeliharaan Rp 43.000.000 dan biaya bensin Rp
120.000.000.
6. Biaya Sedan Lexus Direksi terdiri dari biaya ongkos supir Rp 102.450.000, biaya pemeliharaan Rp 56.900.000
dan biaya bensin Rp 119.865.000.
7. Biaya perpanjangan hak guna bangunan: Pada tanggal 2 Januari 2019 Perusahaan memperpanjang Hak Guna
Bangunan kawasan pabrik untuk 20 tahun mendatang, karena masa HGB sebelumnya telah habis. Masa
manfaat (fiskal) selama 20 tahun.
8. Terkait Biaya Penyusutan, perusahaan menggunakan penghitungan dan metode sesuai dengan peraturan pajak
(fiskal), dengan rincian jumlah sbb:
10. (Penghasilan) Bunga deposito dibayarkan di akhir tahun (11% p.a). Pokok deposito bernilai tetap
sepanjang tahun.
11. Biaya renovasi adalah untuk renovasi villa di Bogor yang disewakan
12. Bunga pinjaman dibayarkan di akhir tahun (13% p.a). Pokok pinjaman bernilai tetap sepanjang tahun.
13. Total PPh Pasal 25 pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 1.104.678.500 (termasuk STP PPh Pasal 25: Pokok
Rp 50.000.000 + sanksi administrasi Rp 1.000.000).
14. Pihak ketiga (lawan transaksi) telah memotong/memungut PPh Potput sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku.
15. Berikut adalah informasi Laba atau Rugi perusahaan (sesuai fiskal) pada tahun-tahun/periode
sebelumnya:
TUGAS:
a. Hitung koreksi fiskal PT SANGIHE tahun pajak 2020!
b. Hitung PPh KB/LB/Nihil PT SANGIHE tahun pajak 2020!
c. Hitung PPh Pasal 25 tahun 2021
103
Ekualisasi adalah suatu proses untuk mengecek kesesuaian antara satu jenis pajak dengan
jenis pajak lainnya yang memiliki hubungan. Hubungan yang dimaksud adalah bagian laporan
dari suatu jenis pajak yang merupakan bagian dari jenis pajak yang lainnya. Ekualisasi adalah
salah satu proses penting dalam rekonsiliasi fiskal SPT Tahunan PPh Badan.
Perusahaan perlu melakukan tahapan ini karena ekualisasi merupakan sarana cek dan
ricek antara SPT Masa yang telah dilaporkan dengan Laporan Keuangan dan SPT Tahunan PPh
Badan yang sedang disusun. Jika ada perbedaan nominal/jumlah maka perlu diteliti dan
diuraikan lebih lanjut penyebab perbedaan jumlah tersebut. Ekualisasi dalam modul ini dibagi
menjadi dua kategori, yaitu: (1) Ekualisasi penghasilan dan objek PPN, (2) Ekualisasi biaya dan
objek pemotongan/pemungutan.
LAMPIRAN - I
TAHUN PAJAK
FORMULIR
NPWP :
NO URAIAN RUPIAH
(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI :
1a
a. PEREDARAN USAHA …………..……………………………...…………...…………...…………...……………...…...………………………….
Ø
1b
b. HARGA POKOK PENJUALAN …………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…….
Ø
1c
c. BIAYA USAHA LAINNYA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……
Ø
1d
d. PENGHASILAN NETO DARI USAHA ( 1a - 1b - 1c ) ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…………...….
Ø
1e
e. PENGHASILAN DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...………………….
Ø
1f
f. BIAYA DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……
Ø
1g
g. PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA ( 1e - 1f )..…….………….....…………...…...………..…….....…....…………...……….
Ø
1h
h. JUMLAH ( 1d + 1g ) : .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……………….
Ø
2. PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
2
(Diisi dari Lampiran Khusus 7A Kolom 5) .…………...…………....…………...…………..
Ø
3
3. JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h + 2) …………………...…………………...…………………...………………….…………...………
Ø
104
Wajib PPn
HP : KLU : Pembetulan Ke : .. (……....……)
BM
I. PENYERAHAN BARANG DAN JASA DPP PPN
A. Terutang PPN :
1. Ekspor A. Rp -
2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 1 Rp - Rp -
3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN 2 Rp 0 Rp 0
4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 3 Rp 0 Rp 0
5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 4 Rp 0 Rp 0
Jumlah (I.A.1+I.A.2+I.A.3+I.A.4+I.A.5) Rp - Rp -
B. Tidak Terutang PPN Rp
Ekualisasi antara penghasilan dan objek PPN dimungkinkan terjadi selisih yang disebabkan
antara lain:
Contoh: Peredaran usaha PT BERKAH BAJA dalam SPT Tahunan PPh Badan 2021 sebesar Rp
55.000.000.000. Total penyerahan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN dari masa Januari s.d.
Desember sebesar Rp 50.000.000.0000. PT BERKAH BAJA belum melakukan pemusatan PPN.
Selama tahun 2021 terdapat informasi untuk keperluan ekualisasi:
Kertas kerja ekualisasi penghasilan dan objek PPN yang dibuat PT BERKAH BAJA adalah sebagai
berikut:
LAMPIRAN - II
FORMULIR
HARGA POKOK PENJUALAN BIAYA USAHA LAINNYA BIAYA DARI LUAR USAHA JUMLAH
NO. PERINCIAN
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (3) + (4) + (5)
3. BIAYA TRANSPORTASI
5. BIAYA SEWA
JUMLAH
KODE OBJEK JUMLAH PENGHASILAN JUMLAH PAJAK
NO PENERIMA PENGHASILAN PENERIMA
PAJAK BRUTO (Rp) DIPOTONG (Rp)
PENGHASILAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. PEGAWAI TETAP 21-100-01
4. BUKAN PEGAWAI
PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 YANG KURANG (LEBIH) DISETOR JUMLAH (Rp)
Beberapa hal penyebab terjadinya selisih dalam ekualisasi PPh Pasal 21, yaitu:
1) Biaya bukan objek PPh Pasal 21 seperti JHT, natura/kenikmatan (s.d. tahun pajak 2021)
2) Perbedaan tahun biaya dan pemotongan
3) Keterlambatan pemotongan (berbeda tahun pembebanan/pembayaran dan
pemotongan)
4) Selisih kurs pencatatan pada pembukuan dan pemotongan PPh Pasal 21
Contoh: Biaya gaji, tunjangan, dan lain-lain PT BERKAH BAJA dalam SPT Tahunan PPh Badan
2021 sebesar Rp 7.500.000.000. Total penghasilan bruto gaji, tunjangan, dan lain-lain pegawai
yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 dari masa Januari s.d. Desember sebesar Rp
5.600.000.0000. Beberapa informasi berikut digunakan untuk ekualisasi PPh Pasal 21:
Kertas kerja ekualisasi PPh Pasal 21 yang dibuat PT BERKAH BAJA adalah sebagai berikut:
Biaya gaji, tunjangan dan lain-lain cfm.SPT Tahunan PPh Badan Rp 7,500,000,000
Jumlah penghasilan bruto cfm.SPT PPh Pasal 21
Januari - Desember Rp 5,600,000,000
Total Penghasilan Bruto Rp 5,600,000,000
Selisih Rp 1,900,000,000
Uraian selisih:
Biaya natura pegawai Rp 850,000,000
Biaya JHT Rp 300,000,000
Selisih kurs Rp 750,000,000
TOTAL Rp 1,900,000,000
2. Ekualisasi PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15
Ekualisasi PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 didasarkan pada pengakuan jumlah
biaya pada laporan laba-rugi dan telah dilaporkan dalam formulir 1771-II dan formulir 1771-IV
SPT Tahunan PPh Badan.
HARGA POKOK PENJUALAN BIAYA USAHA LAINNYA BIAYA DARI LUAR USAHA JUMLAH
NO. PERINCIAN
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (3) + (4) + (5)
3. BIAYA TRANSPORTASI
5. BIAYA SEWA
9. BIAYA ROYALTI
LAMPIRAN - IV
TAHUN PAJAK
FORMULIR
NPWP :
Contoh kertas kerja ekualisasi PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Pasal 15
Biaya imbalan jasa, sewa, bunga & royalti; dividen cfm. SPT Tahunan PPh
Rp xxxxxxxxxx
Badan
Penghasilan bruto cfm. SPT Masa PPh Pasal 23/26, 4 ayat (2), 15
Januari – Desember Rp xxxxxxxxxx
Total Penghasilan Bruto Rp xxxxxxxxxx
Selisih Rp xxxxxxxxxx
Uraian selisih:
Pembelian material Rp xxxxxxxxxx
Pembayaran gaji pegawai outsourcing Rp xxxxxxxxxx
Bukan objek cfm. Tax treaty Rp xxxxxxxxxx
Selisih kurs Rp xxxxxxxxxx
TOTAL Rp xxxxxxxxxx
Sumber: https://www.ortax.org/
109
Contoh kertas kerja ekualisasi PPh Pasal 26 dan PPN Jasa Luar Negeri
Sumber: https://www.ortax.org/
110
KUNCI JAWABAN
Soal Latihan I
Pilihan Ganda Soal Esai
1. a 1. SPDN 7. SPDN
2. c 2. SPLN non BUT 8. Bukan Subjek Pajak
3. c 3. SPDN 9. SPLN non BUT
4. b 4. SPLN BUT
5. b 5. SPDN
6. b 6. SPDN
Soal Kasus
Status subjek pajak atas
1. Pilihan a: Cabang di Indonesia adalah suatu Bentuk Usaha Tetap, pengenaan pajaknya
dipersamakan dengan Wajib Pajak Badan di Indonesia
2. Pilihan b: PT SCALFISHBERGER UNTERNEHMEN INDONESIA adalah SPDN dan dikenakan
pajak sesuai ketentuan pengenaan pajak WP Badan di Indonesia.
3. Pilihan c: SCALFISHBERGER UNTERNEHMEN berstatus SPLN non BUT atas penghasilan
jasa yang diperoleh dari Indonesia. Pihak penerima jasa konstruksi di Bekasi memotong
PPh Pasal 26 atas penghasilan jasa konstruksi yang diterima SCALFISHBERGER
UNTERNEHMEN.
Soal Latihan II
Pilihan Ganda
1. b
2. c
3. d
4. b
5. a
6. c
7. d
Soal Isian
1. Non final 9. BOP 17. Non final
2. Final 10. Final 18. Non final
3. Non final 11. Non final 19. BOP
4. BOP 12. Final 20. Non final
5. Non final 13. Final 21. Non Final
6. BOP 14. Final 22. Final
7. Final 15. Non final 23. Final
8. Final 16. BOP 24. BOP
111
Soal Kasus
1. PT MAMAE
a. Koreksi Fiskal Beban Penyusutan Tahun 2019
112
2. PT BARABA
Akuntansi Koreksi fiskal + Koreksi fiskal - Fiskal Keterangan koreksi fiskal
Penghasilan Sewa lahan dan bangunan 1.809.895.400 1.809.895.400
Penghasilan Sewa mobil dan truk 2.234.509.670 2.234.509.670
Penghasilan Sewa alat berat 2.109.887.500 2.109.887.500
TOTAL 6.154.292.570 4.344.397.170
Biaya karyawan
- Koreksi fiskal sales lahan/bng. 172.986.000 Biaya terkait Ph final
3.987.038.600 2.795.354.106
- Koreksi biaya bersama 1.018.698.494 Biaya bersama
(Rp 3.987.038.600-523.098.876) x 29,4%
dikoreksi karena tahun
Biaya sumbangan 89.059.400 89.059.400 -
sebelumnya rugi (fiskal)
Biaya Umum & adm: ATK, biaya air-list-telp-internet 1.265.450.350 372.152.078 893.298.272 Biaya bersama
Rp 1.265.450.350 x 29,4%
Biaya Penyusutan 97.029.500 Bangunan disewakan
573.635.746 467.094.549
Bng Kantor (Rp32.343.176 x 29,4%) 9.511.697 Biaya bersama
Penghasilan lain-lain:
- Keuntungan penjualan aset 154.000.000 154.000.000
- Bunga deposito 12.409.600 12.409.600
Laba Bersih 405.518.074 1.759.437.169 12.409.600 342.650.243
Soal Latihan IV
1. Pada tahun 2019 CV SENTIYONG secara default menggunakan fasilitas PP 23 karena terdaftar sebagai WP baru
dan peredaran bruto usahanya kurang dari Rp 4,8 milyar. Pada tahun 2020 CV SENTIYONG tidak boleh
menggunakan fasilitas PP 23 karena peredaran bruto melebihi Rp 4,8 milyar. Pengenaan PPh terutang
menggunakan fasilitas Pasal 31E UU PPh.
113
CV SENTIYONG dapat dikenakan sanksi denda dan/atau bunga karena keterlambatan pelaporan SPT dan
penyetoran pajak pajak terutang.
2. PT JUBILE
a. Kompensasi Kerugian
Kompensasi kerugian
Tahun Laba/Rugi Fiskal
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
2014 -Rp 600.000.000 - Rp 200.000.000 - - - Rp 400.000.000 -
2015 Rp 200.000.000 - - - - - - -
2016 -Rp 200.000.000 - - - - - Rp 200.000.000 -
2017 Rp - - - - - - - -
2018 Rp - - - - - - - -
2019 Rp 700.000.000 - - - - - - -
2020 Rp 400.000.000 - - - - - - -
3. PT GAGAHMEN
Penghitungan PPh Pasal 25
Penghasilan neto 2018 Rp 55.000.000.000 teratur
-/- kompensasi kerugian Rp -
Penghasilan Kena Pajak (PhKP) Rp 55.000.000.000
PPh terutang
= Rp 55.000.000.000 x 25% = Rp 13.750.000.000
PPh yang dipungut/dipotong pihak lain (teratur)
- PPh Pasal 22 Rp 2.250.000.000
- PPh Pasal 23 Rp 3.300.000.000
- PPh Pasal 24 Rp 2.650.000.000
Total Rp 8.200.000.000
PPh yang harus dibayar sendiri Rp 5.550.000.000
PPh pasal 25 tahun 2019
= 1/12 x Rp 5.550.000.000 = Rp 462.500.000
115
4. PT SANGIHE
Asqolani (2020). Bahan Ajar Perpajakan II: Teori dan Praktek. Penerbit PKN STAN, Jakarta
Ritonga, Abdul Anshari (2017). Pengantar Ilmu Hukum Pajak dan Perpajakan Indonesia.
Penerbit Pustaka El Manar, Jakarta.
Utomo, Rahardjo Sugeng (2020. Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Penerbit, Jakarta.
Waluyo (2016). Akuntansi Perpajakan Edisi Ke-6. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
116