Anda di halaman 1dari 28

Tugas individu ke 1

Nama: Ririn abaitusiva


Nim: E1B022242
Kelas: 1F
Semester: 1
Prodi :ppkn
Fakultas:FKIP
Matkul: Dasar dan konsep PPKn

1. PPKn nama/konsep
- PPKn merupakan nama dari mata pelajaran tau mata kuliah yang ada dalam pendidikan. Nama
adalah sebutan dari setiap obyek, entitas, dan atau phenomena sebagai penanda dan identitas.
- PPKn bukan konsep maka seharusnya kita tidak memberikan rumusan pengertian tentang PPKn
.
2. PPKn ilmu/pengetahuan
- PPKn bukanlah ilmu yang berdiri sendiri yang memiliki obyek dan metode sendiri, tetapi hanya
mata pelajaran yang membelanjarkan materi dari berbagai disiplin ilmu yang lain.
- PPKn juga bukan pengetahuan karena sekumpulan inf
Tugas induvidu ke 2 dan 3
Nama:Ririn abaitusiv
Kelas:1F
Nim:E1B022242
Matkul:DasardankonsepPPKn

1..Perbedaannamadankonsep

Nama Konsep
1.tidak bisa di devinisikan 1.bisa di devinisikan
2.tidak memiliki pembanding 2.memiliki pembanding
3.bersifat khusus 3.bersifat umum
4.menunjukan pda satu obyek 4.menunjukan pada banyak
obyek dengan ciri yang sama

2.Persamaanantarailmudanpengetahuan

1. Ilmudanpengetahuanpadadasarnyamemilikiartiyangsamayaituanalisaterhadap
suatuhalberdasarkanmetodeilmiahhanyasajapenggunaannyatergantungdari
sifatdantujuanyanghendakdicapaidalam kegiatankeilmuantersebut.
2.Keduanyasangatsulituntukdipisahkankarenamerupakanpengetahuantentang
suatuhalataufenomena,baikygmenyangkutalam atausosial(kehidupan
masyarakat),yangdiperolehmanusiaprosesberfikir.Ituartinyabahwasetiapilmu
merupakanpengetahuantentangsesuatuyangmenjadiobjekkajiandarilmuterkait

. 3.Perbedaanantarailmudanpengetahuan

Ilmu Pengetahuan
1.memiliki obyek atau sumber 1.tidak memiliki obyek yang
yang jelas jelas
2.di peroleh melalui metode 2.tidak di kumpulkan dengan
ilmia metode ilmia
3.sahih atau informasi yang 3.tidak sahih atau
benar informasinya di ragukan
kebenaran nya
4.di susun bersarkan kaidah- 4.tidak di susun berdasarkan
kaidah ilmia. kaedah kaedah ilmia
Tugas individu ke 4

Nama: Ririn abaitusiva


Nim: E1B022242
Semeste: 1
Mata kuliah: Dasar dan konsep PPKn

EKSISTENSI DAN DINAMIKA PERKEMBANGAN PPKn 3.2. Eksistensi dan Perkembangan PPKn
Paling tidak pernah terjadi 6 (enam) kali prubahan nama dari mata pelajaran tersebut sejak
kemunculannya dalam kurikulum pendidikan nasional. Pertama, dalam kurikulum 1964 nama yang
digunakanadalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kedua, pada kurikulum 1968 dirubah menjadi
Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Ketiga, dalam kurikulum 1975 dirubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Keempat,dalam kurikulum 1994 dirubah kembali menjadi PPKn. Kelima,
dalam kurikulum 2004 dirubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Keenam, yang terakhir
dalam kurikulum 2013 dirubah menjadi PPKn.

1. PPKn dalam Kurikulum 1947 dan 1952

Kurikulum pendidikan nasional tahun 1947 dikenal dengan leer plan (rencana pelajaran). Kurikulum
terseutmerupakan kurikulum pendidikan nasional yang pertama setelah kemerdekaan Indononesia.
Kurikulum 1947 tidak langsung diberlakukan pada tahun tersebut, akan tetapi mulai berlaku sejak
tahun 1950. Sebelum kurikulum tersebut berlaku, kurikulum pendidikan yang digunakan adalah
kurikulum masa Hindia Belanda. Ada 2 (dua) hal yang dimuat dalam kurikulum 1947, yaitu; daftara
mata pelajaran & jam pengajaran dan garis-garis besar pengajaran. Dalam daftar mata pelajaran,
PPKn tidak ada di dalamnya. Pada saat itu belum muncul mata pelajaran PPKn. Materi-materi
tentang moral, karakter, dan kewarganegaraan diembankan pada mata pelajaran Budi Pekerti,
Sejarah, dan Pendidikan Agama.Karena kurikulum 1947 dirasakan kurang compatable dengan
perkembangan ilmu pengetahuan maka dilakukanlah penyempurnaan terhadap kekurangan yang
dirasakan. Dari penyempurnaan tersebut maka lahirlah kurikulum 1952. Praktis kurikulum 1947
hanya berlaku selama 2 tahun, setelah itu digantikan dengan kurikulum 1952. Kurikulum 1952
dikenal dengan “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Dalam kurikulum ini pun belum lahir atau muncul
mata pelajaran PPKn. Jadi, dalam dua kurikulum pertama yang diberlakukan, mata pelajaran PPKn
masih belum menjadi bagian dari kurikulum nasional.

2. PPKn dalam Kurikulum 1964

Kurikulum pendidikan yang ketiga diterapkan dalam sistem pendidikan nasional kita adalah
kurikulum 1964. Kurikulum tersebut merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1952 yang dianggap
masih ada kelemahan di dalamnya. Nama yang disematkan untuk kurikulum

tersebut adalah Rentjana Pendidikan 1964. Pada kurikulum 1964 mata pelajaran PPKn muncul
sebagai salah satu mata pelajaran nasional. Nama yang digunakan pada saat itu adalah Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Jadi, sejak kurikulum Rentjana Pendidikan 1964 itulah mata pelajaran PPKn
ada dalam kurikulum sistem pendidikan nasional, dan inilah yang menjadi salah satu fokus dari
kurikulum 1964. Oleh subab itu, tidak salah jika dikatakan mata pelajaran PPKn lahir pada kurikulum
1964.
3. PPKn dalam Kurikulum Tahun 1968
Pada kurikulum 1968 dikenal dua mata pelajaran yang membelajarkan materi-materi PPKn, yaitu;
Civis dan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Kedua mata pelajaran tersebut berada dalam
kelompok mata pelajaran yang berbeda, Civics termasuk dalam kelompok “pembinaan jiwa
Pancasila” sedangkan Pendidikan Kewargaan Negara termasuk dalam kelompok “Pengembangan
moral”. Menurut Suryapranata istilah Civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara
bertukar pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan
Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah
Indonesia, geografi Indonesia, dan Civics yang membelajarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun
dalam Kurikulum SMP digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negaraan yang berisikan sejarah
Indonesia dan Konsititusi termasuk UUD 1945.
4. PPKn dalam Kurikulum Tahun 1975
Kurikulum 1975 merupakan kurikulum kedua yang berlaku pada era Orde Baru. Kurikulum tersebut
merupakan kurikulum perbaikan dari kurikulum 1968 dan kurikulum 1975 berorientasi pada tujuan.
Pada kurikulum 1975 itulah dikenal istilah tujuan instrusional umum (TIU) dan tujuan instruksional
khusus (TIK). Berkaitan dengan eksistensi PPKn, dalam kurikulum 1975, nama mata pelajaran PPKn
yang dalam kurikulum 1968 bernama Civics dan Pendidikan Kewargaan Negara dirubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Yang perlu diketahui tentang PMP adalah bahwa mata pelajaran
tersebut dalam kurikulum 1975 tidak dibelajarkan pada semua satuan pendidikan. PMP hanya
dibelajarkan di SMA, tetapi tidak dibelajarkan di SMP. Di SMP materi-materi tentang nilai-moral
dibelajarkan melalui mata pelajaran lain seperti IPS dan Pendidikan Agama.
5. PPKn dalam Kurikulum 1984
Dalam kurikulum 1984, salah satu arah pendidikan nasional yang dituju adalah membangun warga
negara yang memiliki kesadaran nasional sebagai satu bangsa dan memiliki rasa cinta tanah air yang
kuat. Oleh sebab itu, ada beberapa mata pelajaran yang diorientasikan untuk mencapai tujuan
tersebut, yaitu; Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), PMP, dan P4. Jadi, nama mata
pelajaran PPKn dalam kurikulum 1984 sama dengan nama PPKn dalam kurikulum 1975, yaitu PMP
.
6. PPKn dalam Kurikulum 1994

Dasar kurikulum 1994 adalah UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum
1994 merupakan kurikulum penyempurnaan dari kulum sebelummnya, kurikulum 1984. Pada masa
kurikulum tersebut lahir konsep wajib belajar 9 tahun (Wajar 9 tahun) sebagai hasil dari Rakernas
PUSKUR tahun 1988. Pada rakernas itu pula disepakati perlunya pembenahan mata pelajaran P4,
PMP, dan PSPB yang termuat dalam kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1994 mata pelajaran
wajibnyaterdiri dari Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Pada kurikulum tersebut
juga lahir nama SLTP dan SMU. Selain itu, pada kurikulum 1994 nama PPKn pertama kali digunakan
dalam sistem kurikulum kita. Tetapi nama PPKn hanya dikenal di jenjang pendidikan dasar (SD &
SMP), sedangkan di jenjang SMU nama yang digunakan adalah Pancasila dan Kewarganegaraan. Jadi,
dalam kurikulum 1994 mata pelajaran PPKn memiliki dua nama, yaitu; PPKn dan PKn.
7. PPKn dalam Kurikulum Tahun 2004
Dalam kurikulum 2004 (KBK) terdapat beberapa perubahan yang mendasar; Pertama, perubahan
nama satuan pendidikan dari SLTP menjadi SMP dan dari SMU menjadi SMA. Kedua, perubahan
struktur kurikulum dengan perubahan jumlah mata pelajaran dari 13 mata pelajaran di SD menjadi 7
mata pelajaran, di SMP dari 13 mata pelajaran menjadi 11 mata pelajaran, dan di SMU dari dari 10
mata pelajaran menjadi 17 mata pelajaran. Berkaitan dengan mata pelajaran PPKn, pada kurikulum
2004 nama yang digunakan untuk mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn).

8. PPKn dalam Kurikulum Tahun 2006

Kurikulum 2004 hanya bisa bertahan selama 2 tahun dan kemudian disempurnakan dengan
dikeluarkannya kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP menggunakan alas UU yang sama dengan kurikulum 2004 yaitu UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk nama mata pelajaran PPKn, dalam kurikulum
2006 nama yang digunakan sama dengan nama yang digunakan dalam kurikulum 2004, yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan43. Nama PKn digunakan secara seragam mulai dari SD/sederjat,
SMP/sederajat, dan SMU/sederajat.
9. PPKn dalam Kurikulum Tahun 2013

Dalam kurikulum 2013, mata pelajaran dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu; Kelompok A yang
terdiri dari mata pelajaran pokok/inti (Pend. Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, dll.) dan Kelompok B yang terdiri dari mata pelajaran tambahan (Seni Budaya,
PJOK, dan Prakarya). Jadi, PPKn dalam kurikulum 2013 termasuk dalam kelompok mata pelajaran
inti/pokok. Selain itu, dari Permendikbud di atas diketahui bahwa nama PKn yang digunakan dalam
kurikulum 2006 dirubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
3.3. Dinamika Perkembangan PPKn

1. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan


2.
Pada jaman Hindia Belanda di kenal istilah “Burgerkunde”. Pada waktu itu ada 2 buku resmi yang
digunakan, yaitu :
a. Indische Burerschapkunde; dalam buku tersebut yang dibicarakan adalah masalah masyarakat
pribumi. Subsub bahasannya adalah; pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum,
ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, dan masalah perburuhan. Selain itu, dibahas
juga tentang kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan rakyat,
masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut.
b. Rech en Plich; pada buku yang kedua tersebut yang dibicarakan yaitu; badan pribadi yang
mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dibicarakan eigondom eropah
dan hak-hak atas tanah. Juga dibicarakan tentang masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-
kewajiban warga negara dalam pemerintahan Hindia Belanda, masalah Undang-Undang, sejarah alat
pembayaran, dan kesejahteraaan.
2. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Pada era Orde Laru (1945-1967) ada 3 kurikulum yang pernah diterapkan, yaitu; kurikulum 1947,
1952, dan 1964. Dari ketiga kurikulum tersebut, mata pelajaran PPKn hanya ada dalam kurikulum,
sedangkan dalam kurikulum 1947 dan 1952 mata pelajaran PPKn belum menjadi bagian dari struktur
kurikulum pendidikan nasional. Dalam kurikulum 1964 nama mata pelajaran PPKn yang digunakan
adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Fokus materi yang dibahas dalam mata pelajaran
tersebut adalah cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
Adapun pada masa Orde Baru, ada 4 kurikulum pendidikan nasional yang pernah diterapkan, yaitu;
kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Perkembangan PPKn pada
era Orde Baru, ternyata lebih dipengaruhi oleh faktor kepentingan (Political interest) untuk
membangun negara (State building) ketimbang untuk membangun bangsa (Nation building). Hal
tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya;
a. Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan
semangat pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan;
b. Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadilan dan kebenaran; c. Fandalisme,
paternalisme, dan absolutisme;
d. Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk mengabdi
kepada kepentingan rakyat.

EKSISTENSI DAN DINAMIKA PERKEMBANGAN PPKn


3.2. Eksistensi dan Perkembangan PPKn
Paling tidak pernah terjadi 6 (enam) kali prubahan nama dari mata pelajaran tersebut sejak
kemunculannya dalam kurikulum pendidikan nasional. Pertama, dalam kurikulum 1964 nama yang
digunakanadalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kedua, pada kurikulum 1968 dirubah menjadi
Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Ketiga, dalam kurikulum 1975 dirubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Keempat,dalam kurikulum 1994 dirubah kembali menjadi PPKn. Kelima,
dalam kurikulum 2004 dirubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Keenam, yang terakhir
dalam kurikulum 2013 dirubah menjadi PPKn.
PPKn dalam Kurikulum 1947 dan 1952
Kurikulum pendidikan nasional tahun 1947 dikenal dengan leer plan (rencana pelajaran). Kurikulum
terseutmerupakan kurikulum pendidikan nasional yang pertama setelah kemerdekaan Indononesia.
Kurikulum 1947 tidak langsung diberlakukan pada tahun tersebut, akan tetapi mulai berlaku sejak
tahun 1950. Sebelum kurikulum tersebut berlaku, kurikulum pendidikan yang digunakan adalah
kurikulum masa Hindia Belanda. Ada 2 (dua) hal yang dimuat dalam kurikulum 1947, yaitu; daftara
mata pelajaran & jam pengajaran dan garis-garis besar pengajaran. Dalam daftar mata pelajaran,
PPKn tidak ada di dalamnya. Pada saat itu belum muncul mata pelajaran PPKn. Materi-materi
tentang moral, karakter, dan kewarganegaraan diembankan pada mata pelajaran Budi Pekerti,
Sejarah, dan Pendidikan Agama.Karena kurikulum 1947 dirasakan kurang compatable dengan
perkembangan ilmu pengetahuan maka dilakukanlah penyempurnaan terhadap kekurangan yang
dirasakan. Dari penyempurnaan tersebut maka lahirlah kurikulum 1952. Praktis kurikulum 1947
hanya berlaku selama 2 tahun, setelah itu digantikan dengan kurikulum 1952. Kurikulum 1952
dikenal dengan “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Dalam kurikulum ini pun belum lahir atau muncul
mata pelajaran PPKn. Jadi, dalam dua kurikulum pertama yang diberlakukan, mata pelajaran PPKn
masih belum menjadi bagian dari kurikulum nasional.
PPKn dalam Kurikulum 1964
Kurikulum pendidikan yang ketiga diterapkan dalam sistem pendidikan nasional kita adalah
kurikulum 1964. Kurikulum tersebut merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1952 yang dianggap
masih ada kelemahan di dalamnya. Nama yang disematkan untuk kurikulum tersebut adalah
Rentjana Pendidikan 1964. Pada kurikulum 1964 mata pelajaran PPKn muncul sebagai salah satu
mata pelajaran nasional. Nama yang digunakan pada saat itu adalah Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn). Jadi, sejak kurikulum Rentjana Pendidikan 1964 itulah mata pelajaran PPKn ada dalam
kurikulum sistem pendidikan nasional, dan inilah yang menjadi salah satu fokus dari kurikulum 1964.
Oleh subab itu, tidak salah jika dikatakan mata pelajaran PPKn lahir pada kurikulum 1964.

PPKn dalam Kurikulum Tahun 1968


Pada kurikulum 1968 dikenal dua mata pelajaran yang membelajarkan materi-materi PPKn, yaitu;
Civis dan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Kedua mata pelajaran tersebut berada dalam
kelompok mata pelajaran yang berbeda, Civics termasuk dalam kelompok “pembinaan jiwa
Pancasila” sedangkan Pendidikan Kewargaan Negara termasuk dalam kelompok “Pengembangan
moral”. Menurut Suryapranata istilah Civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara
bertukar pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan
Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah
Indonesia, geografi Indonesia, dan Civics yang membelajarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun
dalam Kurikulum SMP digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negaraan yang berisikan sejarah
Indonesia dan Konsititusi termasuk UUD 1945.
PPKn dalam Kurikulum Tahun 1975
Kurikulum 1975 merupakan kurikulum kedua yang berlaku pada era Orde Baru. Kurikulum tersebut
merupakan kurikulum perbaikan dari kurikulum 1968 dan kurikulum 1975 berorientasi pada tujuan.
Pada kurikulum 1975 itulah dikenal istilah tujuan instrusional umum (TIU) dan tujuan instruksional
khusus (TIK). Berkaitan dengan eksistensi PPKn, dalam kurikulum 1975, nama mata pelajaran PPKn
yang dalam kurikulum 1968 bernama Civics dan Pendidikan Kewargaan Negara dirubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Yang perlu diketahui tentang PMP adalah bahwa mata pelajaran
tersebut dalam kurikulum 1975 tidak dibelajarkan pada semua satuan pendidikan. PMP hanya
dibelajarkan di SMA, tetapi tidak dibelajarkan di SMP. Di SMP materi-materi tentang nilai-moral
dibelajarkan melalui mata pelajaran lain seperti IPS dan Pendidikan Agama.
PPKn dalam Kurikulum 1984
Dalam kurikulum 1984, salah satu arah pendidikan nasional yang dituju adalah membangun warga
negara yang memiliki kesadaran nasional sebagai satu bangsa dan memiliki rasa cinta tanah air yang
kuat. Oleh sebab itu, ada beberapa mata pelajaran yang diorientasikan untuk mencapai tujuan
tersebut, yaitu; Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), PMP, dan P4. Jadi, nama mata
pelajaran PPKn dalam kurikulum 1984 sama dengan nama PPKn dalam kurikulum 1975, yaitu PMP.
PPKn dalam Kurikulum 1994
Dasar kurikulum 1994 adalah UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum
1994 merupakan kurikulum penyempurnaan dari kulum sebelummnya, kurikulum 1984. Pada masa
kurikulum tersebut lahir konsep wajib belajar 9 tahun (Wajar 9 tahun) sebagai hasil dari Rakernas
PUSKUR tahun 1988. Pada rakernas itu pula disepakati perlunya pembenahan mata pelajaran P4,
PMP, dan PSPB yang termuat dalam kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1994 mata pelajaran
wajibnyaterdiri dari Pendidikan Agama dan

Pendidikan Kewarganegaraan. Pada kurikulum tersebut juga lahir nama SLTP dan SMU. Selain itu,
pada kurikulum 1994 nama PPKn pertama kali digunakan dalam sistem kurikulum kita. Tetapi nama
PPKn hanya dikenal di jenjang pendidikan dasar (SD & SMP), sedangkan di jenjang SMU nama yang
digunakan adalah Pancasila dan Kewarganegaraan. Jadi, dalam kurikulum 1994 mata pelajaran PPKn
memiliki dua nama, yaitu; PPKn dan PKn.
PPKn dalam Kurikulum Tahun 2004
Dalam kurikulum 2004 (KBK) terdapat beberapa perubahan yang mendasar; Pertama, perubahan
nama satuan pendidikan dari SLTP menjadi SMP dan dari SMU menjadi SMA. Kedua, perubahan
struktur kurikulum dengan perubahan jumlah mata pelajaran dari 13 mata pelajaran di SD menjadi 7
mata pelajaran, di SMP dari 13 mata pelajaran menjadi 11 mata pelajaran, dan di SMU dari dari 10
mata pelajaran menjadi 17 mata pelajaran. Berkaitan dengan mata pelajaran PPKn, pada kurikulum
2004 nama yang digunakan untuk mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn).
PPKn dalam Kurikulum Tahun 2006
Kurikulum 2004 hanya bisa bertahan selama 2 tahun dan kemudian disempurnakan dengan
dikeluarkannya kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP menggunakan alas UU yang sama dengan kurikulum 2004 yaitu UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk nama mata pelajaran PPKn, dalam kurikulum
2006 nama yang digunakan sama dengan nama yang digunakan dalam kurikulum 2004, yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan43. Nama PKn digunakan secara seragam mulai dari SD/sederjat,
SMP/sederajat, dan SMU/sederajat.
PPKn dalam Kurikulum Tahun 2013
Dalam kurikulum 2013, mata pelajaran dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu; Kelompok A yang
terdiri dari mata pelajaran pokok/inti (Pend. Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, dll.) dan Kelompok B yang terdiri dari mata pelajaran tambahan (Seni Budaya,
PJOK, dan Prakarya). Jadi, PPKn dalam kurikulum 2013 termasuk dalam kelompok mata pelajaran
inti/pokok. Selain itu, dari Permendikbud di atas diketahui bahwa nama PKn yang digunakan dalam
kurikulum 2006 dirubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
3.3. Dinamika Perkembangan PPKn Sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Pada jaman Hindia Belanda di kenal istilah “Burgerkunde”. Pada waktu itu ada 2 buku resmi yang
digunakan, yaitu :
a. Indische Burerschapkunde; dalam buku tersebut yang dibicarakan adalah masalah masyarakat
pribumi. Subsub bahasannya adalah; pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi,
hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, dan masalah perburuhan. Selain itu,
dibahas juga tentang kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan rakyat,
masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut.
b. Rech en Plich; pada buku yang kedua tersebut yang dibicarakan yaitu; badan pribadi yang
mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dibicarakan eigondom eropah
dan hak-hak atas tanah. Juga dibicarakan tentang masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-
kewajiban warga negara dalam pemerintahan Hindia Belanda, masalah Undang-Undang, sejarah alat
pembayaran, dan kesejahteraaan.
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Pada era Orde Laru (1945-1967) ada 3 kurikulum yang pernah diterapkan, yaitu; kurikulum 1947,
1952, dan 1964. Dari ketiga kurikulum tersebut, mata pelajaran PPKn hanya ada dalam kurikulum,
sedangkan dalam kurikulum 1947 dan 1952 mata pelajaran PPKn belum menjadi bagian dari struktur
kurikulum pendidikan nasional. Dalam kurikulum 1964 nama mata pelajaran PPKn yang digunakan
adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Fokus materi yang dibahas dalam mata pelajaran
tersebut adalah cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
Adapun pada masa Orde Baru, ada 4 kurikulum pendidikan nasional yang pernah diterapkan, yaitu;
kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Perkembangan PPKn pada
era Orde Baru, ternyata lebih dipengaruhi oleh faktor kepentingan (Political interest) untuk
membangun negara (State building) ketimbang untuk membangun bangsa (Nation building). Hal
tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya;
a. Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan
semangat pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan;
b. Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadilan dan kebenaran; c. Fandalisme,
paternalisme, dan absolutisme;
d. Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk mengabdi
kepada kepentingan rakyat.
Tugas kelompok, tugas ke 5

MAKALAH

HUBUNGAN PPKN DENGAN SOSIOLOGI

MATKUL: DASAR DAN KONSEP PPKN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

Muhammad Rinjani Rahman (E1B022233)

Suciatin Milda (E1B022245)

Ririn Abaitusiva (E1B022242)

Wulan Sri Andriani (E1B022251)

Lina Raehana (E1B022223)

Marsanda Dwi Cahyani (E1B022226)

Nafiz Irhami (E1B022234)

Papag Pradistya (E1B022237)


Mohammad Faizul Iqbal (E1B022230)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2022/2023

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan kewarganegaraan merupakan ilmu yang sudah ada sejak jaman dahulu lebih
tepatnya sudah diajarkan sejak jaman Belanda. Pendidikan Kewarganegaraan ini di Indonesia
sendiri, kerap berganti nama. Namun inti dari pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia teteplah sama. Yakni disiplin ilmu ini sendiri berfokus kepada pembentukan
pembentukan generasi negara agar mempu memahami hak-hak serta kewajibannya sebagai
warga negara, toleransi, beragama serta berkarakter.

Pendidikan kewarganegaraan ini bukanlah ilmu yang berdiri sendiri tetapi bidang studi
ilmiah dimana dipengaruhi oleh berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Seperti ilmu hukum, ilmu
politik, ilmu administrasi negara, ilmu ekonomi, ilmu sejarah, filsafat serta ilmu sosiologi.
Pendidikan kewarganegaraan erat kaitannya dengan ilmu sosial lainnya. Namun ilmu ini jauh
lebih erat lagi kaitannya dengan ilmu sosiologi. Dimana Pendidkan kewarganegaraan mencoba
untuk menyiapkan manusia yakni generasi muda sehingga bisa menjadi generasi yang bermoral.

Pendidikan kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana
tersebut di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan
dan kemampuan dasar berkenan dengan hubungan antara warga negara dengan nengara, serta
pendidikan pendahuluan bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga Negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan Negara (SK Dirjen DIKTI no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).

Sosiologi sendiri merupakan studi ilmu yang juga mempelajari tentang manusia. Dimana
itu berkaitan dengan hubungan antar manusia, bagaimana manusia bersosialisasi dan sebagainya.
Maka, bisa dikatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan dan sosiologi memiliki kaitan di objek
yang dipelajari. Selain itu mungkin terdapat kaitan lain diantara pendidikan kewarganegaraan
dengan ilmu sosiologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan substantif antara PPKn dengan sosiologi?
2. Bagaimana hubungan eksistensial-interdependensi PPKn dengan sosiologi?
3. Apa pokok bahasan di dalam ilmu sosiologi?
4. Bagaimana hubungan antara pendidikan kewarganegaraan dengan ilmu sosiologi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hubungan substantif antara PPKn dengan sosiologi.
2. Untuk mengetahui hubungan eksistensial-interdependensi PPKn dengan sosiologi.
3. Untuk mengetahui pokok bahasan di dalam ilmu sosiologi.
4. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan kewarganegaraan dengan ilmu
sosiologi.

II. PEMBAHASAN

Hubungan PPKn dengan Sosiologi

Salah satu bidang ilmu yang dekat dan beririsan dengan mata pelajaran PPKn adalah
Sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang membicarakan tentang masyarakat dan dari ruang
lingkup kajian itulah kita dapat mengetahui keterkaitan antara PPKn dengan sosiologi. Selain itu,
keterkaitan PPKn dengan Sosiologi dapat dilihat dari eksistensi-dependensi kedua subyek
tersebut.

Dari literatur yang ada diketahui bahwa ruang lingkup bahasan Sosiologi adalah interaksi
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Interkasi tersebut tidak terbatas pada satu bidang tertentu saja tetapi mencakup keseluruhan
aspek kehidupan sosial, seperti; interaksi dalam aspek ekonomi, pemerintahan, sejarah, politik,
dan lainnya. Jadi, Sosiologi membahas interaksi individu secara luas dalam semua aspek
kehidupan baik dari sisi positif atau pun sebaliknya.

Di sisi lain, mata pelajaran PPKn juga membahas interaksi dalam konteks kehidupan
sosial, politik, pemerintahan, dan hukum. Dilihat dari substansi materi yang dibelajarkan oleh
mata pelajaran PPKn tersebut maka didapatkan beberapa kesamaan materi dalam PPKn dan
Sosiologi. Kesamaan tersebut bukanlah disebabkan karena kesamaan obyek kajian sebagai ilmu,
tetapi lebih disebabkan karena materi PPKn salah satu sumbernya berasal dari Sosiologi.

Dari sini kita dapat mengetahui bahwa PPKn dan Sosiologi memiliki keterkaitan
substantif dimana Sosiologi merupakan suplayer materi untuk mata pelajaran PPKn. Selain itu
juga dari sini kita bisa mengetahui bahwa eksistensi PPKn ditentukan oleh Sosiologi dan
sekaligus juga menunjukkan ketergantungan PPKn pada Sosiologi dalam aspek materi.

Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Ilmu Sosiologi

Pendidikan kewarganegaraan mata pelajaran yang fokuskan pada pembentukan diri yang
beragam untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamankan
oleh Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupansehari-hari peserta didik sebagai
individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

PKN merupakan pelaksanaan dari ilmu IKN yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu-ilmu
sosial, humaniora, pancasila, UUD 1945, dan politik. Dengan tujuan lahirnya warga Negara dan
warga masyrakat yang berjiwa pancasila, berimiman, berdemokrasi, mengerti tentang
pemerintahan, politik dan warga negara yang mempunyai karakter.

Pkn merupakan pelajaran yang terdiri terdiri dari berbagai disiplin ilmu-ilmu social,
humaniora, pancasila, UUD 1945, dan politik. dan wujud dari PKN berupa sikap nilai-nilai
kemanusiaan, bagaimana menjadi warga negara yang baik, menjadi warga Negara yang
berkarakter, warga negara yang mengerti dan memahami Pluralism dalam berbangsa,
mengajarkan warga negara yang taat hukum, mengajarkan warga negara yang bermoral dll.
Korelasi antara PKn dengan kehidupan warga negara, dapat menumbuhkan warga Negara yang
berfikir kritis, analistis, kreatif.

Ilmu sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku sosial antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Kata sosiologi
berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, teman. Logos berarti
ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sedangkan
masyarakat itu sendiri adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki
kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi mempelajari masyarakat, perilaku
masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara dan berbagai
organisasi politik, ekonomi, dan sosial.

Pokok Bahasan Sosiologi

• Fakta sosial sebagai cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berada di luar individu
dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Seperti contoh
kewajiban mahasiswa menaati aturan yang berlaku dikampus.
• Tindakan sosial sebagai tindakan yang berlaku dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain. Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan
tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba,
mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.
• Khayalan sosiologi sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat
maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi,
kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara
keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologi adalah permasalahan (troubles) dan
isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai
pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.
Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka
pengangguran itu ada masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat
peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk
yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan
isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.
• Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh
sosiologi dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara
ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara
jeli serta menghindari penilaian normatif.

Hubungan pendidikan kewarganegaraan dengan sosiologi sudah jelas bahwa sosiologi


mempelajari tentang kehidupan sosial atau kemasyarakatan dalam hal interaksi, sedangkan
pendidikan kewarganegaraan mempelajari bagaimana masyarakat menaati peraturan-peraturan
untuk menjadi warga Negara yang baik. Tentu sangat berkaitan karena interaksi sosial yang ini
dapat terwujud dengan cara menaati peraturan.
III. KESIMPULAN

Jika dilihat dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia,


maka kita bisa menyimpulkan bahwa penyimpangan sosial yang manaadalah perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baikdalam sudut pandang kemanusiaan
(agama) secara individu maupun pembenarannya,sebagai bagian dari makhluk sosial, maka jelas
bahwa Hubungan atau keterpaduanantara Pendidikan kewarganegaraan Sosiologi, dan Ilmu
Politik dapat kita lihat pada penyimpangan sosial dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila
yang menjadi dasarterbentuknya keterpaduan ilmu-ilmu tersebut diatas.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara ketiga disiplin ilmu tersebutsangat erat
karena sudah jelas bahwa Sosiologi mempelajari tentang kehidupan sosialatau kemasyarakatan
dalam hal interaksi, Pendidikan Kewarganegaraan mempelajari bagaimana masyarakat menaati
peraturan-peraturan untuk menjadi warga negara yang baik, dan Ilmu politik mempelajari
tentang usaha untuk menentukan peraturan- peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian
besar warga, untuk membawamasyarakat kearah kehidupan bersama yang harmonis. Tentu
sangat berkaitan karenainteraksi sosial yang ini dapat tewujud dengan cara menaati peraturan.

Tentunya masih banyak penjelasan yang lebih detail terkait hubungan antara pendidikan
kewarganegraan,iIlmu sosiologi dan ilmu politik namun postingan ini menjelskan secara garis
besarnya saja. Sobat bisa mencarinya pada buku-buku yang berkaitan dengan materi ini, dan juga
bisa browsing lagi. Mungkin akan lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar DR. Lalu Sumardi, S.Pd., M.Pd.

G. Kartasapoetra & L. J. B. Krimers. 1987. Sosiologi Umum. PT. Bina Aksara. Jakarta.

Permendikbud No. 21 tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Https://www.academia.edu/resource/work/31787104

Hakim, Suparlan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang:


Madani.

Http://id.wikipedia.org/

Http://elearning.gunadarma.ac.id,
Tugas individu ke 6 dan 7

Nama :ririn abaitusiva


Kelas: 1F
Nim: E1B022242
Matkul: Dasar Konsep
1. Tujuan nasional Indonesia
- Tujuan negara secara umum adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya.
Tujuan negara merupakan pedoman dalam menyusun dan mengendalikan alat perlengkapan negara
serta mengatur kehidupan rakyatnya.
Elaborasi: Menurut saya, selain melindungi masyarakat dari berbagai ancaman, negara juga
berfungsi untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan. Berbagai macam upaya harus
dilakukan negara untuk membuat masyarakat hidup sejahtera, terutama di bidang ekonomi dan
sosial masyarakat.
2. Tujuan pendidikan nasional
-Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang beriman serta bertaqwa terhadap yang kuasa yang Maha Esa
serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani
Elaborasi: Menurut saya, tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, kreatif, dan mandiri.
3. Tujuan PPKn
- Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti
korupsi dan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan mampu meningkatkan kecerdasan dalam
kewarganegaraan secara intelektual, sosial, dan emosional serta kecerdasan kewargaan secara
spiritual.
Elaborasi: Menurut saya, untuk meningkatkan kemampun dan pengetahuan peserta didik dalam
menalar , merencanakan dan memecahkan suatu masalah serta memiliki rasa tanggung jawab ,
saling menolong dan meghargai seseorang . Dan juga tujuan ppkn ini juga adalah untuk
memecahkan persoalan makna dan nilai , yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas .

4. Keterkaitan tujuan ppkn dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional
- Keterkaitan tujuan ppkn dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional adalah Untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa , mengembangkan potensi dan pengetahuan peserta didik serta
untuk meningkatkan kecerdasan dalam berwarganegara baik secara intelektual , sosial dan juga
emosional .
Elaborasi: Menurut saya keterkaitan ppkn dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional
adalah sama-sama ingin menjadikan peserta didik memiliki pengetahuan dan wawasan yang cerdas,
kreatif dan pintar dalam memecahkan suatu masalah serta memiliki rasa tanggung jawab dan jiwa
sosial yang tinggi .
Tugas individu ke 8

Tugas dasar dan konsep

Nama: Ririn abaitusiva


Kelas: 1F
Nim: E1B022242
Matkul: Dasar dan konsep
Fakultas:FKIP

1. Karakteristik Umum PPKn


Bab 6 Karakteristik PPKn
Karakteristik merupakan ciri khas yang menjadi pembeda satu obyek dengan yang lain. Ciri khas
tersebut bisa berupa aspek fisi ataupun non fisik. Ciri khas selain menjadi penanda dan pembeda
antar obyek, juga menjadi dasar dalam memahami dan mendalami setiap obyek. Begitu juga dalam
konteks mata pelajaran PPKN, karakteristik PPKn menjadi pengetahuan dasar yang penting dimiliki
dalam mendalami substansi mata pelajaran tersebut. PPKn memiliki karakteristik umum disamping
karakteristik yang bersifat spesifik.
Materi PPKn disusun dari berbagai disiplin bidang ilmu seperti; Sosiologi, Ilmu Politik, Ilmu Hukum,
Ilmu Sejarah, Filsafat, dan ilmu-ilmu lainnya. Materi-materi dari berbagai bidang ilmu itulah yang
diramu dan disusun menjadi materi PPKn. Jadi, dari sisi mater yang dibelajarkan, PPKn merupakan
mata pelajaran multidisipliner dan lintas bidang ilmu. Inilah yang menjadi karakteristik umum dari
PPKn yang membedakannya dengan mata pelajaran lain yang monodisipliner.
2. Karakteristik PPKn Dilihat dari Ranah yang Dikembangkan
Dilihat dari substansi materi yang dibelajarkan dalam mata pelajaran PPKn jelas bahwa ranah yang
dikembangkan PPKn adalah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari ketiga ranah tersebut,
ranah psikomotorik yang dalam konteks PPKn disebut “moral” menjadi tujuan utama dalam PPKn.
Dalam pandangan Kohlberg untuk mengembangkan ranah moral harus dikembangkan terlebih
dahulu ranah pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif). Hal itu disebabkan karena moralitas yang
baik ditentukan oleh sikap yang positif, dan sikap yang positif ditentukan oleh pengetahuan yang
baik. Jadi, pengembangan harus dimulai dari pembelajaran pengetahuan, lalu pembentukan sikap,
dan pebentukan moralitas.
Menurut Ghozali moralitas seseorang tidak ditentukan oleh pengetahuan seseorang, tetapi
ditentukan oleh penggeteran hati. Jadi, penumbuhkembangan maral itu dimulai dari penggetaran
hati, bukan berawal dari pengetahuan. Pengetahuan menentukan kedalaman dan keluasan atau
kualitas tindakan moral, tetapi tidak menentukan tindakan baik dan buruk atau moral seseorang.
Baik buruknya moral seseorang ditentukan oleh bisikan hati seseorang sebagai dampak dari
penggetaran hati.

Secara praktis PPKn menghendaki terbentuknya warga negara yang Pancasilais, beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang mengetahui dan memahami dengan baik hak-hak
dan kewajibannya yang didasari oleh kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. PPKn
juga mengorientasikan terbentuknya warga negara yang dapat membuat keputusan secara cepat
dan tepat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Selain itu, PPKn mengupayakan terbentuknya
warga negara yang mandiri, bertanggungjawab, mampu berfikir kritis dan kreatif atau yang secara
umum oleh Lawrence Senesh disebut dengan “Desirable socio-civic behavior “ atau warga negara
yang oleh Rene Dubois digambarkan dengan “Tink globally while act locally”.
Paling tidak ada 4 hal yang harus dimiliki seseorang sebagai warga negara, yaitu:
1. Sadar dan patuh terhadap hukum (melek hukum);
2. Sadar dan bertanggungjawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (melek politik);
3. Memahami dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional (insan pembangunan);
4. Cinta bangsa dan tanah air (memiliki sikap heroisme dan patriotisme).
Selain itu, ada 3 aspek yang perlu dikembangkan PPKn untuk menciptakan warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab yaitu:
1. Civic intelligence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual,
rasional, emosional, maupun sosial;
2. Civic reponsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
bertanggung jawab;
3. Civic participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggungjawabnya,
baik secara individual, sosisal, maupun sebagai pemimpin hari depan.
Sejalan dengan pendapat-pendapat di atas kompetensi-kompetensi yang hendak diwujudkan
melalui mata pelajaran PPKn dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Kompetensi untuk menguasai pengetahuan kewarganegaraana. Yang termasuk dalam kompetensi
ini adalah;
a. Memahami tujuan pemerintahan dan prinsip-prinsip dasar konstitusi pemerintahan Republik
Indonesia;
b. Mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintah daerah dan asional sebagaimana keterlibatan
warga negara membenuk kebijaksanaan publik;
c. Mengetahui hubungan negara dan bangsa Indonesia dengan negara-negara dan bangsa -bangsa
lain beserta masalah-masalah dunia dan atau internasional.

2. Kompetensi untuk menguasai keterampilan kewarganegaraan. Yang termasuk di dalam


kompetensi ini adalah;
a. Mengambil atau menetapkan keputusan yang tepat melalui proses pemecahan masalah dan
inkuiri;
b. Mengusasai kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu;
c. Membela atau mempertahankan posisi bagi mengemukakan argumen yang kritis logis dan
rasional;
d. Memaparkan suatu informasi yang penting pada khalayak umum;
e. Membangun koalisi, kompromi, negosiasi, dan consensus (demokrasi).
3. Kompetensi untuk mengusai karakter kewarganegaraan Yang termasuk di dalam kompetensi ini
adalah;
a. Memberdayakan dirinya sebagai warga negara yang aktif, kritis dan bertanggungjawab untuk
berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam berbagai aktifitas masyarakat, politik dan
pemerintahan dalam semua tingkat (daerah dan nasional);
b. Memahami bagaimana warga negara melaksanakan peranan, hak dan tanggung jawab personal
untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat pada semua tingkatan (daerah dan nasional);
c. Memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti, demokrasi, Hak Asasi Manusia
dan Nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Mengusasai kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu;
c. Membela atau mempertahankan posisi bagi mengemukakan argumen yang kritis logis dan
rasional;
d. Memaparkan suatu informasi yang penting pada khalayak umum;
e. Membangun koalisi, kompromi, negosiasi, dan consensus (demokrasi).
3. Kompetensi untuk mengusai karakter kewarganegaraan Yang termasuk di dalam kompetensi ini
adalah;
a. Memberdayakan dirinya sebagai warga negara yang aktif, kritis dan bertanggungjawab untuk
berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam berbagai aktifitas masyarakat, politik dan
pemerintahan dalam semua tingkat (daerah dan nasional);
b. Memahami bagaimana warga negara melaksanakan peranan, hak dan tanggung jawab personal
untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat pada semua tingkatan (daerah

dan nasional);
c. Memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti, demokrasi, Hak Asasi Manusia
dan Nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Karakteristik PPKn Dilihat dari Jenis Ilmu Pengetahuan yang Dibelajarkan
Menurut Vigotsky ada tiga jenis pengetahuan, yaitu:
1. Pengetahuan deklaratif merupakan kumpulan informasi yang berisi pernyataan- pernyataan
tentang suatu obyek. Contoh dari pengetahuan deklaratif antara lain: sejarah ketatanegaraan
Indonesia, fungsi bagian-bagian tubuh manusia, dan materi-materi yang sejenis. Adapun
2. Pengetahuan prosedural adalah kumpulan informasi yang berisi tentang tahapan- tahapan
bagaimana melakukan sesuatu. Contoh dari pengetahuan prosedural antara lain; langkah-langkah
pemilihan umum, pencernaan manusia (tahap-tahap pencernaan manusia).
3. Pengetahuan fungsional adalah kumpulan informasi yang menjelaskan tentang fungsi sesuatu.
Hal tersebut dapat dilihat dari ruang lingkup materi yang dibelajarkan, misalnya untuk jenis ilmu
deklaratif bisa dilihat pada materi “HAM, norma hukum, sejarah perumusan Pancasila dan UUD
1945, persatuan dan kesatuan, dan materi-materi PPKn yang sejenis”. Untuk ilmu prosedural terlihat
pada materi pemilu khususnya tentang tahapantahapan pemilu dan musyawarah. Adapun untuk
materi fungsional di antaranya terlihat pada materi nilai dan norma, nilai-nilai dalam Pancasila dan
UUD 1945.
4. Ruang Lingkup Materi PPKn
Berdasarkan Permendikbud No. 21 tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
diketahui bahwa ruang lingkup mata pelajaran PPKn untuk SMP/MTs dan SMA/MA sebagai berikut:
1. Materi PPKn SMP/MTs.
a) Sejarah perumusan Pancasila. b) Sejarah perumusan UUD 1945. c) Norma hukum.
d) Persatuan dan kesatuan.
e) Multikulturalisme.
Tugas individu ke 9 dan 10
Tugas dasar dan konsep
Nama: ririn abaitusiva
Nim:E1B022242
Kls:1f
Prodi:ppkn
Matkul:dasar dan konsep
Fakultas:FKIP


Landasan ppkn Pertanyaan Deskripsi jawaban
1.Landasan filosofis —Landasan filosofis adalah
—.Apa yang dimaksud pertimbangan atau alasan
dengan landasan filosofis? yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran,
dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan Undang- Undang
Dasar Negara

—Apa landasan filosofis PPKn? —Landasan filosofis PPKn
adalah dasar
dibelajarkannya PPKn ditinjau
dari sisi filsafati. Satu aspek
filsafati yang melandasi
urgensi dibelajarkannya PPKn
adalah aspek aksiologi, yaitu;
inilai, manfaat, dan atau
kebermaknaan dari mata
pelajaran tersebut.


2.Landasan sosiologis dan —Apa yang dimaksud —Landasan sosiologis dan
kultural dengan landasan sosiologis kultural PPKn adalah dasar -
dan kultural? dasar atau alasan-alasan
dibelajarkannya PPKn dilihat
dari aspek-aspek yang
berkaitan dengan masyarakat,
pikiran, akaldan Struktur
Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah,
Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah
Tsanawiyah, Sekolah
Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, dan Sekolah Menengah

Kejuruan/Madrasah Aliyah
3. Kejuruan.





—Apa yang dimaksud —Landasan historis adalah
4.Landasan historis dengan landasan historis? dasar dibelajarkannya PPKn
dilihat dari riwayat
dibelajarkannya PPKn di
sekoah-sekolah. Dalam catatan
sejak kurikulum pertama, 1957
sampai kurikulum 2013 PPKn
menjadi mata pelajaran wajib.





— Historis yang manakah yang —Yaitu asas, dasar, atau
menjadi landasan PPKn? alasan dibelajarkannya PPKn
dilihat dari sejarah atau
riwayat dibelajarkannya PPKn.
Untuk mengetahui riwayat
atau sejarah PPKn kita harus
melihat dari perjalanan
kurikulum yang pernah berlaku
di Indonesia.




—Landasan politis adalah
5.Landasan politis — Apa yang dimaksud dasar dibelajarkannya PPKn
dengan landasan politis? ditinjau dari aspek tujuan
negara, yaitu membentuk
warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.



—Mengapa aspek politis —Dengan demikian
menjadi landasan PPKn? diharapkan dapat menjadi
modal dalam pembangunan
bangsa dan negara.






Tugas individu ke 11 dan 12
Nama:ririn abaitusiva
Nim:E1B022242
Kls:1F
Prodi:Ppkn
Matkul:dasar dan konsep
Fakultas:FKIP



Tugas dasar dan konsep
BAB VII
MANUSIA SEBAGAI SUBYEK DAN OBYEK NILAI, MORAL, DAN NORMA


—Dimensi Manusia Sebagai Mahluk Individu dan Sosial
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang topik diatas, terlebih dahulu silahkan anda pikirkan,
temukan, dan rumuskan apa saja perbedaan antara manusia sebagai ,mahluk individu dan mahluk
sosial.
—Sebagai individu, seperti dikemukakan di atas:manusia adalah perpaduan antara aspek-aspek yang
tidak bisa di pisahkan, seperti jasmani dan rohani. Di sisi lain
manusia adalah makhluk sosial yang tunduk pada hal-hal lain yang berada di luar dirinya, baik itu
nilai, norma, moral, dan hukum. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan
rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu
manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur-unsur tersebut sudah tidak
menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur
jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Karakteristik yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian.
—Jadi, dapat disimpulkan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa
alasan, yaitu:
1. Manusia tunduk pada aturan, norma social;
2. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari
orang lain;
3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain;
4. Potensi manusia akan berkembang apabila ia hidup ditengah-tengah manusia.80
—Manusia Sebagai Makhluk Individu
Seperti telah dikemukakan di atas kata “Individu” berasal dari kata “In” dan “devide”. Dalam bahasa
Inggris kata “In” berarti “Tidak”, sedangkan “Devide” artinya “Dibagi”. Jadi individu artinya tidak
terbagi, tidak bisa dibagi atau suatu kesatuan. Dalam bahasa Latin individu berasal dari kata
“Individium” artinya “Tidak terbagi”. Jadi, kata “Individu” merupakan suatu sebutan yang dipakai
untuk menyatakan suatu unsur terkecil dari suatu entitas, yaitu kelompok. Individu bukan menunjuk
pada manusia tanpa unsur melainkan menunjuk pada satu kesatuan yang fungsional. Artinya jika
unsur-unsur penyusun manusia terpisah maka manusia sama sekali tidak fungsional lagi.
Individu merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani atau jiwa dan raga.
2. Ciri-ciriIndividu
Individu tidak hanya mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya saja, tetapi bisa juga dikenali
melalui gaya, selera, sifat, kepribadian, dan karakternya. Tentu mengenali seseorang melalui ciri-ciri
fisik atau biologisnya jauh lebih mudah dibandingkan dengan ciri-
ciri psikisnya. Ciri-ciri fisik dapat berupa bentuk tubuh, warna kulit, bentuk rambut, dan lainnya.
Adapun ciri-ciri non fisik dapat berupa budi baik, kasar, keras, sopan, dan lainnya. Tetapi, ciri-ciri non
fisik ini relatif lebih mudah berubah sehingga tidak bisa menjadi penanda yang bersifat permanen.
Ada dua faktor yang menentukan karakteristik seseorang, yaitu;

1. Faktor genotif dan 2. Faktor fenotif.
Seorang individu adalah perpaduan antara faktor genotip dan fenotip81. Faktor genotip dalah faktor
yang dibawa individu sejak lahir dan merupakan faktor keturunan. Secara fisik seseorang memiliki
kemiripan atau kesamaan ciri dari orang tuanya.
—Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari pengaruh orang lain. Selama manusia hidup ia
tidak akan lepas dari pengaruh masyarakat, di rumah, disekolah dan dilingkungan yang lebih besar.
Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai makhluk social (homo homini socius), yaitu makhluk
yang di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan
sebagai makhluk hidup juga dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan
(berinteraksi) dengan orang lain. Bagaimanapun
hebatnya seseorang, dia tidak akan pernag bisa hidup tanpa bantuan dan kehadiran orang lain.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena
beberapa alas an diantaranya adalah:
1. Manusia tunduk pada aturan atau norma-norma social;
2. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain;
3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain; 4. Potensi manusia akan
berkembang apabila ia hidup
ditengah-tengah masyarakat.
—Potensi yang Dimiliki Manusia
Berikutnya mari kita dalami potensi-potensi apa saja yang dimiliki oleh manusia. Potensi-potensi
tersebut melekat dalam setiap individu sebagai pemberian dari Tuhan Allah Yang Maha Esa. Setiap
orang diberikan potensi yang sama yang oleh Tuhan Allah diperintahkan kepada setiap orang untuk
ditumbuhkembangkan.
Potensi yang dimiliki manusia dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
a. Potensi yang terdapat dalam diri manusia berupa akal, jiwa/nafsu (dorongan untuk berbuat), dan
raga.
b. Potensi yang berada di luar diri manusia, yaitu firman Tuhan Allah, contoh dari para nabi, dan
alam semesta. Potensi yang pertama merupakan potensi dasar yang dengan itu potensi kedua dapat
dimanfaatkan.
1. Akal
Potensi pertama yang ada pada diri setiap individu adalah akal yang terdapat pada otaknya. Akal
menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk lainnya seperti binatang dan malaikat. Dengan
akal seseorang mampu
membedaakan suatu obyek dan pristiwa. Dengan akal pula seseorang dapat membedakan mana
tindakan baik dan buru, layak dan tidak layak, patut dan tidak patut. Akal menjadi faktor penentu
kemulyaan seseorang dihadapan Tuhan dan manusia.
2. Nafsu/Jiwa
Nafsu adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis yang
mengarahkan perilaku manusia. Dengan nafsu manusia menjadi mau
beraktifitas dalam kehidupan ini, sehingga kehidupan manusia semakin hari semakin maju dan
berkembang. Tanpa nafsu kehidupan manusia akan statis dan bahkan mati. Nafsulah yang
mengendalikan kehidupan manusia, karena itu nafsu harus dipelihara dari godaan-godaan syetan.
Syetan akan menggoda manusia melalui pintu nafsu. Jadi, selain bisa membawa kemajuan, nafsu

dapat juga membawa kerusakan dan kehancuran. Pada dasarnya nafsu manusia adalah hanif
(cenderung kepada yang benar), tapi karena peran syetan yang membuat nafsu menjadi bersifat
destruktif.
3. Raga
Potensi raga jika merujuk pada pandangan yang
dikemukakan oleh Howard Gardner86 maka ditemukan ada dua kecerdasan yang termasuk di
dalamnya, yaitu; kecerdasan kenistetik (gerak) dan kecerdasan lenguistik (berbicara). Kedua hal
tersebut diberikan oleh Tuhan Allah pada semua orang sebagai potensi yang harus dikembangkan.
Tingkat fungsionalisasi potensi tersebut tergantung pada seberapa intensif kita mengembangkan
potensi yang ada.
—Ruang Lingkup Nilai, Moral, dan Norma
Ketiga terma di atas, nilai, moral, dan norma begitu
femiliar di telinga semua orang terutama di kalangan kaum terpelajar (scholar). Pun istilah di atas
femiliar, tidak sedikit
orang yang belum memahami dengan tepat apa dan bagaimana ketiga terma tersebut. Disini kita
akan membahas ketiga istilah dimaksud untuk memberikan pemahaman yang
tepat dan komprehensif.
a. Pengertian Nilai
Setiap obyek, pristiwa, dan phenomena lekat dengan nilai, tidak ada sesuatu apapun yang bebas dari
nilai. Nilai merupakan benda abstrak yang melekat pada semua benda lain dan hadir dalam setiap
kejadian dan pristiwa. Menurut Darmadi87 nilai dapat diartikan dengan “keberhargaan” (worth)
atau kebaikan (goodness). Nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan
obyek itu sendiri. Nilai dikatakan juga sebagai harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan
terhadap sesuatu88.
b. Jenis-jenis Nilai
Banyak kategorisasi nilai yang sudah dikemukakan oleh para ahli dan praktisi, misalnya kategorisasi
yang dikemukakan oleh Fraenkel, Kluckholm & Strodtbeck, Graham, Muhadjir, Darmadi, dan masih
banyak lagi yang lainnya. Setiap mereka membagi nilai menurut sisi pandang masing-masing, dan di
sini akan dikemukakan beberapa jenis nilai menurut para ahli dan priktisi di atas. Berbagai jenis nilai
yang dikemukakan para ahli dan praktisi tersebut dapat memperkaya perspektif kita tentang nilai.
Fraenkel95 mengelompokkan nilai menjadi dua macam, yaitu;
1. Nilai estetika, yaitu nilai yang berkaitan dengan sesuatu yang dianggap indah atau keindahan dan
sesuatu yang menyenangkan;
2. Nilai etika, yaitu nilai yang berkaitan dengan perilaku atau tindakan, bagaimana seseorang harus
berperilaku dalam berinteraksi dengan orang lain.
Dilihat dari keberadaannya Graham membagi nilai menjadi dua jenis, yaitu;
1. Nilai instrinsik, adalah keberhargaan suatu benda karena
keberadaan dirinya atau benda itu sendiri. Nilai dalam hal ini
lekat dan direpresentasikan oleh obyek itu sendiri;
2. Nilai instrumental, adalah keberhargaan suatu benda karena keberadaan obyek lain atau kondisi
lain yang mendukungnya untuk memperoleh kemanfaatan. Nilai instrumental bisa disebut juga nilai
kegunaan, karena sesuatu akan berguna
ketika digunakan untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Adapun dilihat dari sifatnya nilai dikelo

—Adapun dilihat dari sifatnya nilai dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu;
1. Nilai subyektif , adalah kebergunaan sesuatu karena dianggap
berguna oleh orang tertentu. Obyek itu sendiri tidak memiliki eksistensi sama sekali. Manusia lah
yang memutuskan sesuatu itu bernilai atau tidak. Manusia merupakan pencipta nilai. Dalam
pengertian ini nilai sangat subyektif dan perseptual. Tingkatan nilai suatu obyek tergantung
pemaknaan seseorang terhadap obyek tersebut;
Nilai obyektif, adalah kebenaran nilai tersebut terlepas dari individu. Nilai itu merupakan subyek
yang berdiri sendiri, sesuatu bernilai karena dirinya sendiri, bukan delekatkan oleh individu.
a. Pengertian Moral
Untuk memahami moral itu apa, kita bisa melihatnya dari dua sisi, yaitu; dari asal katanya dan dari
pandangan para ahli. Jika dilihat dari asal kata, istilah “Moral” berasal dari bahasa Latin “Mos” yang
kata jamaknya “Mores” yang berarti “Kebiasaan, adat”. Kata “Moral” memiliki arti yang sama
dengan kata “Etika”, hanya asal kata dari kedua istilah itu saja yang berbeda. Kata “Moral” berasal
dari bahasa Latin sedangkan kata “Etika” berasal dari bahasa Yunani Kuno104.
Adapun dilihat dari pandangan para cerdik pandai, ada banyak pendapat yang menjelaskan tentang
moral,
diantaranya; Lillie, Baron, Piaget, Lickona, dan masih banyak yang lainnya.
Moral” merupakan tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Adapun Baron, dkk 106 .
mengungkapkan bahwa moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan ucapan dan tindakan
yang mengandung salah dan benar. Sedang Piaget107 menjelaskan moral dengan mengatakan
“Vews about good and bad, right and wrong, what ought or ought not to do.....”. Terakhir
Lickona108 Moral dapat
dipahami sebagai ajaran baik dan buruk tentang sesuatu. Moral menurutnya bersifat “emotif” yang
berkaitan dengan ekspresi dan rasa, bukan berkaitan dengan fakta/kenyataan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa “Moral” merupakan keyakinan masyarakat
tentang baik dan buruk.
b. Jenis-jenis Moral
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang jenis- jenis moral, yang perlu kita sepakati terlebih
dahulu adalah
eksistensi moral itu sendiri. Pertama kita harus bersepakat bahwa moral dapat didefinisikan. Kedua,
moral merupakan obyek abstrak yang jelas penggambarannya.
Jika moral diartikan sebagai keyakinan kolektif tentang baik dan buruk maka moral dapat dibagi
dalam beberapa jenis, yaitu;
1. kesadaran moral;
2. sikap moral; dan
3. tindakan moral
a. Pengertian Norma
Norma disebut juga dengan istilah lain “Hukum, tatanan, kaedah”. Berkaitan dengan pengertian
“Norma” ada beberapa pendapat yang dapat dikemukakan disini yang dapat mewakili
penggambaran dari istilah tersebut. Di antara pendapat tersebut adalah yang dikemukakan oleh;
Poespoprodjo, Dewantara , dan Bertens. Dari pendapat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh di atas
kita akan coba memahami apa itu norma. Sekarang mari kita uraikan satu persatu pendapat yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh tersebut.

Norma memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Kumpulan aturan;
2. Menjadi tolak ukur atau pedoman;
3. Mengikat penggunanya.
Sebagai aturan maka norma mengandung tiga hal, yaitu; b. Perintah; c. Larangan;dan
d. Sangsi.
e. Jenis-jenis Norma
Ada beberapa kategori norma yang dikemukakan oleh para cerdik pandai. Kategorisasi yang
diberikan bisa berbeda-beda satu dengan yang lain tergantung dari sudut pandang masing-masing.
Disini akan dikemukakan kategorisasi norma yang dikemukakan oleh Darmadi dan Bertens. Disini
juga akan dekemukakan kategorisasi lain untuk memperkaya pengetahuan kita tentang jenis-jenis
norma.
Berdasarkan klasifikasi tersebut dia membagi norma dalam dua jenis, yaitu;
1. Norma yang bersifat imperatif (memaksa), yaitu norma
yang memiliki kekuatan memaksa pada penggunanya. Contoh dari norma ini adalah perundang-
undangan yang
berlaku di suatu negara;
2. Norma yang bersifat believe atau keyakinan yang mantap
dalam diri, yaitu norma yang dipatuhi bukan atas dasar paksaan, tetapi dipatuhi atas dasar
keyakinan akan kebenaran norma tersebut. Contoh dari norma tersebut adalah aturan agama.
Adapun Bertens membagi norma dalam 3 jenis, yaitu;
1. Norma kesoponan atau etiket, yaitu norma yang mengatur apakah perilaku tertentu sopan atau
tidak;
2. Norma hukum, yaitu norma yang hidup dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara;
3. Norma moral, yaitu norma yang digunakan untuk mengukur apakah suatu tindakan baik atau
buruk.
Hubungan Antara Manusia Dengan Nilai, Moral, Dan Norma 1. HubunganManusiadenganNilai
Meskipun pengertian nilai yang dikemukakan oleh para cerdik pandai berbeda-beda, tetapi ada hal-
hal yang telah disepakati dari semua perbedaan yang ada, yaitu; bahwa nilai berhubungan dengan
manusia dan nilai itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada
dasarnya adalah upaya dalam memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai. Selain itu,
perbedaan pandangan tersebut sesuatu yang wajar karena setiap orang memiliki sisi pandang yang
berbeda-beda. Perbedaan yang ada akan memberikan variasi dan hasanah tentang nilai itu sendiri.
Secara umum nlai diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia baik
lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam
bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak. Nilai itu penting bagi manusia. Apakah
nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai
itu menarik manusia karena ada di luar manusia yaitu terdapat pada obyek
. 2. Hubungan Manusia dengan Norma

Seperti dikemukakan di atas nilai baru akan fungsional apabila diwujudkan dalam bentuk yang
kongkrit. Wujud yang lebih konkret dan obyektif dari nilai adalah norma atau hukum. Hal ini disebut
dengan instrumentasi nilai. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu
perbuatan. Tanpa norma maka kita tidak
memiliki pedoman bagaimana berperilaku dan tidak bisa pula menakar apakah perilaku seserang
sejalan dengan norma atau tidak.
3. Hubungan Manusia dengan Moral
Seperti telah dikemukakan sebelumnya moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethos” yang artinya “Tempat tinggal biasa, padang rumput,
kebiasaan, adat, watak, sikap, dan cara berfiki”.
Rangkuman
Manusia memiliki dua dimensi, yaitu; dimensi fisik atau materi atau jasad dan dimensi roh atau jiwa.
Manusia juga memiliki potensi, yaitu; potensi dari dalam yang terdiri dari; akal dan nafsu serta
potensi dari luar berupa raga atau fisik. Selain itu dalam konteks kehidupan, manusia memiliki dua
eksistensi, yaitu; sebagai mahluk individu, yaitu hidup untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri,
dan sebagai mahluk sosial, yaitu orang yang tidak bisa terlepas dari orang lain.
Tugas individu ke 13 dan14


Nama:ririn abaitusiva
Nim:E1B022242
Kls:1F
Prodi:ppkn
Matkul:dasar dan konsep


Dasar dan konsep
BAB VIII
HUBUNGAN SIMPATI, EMPATI, DAN ANTIPATI DENGAN MORAL

8.1. Pengertian Simpati, Empati, dan Antipati
Istilah simpati, empati, dan antipati merupakan terma yang jamak kita dengar dalam percakapan
sehari-hari. Dalam koteks moral ternyata ketiga kondisi tersebut menjadi faktor pemicu moralitas
seseorang. Walaupun demikian bisa jadi kita tidak memahami keterhubungannya dan bahkan lebih
dari itu tidak memahami konsep dari ketiga terma tersebut. Pada bagian ini akan dibahas pengertian
dari ketiga istilah tersebut untuk memberikan kesepahaman konsep. Tetapi sebelum melanjutkan ke
pembahasan, mari latih berpikir anda dengan memikirkan apa perbedaan antara simpati,
1. Simpati
Simpati adalah suatu kondisi dalam diri seseorang yang merasa tertarik terhadap pihak lain sehingga
mampu merasakan apa yang dialami, dilakukan, dan diderita orang tersebut.114 Dalam simpati
perasaan memegang peranan
penting. Simpati akan muncul apabila terdapat pengertian atau ketertarikan atau kepedulian dalam
diri seseorang tentang apa yang dialami oleh orang lain. Simpati dapat muncul dalam segala kondisi
dan hubungan, tetapi simpati lebih banyak terlihat dalam hubungan persahabatan, hubungan
bertetangga, atau hubungan pekerjaan. Seseorang merasa simpati dari pada orang lain karena sikap,
penampilan, wibawa, atau perbuatannya. Misalnya, mengucapkan selamat ulang tahun pada hari
ulang tahun merupakan wujud rasa simpati seseorang.
Simpati dapat diklasifikaikan menjadi dua jenis, yaitu;
a. Simpati biologis, merupakan rasa tertarik seserang kepada orang lain yang disebabkan oleh faktor
fisik. Jenis simpati ini berdampak pada keinginan seseorang untuk membantu orang lain atau
berupaya untuk memilikinya. Rasa tertarik seorang pemuda terhadap seorang gadis
merupakan contoh dari simpati biologis;
b. Simpati sosial, merupakan rasa tertarik yang disebabkan
oleh faktor sosial. Simpati sosial ini muncul dalam diri seseorang disebabkan oleh stimulus sosial
yang didapatkan oleh orang tersebut. Seseorang yang melihat orang lain menderita secara ekonomi
dan menimbulkan rasa kasihan dalam hatinya merupakan contoh dari simpati sosial.
2. Empati
Empati berasal dari bahasa Yunani yaitu Emphatia yang berarti gairah atau ketertarikan fisik yang
mengacu pada kemampuan pikiran, emosi, niat dan ciri-ciri kepribadian dari orang lain dan
memahami apa yang diinginkan115. Empati mencakup respon terhadap perasaan orang lain, seperti
rasa kasihan, kesedihan, rasa sakit. Dalam empati terdapat rasa keterlibatan emosional seseorang
dalam realitas yang mempengaruhi orang lain. Konsep Empati terkait erat dengan rasa kasihan dan
iba. Empati berkaitan dengan kemampuan mental seseorang untuk memahami dan karena rasa
tersebut terdorong untuk membantu.
Jadi, empati adalah kondisi rasa seseorang yang menyadari rasa dan kondisi orang lain kemudian
terdorong untuk bertindak untuk membantunya. Empati merupakan lanjutan dari rasa simpati.

Artinya, empati muncul dengan didahului oleh rasa simpati. Rasa simpati yang semakin menguat
dalam diri seseorang itulah yang akan melahirkan empati.
Empati merupakan fenomena kompleks yang menurut para ahli sulit didefinisikan. Empati dipelajari
dalam psikologi sosial, psikologi kognitif dan neuroscience. Empati adalah proses mental berkaitan
dengan beberapa aspek diantaranya:
1. Apa yang dirasakan oleh orang lain (empati afektif);
2. Bagaimana menempatkan diri sebagai orang lain (empati
kognitif); dan
3. Seolah-olah menjadi orang lain yang sedang merasakan
kondisi tertentu yang dirasakan orang lain (empati
akurasi).116
Ketiga mekanisme dianggap saling terkait dan tergantung satu sama lain maka empati pun terjadi.
Dalam proses empati maka ada hubungan yang saling berinteraksi antara penularan emosi,
pengambilan perspektif, dan akurasi.
3. Antipati
Sama halnya dengan empati dan simpati, antipati merupakan perasaan kejiwaan yang dirasakan
seseorang terhadap orang lain. Tetapi perasaan yang dirasakan pada antipati bersifat negatif, yaitu
tidak suka atau benci terhadap seseorang. Jadi antipati merupakan kebalikan dari simpati dan
empati. Jika simpati dan empati bersifat dan mendrong seseorang pada tindakanyang positif maka
sebaliknya antipati bersifat dan mendorong seseorang ke tindakan yang negatif. Dalam konsep
agama, antipati digambarkan sebagai rasa dengki dan hasad.
8.2. Hubungana Atara Simpati, Empati, dan Antipati dengan Moral
Secara teoritik sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, moral dibedakan menjadi tiga jenis
yang sekaligus menunjukkan tingkatan moral, yaitu; kesadaran moral, sikap moral, dan tindakan
moral. Kesadaran moral berkaitan dengan kondisi kognitif seseorang yang memahami
Rangkuman
Simpati adalah kondisi perasaan seseorang yang merasa tertarik terhadap orang lain sehingga
mampu merasakan apa yang dialami, dirasakan, dan diderita orang lain. Simpati terdiri dari dua
jenis, yaitu; simpati biologis dan simpati sosial. Simpati biologis adalah perasaan tertarik seserang
kepada orang lain yang disebabkan oleh faktor fisik. Sedangkan simpati sosial adalah perasaan
tertarik yang disebabkan oleh faktor sosial.
Empati adalah perasaan seseorang yang merasakan rasa dan kondisi yang dirasakan dan dialami
orang lain dan bertindak untuk membantunya. Empati memiliki beberapa tahapan, yaitu; Apa yang
dirasakan oleh orang lain (empati afektif), bagaimana menempatkan diri sebagai orang lain (empati
kognitif), dan seolah-olah menjadi orang lain yang sedang merasakan kondisi tertentu yang
dirasakan orang lain (empati akurasi).
Sedangkan antipati merupakan perasaan tidak suka atau tidak senang terhadap orang lain. Empati
dan simpati mendorong terjadinya tindakan yang bermoral baik, sedangkan antipati mendorong
terjadinya perbuatan yang bermoral buruk.

Anda mungkin juga menyukai