Anda di halaman 1dari 68

Hanya Untuk Kalangan Sendiri

Program Studi PGSD

RINGKASAN MATERI
PERTEMUAN 2-6
MK. PEMBELAJARAN PKn SD

Dosen Pengampu
ROMADHON

Sumber: Diah Windi A, 2020


BAB I

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan PKn

Pendidikan moral di Indonesia, secara tradisional, berisi nilai-nilai

kemasyarakatan, negara dan agama. Pada mulanya, pendidikan moral dilaksanakan

melalui pendidikan agama dan budi pekerti, tidak ada pendidikan moral secara

eksplisit. Akan tetapi kemudian berkembang dari waktu ke waktu sehingga tidak

lagi menyatu dengan pendidikan agama dan budi pekerti.

Pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan.

Mata pelajaran Kewarganegaraan memuat isi pokok cara memperoleh

kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara. Dari sudut pengetahuan

tentang negara diperkenalkan juga mata pelajaran Tata Negara dan Tata Hukum.

Ketiga mata pelajaran tersebut semata-mata memuat aspek kognitif.

Pada tahun 1959 terjadi perubahan arah politik di Negara Indonesia. Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 menyatakan UUDS 1950 tidak berlaku, dan UUD 1945

dinyatakan berlaku kembali. Kejadian ini membuat perubahan arah di bidang

pendidikan. Perubahan arah ini ditandai dengan diperkenalkannya mata pelajaran

Civics di SMP dan SMA, yang isinya meliputi Sejarah Nasional, Sejarah Proklamasi,

UUD 1945, Pancasila, Pidato-pidato Kenegaraan Presiden, pembinaan persatuan

dan kesatuan bangsa. Buku sumber yang dipergunakan adalah “Civics Manusia

Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi” yang lebih dikenal dengan

singkatan “TUBAPI”. Metode pengajarannya lebih bersifat indoktrinasi. Buku

pegangan siswa untuk mata pelajaran ini belum ada.

Pada tahun 1962, istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan Negara atas

anjuran Dr. Sahardjo, S.H.yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri

Kehakiman. Perubahan ini didasarkan atas tujuan yang ingin dicapainya, yaitu

‘membentuk warga negara yang baik”.


1
Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI yang kemudian diikuti

oleh pembaharuan tatanan dalam pemerintahan. Pembaharuan tatanan inilah yang

kemudian dibatasi oleh tonggak yang resmi dengan diserahkannya surat perintah

11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto. Tanggal

itulah yang kemudian dijadikan tonggak pemerintahan Orde Baru, yang

mengandung tekad untuk memurnikan pelaksanaan UUD 1945 secara konsekuen.

Perubahan sistem ketatanegaraan/pemerintahan ini kemudian diikuti dengan

kebijaksanaan dalam pendidikan, yaitu dengan keluarnya Keputusan Menteri P & K

No. 31/1967 yang menetapkan bahwa pelajaran Civics isinya terdiri atas:

1. Pancasila

2. UUD 1945

3. Ketetapan-ketetapan MPRS

4. Pengetahuan tentang PBB

Pada tahun 1968, kebijaksanaan dalam bidang pendidikan ini disusul dengan

keluarnya Kurikulum 1968. Dalam kurikulum ini istilah Civics, yang secara tidak

resmi diganti dengan istilah Kewargaan Negara, diganti lagi dengan Pendidikan

Kewargaan Negara, yang lebih dikenal dengan singkatan PKN. Pendidikan

Kewargaan Negara padamasa ini sudah tidak lagi menggunakan metode

indoktrinasi dalam pengajarannya. Bahan pokoknya pun telah ditetapkan dalam

kurikulum tersebut yang meliputi:

1. Untuk tingkat Sekolah Dasar:

a. Pengetahuan Kewargaan Negara

b. Sejarah Indonesia

c. Ilmu Bumi

2. Untuk tingkat SMP

a. Sejarah Kebangsaan

b. Kejadian setelah kemedekaan


2
c. UUD 1945

d. Pancasila

e. Ketetapan-ketetapan MPRS

3. Untuk tingkat SMA

- Uraian pasal-pasal dalam UUD 1945 dihubungkan dengan Tata

Negara, Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi

Pada tahun 1973, oleh Badan Pengembangan Pendidikan (BP3) Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Pendidikan Kewargaan Negara, telah

ditetapkan 8 tujuan kurikuler, yang meliputi bidang:

1. Hak dan kewajiban warga Negara

2. Hubungan luar negeri/pengetahuan internasional

3. Persatuan dan kesatuan bangsa

4. Pemerintahan demokrasi Indonesia

5. Keadilan negara bagi seluruh rakyat Indonesia

6. Pembangunan negara ekonomi

7. Pendidikan kependudukan

8. Keamanan dan ketertiban masyarakat

Walaupun bahan pokok dan tujuan kurikuler telah ditetapkan, namun pada

waktu itu belum disusun buku pegangan resmi, baik bagi murid maupun bagi guru.

Dengan tidak adanya pegangan resmi dari pemerintah, maka setiap sekolah/guru

mengambil kebijaksanaan sendiri-sendiri tentang buku ini. Maka dapat dimengerti

kalau pada waktu itu beredar berbagai karangan tentang Pendidikan Kewargaan

Negara untuk segala jenjang atau tingkat pendidikan, demi memenuhi kebutuhan

di lapangan. Perlu adanya catatan yang penting dari PKN tersebut yaitu aspek

afektif tidak muncul. Pendidikan Kewargaan Negara ternyata hanya

menitikberatkan pada aspek kognitif saja. Selain itu, pembentukan moral Pancasila

kepada peserta didik tidak secara eksplisit, sehingga PKN ini tidak akan berhasil
3
membawa amanat/pesan dari pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila. Keadaan

semacam ini ditambah dengan buku pegangan untuk murid yang beraneka ragam,

buku pegangan guru yang beraneka ragam, pengembangan materi oleh guru yang

sangat diwarnai oleh ilmu yang dimilikinya serta pola berpikirnya, akan

menyebabkan keanekaragaman output, baik aspek kognitif maupun aspek afektif.

Era baru dalam bidang ketatanegaraan muncul. MPR hasil pemilu

menghasilkan GBHN dalam Ketetapan No VI /MPR 1973 yang menginstruksikan

adanya PMP di semua jenjang sekolah dari TK sampai perguruan tinggi baik negeri

maupun swasta.

Pada akhir tahun 1975, tim Nasional Kurikulum Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan menyusun Kurikulum dan Garis-garis Besar Pengajaran dalam bidang

studi PMP untuk SD, SMP, dan SMA

Tahun 1978 MPR hasil pemilu yang kedua sesudah Orde Baru, berhasil

mengeluarkan Ketetapan No II/MPR/1978 yang memuat Pedoman Penghayatan dan

Pengamalan Pancasila atau Ekaprasetia Pancakarsa. Ketetapan ini barmaksud

memberikan penjabaran yang sederhana, jelas dan mudah dipahami nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila (selanjutnya dikenal dengan 36 butir nilai P4), untuk

dapat dipakai sebagai penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, oleh setiap warga negara Indonesia.

Keluarnya Tap MPR tersebut sangat bermakna bagi PMP, karena akan lebih

memperjelas arah ke mana PMP akan bermuara. Dalam kurikulum 1975 telah

ditetapkan sejumlah pokok bahasan sebagai materi PMP ditambah atau diperkaya

dengan materi Tap MPR No II/MPR/1978. Namun belum terdapat buku paket untuk

murid. Untuk menghindari adanya pengembangan materi yang beaneka ragam oleh

guru/peminat penulis buku, maka mulai tahun 1978 telah dirintis penulisan buku

paket PMP untuk SD, SMP, dan SMA. Kegiatan ini diakhiri dengan diterbitkannya

buku paket PMP tersebut pada tahun 1980 dan seterusnya dipergunakan di sekolah-
4
sekolah dari SD sampai SMA. Pada tahun 1982, buku paket PMP dikoreksi dengan

mendapatkan banyak sumbangan pemikiran dari masyarakat, tokoh-tokoh agama,

pendidik serta para cerdik cendekiawan. Akhirnya setelah dikoreksi kemudian

dicetak ulang dan disahkan penggunaannya dengan Keputusan Menteri P & K No

137/C/Kep/R/83, dan sekaligus menarik buku-buku PMP cetakan lama.

Selanjutnya, lembaga tertinggi negara hasil pemilu ketiga setelah Orde Baru,

berhasil mengeluarkan produknya antara lain Tap MPR No II/MPR/1983 tentang

GBHN. Ada dua hal yang pelu diperhatikan dari GBHN ini, yaitu:

1. Pendidikan Moral Pancasila masih tetap diberikan di sekolah-sekolah.

2. Munculnya unsur baru dalam Pendidikan Pancasila, yaitu:

a. Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Pancasila.

b. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa

Kurikulum 1975 nampaknya sudah seharusnya ditinjau kembali. Hasil

penilaian menunjukkan bahwa ada kelemahan-kelemahan yang berkenaan dengan

aspek keselarasan antara lingkup dengan kedalaman bahan yang menyebabkan

saratnya materi pelajaran, keselarasan vertikal yang menyangkut tata urutan pokok

bahasan, dan kesesuaian materi dengan perkembangan baru. Sehubungan dengan

hal itu, maka muncullah Keputusan Menteri P & K dengan No 0461/U/1984 tentang

perbaikan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Keputusan Menteri P

& K No 0209/U/1984, tentang Perbaikan Kurikulum Sekolah Menengah Tingkat

Atas. Salah satu ciri khas kurikulum ini, selanjutnya disebut dengan Kurikulum

1984, adalah diterapkannya keluwesan program. Khususnya untuk bidang studi

PMP perlu pembenahan dalam hal ranahnya. Pada kurikulum 1975, walaupun

disadari bahwa PMP adalah pendidikan moral, namun titik beratnya masih ranah

pengetahuan. Oleh karena itu, ada penataan kembali ke dalam kurikulum 1984,

yang lebih menitikberatkan pada ranah moral (afektif), disamping secara integrative
5
perlu diperhatikan ranah lainnya yaitu pengetahuan (kognitif) dan perbuatan

(psikomotor).

Sebagai salah satu bentuk pelaksanaan UU No.2 tahun 1989, pada tanggal 25

Februari 1993 telah terbit keputusan Mendikbud No.060/U/1993, tentang Kurikulum

Pendidikan Dasar. Kurikulum tersebut secara bertahap dinyatakan mulai berlaku

pada tahun ajaran 1994/1995. Oleh karena itu kemudian kurikulum tersebut dikenal

dengan Kurikulum Dikdas 1994 atau Kurikulum ’94.

Pada tahun 1994, nama Pendidikan Moral Pancasila diganti dengan

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Bila dikaitkan dengan

kurikulum sebelumnya, mata pelajaran tersebut memadukan konsep Pendidikan

Moral Pancasila (PMP) dengan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Istilah

Pendidikan Moral Pancasila diperbaiki menjadi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan

Kewarganegaran. Kemudian dipadukan menjadi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan”. Pendidikan Pancasila memiliki konotasi lebih luas dan utuh

daripada Pendidikan Moral Pancasila, karena Pancasila tidak hanya memiliki

dimensi moral, tetapi juga mengandung konsep, nilai, moral, dan norma. Karena

itu, perubahan ini sangat tepat. Materi yang terkandung dalam pelajaran PPKn

tidak jauh berbeda dengan materi yang terkandung dalam pelajaran PMP.

Selanjutnya pada tahun 1999 dimasukkan suplemen (tambahan) materi PPKn sesuai

dengan perubahan kehidupan ketatanegaraan setelah era reformasi. Materi P-4

secara resmi tidak lagi dipakai dalam suplemen kurikulum 1999, karena Tap MPR

tentang P-4 telah dicabut dengan Tap MPR No. XVIII/MPR/1998.

Pada tahun 2000, setelah Indonesia masuk dalam era reformasi maka

bidang pendidikan pun mengalami perubahan. Adanya tuntutan bahwa

pengetahuan yang didapatkan di sekolah harus bisa menopang kebutuhan skill yang

terus bertambah maka lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada tahun
6
ini berganti nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Tahun 2004

kurikulum PKn SD diintegrasikan dengan mata pelajaran IPS, menjadi PKPS

(Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial), sementara di tingkat SMP

dan SMA merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Kurikulum Berbasis

Kompetensi kewarganegaraan tampak telah mengarah pada tiga komponen PKn

yang bermutu seperti yang diajukan oleh Centre for Civic Education pada tahun 1999

dalam National Standard for Civics and Government. Ketiga komponen tersebut yaitu

civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan

kewarganegaraan), dan civic disposition (karakter kewarganegaraan).

Pada tahun 2006, perubahan kurikulum dari KBK menjadi Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini PKn di sekolah dasar tidak lagi

terintegrasi dengan mata pelajaran IPS, melainkan berdiri sendiri menjadi mata

pelajaran PKn. Demikian pula pada tingkat SMP dan SMA PKn menjadi mata

pelajaran yang berdiri sendiri.

B. Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar

1. Tujuan PKn

Seperti halnya mata pelajaran yang lain, PKn juga memiliki tujuan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik agar dapat tumbuh menjadi warga

negara yang baik (good citizen). Sesuai dengan yang ditetapkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tujuan mata pelajaran PKn adalah untuk

memberikan kompetensi-kompetensi kepada siswa sebagai berikut:

a. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan,

b. berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

7
c. berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi.

Dengan melihat tujuan mata pelajaran PKn di atas dapat disimpulkan

bahwa di dalamnya memuat aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk

dapat mencapai tujuan mata pelajaran PKn tersebut secara maksimal, maka guru

perlu menyusun strategi pembelajaran yang digunakan di kelas yang sesuai

dengan masing-masing aspek pembelajaran.

2. Ruang Lingkup PKn

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki ruang lingkup yang cukup

banyak. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menguraikan ruang

lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:

a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan,

cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah

pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi

dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan

Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan

keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,

peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan

peradilan internasional.

8
c. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban

anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM,

pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri

sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan

mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri,

persamaan kedudukan warga negara.

e. Konstitusi Negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang

pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,

hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f. Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan,

pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan

sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat

madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

g. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan

ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,

pengamalan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila

sebagai ideologi terbuka.

h. Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri

Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional

dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

C. Paradigma Baru PKn

Paradigma berarti suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan

dalam proses pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Sejalan dengan dinamika

perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ditandai oleh semakin

terbukanya persaingan antarbangsa yang semakin ketat, maka bangsa Indonesia

9
mulai memasuki era reformasi di berbagai bidang menuju kehidupan masyarakat

yang lebih demokratis.

Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat

madani (civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata

pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan

tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Proses pembangunan karakter bangsa

(nation character building) yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat

prioritas, perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan konstitusi Negara

RI. Pada hakekatnya, proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah

pada penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah,

pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat

mendesak dan tentunya memerlukan pola pemikiran atau paradigma baru.

Tugas PKn paradigma baru adalah mengembangkan pendidikan demokrasi

yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan

warganegara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic

responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation).

Kecerdasan warganegara yang dikembangkan untuk membentuk warga negara

yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional, melainkan juga dalam dimensi

spiritual, emosional, dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan

multidimensional.

Dalam KBK kewarganegaraan telah mengarah pada pengembangan tiga

komponen PKn paradigma baru seperti yang diajukan diajukan oleh Centre for

Civic Education pada tahun 1999 dalam National Standard for Civics and Government.

Ketiga komponen PKn paradigma baru tersebut adalah civic knowledge

(pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan kewarganegaraan), dan

civic disposition (karakter kewarganegaraan) (Branson, 1999: 8-25).


10
Dalam dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) mencakup

bidang politik, hukum, dan moral. Materi yang termasuk ke dalam pengetahuan

kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses

demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional,

pemerintah berdasar hukum (rule of law) dan peradilan bebas yang tidak memihak,

konstitusi, sejarah nasional, hak dan tanggungjawab warganegara, hak asasi

manusia, hak sipil, dan hak politik (Depdiknas, 2002: 10).

Sementara itu dalam dimensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills)

yang meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

misalnya: berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani, keterampilan

mempengaruhi dan monitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan

keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial

keterampilan mengadakan koalisi, kerjasama, dan mengelola konflik.

Pada dimensi yang ketiga yaitu dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civic

values). Dimensi ini mencakup percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai

religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan

individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan

berkumpul, dan perlindungan terhadap minoritas (Depdiknas, 2002: 11).

Untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui pendidikan

kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus

yang sesuai dengan paradigma baru PKn. Model pembelajaran dapat digunakan

salah satunya adalah pembelajaran berbasis portofolio yang lebih dikenal dengan

“Proyek-belajar Kewarganegaraan Kami Bangsa Indonesia (PKKBI)” yang

dianggap sebagai model pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan

paradigma baru PKn.

Keunggulan dari paradigma baru PKn dengan model pembelajaran adalah

memfokuskan pada kegiatan belajar siswa aktif (active students learning) dan
11
pendekatan inkuiri (inquiry approach). Model pembelajaran PKn dengan paradigma

baru memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Membelajarkan dan melatih siswa berpikir kritis

2. Membawa siswa mengenal, memilih dan memecahkan masalah

3. Melatih siswa dalam berpikir sesuai dengan metode ilmiah

4. Melatih siswa untuk berpikir dengan ketrampilan sosial lain yang sejalan

dengan pendekatan inkuiri.

D. Kewarganegaraan Multidimensi

Zaman semakin berkembang ke arah yang lebih modern dan kompleks. Seperti

yang terjadi di era abad 21 yang dikenal dengan era globalisasi muncul banyak

tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Tantangan yang muncul di era

global sering dikenal dengan istilah trend global antara lain masalah ekonomi gobal,

teknologi dan informasi, rekayasa genetika, dan kependudukan dan lingkungan

hidup. Dari trend global yang muncul tersebut, akan menimbulkan masalah di bumi

ini antara lain perusakan lahan subur, menipisnya akuifer utama, hujan asam,

pembuangan limbah nuklir dan kimia, penipisan sumber daya, spesies terancam

punah, erosi, perusakan hutan hujan, salinasi karena praktek-praktek irigasi yang

buruk, keracunan dari atmosfer, penipisan ozon dan perubahan iklim, persediaan

kritis kekurangan air segar yang diprediksi akan menjadi hal yang paling pendting

pada kurun waktu 50 tahun mendatang (John J. Cogan dan Ray Derricot, 2009).

Untuk menghadapi tantangan yang muncul di era globalisasi diperlukan

kesiapan diri setiap bangsa. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan di berbagai

negara, termasuk di Indonesia perlu untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan

masyarakat di era global yang mengalami perubahan dengan begitu cepat.

Perubahan tersebut bisa terjadi dalam konteks nasional maupun internasional.

Dengan adanya perubahan yang dapat terjadi secara nasional, maupun

internasional, maka pendidikan kewarganegaraan memiliki peran yang penting


12
untuk memperkuat rasa identitas nasional setiap bangsa agar tidak dengan mudah

terbawa arus perubahan yang terjadi.

Pada perkembangan di era globalisasi ini muncul istilah kewarganegaraan

multidimensi. Diprediksi bahwa model pendidikan kewarganegaraan yang

sekarang ada tidak akan cukup digunakan untuk menghadapi tantangan yang

muncul di era global. Oleh karena itu kebijakan pendidikan kewarganegaraan di

masa mendatang harus didasarkan pada konsepsi kewarganegaraan multidimensi.

Kewarganegaraan multidimensi diprediksi akan sesuai dengan kebutuhan dan

tuntutan yang muncul pada abad ke-21. Kewarganegaraan multidimensi yang

dimaksudkan di sini harus dikembangkan pada semua aspek pendidikan yaitu

kurikulum dan pedagogi, pemerintahan dan organisasi, dan hubungan sekolah-

masyarakat (John J. Cogan dan Ray Derricot, 2009).

Istilah kewarganegaraan multidimensi dapat dilihat melalui empat dimensi,

yaitu dimensi personal, sosial, spasial dan temporal. Dimensi personal

dimaksudkan bahwa kewarganegaraan multidimensi meliputi kapasitas personal

dan komitmen terhadap etika warganegara yang dikarakteristikan oleh kebiasaan

tanggung jawab pikiran, perasaan, dan tindakan baik secara individual dan sosial.

Dalam dimensi sosial kewarganegaraan mengakui bahwa walaupun kualitas

pribadi itu sangat penting, tetapi itu tidak cukup untuk membangun

kewarganegaraan multidimensi. Kewarganegaraan perlu menekankan pada

aktivitas sosial, yang melibatkan orang lain untuk hidup dan bekerja sama untuk

tujuan-tujuan kewarganegaraan. Dimensi spasial mengharuskan mengharuskan

warganegara untuk mampu hidup dan bekerja pada tingkat lokal , regional,

nasional dan multinasional. Penggabungan antara dimensi spasial, sosial dan

pribadi akan membuat warganegara berfikir secara global sambil bertindak secara

lokal (act locally, think globally). Adapun dimensi temporal menekankan bahwa

warga negara dalam menghadapi tantangan-tantangan yang terjadi sekarang ini


13
tidaklah hanya terkait dengan masa sekarang sehingga mereka lupa akan masa lalu

dan masa yang akan datang. Dalam dimensi temporal kewarganegaraan

multidimensi menekankan pada keadaan sekarang dan tantangan-tantangannya

agar ditempatkan dalam konteks baik dimasa lalu maupun masa yang akan datang

(John J. Cogan dan Ray Derricot, 2009).

Dalam bukunya Citizenship for 21st Century An International Education Perspective),

John J. Cogan dan Ray Derricot (2009) menuliskan bahwa untuk menghadapi abad

21 diperlukan delapan karakteristik kewarganegaraan abad 21, yaitu:

1. Kemampuan melihat dan mendekati masalah sebagai masyarakat global.

2. Kemampuan bekerja sama dengan yang lain melalui cara yang kooperatif dan

menerima tanggung jawab atas peran/tugasnya pada masyarakat.

3. Kemampuan memahami dan menerima menghargai dan dapat menerima

perbedaan-perbedaan budaya.

4. Kemampuan berfikir secara kritis dan sistematis.

5. Kemampuan menyelesaikan konflik secara damai atau tanpa kekerasan.

6. Keinginan mengubah gaya hidup yang konsumtif menjadi memelihara

lingkungan.

7. Kemampuan bersikap sensitif dan melindungi HAM

8. Keinginan dan kemampuan untuk ikut serta dalam politik pada tingkat nasional

dan internasional

Untuk dapat mewujudkan karakterisitik warga negara seperti yang telah

dituliskan di atas, maka pembelajaran pendidikan kewarganegaraan hendaknya

tidak lagi dibelajarkan secara konvensional yaitu dengan indoktrinasi dan ceramah

semata, tetapi perlu diadakan perubahan-perubahan yang penting dalam berbagai

hal. Perubahan perlu dilakukan dalam bidang penyususnan kurikulum,

pembelajaran di kelas, menjadikan sekolah sebagai model dalam kehidupan

bermasyarakat, dan perlunya jalinan kerjasama dengan masyarakat.


14
Perubahan-perubahan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di

sekolah menuntut kemampuan guru yang professional. Menurut John J. Cogan dan

Ray Derricot (2009) menjelaskan kriteria guru yang profesional untuk menghadapi

era global adalah sebagai berikut:

1. Kurikulum dan pengajaran disusun berdasarkan musyawarah.

2. Kurikulum dan pengajaran berbasis informasi dan media

3. Menggunakan teknologi untuk mengajar, belajar, dan meneliti.

4. Fokus pada isu-isu lingkungan dan masalah-masalah alam global

mungkin menampakkan diri secara lokal.

5. Kurikulum berorientasi global, yaitu menggunakan contoh, bacaan,

ilustrasi bersifat pendidikan, bahan pelajaran, media yang ada di bagian

dunia lain.

6. Proses pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai demokratis.

7. Pengembangan hubungan kerjasama dan kolaboratif.

8. Praktek dalam penerapan pembelajaran dalam masyarakat luas.

Guru yang profesional dapat dibentuk dengan memahami kewarganegaraan

multidimensi secara baik, dan mampu melakukan jalinan kerjasama dengan

masyarakat luas. Dalam konteks pembentukan kewarganegaraan multidimensi, guru

harus bisa dijadikan model bagi peserta didiknya, sehingga perilaku guru yang

mencerminkan sikap warga global agara dapat mudah ditiru oleh siswa. Hal ini

penting dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar mengingat usia sekolah dasar

adalah usia dimana siswa dengan mudah akan meniru contoh-contoh yang mereka

lihat, termasuk contoh dari guru-guru di sekolah. Oleh karena itu peran teladan dari

guru yang mencerminkan perilaku sebagai warga negara global sangat penting.

15
BAB II

KURIKULUM PKn di SD

A. Konsep Dasar Kurikulum

Ditinjau dari asal katanya (etimologi) istilah kurikulum berasal dari bahasa

latin curere yang artinya berlari. Seterusnya lahir istilah curicle yang berarti kereta dua

yang di tarik oleh dua ekor kuda. Selanjutnya lahir istilah curriculum yang berarti mata

pelajaran yang harus dilatihkan (course of study or training). Menurut perumusan

tradisional kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran-mata pelajaran yang

disajikan oleh sekolah kepada siswa untuk memperoleh ijazah, kenaikan kelas atau

tingkat. Pandangan secara tradisional ini sangat sangat sempit dan terbatas sekali.

Perkembangan selanjutnya yang lebih modern kurikulum diartikan segala sesuatu

kegiatan (baik intra, ko dan ekstra kurikuler) yang dipertanggungjawabkan oleh

lembaga pendidikan dan diberikan kepada siswa dalam upaya mencapai tujuan

pendidikan. Apabila kita perhatikan perkembangan dunia pendidikan dewasa ini


16
rupa-rupanya cakupan kegiatan sekolah tidak hanya menyampaikan sederet mata

pelajaran. Namun lebih luas dari itu. Dengan demikian perumusan kurikulum

yang tradisional kurang relewan lagi.

Sedang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwodarminto) pengertian

kurikulum diartikan sebagai susunan mata pelajaran. Berpijak dari penjelasan di

atas dapat dirumuskan bahwa kurikulum adalah suatu perangkat atau rangkaian

kegiatan dalam lembaga pendidikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan

yang telah dipatokkan atau ditetapkan. Dalam UUSPN N0.20 tahun 2003 (pasal 1

ayat 19) dijelasakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu.

Dewasa ini pengertian kurikulum menurut beberapa pakar tidak hanya

diartikan sebagai daftar mata pelajaran atau tujuan yang akan di capai, tetapi

penegrtian kurikulum minimal mengandung empat dimensi yang saling

berhubungan, yakni:

1. Kurikulum sebagai ide, berarti bahwa kurikulum sebagai buah pikiran para

ahli /seseorang pengembang kurikulum, misalnya : apa yang ingin

dikembangkan pada diri siswa, bagaimana cara mengembangkannya,

pengalaman belajar apa yang paling baik dan bagaimana cara

penyampaiannya pada siwa dan sebagainya.

2. Kurikulum sebagai rencana tertulis, ini adalah dimensi paling kongkrit

tentang pengertian kurikulum dibandingkan dengan dimensi lain. Dalam

dimensi ini kurikulum dimaksudkan sebagai pegangan guru, isinya

merupakan materi/bahan minimal secara nasional, sehingga guru masih

ada kesempatan untuk mengembangkan

17
3. Kurikulum sebagai kegiatan, ini merupakan hasil terjemahan guru

(operasional) tentang kurikulum di lapangan yang didasarkan pada

kurikulum sebagai ide atau sebagai renana yang tertulis. Faktor

kemampuan (pengalaman), kemauan dan sarana sekolah cukup

menentukan agar hasil yang dicapai sesuai dengan ide dan rencana

sebelumnya.

4. Kurikulum sebagai hasil belajar yang diperoleh oleh anak didik. Hasil

tersebut daapt berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan sebagainya

baik yang bersifat sementara atau menetap.

B. Konsep Kurikulum PKN di SD-MI

Pendidikan terjadi ketika ada interaksi antara pendidik dan perserta didik.

Dalam lingkungan keluarga interaksi antara ayah dan anak merupakan proses

dalam pendidikan. Interaksi ini berjalan tanpa adanya perencanaan secara tertulis.

Orang tua kadangkala tidak mempunyai perencanaan yang jelas dan terinci dalam

melakukan proses pendidikan. Mulai dari pertanyaan bagaimana mendidik,

bagaimana prosesnya, dan mau dijadikan apa anaknya kelak. Itulah potret yang

terjadi dalam pendidikan keluarga. Interaksi pendidikan antara orang tua dengan

anaknya sering tidak disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan

dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tua bertemu, berdialog dan bergaul

dengan anak-anaknya. Orang tua sebagai pendidik karena statusnya sebagi ayah

dan ibu. Pendidikan yang dilakukan bersifat informal. Sehingga pendidikan dalam

keluarga lebih di kenal dengan pendidikan informal, karena tidak menerapkan

kurikulum formal maupun tertulis.

Berbeda dengan pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal.

Proses dalam pendidikan sekolah melalui perencanaan yang tersusun secara

sistematis. Guru sebagai pendidik merancang sedemikian rupa kompetensi yang

dihasilkan oleh siswa. Setiap praktik pendidikan diarahkan kepada pencapaian


18
tujuan tertentu, apakah berkaitan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan

pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan

bahan pelajaran, ataupun pengembangan kemampuan-kemampuan tersebut

diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil

dan proses pendidikan, juga di perlukan cara-cara dan alat-alat penilaian tertentu

pula. Keempat hal yang mempengaruhi adalah tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan

penilaian merupakan komponen-komponen utama dalam kurikulum. Dengan

berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa

berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi selalu

dalam lingkungan tertentu, yang mencakup lingkungan fisik, alam, sosial buidaya,

ekonomi, politik, dan religi.

Kurikulum menurut pandangan lama mempunyai makna kumpulan mata-

mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau di pelajari oleh siswa. Pengertian

ini sudah ada sejak zaman Yunani dan masih ada sebagian yang berpandangan

seperti ini sampai sekarang. Bahkan sebagian orang tua atau guru ketika di tanya

tentang kurikulum, akan memberikan jawaban seputar bidang studi atau mata

pelajaran. Lebih khusus kurikulum diartikan sebagai isi pelajaran.

Pendapat yang muncul selanjutnya adalah kurikulum tidak hanya

berdasarkan isi, tapi lebih menekankan kepada pengalaman belajar. Menurut

Ronald C.Doll (dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005: 4), kurikulum tidak hanya

berupa penekanan dari isi kepada proses, tetapi menunjukkan adanya perubahan

lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada konsep yang lebih luas. Sehingga

pengalaman siswa merupakan konsep yang lebih luas. Pengalaman dapat

berlangsung di sekolah, rumah atapun di masyarakat, baik bersama guru ataupun

tanpa guru.

Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana

(curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (fungsional curriculum).


19
Menurut Beauchamp (dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005: 5) kurikulum

adalah suatu rencana pendidikan suatu pengajaran. Suatu kurikulum merupakan

perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan

hasil pengkajian, penelitian dan pengembangan para ahli kurikulum.

Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 27) membagi tiga konsep kurikulum, yaitu

kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidng studi. Kurikulum

sebagai substansi yaitu di pandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi

siswa atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum sebagai sistem

merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem

masyarakat. Kurikulum sebagai bidang studi yaitu bidang studi kurikulum

C. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn SD

Dalam KTSP memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar

kompetensi dan kompetensi dasar merupakan tujuan yang akan dicapai guru

melalui proses belajar mengajar. Setiap guru harus mengembangkan secara otonomi

dalam membelajarkan kepada siswa. Berikut ini diuraikan tentang standar

kompetensi dan kompetensi dasar PKn di sekolah dasar yang termuat dalam

kurikulum tingkat satuan pendidikan:

Kelas I, Semester 1

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menerapkan hidup rukun dalam 1.1 Menjelaskan perbedaan jenis

perbedaan kelamin, agama, dan suku

bangsa

1.2 Memberikan contoh hidup rukun

melalui kegiatan di rumah dan

di sekolah

1.3 Menerapkan hidup rukun di

20
rumah dan di sekolah

2. Membiasakan tertib di rumah 2.1 Menjelaskan pentingnya tata

dan di sekolah tertib di rumah dan di sekolah

2.2 Melaksanakan tata tertib di

rumah dan di sekolah

Kelas I, Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Menerapkan hak anak di rumah 3.1 Menjelaskan hak anak untuk

dan di sekolah bermain, belajar

dengan gembira dan didengar

pendapatnya

3.2 Melaksanakan hak anak di rumah

dan di sekolah

4. Menerapkan kewajiban anak di 4.1 Mengikuti tata tertib di rumah

rumah dan di sekolah dan di sekolah

4.2 Melaksanakan aturan yang

berlaku di masyarakat

Kelas II, Semester 1

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Membiasakan hidup bergotong 1.1 Mengenal pentingnya hidup

royong rukun, saling berbagi dan tolong

menolong

1.2 Melaksanakan hidup rukun,

saling berbagi dan tolong

menolong di rumah dan di

sekolah

21
2. Menampilkan sikap cinta 2.1 Mengenal pentingnya lingkungan

lingkungan alam seperti dunia tumbuhan

dan dunia hewan

2.2 Melaksanakan pemeliharaan

lingkungan alam

Kelas II, Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Menampilkan sikap demokratis 3.1 Mengenal kegiatan

bermusyawarah

3.2 Menghargai suara terbanyak

(mayoritas)

3.3 Menampilkan sikap mau

menerima kekalahan

4. Menampilkan nilai-nilai 4.1 Mengenal nilai kejujuran,

Pancasila kedisiplinan, dan senang bekerja

dalam kehidupan sehari-hari

4.2 Melaksanakan perilaku jujur,

disiplin, dan senang bekerja

dalam kegiatan sehari-hari

Kelas III, Semester 1

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Mengamalkan makna Sumpah 1.1 Mengenal makna satu nusa, satu

Pemuda bangsa dan satu bahasa

22
1.2 Mengamalkan nilai-nilai Sumpah

Pemuda dalam kehidupan sehari-

hari

2. Melaksanakan norma yang 2.1 Mengenal aturan-aturan yang

berlaku di masyarakat berlaku di lingkungan masyarakat

sekitar

2.2 Menyebutkan contoh aturan-

aturan yang berlaku di

lingkungan masyarakat sekitar

2.3 Melaksanakan aturan-aturan

yang berlaku di lingkungan

masyarakat sekitar

Kelas III, Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Memiliki harga diri sebagai 3.1 Mengenal pentingnya memiliki

individu harga diri

3.2 Memberi contoh bentuk harga

diri, seperti menghargai diri

sendiri, mengakui kelebihan dan

kekurangan diri sendiri dan lain

lain

3.3 Menampilkan perilaku yang

mencerminkan harga diri

23
4. Memiliki kebanggaan sebagai 4.1 Mengenal kekhasan bangsa

bangsa Indonesia Indonesia, seperti kebhinekaan,

kekayaan alam,

keramahtamahan

4.2. Menampilkan rasa bangga

sebagai anak Indonesia

Kelas IV, Semester 1

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami sistem pemerintahan 1.1 Mengenal lembaga-lembaga

desa dan pemerintah kecamatan dalam susunan pemerintahan

desa dan pemerintah kecamatan

1.2 Menggambarkan struktur

organisasi desa danpemerintah

kecamatan

2. Memahami sistem 2.1 Mengenal lembaga-lembaga

Pemerintahan kabupaten, kota, dalam susunan pemerintahan

dan kabupaten, kota, dan provinsi

Provinsi 2.2 Menggambarkan struktur

organisasi kabupaten, kota, dan

provinsi

Kelas IV, Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Mengenal sistem pemerintahan 3.1 Mengenal lembaga-lembaga

tingkat pusat negara dalam susunan

24
pemerintahan tingkat pusat,

seperti MPR, DPR, Presiden,

MA, MK dan BPK dll.

3.2 Menyebutkan organisasi

pemerintahan tingkat pusat,

seperti Presiden, Wakil Presiden

dan para Menteri

4. Menunjukkan sikap terhadap 4.1 Memberikan contoh sederhana

globalisasi di lingkungannya pengaruh globalisasi di

lingkungannya

4.2 Mengidentifikasi jenis budaya

Indonesia yang pernah

ditampilkan dalam misi

kebudayaan internasional

4.3 Menentukan sikap terhadap

pengaruh globalisasi yang

terjadi di lingkungannya

Kelas V, Semester 1

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami pentingnya keutuhan 1.1 Mendeskripsikan Negara

Negara Kesatuan Republik Kesatuan Republik Indonesia

Indonesia (NKRI) 1.2 Menjelaskan pentingnya

keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia

25
1.3 Menunjukkan contoh-contoh

perilaku dalam menjaga

keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia

2. Memahami peraturan 2.1 Menjelaskan pengertian dan

perundang-undangan tingkat pentingnya peraturan

pusat dan daerah perundang-undangan tingkat

pusat dan daerah

2.2 Memberikan contoh peraturan

perundangundangan tingkat

pusat dan daerah, seperti pajak,

anti korupsi, lalu lintas,

larangan merokok

Kelas V, Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Memahami kebebasan 3.1 Mendeskripsikan pengertian

berorganisasi organisasi

3.2 Menyebutkan contoh organisasi

di lingkungan sekolah dan

masyarakat

3.3 Menampilkan peran serta dalam

memilih organisasi di sekolah

4. Menghargai keputusan bersama 4.1 Mengenal bentuk-bentuk

keputusan bersama

4.2 Mematuhi keputusan bersama

26
Kelas VI, Semester 1

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menghargai nilai-nilai juang 1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai

dalam proses perumusan juang dalam proses perumusan

Pancasila sebagai Dasar Negara Pancasila sebagai Dasar Negara

1.2 Menceritakan secara singkat

nilai kebersamaan dalam proses

perumusan Pancasila sebagai

Dasar Negara

1.3 Meneladani nilai-nilai juang

para tokoh yang berperan dalam

proses perumusan Pancasila

sebagai Dasar Negara dalam

kehidupan sehari-hari

2. Memahami sistem pemerintahan 2.1 Menjelaskan proses Pemilu dan

Republik Indonesia Pilkada

2.2 Mendeskripsikan lembaga-

lembaga negara sesuai UUD

1945 hasil amandemen

2.3 Mendeskripsikan tugas dan

fungsi pemerintahan pusat dan

daerah

Kelas VI, Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

27
3. Memahami peran Indonesia 3.1 Menjelaskan pengertian

dalam kerjasama negara-negara Asia

lingkungan negaranegara di Tenggara

Asia Tenggara 3.2 Memberikan contoh peran

Indonesia dalam lingkungan

negara-negara di Asia Tenggara

4. Memahami peranan politik luar 4.1 Menjelaskan politik luar negeri

negeri Indonesia dalam era Indonesia yang bebas dan aktif

globalisasi 4.2 Memberikan contoh peranan

politik luar negeri Indonesia

dalam percaturan internasional

D. Pengembangan Kurikulum PKn SD

Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang SD dikembangkan oleh

sekolah dan komite sekolah dengan berpedoman pada standar kompetensi lulusan

dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.

Dalam lampiran permendiknas No. 22 Tahun 2006, pengembangan kurikulum

berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta

didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik

memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan

tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,

28
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan

lingkungan.

2. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman

karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan,

tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial

ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib

kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun

dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar

substansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena

itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan

memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku

kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan

kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia

usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,

keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan

keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

29
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang

kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara

berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum

mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal

dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang

selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional

dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus

saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

E. Prinsip Penyajian Kurikulum

Prinsip penyajian dalam PKn menurut Abdul Aziz Wahab (2002: 28) ada

empat yaitu sebagai berikut:

1. Dari mudah ke sukar

Prinsip ini digunakan dalam pengajaran khususnya dalam pendidikan

nilai, moral, dan teori-teori pendidikan. Untuk memahami hal-hal yang

bersifat sukar dimulai dari yang bersifat mudah. untuk aspek kognitif ukuran

mudah hingga sukar dapat dilihat dari enam tingkatan yang dikemukakan

oleh Bloom.

2. Dari sederhana ke rumit

30
Prinsip penyajian kurikulum dari sederhana ke rumit ini pada

dasarnya cocok untuk mengajarkan konsep atau nilai dan moral yang

berkenaan dengan pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-

hari. Melalui pembiasaan, latihan atau keteladanan yang di mulai sejak kecil,

akan terbiasa dengan hal-hal yang baik yang sifatnya masih sederhana,

kemudian ditingkatkan secara bertahap ke hal-hal yang sifatnya lebih sukar.

Kematangan usia juga sangat memiliki peran dalam kaitannya dengan fase-

fase perkembangan. Siswa sekolah dasar mudah menangkap dari hasil

pengamatan.

3. Dari yang bersifat kongkrit ke abstrak

Siswa sekolah dasar pada prinsipnya lebih mudah menaangkap hal-

hal yang sifatnya kongkrit dari pada yang sifatnya abstrak, karena mengingat

perkembangan kognitif siswa sekolah dasar sedang berada pada tahap

operasional kongkrit. Guru dapat memulainya dengan memberikan contoh-

contoh sederhana yang dapat ditiru oleh siswa.

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang banyak memuat

konsep nilai dan moral. Keduanya merupakan konsep yang sangat abstrak.

Mau tidak mau agar konsep nilai dan moral dapat terinternalisasi dalam diri

siswa dengan baik, maka guru harus berusaha untuk mengkongkritkan

konsep-konsep yang abstrak tersebut agar mudah dipahami siswa. Dalam

pembelajaran guru memerlukan media guna mempermudah pemahaman

siswa.

Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep kedisiplinan. Jika hanya

diajarkan melalui ceramah tanpa didukung oleh media yang tepat, siswa

akan mengalami kebingungan untuk memahami konsep kedisiplinan

tersebut. Contoh media yang dapat digunakan guru misalnya gambar

31
tentang perilaku disiplin. Melalui pengamatan terhadap gambar tersebut

siswa akan lebih mudah memahami makna konsep kedisiplinan.

4. Dari lingkungan paling dekat ke lingkungan lebih luas

Kurikulum hendaknya disajikan dengan mengikuti alur spiral yang

lingkupnya semakin lama semakin meluas. Jika dilihat dari luas sempitnya

lingkungan pendidikan, keluarga adalah tempat yang lingkupnya paling

sempit dalam pendidikan anak. Akan tetapi keluarga merupakan lingkungan

pendidikan yang pertama dan utama. Sejak pertama kali dilahirkan anggota

keluarga merupakan orang pertama yang ditemui anak dan menjadi orang

pertama pula tempat anak belajar. Dalam keluarga anak memiliki waktu

yang lebih banyak untuk melakukan interaksi dengan anggota keluarga yang

lain.

Melihat uraian di atas, maka guru dalam menyajikan kurikulum di

sekolah hendaknya memulai dari tingkat keluarga. Contoh-contoh diberikan

dari peristiwa-peristiwa yang ada dalam keluarga. Misalnya akan

mengajarkan tentang konsep ”Presiden” sebagai kepala negara. Dimulai dulu

dari konsep kepala keluarga, kepala desa, kepala daerah, baru kemudian

kepala negara. Demikian pula untuk mengajarkan konsep interaksi sosial,

guru dapat memulai dari interaksi di lingkungan keluarga, sekolah,

masyarakat, negara, hingga meluas pada interaksi sosial dalam tataran

internasional.

32
BAB III

PEMBELAJARAN PKn di SD

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran

Proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang melibatkan interaksi

antara guru dengan siswa untuk mencapai kompetensi dasar yang telah

dirumuskan sebelumnya. Melalui proses belajar mengajar ini diharapkan siswa

dapat menguasai kompetensi dasar secara tuntas. Ketercapaian kompetensi dasar

yang hendak dikuasai siswa dipengaruhi oleh beberapa elemen pembelajaran

diantaranya, siswa, guru, sarana dan prasarana, sumber belajar, dan lingkungan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa karakteristik belajar siswa dalam kelas sangat

majemuk. Kemajemukan karakteristik cara belajar siswa di dalam kelas menuntut

guru untuk dapat menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi agar dapat

mengadopsi kemajemukan cara belajar siswa ini. Misalnya ada siswa yang senang

belajar dengan mendengar, sementara ada siswa yang sulit menerima materi

pelajaran jika hanya dengan mendengar tetapi harus disertai dengan gambar. Selain

karaketeristik belajar siswa yang majemuk, karakteristik materi pembelajaran pun

sangat beragam. Ada materi yang cocok disampaikan dengan metode ceramah,

akan tetapi ada pula materi yang menuntut guru menyampaikannya dengan

metode demonstrasi, simulasi, dan lain sebagainya.

Pembelajaran di kelas hendaknya ditekankan pada students active learning,

sehingga peran guru lebih sebagai fasilitator. Untuk mengaplikasikan konsep

students active learning, proses belajar mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas

dipengaruhi iklim kelas pula oleh iklim kelas yang diciptakan. Menurut Mathews

(2003: 7) menjelaskan bahwa kelas yang dapat mengundang siswa-siswanya agar

dapat belajar secara aktif harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Guru bersama-sama dengan siswa bertanggung jawab untuk menciptakan

iklim kelas yang baik.


33
Iklim kelas yang baik akan dapat mempengaruhi kenyamanan

siswa dalam belajar. Oleh karena itu sebaiknya kelas disetting untuk dapat

menjadi sebuah kelas yang kondusif untuk belajar. Penciptaan iklim kelas

yang kondusif ini menjadi tanggung jawab warga kelas, yaitu guru dan

siswa secara bersama-sama.

Untuk menciptakan iklim kelas yang baik dapat dilakukan dengan

melibatkan siswa untuk membuat aturan kelas. Keterlibatan siswa dalam

membuat aturan kelas akan mempengaruhi pada ketaatan siswa terhadap

aturan yang disepakatinya. Siswa akan merasa lebih bertanggung jawab

terhadap aturan yang ada. Siswa akan menyadari bahwa aturan yang ada

merupakan hasil kesepakatan sosial antar warga kelas, sehingga akan

lebih mudah untuk mengikuti. Berbeda jika aturan kelas mutlak berasal

dari guru. Akan tercipta kesan seolah-olah guru menjadi sangat diktator

dalam menerapkan aturan kelas.

2. Guru harus menjadi model dan pendorong bagi siswanya untuk berpikir

kritis.

Kebiasaan berpikir kritis bukan hanya menjadi tuntutan bagi siswa,

tetapi juga guru. Di sekolah dasar guru adalah model belajar yang akan

banyak ditiru siswa. Tidak terkecuali dalam hal cara berpikir. Jika guru

mencontohkan cara berpikir kritis, maka secara bertahap pun siswa akan

mengikutinya. Tetapi jika guru tidak menjadikan dirinya sebagai model

dalam berpikir kritis bagi siswanya, maka pembelajaran yang berlangsung

pun tidak mendorong siswa untuk berpikir kritis. Guru tidak cukup hanya

memberikan nasehat kepada siswa agar mereka terbiasa berpikir kritis,

tetapi guru harus mendemonstrasikan kepada siswa tentang bagaimana

berpikir kritis dalam setiap pembelajaran yang berlangsung di kelas.

34
3. Diciptakan atmosfer kelas yang mendorong siswa untuk melakukan

inquiry dan terbiasa berpikir terbuka.

Untuk menciptakan kelas yang mampu mendorong siswa untuk

melakukan penemuan dalam belajar dan memiliki wawasan pemikiran

yang lebih terbuka guru dan siswa dibiasakan untuk menggunakan kata-

kata tanya tingkat tinggi. Kata-kata tanya yang termasuk dalam high level

bukan terbatas pada: ”apa?”, ”dimana?”, dan ”kapan?”, tetapi sampai

pada ”mengapa?”, ”apa jika?”, dan ”mengapa tidak?”. pertanyaan-

pertanyaan tersebut akan mendorong siswa untuk berpikir menganalisa

suatu problem dan menentukan keputusan yang harus diambil. Dalam

pola berpikir ini siswa akan terlibat dalam aktivitas membuat prediksi,

mencari informasi, mengorganisasikan informasi, dan bertanya tentang

kesimpulan yang akan diambil.

4. Siswa diberikan dorongan untuk berpikir secara benar.

Guru harus memberikan perhatian khusus kepada siswa yang

mampu berpikir secara benar, yaitu tentang bagaiamana mereka berpikir,

menemukan, dan komunikasi mereka dalam pembelajaran. Termasuk bagi

siswa yang mampu berlatih untuk belajar sendiri dan mampu

meningkatkan performance dalam belajar. Sebaliknya bagi siswa yang

belum mencapai tingkatan tersebut di atasm, guru harus memberikan

beberapa bimbingan kepada siswanya untuk mencapai kemampuan

belajar dengan tingkat ketergantungan yang kecil.

5. Penataan ruang kelas yang memudahkan siswa untuk dapat bekerjasama

antara satu dengan lainnya.

Penataan ruang kelas memiliki peran penting yang akan

mempengaruhi pola berpikir siswa di dalam kelas. Sedapat mungkin guru

menyusun tempat duduk di ruang kelas yang memungkinkan siswa untuk


35
dapat melakukan kerjasama dengan siswa lainya di dalam kelas. Di

samping itu tempat duduk juga disusun untuk dapat memberikan

kesempatan kepada siswa agar dapat berbicara satu dengan lainnya,

sehingga akan memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif di dalam

pembelajaran.

Untuk dapat menciptakan kelas yang kondusif untuk belajar, guru perlu

memiliki strategi yang baik dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran

mengandung makna bahwa di dalamnya terdapat metode dan pendekatan yang

digunakan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam Webster’s Dictionary (1993)

strategi diartikan “ the skillfull planning an managing of an activity”, sedangkan

metode diartikan sebagai “a manner, a process, or regular way of doing something”.

Dalam Oxford American Dictionary (1986) memberikan definisi strategi “the

planning and directing of thew whole operation of a campaign or war”; “a plan or policy of

this kind or to achive something”. Dalam makna ini strategi diartikan sebagai rencana

untuk mencapai tujuan.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (1996:5) mendefinisikan strategi

secara umum sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha

mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Sehingga apabila dihubungkan

dengan belajar mengajar strategi bisa diartikan seagai pola-pola umum kegiatan

guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai

tujuan yang telah digariskan.

Hamzah B. Uno (2006:45) menyatakan bahwa strategi pembelajaran

merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran. Paling

tidak ada tiga strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni (1) strategi

pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran dan (3)

strategi pengelolaan pembelajaran.

36
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (1996:5-6) ada empat

strategi dalam belajar mengajar, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan

tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan

pandangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar

yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan

pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria

serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman bagi guru

dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang

selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem

instruksional yang bersangkutan seara keseluruhan.

Stretegi belajar mengajar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis

tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Menurut Gulo (2002: 11) strategi

belajar mengajar berdasarkan komponen yang mendapat tekanan dalam proses

pengajaran dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:

1. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru

2. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik

3. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada materi pengajaran.

Sementara itu masih menurut Gulo (2002: 11), dilihat dari kegiatan

pengolahan pesan atau materi, strategi belajar mengajar dibedakan menjadi dua,

yaitu:

1. Strategi belajar mengajar ekspositori, di mana guru mengolah secara

tuntas pesan/materi sebelum disampaikan di kelas sehingga peserta didik

tinggal menerima saja.


37
2. Strategi belajar mengajar heuristik atau kurioristik, di mana peserta didik

mengolah sendiri pesan/materi dengan pengarahan guru.

B. Metode Pembelajaran Dalam Pembelajaran PKn

Metode mengajar sering diartikan sebagai teknik penyajian yang

digunakan guru dalam proses belajar mengajar. Penggunaan metode pengajaran

haruslah tepat dan sesuai dengan karakteristik materi dan juga keadaan siswadalam

suatu kelas. Oleh karena itu dalam menentukan pilihan untuk memilih satu metode

pengajaran tertentu guru perlu mempertimbangakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Siswa

Siswa merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi cukup

besar untuk dikembangkan melalui proses belajar mengajar. Keadaan siswa

di sekolah sangatlah bervariasi baik dari latar belakang ekonomi, sosial,

biologis, kecerdasan, psikologis dan sebagainya. Kaitannya dengan teknik

pemilihan metode pengajaran semua aspek tersebut harus diperhatikan ooleh

guru. perbedaan yang dimiliki siswa bukan untuk dihilangkan, tetapi justru

menjadi tantangan bagi guru untuk dapat memilih metode pengajaran yang

sesuai dengan karakteristik siswa yang bermacam-macam.

2. Tujuan

Proses belajar mengajar di sekolah tentu memiliki tujuan yang hendak

dicapai. Tercapai atau tidaknya tujuan pengajaran di sekolah salah satunya

dipengaruhi oleh ketepatan pemilihan metode pengajaran oleh guru. Dalam

hal ini secara hirarkhi metode pengajaran harus tunduk terhadap tujuan

pengajaran yang hendak dicapai. Artinya bahwa metode pengajaran yang

dipilih guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang hendak

dicapai.

3. Suasana

38
Guru dalam melakukan proses belajar mengajar dapat menciptakan

suasana yang berbeda-beda dari hari ke hari. Hal ini dilakukan agar siswa

tidak merasa bosan dan monoton dengan kegiatan belajar mengajar yang

diikutinya. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru beserta siswa di

sekoah tidak selalu harus berada di dalam kelas dengan pola pembelajaran

yang dibetasi oleh sekat dinding kelas. Kegiatan belajar mengajar dapat pula

dilakukan di luar kelas sesuai dengan kondisi dan fasilitas yang ada di

sekolah.

4. Guru

Dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan untuk

mengajar perlu disesuaikan dengan kemampuan penguasaan guru terhadap

metode yang dipilih. Jangan sampai terjadi guru memilih metode

pembelajaran, yang dia sendiri belum mengusai secara baik. Hal ini

disebabkan ketidakmampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran

akan berpengaruh juga pada keberhasilan guru dalam menyampaikan suatu

materi pelajaran kepada siswa.

Dari beberapa metode pembelajaran yang ada, di bawah ini akan diuraikan

metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar.

1. Modeling

Modeling dalam pembelajaran PKn dapat digunakan ketika guru

mengajarkan materi-materi yang berisi nilai-nilai moral. kemampuan anak usia

sekolah dasar untuk meniru apa yang mereka lihat cukup kuat. Apalagi jika

yang ditiru tersebut adalah perilaku dari orang yang dijadikan model bagi

dirinya. Anak akan melihat dan mengamati apa yang dilakukan model

kemudian menirukannya dalam berperilaku. Oleh karena itu khususnya dalam

pembelajaran nilai moral yang menjadi model utama di sekolah adalah guru.

Siswa akan memperhatikan setiap perilaku guru, dan selanjutnya akan meniru.
39
Bertolak dari hal ini, maka guru di sekolah hendaknya memberikan contoh

perilaku yang baik kepada siswanya.

Dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar selain contoh dari perilaku

guru, model dalam pembelajaran PKn dapat berupa: (1) manusia, misalnya

tokoh masyarakat, aparat pemerintahan, pemimpin Negara, pahlawan bangsa.

(2) non manusia, misalnya menggunakan kancil dalam cerita dongeng. Sebagai

contoh, ketika guru mengajarkan tentang kompetensi dasar melaksanakan

aturan-aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, guru dapat

mendatangkan aparat penegak hukum ke sekolah. Peran aparat penegak hukum

di sini sebagai model. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru melibatkan aparat

penegak hukum untuk menyampaikan materi tersebut. Perhatian anak-anak

tentu akan lebih focus dan tertarik, karena anak-anak menganggap bahwa aparat

penegak hukum adalah orang yang terlibat dalam penegakan pelaksanaan

peraturan yang ada di lingkungan masyarakat.

2.Gaming

Gaming merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat

digunakan dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar. Dalam kegiatan gaming

harus ada kompetisi. Dalam kompetisi siswa dituntut untuk berlomba-lomba

untuk menentukan menang atau kalah. Penentuan menang atau kalah ini

misalnya dilihat dari sisi perolehan skor, atau bisa juga adu kecepatan dalam

menyelesaikan soal-soal dengan benar. Metode pembelajaran gaming yang sering

dipakai misalnya team game tournament, dan broken square. Materi yang bisa

diajarkan melalui metode ini misalnya kompetensi dasar mendeskripsikan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam metode gaming di sini guru dapat membuat puzzle keutuhan

negara kesatuan Republik Indonesia, kemudian mengacaknya. Anak diminta

untuk menyusun kembai puzzle tersebut menjadi gambaran utuh wilayah NKRI.
40
Kerumitan dan banyaknya potongan puzzle disesuaikan dengan tingkat

kematangan berpikir anak.

3. Value clarifivation technicque (VCT)

Value clarifivation technicque (VCT) merupakan metode menanamkan nilai

(values) dengan cara yang sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh

kejelasan/kemantapan nilai. Teknik yang digunakan dalam VCT bisa angket dan

tanya jawab (Abdul Gafur, 2006:6). Lahirnya metode ini merupakan upaya untuk

membina nilai-nilai yang diyakini, sehubungan dengan timbulnya kekaburan

nilai atau konflik nilai di tengah-tengah kehidupan masyarakat (Soenarjati dan

Cholisin, 1986 : 124).

Melalui pembelajaran dengan VCT dapat diajarkan kepada siswa tentang

beberapa hal sebagai berikut:

a. Memberikan nilai atas sesuatu

b. Membuat penilaian yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Memiliki kemampuan serta kecenderungan untuk mengambil

keputusan yang menyangkut masalah nilai dengan jelas, rasional dan

objektif

d. Memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang berlaku dalam

masyarakat.

Model VCT yang dapat digunakan dalam pembelajaran analisa dilema nilai

cukup bervariasi, di antaranya model VCT-metode percontohan (example of the

examploritory behaviour), VCT tingkat urutan (rank order), model VCT klarifikasi

nilai dengan kartu keyakinan (evidence card), VCT melalui teknik wawancara

(public interview), teknik yurisprudensi (jurisprudential technique), VCT teknik

inkuiri nilai dengan pertanyaan acak/random (value inquiry random questioning

technique (VIRQT)).

41
Berikut ini akan dijelaskan beberapa metode VCT yang telah disebutkan

sebelumnya.

a. Model VCT klarifikasi nilai dengan kartu keyakinan (evidence card).

VCT model ini baik digunakan untuk melatih kemampuan siswa

mengklarifikasi masalah dan pemecahan secara rasional untuk

selanjutnya menentukan sikap/pendirian/penilaiannya (Achmad

Kosasih Djahiri, 1985: 75). Contoh format kartu keyakinan adalah

sebagai berikut:

NAMA SISWA/KELOMPOK:........................ KELAS:.................

POKOK MASALAH: ...............................................................................

KRITERIA/ DASAR PERTIMBANGAN

PENILAIAN/PEMECAHAN: .................................................................

1. Data/fakta yang dijadikan sumber ialah :

1. 4.

2. 5.

3. 6.

2. Pertimbangan-Pertimbangan kami (analisa dan pemikiran kami

ialah :

3. Kesimpulan pemikiran/pendapat kami :

4. Pemecahan dan alasannya: -

5. Penjelasan lain:

Sumber: Dimodifikasi dari Soenarjati dan Cholisin, 1994.

Dalam menggunakan model VCT klarifikasi nilai dengan menggunakan

kartu keyakinan ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru, yaitu:

1) Dalam pengisian kartu hendaknya jangan dibaurkan masalah negatif

dengan yang positif.

42
2) Dalam memproses (saat klarifikasi) seyogianya kartu-kartu itu

dipertukarkan antar siswa, dan kemudian setiap item minta

dibacakan isian kartu yang bersangkutan tanpa menyebut nama

pengisinya.

3) Isian/jawaban yang baik atau mendekati target dicatat guru di papan

tulis untuk digunakan sebagai bahan kesimpulan dan arahan kembali

saat materi pelajaran.

4) Waktu yang diberikan untuk mengisi kartu kurang lebih selama 30

menit.

5) Untuk tindak lanjut pelajaran bisa saja sisa masalah dijadikan PR

kelompok (usahakan dibentuk kelompok baru). (Achmad Kosasih

Djahiri, 1985: 76).

Untuk dapat mengambil keputusan terhadap dilema nilai yang dihadapi

ada 7 tahap yang harus dilewati agar sampai pada pemeahan masalah yang

rasional obyektif. Tujuh tahap itu meliputi:

1) Menentukan peristiwa yang merupakan dilema (dilemma)

2) Menentukan alternatif-alternatif apa yang akan dikerjakan untuk

memeahkan dilema (alternatives)

3) Menentukan akibat-akibat apa yang akan terjadi dari masing-masing

alternatif yang akan dikerjakan (consequenes)

4) Jika akibat-akibat itu terjadi (tahap 3) bagaimana akibatnya adalam

jangka panjang dan jangka pendek (consequenes of consequenes)

5) Fakta-fakta atau bukti-bukti apa yang menunjukkan bahwa akibat-

akibat itu akan terjadi (what evidence is there that consequences wil occur)

6) Megadakan penilaian (asasmen) mengenai akibat mana yang baik dan

akibat mana yang buruk, berdasarkan pada kriteria tertentu

43
7) Mengambil keputusan niai mana yang akan dilaksanakan (decision)

(Soenarjati dan Cholisin, 1994 : 126-127).

b. VCT melalui Teknik Wawancara/Interview (Public Interview).

VCT dengan teknik ini baik untuk digunakan dalam pembelajaran

PKn karena dapat: a) melatih siswa berkomunikasi dan mengemukakan

pikirannya, b) melatih keberanian siswadalam menghadapi

orang/pejabat, c) melatih siswa mengklarifikasi pandangan/penilaiannya

secara baik, jelas, dan sistematis, dan d) membina kesinambungan dunia

sekolah dengan kenyatannya serta memberikan informasi dari tangan

pertama kepada para siswa (Achmad Kosasih Djahiri, 1985: 78).

Dalam pelaksanaan VCT melalui teknik wawancara/interview

beberapa langkah kegiatan operasional dalam pembelajaran sebagai

berikut:

1) Penentuan masalah dan narasumber (oleh guru bersama guru lain

dan kepala sekolah).

2) Penyusunan skenario masalah yang harus diungkap siswa (bila perlu

dijatahkan masalah apa yang disiapkan dan ditanyakan oleh siapa).

3) Pembentukan kelompok siswa dan penentuan juru bicaranya serta

pemberian petunjuk untuk mempersiapkan bahan wawancara oleh

para iswa (kelak ditelaah dan diluruskan kembali oleh guru atau

dibahas di kelas agar tidak duplikasi /tumpang tindih).

4) Tahap simulasi atau bermain peran untuk gladi kotor atau gladi

bersih sebagai persiapan siswa dan guru.

5) Tahap pelaksanaan wawancara dengan nara sumber (bisa tamu atau

pejabat). Kegiatan ini melalui tahap sebagai berikut:

a. Pembukaan oleh guru, berisi:

44
- Menerangkan maksud dan tujuan, serta cara pelaksanaan

pembelajaran dan waktunya.

- Ucapan terimaksih.

b. Kesempatan tamu untuk memberikan pengarahan/penjelasan

singkat tentang pokok hal yang diminta.

c. Wawancara siswa dengan narasumber.

d. Penyimpulan wawancara oleh guru dan penyampaian

terimakasih kepada narasumber.

6) Pembahasan hasil wawancara melalui kegiatan belajar mengajar,

meliputi:

a. Penyimpulan dari para siswa

b. Pandangan/tanggapan siswa

c. Penyimpulan dan pengarahan guru.

7) Tindak lanjut (Achmad Kosasih Djahiri, 1985: 78).

4. Ceramah bervariasi

Metode ceramah merupakan cara penyajian dan penyampaian materi

pelajaran dari guru kepada siswa secara lisan untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Ciri-ciri dari metode ini diantaranya seorang guru berbicara terus

menerus secara monoton, sedang siswa berperan sebagai pendengar, sehingga

yang terjadi adalah interaksi searah yaitu hanya diwarnai dengan inisiatif guru

kepada siswa bukan sebaliknya.

Metode ceramah merupakan metode yang paling tua, dan konvensional.

Akan tetapi metode ini tetap bertahan hingga saat ini. Metode ceramah tetap

dapat digunakan dan diperlukan dalam pembelajaran, hanya saja perlu

diperbaiki dalam hal penyajiannya agar siswa tidak merasa bosan.

Jika digunakan secara optimal, metode ceramah memiliki beberapa

keunggulan sebagai berikut:


45
a. Menghemat dalam penggunaan waktu dan alat.

b. Dapat membangkitkan minat belajar siswa.

c. Membantu siswa mengembangkan kemampuan mendengar.

d. Merangsang kemampuan siswa mencari sumber informasi.

e. Bisa untuk menyampaikan informasi pengetahuan yang baru.

Akan tetapi sebaliknya jika metode ceramah tidak digunakan secara

optimal dalam pembelajaran, maka akan memiliki beberapa kelemahan sebagai

berikut:

a. Berpusat pada guru.

b. Siswa hanya berperan sebagai pencatat dan pendengar.

c. Menuntut kecepatan dan logat bahasa guru yang sesuai dengan

karakteristik siswa.

Oleh karena itu metode pembelajaran ceramah bervariasi dapat diterapkan

dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar apabila:

a. peserta yang hadir dalam jumlah reatif besar

b. materi pelajaran bersifat informatif, sehingga guru hanya berperan

sebagai pemberi informasi saja

c. guru pandai menggunakan kata-kata yang tepat untuk

menggambarkan informasi yang hendak disampaikan.

d. Suasana cukup tenang

e. Siswa cukup mampu untuk menangkap ungkapan-ungkapan lisan dari

gurunya.

Metode ceramah jarang sekali diterapkan dalam pembelajaran tanpa

dibarengi dengan metode yang lain. Biasanya penggunaan metode ceramah

dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang lain misalnya tanya jawwab,

yang kemudian dikenal dengan sebutan ceramah bervariasi. Metode ceramah

bervariasi muncul sebagai upaya untuk:


46
a. Menutupi atau mengimbangi kelemahan-kelemahan metode ceramah

murni.

b. Memusatkan perhatian siswa kepada pokok masalah yang sedang

dibahas dalam aktivitas belajar mengajar.

c. Mengontrol daya tangkap siswa terhadap isi ceramah.

d. Melibatkan potensi (indra) siswa secara optimal (tidak hanya

pendengaran saja).

Penerapan metode ceramah dalam pembelajran PKn di sekolah dasar

diantaranya untuk menyampaikan materi pembelajran yang bersifat informatif

dan konsep. Beberapa materi yang bersifat informasi da konsep di antaranya

adalah pengertian hidup rukun, pengertian musyawarah, pengertian globalisasi,

dan sebagainya.

5. Tanya jawab

Menurut Jusuf Djajadisastra, seperti dituliskan Soenarjati dan Cholisin,

1994:120) metode tanya jawab adalah suatu cara untuk menyampaikan atau

menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan dari guru yang harus

dijawab oleh murid. Seperti halnya metode-metode pembelajaran yang lain,

metode tanya jawab juga mengandung keunggulan dan kelemahan.

Metode pembelajaran tanya jawab dapat digunakan dalam pembelajran

PKn di sekoolah dasar, karena memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:

a. Mendukung terlaksananya pembelajaran inkuiri.

b. Meningkatkan keaktifan belajar siswa.

c. Mengembangkan minat ingin tahu.

d. Meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat.

e. Memusatkan perhatian siswa.

Metode tanya jawab akan lebih tepat digunakan dalam pembelajaran jika:

a. dikombinasikan dengan metode ceramah atau metode lainnya


47
b. murid-murid terhimpun dalam kelas (jumlah) yang relatif kecil

c. murid sudah dapat menguasai materi pelajaran yang telah diberikan

dengan baik.

Contoh penerapan metode tanya jawab dalam pembelajaran PKn di

sekolah dasar misalnya untuk mengajarkan kompetensi dasar menyebutkan

contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat. Selama proses belajar

mengajar berlangsung guru melakukan Tanya jawab dengan siswa seputar

organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat. Untuk lancarnya pelaksanaan

metode ini, diharapkan siswa sudah mempunyai bekal membaca materi terkait

dengan organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat terlebih dahulu.

Apabila siswa belum memiliki bekal pengetahuan tentang materi pembelajaran,

maka yang terjadi Tanya jawab antara guru dan siswa menjadi tidak lancar.

6. Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan

menugaskan pelajar atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan ilmiah

untuk mencari kebenaran dalam rangka mewujudkan tujuan pelajaran

(Soenarjati dan Cholisin, 1994:121). Peran siswa dalam diskusi adalah berusaha

dengan jujur untuk memperoleh suatu keputusan atau kesimpulan yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan menjadi kesepakatan bersama.

Jalannya diskusi diatur oleh seorang pemimpin sidang (moderator). Hasil

diskusi ditulis oleh seorang notulen.

Metode diskusi tepat digunakan dalam pembelajaran PKn karena dapat

menggali beberapa kemampuan siswa di antaranya:

a. guru hendak mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dan

mengemukakan pendapa secara lisan.


48
b. Materi pembelajaran bersifat problematis, bukan merupakan

informas.

Dalam pelaksanaan diskusi hendaknya ada pedoman yang jelas dan

disepakati oleh peserta diskusi agar diskusi dapat berjalan dengan lancar.

Contoh penggunaan metode diskusi ini misalnya untuk mengajarkan

kompetensi dasar menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di

sekolah. Dalam pelaksanaannya siswa satu kelas dibagi ke dalam beberapa

kelompok, dengan anggota setiap kelompok berjumlah 4-5 orang. Masing-

masing kelompok diberikan tema diskusi terkait dengan materi pembelajaran

tersebut. Kepada masing-masing kelompok diberikan waktu untuk

mendiskusikan topik pembelajaran yang sudah dipilih guru. setelah selesai

masing-masing kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya, denga

dipandu oleh seorang moderator. Anggota kelompok lain diminta menjadi

audience yang bertugas memberikan tanggapan kepada kelompok penyaji.

Demikian dilakukan secara bergantian.

7. Pemecahan masalah (problem solving)

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu metode

pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menganalisa masalah yang diajukan

guru terkait dengan materi pelajaran. Melalui kegiatan analisa masalah ini

diharapkan siswa dapat menemukan pengalaman baru untuk mengatasi

masalah yang terjadi melalui sudut pandang mereka sendiri. Salah satu contoh

pelaksanaan metode ini misalnya untuk menegajarkan kompetensi dasar

memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkuungannya. Kepada

siswa diberikan masalah tentang pengaruh globalisasi di lingkungan

masyarakat. Kemudian siswa diminta mengelompokkan ke dalam pengaruh

positif, maupun negatif. Untuk selanjutnya siswa diminta untuk memberikan

alternatif pemecahan masalah terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.


49
8. Bermain Peran (role playing)

Metode bermain peran yaitu suatu cara yang diterapkan dalam proses

belajar mengajar dimana siswa diberikan kesempatan untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan untuk menjelaskan sikap dan nilai-niai serta memainkan

tingkah laku (peran) tertentu sebagaimana yang terjadi daam kehidupan

masyarakat. Dengan melalui metode bermain peran ini diharapkan nantinya

siswa dapat: 1) untuk membina nilai-nilai moral tertentu 2) meningkatkan

kesadaran dan penghayatan terhadap nilai-nilai. 3) untuk membina

pengahayatan siswa terhadap suatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam

realitas hidup.

Contoh pelaksanaan metode pembelajaran bermain peran ini, misalnya

untuk mengajarkan kompetensi dasar menunjukkan contoh-contoh perilaku

dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siswa di dalam

kelas diminta untuk memerankan beberapa peran tokoh yang berbeda-beda

terkait dengan perilaku menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.

Kemudian dibuat skenario permainannya, dan diminta siswa menampilkan

peran sesuai yang dituntutkan kepadanya. Misalnya peran pelajar, peran

penegak hukum, peran aparat keamanan dalam menjaga keutuhan negara

kesatuan Republik Indonesia.

9. Karya wisata

Karya wisata merupakan satu metode pembelajaran dimana siswa

melakukan kunjungan ke suatu tempat. Pada objek kunjungan karya wisata ini

siswa dan guru melakukan pembelajaran. Dengan metode karyawisata ini

diharapkan siswa akan mendapat pengalaman langsung dari objek yang dituju.

Lokasi karyawisata yang dapat dijadikan objek pembelajaran PKn

misalnya panti asuhan. Tempat ini berfungsi untuk menanamkan nilai moral

empati kepada peserta didik. Di samping itu dapat juga berkunjung ke museum
50
untuk melihat benda-benda bersejarah. Dapat juga siswa melakukan kunjungan

ke lembaga-lembaga pemerintahan pusat yang ada di Jakarta, dan sebagainya.

51
BAB II
PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia


Secara umum, perubahan dan penyempurnaan kurikulum dilakukan
setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan kurikulum terjadi karena konsekuensi
politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang
terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan
landasan yang sama, yaitu pancasila dan UUD 1945, perbedaannya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Perubahan kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak
ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan
dan teknologinya. Kurikulum yang pernah diberlakukan secara nasional di
Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel II. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia.
No. Kurikulum Keterangan
Rencana Pelajaran  Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
1947 kebudayaan, Mr. Suwandi, membentuk
panitia Penyelidik Pengajaran.
 Merupakan kurikulum pertama di Indonesia.
Rencana pelajaran disusun harus
memperhatikan : (1) mengurangi pendidikan
pikiran, (2) menghubungkan isi pelajaran
dengan kehidupan sehari-hari, (3)
memberikan perhatian kepada kesenian, (4)
meningkatkan pendidikan watak, (5)
1
meningkatkan pendidikan jasmani, dan (6)
meningkatkan kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
 Istilah kurikulum belum digunakan. Istilah
yang digunakan adalah rencana pelajaran.
Unsure pokok kurikulum adalah : (1) daftar
jam pelajaran atau struktur program, (2)
garis-garis besar program pengajaran
 Struktur program dibagi menjadi : (1)
struktur program yang menggunakan bahasa

31
pengantar bahasa daerah, (2) struktur
program yang menggunakan bahasa
pengantar Bahasa Indonesia.
 Merupakan kurikulum dengan mata
pelajaran terpisah-pisah (separated
curriculum)
Rencana Pelajaran  Lahir karena tuntutan UU Nomor 4 Tahun
1950 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di sekolah.
 Kurikulum ini masih relatif sama Rencana
Pelajaran 1947
2  Istilah kurikulum masih belum digunakan.
Istilah yang dipakai adalah Rencana
Pelajaran.
 Kurikulum ini merupakan kurikulum masih
dengan mata terpisah-pisah (separated
curriculum)
Rencana Pelajaran  Merupakan penyempurnaan dari Rencana
3 1958 Pelajaran 1958
 Digunakan sampai dengan tahun 1964
Rencana Pelajaran  Merupakan penyempurnaan dari Rencana
1964 Pelajaran 1958
4  Digunakan sampai dengan 1968
 Terdapat pembagian kelompok cipta, rasa,
karsa, dan krida.
Kurikulum 1968  Kurikulum ini merupakan kurikulum
terpadu pertama di Indonesia. Beberapa
mata pelajaran Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan
sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) atau yang
sekarang sering disebut Sains.
 Struktur program dibagi menjadi (1)
Pembinaan Jiwa Pancasila, (2) Pengetahuan
Dasar, Dan (3) Kecakapan Khusus.
 Struktur program untuk sekolah dasar,
pembinaan jiwa pancasila meliputi mata
5
pelajaran (1) Pendidikan Agama, (2)
Pendidikan Kewarga Negara, (3) Pendidikan
Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Daerah, dan
(5) Pendidikan Olahraga.
 Untuk program pengetahuan dasar meliputi
mata pelajaran (1) Berhitung, (2) IPA, (3)
Pendidikan Kesenian, dan (4) Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga.
 Untuk program kecakapan khusus meliputi
mata pelajaran Pendidikan khusus.
 Untuk pertama kalinya istilah kurikulum

32
dipakai di Indonesia.
Kurikulum 1975  Lahir sebagai tuntutan Ketetapan MPR
Nomor IV/MPR?1973 tentang GBHN 1973,
dengan tujuan pendidikan membentuk
manusia Indonesia untuk pembangunan
nasional di berbagai bidang.
 Struktur program untuk SD meliputi bidang
studi (1) Agama, (2) Pendidikan Moral
Pancasila, (3) Bahasa Indonesia, (4) Ilmu
Pengetahuan Sosial, (5) Matematika, (6)
Ilmu Pengetahuan Alam, (7) Olahraga dan
6 Kesehatan, (8) Kesenenian, dan (9)
Keterampilan atau pilihan khusus.
 Untuk SMP ditambah dengan bidang studi
Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, dan
Pendidikan Keterampilan, baik yang pilihan
terikat atau pilihan bebas.
 Untuk SMA sudah barang tentu ada bidang
studi berdasarkan jurusan, baik IPA dan IPS.
 Untuk SMK dikenal kurikulum 1976.
 GBPP untuk kurikulum 1975 dikenal
dengan format yang sangat rinci.
Kurikulum 1984  Kurikulum ini merupakan penyempurnaan
dari kurikulum 1975. Oleh karena itu
Kurikulum 1984 dikenal juga sebagai
kurikulum 1975 yang Disempurnakan.
 Kurikulum 1984 berlaku berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 tanggal
22 Oktober 1983 tentang Perbaikan
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah
di Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
7
 Ada empat aspek yang sering
disempurnakan dalam Kurikulum 1984,
yakni: (1) pelaksanaan PSPB, (2)
penyesuaian tujuan dan struktur program
kurikulum, (3) pemilihan kemampuan dasar
serta keterpaduan dan keserasian antara
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, (4)
pelaksanaan pelajaran berdasarkan
kerundutan belajar yang disesuaikan dengan
kecepatan belajar masing-masing peserta
didik.
Kurikulum 1994  Kurikulum 1994 merupakan pelaksanaan
8 amanat UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.

33
 Kurikulum 1994 dilaksanakan berdasarkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993.
 Kurikulum 1994 berisi 3 lampiran: (1)
Landasan, Program, dan Pengembangan
Kurikulum, (2) GBPP, dan (3) Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum.
Kurikulum Berbasis  Kurikulum ini belum diterapkan di seluruh
Kompetensi (KBK) sekolah di Indonesia.
 Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas bersama
dengan Direktorat Teknis telah melakukan
uji coba dalam rangka proses pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi ini.
9
 Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005,
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
mempunyai kewenangan untuk
mengembangkan standar nasional
pendidikan, termasuk standar kurikulum
yang digunakan di sekolah-sekolah.
Kurikulum Tingkat  KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP,
Satuan Pendidikan karena KTSP sesungguhnya telah
(KTSP) mengadopsi KBK
 Kurikulum ini dikembangkan oleh BSNP
10 (Badan Standar Nasional Pendidikan).
 Kurikulum ini disusun oleh satuan
pendidikan sekolah/madrasah bersama
dengan semua pemangku kepentingan di
sekolah.
Kurikulum 2013  Lebih ditekankan pada kompetensi dengan
pemikiran kompetensi berbasis sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
11  Kurikulum yang dapat menghasilkan insan
Indonesia yang: Afektif melalui penguatan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi.
Sumber : Lima puluh tahun pendidikan Indonesia.

B. Dari KBK ke KTSP

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah


kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak
tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini
sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak

34
berbeda dari kurikilum 2004, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar
di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem
caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan
dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi
pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004
ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan
IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya
antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai
fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk
semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek.
Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Sejak tahun ajaran 2006/2007, diberlakukan kurikulum baru yang
bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang merupakan
penyempurnaan Kurikulum 2004. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP oleh
sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah
sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan
silabus.Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan
pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum

35
tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan,
dan kalender pendidikan.9
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh
mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.Kompetensi lulusan merupakan
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.10
Kelebihan KTSP :
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk
semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-
program pendidikan.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan
siswa.
4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan
memberatkan kurang lebih 20%.
5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus
untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Kelemahan KTSP :
1. Kekurangan SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada
kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
2. Kurangnya keterediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai
kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik
konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
4. Penerapannya KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran
akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
Saat ini pendidikan telah memasuki era yang menuntut perkembangan.
Pengembangan kurikulum dari periode selalu mengalami peerubahan, seperti

9
Wina Sanjaya. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), 86
10
Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2010), 112

36
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum
operasional yang disusun , dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan
pendidikan yang sudah mampu mengembangkan dengan memperhatikan UU
Nomor. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 :
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
pendidikan nasional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan potensi daerah dan
peserta didik.
3. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dasar dan menegah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar
kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulam
yang dibuat oleh BNSP.
Hal-hal yang harus dipahami berkaitan dengan KTSP (Kurikulum
tingkat Satuan Pendidikan) adalah bahwa KTSP dikembangkan sesuai dengan
kondisi satuan pendidikan potensi dan karakteristik daerah serta sosial budaya
masyarakat setempat dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah
mengembangkan kurikulum KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangak dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan dibawah supervisi dinas pendidikan
kab/kota dan Departemen Agama yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan. KTSP untuk setiap prodi di perguruan tinggi dikembangkan dan
ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggidengan mengacu pada standar
nasional pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk
mewujudkan sekolah yang efektif , produktif dan berprestasi. KTSP
merupakan model belajar dalam bentuk implemantasi secara langsung pada
siswa, dimana dapat diketahui bakat /potensi masing-masing siswa dan
berdasarkan teori yang ada siswa dapat menerapkan secara riil dalam
kehidupan sehari-hari dan masyarakat. Dengan KTSP diharapkan
dapatmemandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.

37
C. Kurikulum 2013
1. Pelaksanaan Kurikulum 2013
Hal mendasar dari kurikulum 2013 menurut Mulyoto adalah masalah
pendekatan pembelajarannya. Selama ini, pendekatan yang digunakan
adalah materi. Jadi materi diberikan pada anak didik sebanyak-banyaknya
sehingga mereka menguasai materi itu secara maksimal. Bahkan demi
penguasaan materi itu, drilling sudah diberikan sejak awal, jauh sebelum
peserta didik menghadapi ujian nasional. Dalam pembelajaran seperti ini,
tujuan pembelajaran tujuan pembelajaran yang dicapai lebih kepada aspek
kognitif dengan menafikan aspek psikomotorik dan afektif. Ketiga aspek
tersebut sebenarnya sudah mendapatkan penekanan pada kurikulum kita
selama ini.
Pada saat pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
2003, aspek kognitif, psikomotorik dan afektif (yang dikenal dengan
taksonomi Bloom tentang tujuan pendidikan). Telah juga menjadi
kompetensi integral yang harus dicapai. Lalu pada saat pemberlakuan
Kurikulum 2006, melalui pendidikan karakter, aspek afektif yang seolah
dilupakan para praktisi pendidikan. Tapi dalam dataran praktis, hanya aspek
kognitif yang dikejar. Penyebabnya adalah kurikulum tidak dikawal dengan
kebijakan yang sinergis, tetapi malah dijegal dengan kebijakan ujian
nasional.11
Soal-soal ujian nasional hanya menguji pencapaian aspek kognitif.
Pencapaian aspek psikomotorik dan afektif tidak bisa diukur dengan
menggunakan tes ini. Padahal tes ini adalah penentu kelulusan. Maka
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berbasis materi tanpa
memperdulikan penanaman keterampilan dan sikap.
Pada kenyataannya, sejak awal peserta didik telah dibiasakan
menghadapi soal-soal model ujian nasional. Pembelajaran mengacu pada
kompetensi dasar yang yang nanti akan diujikan dalam ujian nasional.

11
E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya , 2013), 124

38
Bahkan ada pula guru yang menggunakan soal-soal ujian nasional yang
telah diujikan pada tahun sebelumnya sebagai acuan dalam pembelajaran.
Menjelang menghadapi ujian nasional, guru memberikan pembelajaran ujian
nasional pada siswanya. Apapun yang tidak ada kaitannya dengan ujian
nasional ditiadakan.
Berdasarkaan pengalaman selama ini, hal tersebut harus didukung
dengan kebijakan yang konsisten, yaitu sistem avaluasi yang mengukur
pencapaian kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif secara
berimbang. Tidak bisa dipungkiri bahwa ujian nasional harus dihapuskan,
sehingga penentu kelulusan nantinya adalah transkrip nilai yang diperoleh
dari nilai rapor tiap semester. Karena nilai-nilai rapor sebagai hasil evaluasi
pembelajaran mengandung ketiga aspek secara menyeluruh, maka
pembelajaran juga akan diberikan seccara benyeluruh dalam ketiga aspek
itu.
Dengan dihapusnya ujian nasional, wewenang mengadakan evaluasi
kembali kepada guru sehingga lengkaplah kewenangan guru; menyusun
rencana pembelajaran, melaksanakn kegiatan pembelajaran dan
melaksanakan kegiatan evaluasi. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Sistem Evaluasi dalam Kurikulum 2013
Kesalahan fatal dalam implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
selama ini adalah kebijakan yang sejatinya tidak konsisten dengan
kurikulum-kurikulum tersebut. Kebijakan yang dimaksud adalah
pelaksanaan ujian nasional dengan standar kelulusannya. Dimana siswa
dikatakan berhasil jika ia telah mampu menembus jaring ujian nasional.
Sebuah sekolah dikatakan bermutu apabila kelulusan siswanya 100% dan
banyak siswanya yang mendapatkan nilai 10. Bahkan untuk tujuan itu,
kecurangan sistematis selalu terjadi. Penanaman nilai moral seolah tak
diperhatikan. Oleh karena itu, jika nantinya kurikulum 2013 diterapkan dan
ditujukan agar guru memperoleh ruang yang lebih leluasa untuk
mengembangkan potensi siswa secara seimbang dalam tiga aspek yaitu

39
aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Kurikulum ini harus dikawal
dengan kebijakan yang sinergis. Dan akhirnya siswa dapat belajar dengan
semangat, antusias, tidak bosan dan mampu menyerap nilai-nilai moral yang
terkandung secara tersitat dalam setiap materi.
3. Karakteristik Kurikulum 2013
Dalam kurikulum 2013 memiliki karakteristik diantaranya :
a. Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk
Kompetensi Inti (KI) satuan pendidikan dan kelas, dirinci lebih lanjut
dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
b. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif
dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang
sekolah, kelas dan mata pelajaran.
c. Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta
didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas
tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
d. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dijenjang pendidikan menengah
diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan
menengah berimbang antara sikap dan kemampuan intelektual
(kemampuan kognitif tinggi).
e. Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements)
Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.
f. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched)
antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan
vertikal) diikat oleh kompetensi inti.
g. Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD).
Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di
kelas tersebut.
h. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang
untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.

40
4. Proses Pembelajaran Kurikulum 2013
Proses pembelajaran Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intra-
kurikuler dan pembelajaran ektra-kurikuler.
a. Pembelajaran Intra-Kurikuler
Pembelajran intra-kurikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan
dengan mata pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilakukan dikelas,
di sekolah, dan masyarakat.
b. Pembelajaran Ekstra-Kurikuler
Pembelajaran ekstra-kurikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk
aktivitas yang dirancang sebagai kegiatan di luar kegiatan pembelajaran
terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan ekstra-kurikuler terdiri
atas kegiatan wajib dan pilihan. Pramuka adalah kegiatan ekstra-
kurikuler wajib. Kegiatan ekstra-kurikuler adalah bagian yang tak
terpisahkan dalam kurikulum. Kegiatan ini berfungsi untuk
mengembangkan mint siswa terhadap kegiatan tertentu yang tidak dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran dikelas biasa, mengembangkan
kemampuan yang terutama berfokus pada kepemimpinan, hubungan
sosial dan kemanusiaan, serta berbagai ketrampilan hidup.
5. Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip – prinsip berikut :
a. Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran
karena mata pelajaran hanya merupakan sumber materi pembelajaran
untuk mencapai kompetensi. Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum
sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus
dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya
di satu satuan atau jenjang pendidikan, kurikulum sebagai proses adalah
totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang
pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam
rencana, dan hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara
keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat.

41
b. Kurikulum didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan
untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program
pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai Wajib
Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar
pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki
peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun.
Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari masing-masing satuan
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka pengembangan
kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan
dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan
pendidikan.
c. Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi.
Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan
kompetensi berupa sikap, pengetahuan, ketrampilan berpikir, ketrampilan
psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi
yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata
pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas
dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran,
diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan (organisasi
horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi
prinsip akumulasi dalam pembelajaran.

D. Kurikulum Merdeka Belajar


Merdeka Belajar merupakan program unggulan yang dicetuskan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019. Yang dimaksud oleh menteri,
Merdeka Belajar dalam kebijakan strategisnya adalah Ujian Sekolah
Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Zonasi.
Pemerintah pada awal tahun 2020 menerbitkan kebijakan yang relative
radikal dalam penyelenggaraan pendidikan terutama perguruan tinggi. Tema
kebijakannya sebagai berikut :

42
Tabel III. Tema Kebijakan Kemendikbud 2020
No Tema Kebijakan Permendikbud
Sistem akreditasi perguruan Permendikbud No.5 Tahun 2020 tentang
1 tinggi akreditasi program Studi dan Perguruan
Tinggi.
Hak belajar tiga semester Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang
2
diluar prodi Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Permendikbud No.7 Tahun 2020 tentang
pendirian, Perubahan, Pembubaran
Perguruan Tinggi Negeri, dan pendirian,
Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan
3 Pembukaan Prodi Baru
Tinggi Swasta.
Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang
Akreditasi Program Studi dan Perguruan
Tinggi
Penerimaan Mahasiswa Baru Permendikbud Nomor 6 Tahun 2020
tentang Penerimaan Mahasiswa Baru
4
Program Sarjana pada Perguruan Tinggi
Negeri
Kemudahan menjadi PTN- Permendikbud No.4 Tahun 2020 tentang
BH Perubahan Perguruan Tinggi Negeri
5
menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan
Hukum

Ada 5 kebijakan terkait paket Kampus Merdeka ini, yaitu sistem


akreditasi perguruan tinggi, belajar di perguruan tinggi (hak belajar tiga
semester di luar program studi), kemudahan dalam membuka program studi
baru, penerimaan mahasiswa baru, serta perubahan status menjadi Perguruan
Tinggi Negeri Badan Hukum, Ketentuan ni tidak berlaku untuk bidang
pendidikan dan kesehatan.
No Tema Kebijakan Permendikbud Prasyarat
Permendikbud No. 3 Tahun Dosen sebagai Penggerak.
2020 tentang Standar Dosen memfasilitasi
Nasional Perguruan Tinggi pembelajaran mahasiswanya
secara independen.
Hak belajar tiga
Kepemilikan MOU dan
1 semester di luar
MOA Lintas Prodi, Fakultas,
prodi
Perguruan Tinggi, Dunia
Usaha, Dunia Industri dan
Dunia Kerja Dalam dan Luar
Negeri
Permendikbud No. 7 Tahun Perguruan Tinggi Negeri dan
2020 tentang Pendirian, Perguruan Tinggi Swasta
Pembukaan Prodi
2 Perubahan, Pembubaran (PTN dan PTS) itu harus
Baru
Perguruan Tinggi Negeri, memiliki akreditas A dan B
dan Pendirian, Perubahan,

43
Pencabutan Izin Perguruan
Tinggi Swasta
Permendikbud No. 5 Tahun Program studi tersebut baru
2020 tentang Akreditasi dapat dibentuk jika kampus
Program Studi dan Perguruan telah menjalin kerja sama
Tinggi dengan mitra perusahaan,
atau organisasi nirlaba,
institusi multilateral, atau
universitas peringkat top 100
QS dan bukan di bidang
kesehatan dan pendidikan.

Konsekuensi dari kebijakan tersebut ada beberapa hal yang harus


benar-benar dilihat, direncanakan dan diimplikasikan oleh perguruan tinggi,
yaitu:
1. Kebijakan Kurikulum – Fleksibilitas (Dalam kampus, E-learning dan Luar
kampus)
2. Kebijakan Administrasi Kurikulum – Fleksibilitas (Antar dan Lintas Prodi,
Fakultas, Perguruan Tinggi dalam dan luar negeri)
3. Kebijakan Penganggaran – Kerjasama dan Tindaklanjut Kerjasama
4. Kebijakan Kerjasama Antar dan Lintas Prodi, Fakultas, perguruan Tinggi
5. Kebijakan Antar dan Lintas Dunia Usaha, Dunia Industri dan Dunia Kerja
6. Kebijakan Kerjasama Antar dan Lintas Negara.
Keenam hal tersebut bisa menjadikan keseimbangan antara keinginan
dunia akademik.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Rektor UNY No. 5 Tahun 2020
tentang Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka Program Sarjana dan
Sarjana Terapan UNY yang dimaksud dengan Merdeka Belajar Kampus
Merdeka adalah program pembelajaran yang memfasilitasi mahasiswa untuk
memperkuat kompetensi dengan memberi kesempatan menempuh
pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama dan/atau
menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi
yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di Perguruan
Tinggi yang berbeda, dan/atau pembelajaran di luar perguruan tinggi.
Dalam rangka memberikan bekal dan persepsi yang sama tentang
pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka UNY, maka pada Senin (15/6)
di Auditorium UNY dilaksanakan “Sosialisasi Kurikulum Merdeka Belajar

44
Kampus Merdeka UNY”. Dihadiri oleh Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Ketua
dan Sekretaris Lembaga, Kepala Biro, Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kerja Sama, Koordinator WCU, Koordinator Prodi, Staf Ahli Bidang
Akademik, dan beberapa undangan lainnya. Dalam sambutannya Rektor UNY,
Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. menyampaikan bahwa pertemuan dengan
melibatkan banyak peserta baru pertama ini dilaksanakan, walaupun begitu
tetap memperhatikan protokol Covid-19, yaitu tetap memakai masker, jaga
jarak, dan selalu mencuci tangan dengan sabun.
Sehubungan dengan merdeka belajar, Sutrisna mengatakan “Perguruan
Tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela (dapat
diambil atau tidak): Dapat mengambil sks di luar perguruan tinggi sebanyak 2
semester (setara dengan 40 sks). Ditambah lagi, dapat mengambil sks di prodi
yang berbeda di PT yang sama sebanyak1 semester (setara dengan 20
sks)”. Sedangkan kegiatan mahasiswa yang dapat dilaksanakan di luar kampus
ada 8 kegiatan yaitu 1) magang/praktek kerja, 2) proyek di desa, 3) mengajar di
sekolah, 4) pertukaran pelajar, 5) penelitian/riset, 6) kegiatan wirausaha, 7)
studi/proyek independen, dan 8) proyek kemanusiaan.
Lebih lanjut disampaikan bahwa ini adalah kurikulum baru, sehingga
bila ada hal-hal yang baru dan perlu didiskusikan masih terbuka untuk
didiskusikan, tidak “patok bangkrong” dan mudah-mudahan dengan workshop
ini bisa memulai kurikulum baru dengan konsep merdeka belajar.
Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Margana mengingkatkan
kembali kepada para koordinator prodi, dekan, wakil dekan yang terkait untuk
mengawal dan mengkoordinasikan input nilai ujian jangan sampai terlambat.
Selanjutnya disampaikan bahwa mau tidak mau, kita harus siap untuk
melaksanakan kurikulum 2020, dan meninjau kurikulum sebelumnya untuk
pelaksanaan kurikulum yang merdeka belajar kampus merdeka sesuai dengan
aturan yang ada.
Pada bagian lain Prof. Dr. Moch. Bruri Triyono menyampaikan tentang
Sosialisasi Visiting Profesor. Dikatakan oleh Bruri, visiting profesor itu hanya
satu, tetapi dampaknya banyak bagi individu yang mengerjakan, bagi prodi
maupun bagi universitas. Kalau dilihat dari Grand Design Pengembangan

45
UNY Menuju WCU 2025, sekarang tahun 2020 UNY harus sudah menjadi
Universitas Kependidikan Kelas Dunia (801-1000 Dunia, 451-500 Asia, 70
Asia Tenggara) dan menuju PTN BH, sedangkan tahun 2021 menjadi
Universitas kependidikan kelas dunia (800 dunia, 250 Asia, 50 Asia Tenggara
Versi QS) dan memantapkan jaringan internasional.

46

Anda mungkin juga menyukai