Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ MENGIDENTIFIKASI DINAMIKA PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


SECARA HISTORIS, SOSIOLOGI, DAN POLITIS”

DISUSUN OLEH :
ARSHELLY WIHELMINA ERIKA NELWAN

NIM : 21310184
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS SUMBER DAYA ALAM

INSITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2021/2022

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pendidikan  kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan diseluruh dunia, meskipun dengan
berbagai macam istilah dan nama. Untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintah demokrasi.
Dalam pembelajaraan Pendidikan Kewarganegaraan harus diberikan materi pada mata kuliah kepada
seluruh Mahasiswa pada Perguruan Tinggi, dan diberikan pada jenjang pendidikan dasar,mengenah pertama
dan menengah atas, sekolah seharusnya dikembangkan sebagai tatanan sosial yang kondusif atau memberi
suasana bagi tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.
Sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat perlu dikembangkan sebagai pusat  pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, yang mampu memberi keteladanan, membangun kemauan dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran demokrasi. Dalam makalah ini akan
dijelaskan pengertian, latar belakang lahirnya dan tujuan pendidikan kewarganegaraan.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam makalah ini,
antara lain :
    Bagaimana perkembangan PKn?

    Bagaimana sejarah PKn secara Historis?

    Bagaimana sejarah PKn secara Sosilogis?

    Bagaimana Perkembangan PKn pada masa transisi Demokrasi?

    Bagaimana sejarah PKn secara Politis?

C.  Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini agar dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan tujuan khusus
penulisan makalah ini, diantaranya :
    Untuk mengetahui dan memahami sejarah PKn.

Mengembalikan identitas bangsa Indonesia


Bertoleransi

BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia

REPORT TITLE PAGE 2


A.    SEJARAH PKn
Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun
substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja
disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan
kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata
pelajaran  Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata
pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih
dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia,
dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal
tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil
dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam
kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan
mengenai pemerintahan.
      Dalam  kurikulum tahun 1968 dan 1969
Istilah Civis dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar
pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan
Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi
Indonesia, dan Civics ( diterjemahkan sebagai pengetahuan Kewargaan Negara). Dalam Kurikulum SMP 1968
digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negaraan yang berisikan sejarah Indonesia dan Konsititusi termasuk
UUD 1945.
      Dalam  tahun  1973/1974
Pendidikan Kewiraan dimulai tahun 1973/1974, sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional,
dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan pada tanah air dalam bentuk PPBN yang dilaksanakan dalam
dua tahap, yaitu tahap awal yang diberikan kepada  peserta didik SD sampai sekolah menengah dan pendidikan
PPBN tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan kewiraan.
      Dalam  Kurikulum  tahun  1975
Istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang
berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila atau
P4. Perubahan ini sejalan dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II / MPR / 1973. Mata
pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan sekolah Kejuruan.
      Kurikulum PPKn  1994
Kurikulum ini mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai
P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan
menggunakan pendekatan spiral meluas atau Spiral of concept development (Taba, 1967). Pendekatan ini
mengarkulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainnya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas
secara catur wulan dalam setiap kelas.
      Dalam  tahun  2004

REPORT TITLE PAGE 3


Dengan berlakunya Undang-undang Sistem pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, diberlakukan
kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan
Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan.
      Tahun 2006
Namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak terdapat
perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing
satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimlementasian PKn sebagaimana diuraikan atas
menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka pikir, yang sekaligus mencerminkan telah
terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler secara Konseptual
istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :
a.     Kewarganegaraan (1956)
b.    Civics (1959)
c.     Kewarganegaraan (1962)
d.    Pendidikan Kewarganegaraan (1968)
e.    Pendidikan Moral Pancasila (1975)
     Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
g.    Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)

     LATAR BELAKANG PKn


Latar belakang lahirnya pendidikan Kewarganegaraan berawal dari perjalanan sejarah panjang bangsa
Indonesia yang dimulai sejak dari perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai pada pengisian
kemerdekaan, bahkan terus berlangsung hingga zaman reformasi. Kondisi perebutan dan mempertahankan
kemerdekaan itu ditanggapi oleh bangsa indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang
senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai tersebut dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat
kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan diselenggarakan untuk membekali para mahasiswa selaku secalon pemimpian
dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral dalam
rangka ketahanan nasional kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesadaran melakukan
kelangsungan hidup bangsa melalui profesinya kesadaran bela negara dengan demikian  kesadaran bela negara
mengandung arti :
      Kecintaan kepada tanah air,
      Kesadaran berbangsa dan bernegara,
      Keyakinan akan pancasila dan UUD 1945,\

REPORT TITLE PAGE 4


      Kerelaan berkorban bagi bangsa dan negara serta\
      Sikap dan perilaku awal bela negara.
Negara Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan
yang diproklamasikan itu berangkat dari perjalanan sejarah peperangan yang panjang yang berabad-abad
lamanya melawan penjajahan dalam suasana perpecahan tidak adanya semangat persatuan dan kesatuan
menyebabkan lamanya dibumi nusantara. Penjajahan itu mengakibatkan kebodohan dan penderitaan yang pada
awal abad ke-20 mendorong timbulnya semangat kebangsaan kebangkitan nasional ini ditandai dengan
lahirnya gerakan Budi Utomo pada tahun 1908 peristiwa sumpah pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28
oktober 1928 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting. Sumpah tersebut merupakan perjuangan sikap
dan tekad bangsa Indonesia untuk bersatu dalam wadah negara bangsa dan bahasa Indonesia. “Satu tanah air
menunjukkan serta kesatuan geografis satu bangsa menunjukkan satu kesatuan politikdan  satu bahasa
menujukkan satu kesatuan sosial budaya” tekad ini mewujudkan perjuagan yang akhirnya melahirkan
proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan
kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era
kemerdekaan menimbulkan kondisi dan menuntut yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan
yang berbeda indones ditanggapi oleh bangsa  Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa
yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai tersebut dilandasi oleh jiwa tekad dan semangat
kebangsaan. Kesamaan itu timbul menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya negara
kesatuan Republik Indonesia dalam wadah nusantara.

      TUJUAN PKn
Terdapat 2 tujuan tentang Pendidika Kewarganegaraan, yaitu Tujuan Umum dan Tujuan khusus dari
pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri :
      Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada Mahasiswa mengenai hubunga antara warga
negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
      Tujuan Khusus
       Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun,  jujur dan demokrasi
serta ikhlas sebagai Warga Negara Indonesia terdidik dan bertanggung jawab.
      Agar mahasiswa mmenguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang
berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan ketahanan nasional.
       Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilku yang sesuai dengan nilai-nilai perjuangan, cinta tanah air, serta
rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

      
PERKEMBANGAN PKn DI INDONESIA

REPORT TITLE PAGE 5


      Sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Pada jaman Hindia Belanda di kenal dengan nama “Burgerkunde”. Pada waktu itu ada 2 buku resmi yang
digunakan, yaitu :
       Indische Burerschapkunde, yang di bicarakan dalam buku tersebut, masalah masyarakat pribumi. Pengaruh
barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, masalah
perburuhan. Kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan rakyat, masalah
pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut.
      Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B. Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut
yaitu : Badan pribadi yang mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dib icarakan
eigondom eropah dan hak-hak atas  tanah. Masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga
negara dalam perinta Hindia Belanda. Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan.
Adapun tujuan dari buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya
terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai
musuh tetapi justru memberikan  dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disetujui Volksraad, bahwa
setiap ugru harus memiliki izin. Dalam pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah
lulusan sekolah guru, dan yang berhak mengajar  hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan  lewat pendidikan
non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta.
Pelaksanaan pendidikan politik baik yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan
para tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai “cikal bakal” pendidikan politik
atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.
      Sesudah Proklamasi kemerdekaan
Gambaran Nu’man Somantri (1976: 34-35), yakni :
       Kewarganegaraan (1957)
Isi pelajaran kewarganegaraan adalah membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
      Civics (1961)
Isi civics banyak membahas tentang sejarah kebangkitan nasional . Uud, pidato-pidato politik kenegaraan yang
terutama diarahkan untuk “nation and character building” Bangsa Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan
civics di America pada tahun-tahun setelah declaration of Independence Amerika.
       Pendidikan Kewargaan  Negara (1968)
Diberlakukannya kurikulum 1975, PKn pada prinsipnya merupakan unsur dari PMP. Lahirnya UU no.2 Tahun
1989 tentang SPN (Sistem Pendidikan Nasional). menunjuk pasal 39 ayat 2, yang menentukan bahwa PKn
bersama dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama harus di muat dalam kurikulum  semua jenis,
jalur dan jenjang pendidikan maka PKn akan mengalami perkembangan lagi.
Menurut ali emran (1976: 4) isi PKn meliputi :
        Untuk SD : pengetahuan Kewargaan negara, sejarah Indonesia, ilmu Bumi.
       Untuk SMP : Sejarah kebangsaan, kejadian setelah kemerdekaan, UUD 1945, Pancasila, Ketetapan MPRs.
        Untuk SMA : Uraian pasal-pasal dari UUD 1945 yang dihubungkan dengan tatanegara, sejarah, ilmu bumi

REPORT TITLE PAGE 6


dan ekonomi.
Tahun 1970 PKn difusikan ke dalam mata pelajaran IPS. Tahun 1972, dalam seminar di Tawangmangu
Surakarta, menetapkan istlah ilmu kewargaan Negara (IKN) sebagai pengganti CIVICS, dan pendidikan
Kewargaan Negara (PKn) sebagai istilah civic Education. Dengan demikian, IKN lebih bersifat teoritis dan
PKn lebih bersifat praktis antara keduanya merupakan kesatuan tak terpisahkan, karna perkembangan PKn
sangat tergantung pada perkembangan IKN.
       Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Menurut Kurikulum 1994.
Kurikulum 1994 mengintegraiskan antara pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan
nama mata pelajaran PPKn.

E.  PERKEMBANGAN PKn PADA MASA TRANSISI DEMOKRASI


Perkembangan PKn pada era Orde Baru, ternyata lebih ditentukan faktor kepentingan untuk membangun
negara (state Building) ketimbang untuk  membangun bangsa (Nation Building). Hal tersebut di sebabkan
karena:
      Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan semangat
pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan.
      Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadiland an kebenaran.
      Fandalisme, paternalisme dan absolutisme
      Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk mengabdi kepada
kepentingan rakyat.
Kondisi di atas berpengaruh pada perubahan kurikulum PPKn dan pelaksanaan pengajarannya di lapangan
yang lebih menekankan untuk mendukung status quo atau legitimasi dan pembenaran (justifikasi) berbagai
kebijakan rezim orba dari pada  untuk meningkatkan pemberdayaan warga Negara dalam berhubungan dengan
negara. Dalam era reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan UU
No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan
Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah
Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan/pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti
dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral.

Dalam perkembangannya, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perubahan-perubahan yang bertujuan


untuk memperbaiki isi dan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Pada awalnya Pendidikan
Kewarganegaraan muncul dengan istilah Pendidikan Kewiraan yang mulai berlaku pada tahun ajaran
1973/1974. Kemudian terus mengalami perubahan hingga berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki keterkaitan kurikulum dengan Pendidikan Pancasila, Pendidikan

REPORT TITLE PAGE 7


Moral Pancasila dan cabang Pendidikan lainnya.

Pendidikan Kewarganegaraan sudah diajarkan pada tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas  sejak
tahun 1969 dengan sebutan kewargaan negara. Kemudian pada tahun 1975 sampai 1984 mengalami perubahan
dengan nama Pendidikan Moral Pancasila. Pada tingkat Perguruan Tinggi berganti nama dengan istilah
Pendidikan Kewiraan. Pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah bergangi nama dengan nama PPKN.
Hingga pada tahun 2003, semua tingkat pendidikan menggunakan nama dan kurikulum yang baru dengan
sebutan Pendidikan Kewarganegaraan hingga sampai saat ini. ( UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS ).

Dalam perkembangan Kurikulumnya, Pendidikan Kewarganegaraan beberapa kali diperbaharui. Tahun 2001,
materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi demokrasi, HAM,
lingkungan hidup, bela negara, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional.
Kemudian, Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan
dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dalam dunia
Perguruan Tinggi. Hal ini ditetapkan pada Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus,
menentukan antara lain:

1.      Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari MPK.

2.      MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.

3.      ata Kuliah PKn adalah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk program
Diploma/Politeknik, dan Program Sarjana.

Hal ini menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa dalam
mengembangkan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia yang ikut berpatisipasi dalam membangun
bangsa.

Sejarah Perkembagan Pendidikan Kewarganegaraan Secara Historis

      Sebelum Proklamasi Kemerdekaan


Pada jaman Hindia Belanda di kenal dengan nama “Burgerkunde”. Pada waktu itu ada 2 buku resmi yang
digunakan, yaitu :
       Indische Burerschapkunde, yang di bicarakan dalam buku tersebut, masalah masyarakat pribumi. Pengaruh
barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, masalah
perburuhan. Kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan rakyat, masalah
pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut.
      Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B. Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut
yaitu : Badan pribadi yang mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dib icarakan

REPORT TITLE PAGE 8


eigondom eropah dan hak-hak atas  tanah. Masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga
negara dalam perinta Hindia Belanda. Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan
Adapun tujuan dari buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya
terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai
musuh tetapi justru memberikan  dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disetujui Volksraad, bahwa
setiap ugru harus memiliki izin. Dalam pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah
lulusan sekolah guru, dan yang berhak mengajar  hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan  lewat pendidikan
non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta.
Pelaksanaan pendidikan politik baik yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan
para tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai “cikal bakal” pendidikan politik
atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.

      Sesudah Proklamasi kemerdekaan


Gambaran Nu’man Somantri (1976: 34-35), yakni :
       Kewarganegaraan (1957)
Isi pelajaran kewarganegaraan adalah membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
      Civics (1961)
Isi civics banyak membahas tentang sejarah kebangkitan nasional . Uud, pidato-pidato politik kenegaraan yang
terutama diarahkan untuk “nation and character building” Bangsa Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan
civics di America pada tahun-tahun setelah declaration of Independence Amerika
       Pendidikan Kewargaan  Negara (1968)
Diberlakukannya kurikulum 1975, PKn pada prinsipnya merupakan unsur dari PMP. Lahirnya UU no.2 Tahun
1989 tentang SPN (Sistem Pendidikan Nasional). menunjuk pasal 39 ayat 2, yang menentukan bahwa PKn
bersama dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama harus di muat dalam kurikulum  semua jenis,
jalur dan jenjang pendidikan maka PKn akan mengalami perkembangan lagi.
Menurut ali emran (1976: 4) isi PKn meliputi :
      Untuk SD : pengetahuan Kewargaan negara, sejarah Indonesia, ilmu Bumi.
      Untuk SMP : Sejarah kebangsaan, kejadian setelah kemerdekaan, UUD 1945, Pancasila, Ketetapan MPRs.
      Untuk SMA : Uraian pasal-pasal dari UUD 1945 yang dihubungkan dengan tatanegara, sejarah, ilmu bumi
dan ekonomi.
Tahun 1970 PKn difusikan ke dalam mata pelajaran IPS
Tahun 1972, dalam seminar di Tawangmangu Surakarta, menetapkan istlah ilmu kewargaan Negara (IKN)
sebagai pengganti CIVICS, dan pendidikan Kewargaan Negara (PKn) sebagai istilah civic Education.
Dengan demikian, IKN lebih bersifat teoritis dan PKn lebih bersifat praktis antara keduanya merupakan
kesatuan tak terpisahkan, karna perkembangan PKn sangat tergantung pada perkembangan IKN.

REPORT TITLE PAGE 9


      Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Menurut Kurikulum 1994
 Kurikulum 1994 mengintegraiskan antara pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan nama
mata pelajaran PPKn.

      Perkembangan PKn pada masa transisi Demokrasi


Perkembangan PKn pada era Orde Baru, ternyata lebih ditentukan faktor kepentingan untuk membangun
negara (state Building) ketimbang untuk  membangun bangsa (Nation Building). Hal tersebut di sebabkan
karena :
      Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan semangat
pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan.
      Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadiland an kebenaran.
      Fandalisme, paternalisme dan absolutisme
      Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk mengabdi kepada
kepentingan rakyat.
Kondisi di atas berpengaruh pada perubahan kurikulum PPKn dan pelaksanaan pengajarannya di
lapangan yang lebih menekankan untuk mendukung status quo atau legitimasi dan pembenaran (justifikasi)
berbagai kebijakan rezim orba dari pada  untuk meningkatkan pemberdayaan warga Negara dalam
berhubungan dengan negara. Dalam era reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan
substansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan.
Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan
lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004
memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengankewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan. Perubahan
nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum
dan moral. 

Perkembangan pendidikan kewarganegaraan secara sosiologis


Kewarganegaraan dalam arti sosiologis adalah kewarga-negaraan yang terikat kepada suatu negara oleh karena
ada-nya suatu perasaan kesatuan ikatan, seperti satu keturunan, kebersamaan sejarah, daerah (tanah/wilayah)
dan penguasa (pemerintah) atau dengan kata lain penghayatan kultur yang tumbuh dan berkembang dalam
suatu persekutuan daerah atau negara tempat ia tinggal. Kewarganegaraan dilatar belakangi oleh karena situasi
cara hidup sehari-hari orang Indonesia saat ini yang telah begitu pudar identitas aslinya, tergerus oleh faham
globalisasi dengan intrumennya yang berupa kapitalisme. Bangsa Indonesia yang dulunya dikenal sebagai
bangsa yang religius, toleransi, ramah, gotong-royong, nasionalis, dan memiliki solidaritas sosial, saat ini lebih
dekat kepada bentuk-bentuk kekerasan dan individualistik. Kehadiran kewarganegaraan ini diharapkan dapat
membangkitkan dan mengingatkan kembali rasa kebangsaan dan nasionalisme orang-orang Indonesia sehingga
dapat dipulihkan kondisi identitas nasional yang sesuai dapat nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia
sendiri.

REPORT TITLE PAGE 10


Perkembangan pendidikan kewarganegaraan secara politis
Pengembangan peran warga negara (hak-kewajiban) baik di bidang politik, hukum, ekonomi dan sosial-
budaya merupakan substansi hubungan warga negara dengan negara. Pengembangan hubungan warga negara
dengan negara ini merupakan sebagai focus of interest (pusat perhatian/obyek forma PKn). Dengan kata lain
substansi materi PKn adalah demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial. Pendekatan
institusional dalam ilmu politik memandang hubungan warga negara dengan negara merupakan unsur penting
dalam ilmu politik. Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics menyatakan “ilmu politik mempelajari
negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga – lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan – tujuan itu,
hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara – negara lain”. 

IPSA (International Political Science Association) pada tahun 1995 (lihat Robert E.Goodin and Hans-Dieter
Klingemann, 1996) melakukan identifikasi pencangkokan dalam ilmu politik. Pendidikan Politik (yang
didalamnya termasuk PKn) merupakan salah satu unsur pencangkokan ilmu politik. Bidang kajian lain
diantaranya : Sosiologi Politik, Geografi Politik, Ekonomi Politik Internasional, Militer dan Politik, Biopolitik
(Biology and Politics), dll. Kemudian ilmuwan politik yang tergabung dalam APSA (American Political
Science Association) telah membentuk Komisi Ilmu Politik untuk Pendidikan Kewarganegaraan, dalam rangka
membantu membina generasi muda AS agar memiliki kesadaran tinggi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Prewitt & Dawson ( 1977 : 140 – 141) menyatakan ada tipe pengajaran politik yaitu PKn (civic education) dan
indoktrinasi politik. James Colleman, membedakan antara kedua tipe itu, bahwa PKn atau latihan kewar-
ganegaraan (civic training) merupakan bagian dari pendidikan politik yang menekankan bagaimana seorang
warga negara yang baik berpartisipasi dalam kehidupan politik bangsanya.Dan yang dimaksud indoktrinasi
politik lebih memperhatikan belajar ideologi politik tertentu yang dimaksudkan untuk merasionalisasi dan
menjastifikasi rezim tertentu 

Alfian (1992), dalam bukunya Pemikiran Dan Perubahan politik Indonesia menyatakan “Pendidikan politik
sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami
dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun”
(p.235). 

Political socialization may be measured througght the use of indexies, the most important of wich are: 
Political efficacy (merasa memiliki kekuasaan untuk dapat mempengaruhi keputusan politik); 
Political trust (kepercayaan terhadap pemerintah dan pejabatnya); 
Citizen duty; 
Political participation; 
Political konowledge (terutama yang berkaitan dengan cara bekerjanya sistem politik); 
Other nation or world concept (persepsi mengenai hubungan bangsanya dengan masyarakat dunia) 

All the concepts have been stressed in traditional civic education projects (Byron G. Massialas (Editor),
Political Youth, Traditional Schools, p. 3-5). 

Maka konsekuensinya:“Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yg dilakukan oleh lembaga


pendidikan dg proses mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik, sehingga yang
bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation,
serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional, sehingga tidak saja menguntungkan bagi diri

REPORT TITLE PAGE 11


sendiri tetapi juga bagi masyarakat” (Zamroni, 2007 : p.137).

PKn sebagai pendidikan politik merupakan salah satu bentuk sosialisasi politik telah memiliki teori yang sangat
kuat dan jelas. Dikatakan kuat, sampai dewasa ini tampak belum ada bantahan bahwa PKn (Civic
Education/Citizenship Education) menganut system theory. Bahkan diperkuat lagi dengan teori pemberdayaan
warga negara (citizen empowerment) melalui pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) dalam
rangka mengembangkan masyarakat kewargaan (civil society). Untuk kepentingan civil society juga telah
dikembangkan teori/pendekatan politik kewarganegaraan (citizenship politics). Pendekatan tersebut, misalnya
pendekatan politik kewarganegaraan (Hikam, 1999), pendekatan struktural prosesual yang dikemukakan Goran
Therborn (Eep Saifulloh, 1994). Politik kewarganegaraan (Citizenship politics) memandang warga negara
sebagai pusat dan aktor utama baik dalam wacana maupunpraksis politik dan pembangunan. Pendekatan ini
akan mampu meningkatkan pemahaman diri dan inisiatif masyarakat untuk berkembang. Juga dapat untuk
mengatasi berkembangnya disintegrasi yang disebabkan penguatan politik identitas tang lazim berkembang
dalam masyarakat yang pluralis. Pendekatan struktural prosesual, melihat proses politik (demokrasi) dalam
konteks sosio-historis yang melekatinya serta menyentuh hubungan negara dan masyarakat. Kemudian
masuknya demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial (termasuk dalam hukum), hendaknya dipahami bahwa
demokrasi politik sebagai demokrasi primair sebagai basis bagi pengembangan demokrasi ekonomi dan sosial.
Dan berkembangnya demokrasi sekunder ini (demokrasi ekonomi dan sosial) juga akan sangat menentukan
bagi pengembangan demokrasi. 

Dinyatakan jelas karena dengan menganut system theory, maka orientasi PKn bukan untuk mendukung rezim
atau kekuatan politik tertentu yang merupakan orientasi dari teori hegemonik (hegemonic theory)( Prewitt &
Dawson, 1977: 17). Konsekuensinya PKn sebagai pendidikan politik formal memiliki tujuan bagaimana
membina dan mengembangkan warga negara yang baik, yakni warga negara yang mampu berpartisipasi serta
bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara Soedijarto (dalam Tim ICCE UIN
Jakarta (2005), Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Jakarta : Prenada Media, halaman
9).Mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikutserta membangun sistem politik
yang demokratis.

Berpartisipasi secara bertanggung jawab mengharuskan agar sejalan dengan peraturan hukum dan norma moral
yang berlaku dalam masyarakatnya. Tanggung jawab warga negara (citizen responsibility/civic
responsibilities ) menurut CCE (1994 :37) antara dapat dicontohkan:

 melaksanakan aturan hukum;


 menghargai hak orang lain;
 memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya;
 melakukan kontrol terhadap para pemimpin yang dipilihnya dalam melaksanakan tugas – tugasnya,
 melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah, pemerintah local, pemerintah nasional;
 memberikan suara dalam suatu pemilihan;
 membayar pajak;
 menjadi saksi di pengadilan;
 bersedia untuk mengikuti wajib militer, dsb.

Oleh karena itu disiplin hukum maupun moral merupakan disiplin pendukung sangat penting bagi PKn. Teori
sistem yang dianut PKn di atas, membawa konsekuensi PKn pada posisi untuk kepentingan system
maintenance dan system persistence bagi sistem politik nasional (sistem politik demokrasi Pancasila). 

REPORT TITLE PAGE 12


Dengan demikian pengembangan materi PKn bidang politik terutama mengambil porsi demokrasi politik dari
ilmu politik. Porsi demokrasi politik dipahami dalam struktur ilmu politik yaitu baik sebagai pemikiran, filsafat
, teori ,ideologi dan terapannya dalam konstitusi dan sistem politik. Dan konsep, teori – teori ilmu politik yang
lain yang dapat membantu memahami demokrasi politik dalam rangka membentuk warga negara yang baik
juga perlu dikembangkan seperti antara lain : 

 System theory (dalam sosialisasi politik);


 Citizenship politics (Politik Kewarganegaraan);
 Civic culture (Budaya Politik Kewarganegaraan);
 Citizen empowerment (Pemberdayaan Warga Negara);
 Civil society (Masyarakat Kewarganegaraan).
 Global Citizenship (Kewarganegaraan Global).

Sedangkan pola pikir keilmuan politik, yang perlu dipahami untuk menunjang kompetensi profesional guru
mata pelajaran PKn, diantaranya pendekatan yang dianut ilmu politik, seperti : pendekatan tradisional, perilaku,
pascaperilaku (value and action), Marxis, neo –Marxis.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, dapat disimpulkan :
    Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum

tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata
negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di
dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.
    Latar belakang lahirnya pendidikan Kewarganegaraan berawal dari perjalanan sejarah panjang bangsa

Indonesia yang dimulai sejak dari perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai pada pengisian
kemerdekaan, bahkan terus berlangsung hingga zaman reformasi. Kondisi perebutan dan mempertahankan
kemerdekaan itu ditanggapi oleh bangsa indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang
senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai tersebut dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat
kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada Mahasiswa mengenai hubunga antara warga

negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.

B.  Saran
Sebagai warga negara yang mencintai negaranya, kita harus memahami dan mengetahui sejarah perkembangan
PKn, agar dalam melaksanakan pendidikan tidak terjadi kesalahan. Hal ini penting karena PKn adalah
pelajaran yang diwajibkan di semua jenjang pendidikan.

REPORT TITLE PAGE 13


DAFTAR PUSTAKA

Abdiar, 2010, Pengertian, Tujuan, Sejarah Pendidikan


Kewarganegaraanhttp://abdiar.wordpress.com/2010/05/05/pengertian-tujuan-sejarah-pendidikan-
kewarganegaraan/
Raharjo,2009. Pengertian, Tujuan, Sejarah
Pendidikan  Kewarganegaraanhttp://raharjo.wordpress.com/2009/11/10/276/
Ardi. 2012, Perkembangan PKn (Pendidikan
Kewarganegarana). http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/perkembangan-pkn-pendidikan.html 
Widya, Ratna. 2012, Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia. http://widoiiwidiio.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html 
Ilham, Nurfadil. 2013, Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan. http://inflifestyle.blogspot.com/2013/09/pengertian-fungsi-dan-tujuan-pendidikan.html 
Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
http://mahasiswauniramalang.blogspot.co.id/2017/01/sejarah-perkembangan-pkn.html
https://endriyb.wordpress.com/category/pendidikan-kewarganegaraan/

http://www.tugassekolah.com/2016/02/pengertian-kewarganegaraan-dalam-sosiologis-dan-yuridis.html

REPORT TITLE PAGE 14

Anda mungkin juga menyukai