Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“Rangkuman PKN”
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pembimbing : Pak Mukhtadi

Disusun Oleh:

Ricky Pemerena Purba (33)

D-3 AKUNTANSI

Politeknik Keuangan Negara STAN

2019
BAB I Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan pertama kali diperkenalkan di


Amerika Serikat sekitar tahun 1790-an. Pendidikan Kewaganegaraan atau
civic diperkenalkan pertama kali oleh Henry Rendall Waite yang memiliki
tujuan untuk lebih mengenal bangsa sendiri yaitu Amerika Serikat. Di
Indonesia sendiri, istilah civic atau civic education mulai dikenal luas pada
tahun 1957. Pada tahun 1962, direvisi ke dalam bahasa Indonesia yang
kemudian dikenal dengan nama kewarganegaraan dan pada tahun 1968
diubah menjadi pendidikan kewarganegaraan.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi bagian dalam


kurikulum pendidikan sekolah sekitar tahun 1968. Seiring waktu mengalami
perubahan mengenai nama sebutannya, namun isinya tetaplah sama.
Sekitar tahun 1975 Pendidikan Kewarganegaraan diubah dengan nama
Pendidikan Moral Pancasila atau sering disingkat PMP. Kemudian
kurikulum tahun 1994, sebutan tersebut berganti menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan perubahan terakhir adalah
kembali dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan pada tahun 2000-an
hingga saat ini.

B.Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

1. Landasan Historis
Setiap negara dan bangsa memiliki latar belakang perjalanan
masing-masing yang akhirnya membentuk suatu negara dan warga
negaranya termasuk Indonesia. . Perjuangan bangsa Indonesia sudah
dimulai sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Tonggak perjuangan
bangsa Indonesia adalah era kejayaan Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) dan
Kerajaan Majapahit (abad ke-13) yang berupaya untuk menyatukan wilayah
Nusantara. Upaya tersebut belum berhasil mengingat belum adanya
pemahaman yang komprehensif tentang konsep negara kesatuan. Pada
tahun 1908 berdiri Boedi Oetomo sebagai perintis perjuangan bangsa
dalam menyatukan pemikiran bangsa tentang arti persatuan.
Perjuangan dilanjutkan dengan lahirnya Soempah Pemoeda pada
tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II. Soempah Pemoeda ini
mencerminkan wawasan geografi, wawasan kebangsaan, dan wawasan
budaya yang menjadi pelopor munculnya wawasan kebangsaan Indonesia.
Hingga akhirnya 17 Agustus 1945 Indonesia menjadi negara yang merdeka
sepenuhnya melalui Proklamasi Kemerdekaan dan telah memiliki wilayah,
rakyat, serta pemerintahan yang berdaulat. Perjuangan bangsa tidak
sampai di sini, berdasarkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia,
Pendidikan Kewarganegaraan di setiap lini pendidikan sangat diperlukan
untuk membentuk warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.

2. Landasan Sosiologis
Bangsa indonesia memiliki budaya yang beragam berdasarkan etnis,
suku, agama, bahasa, dan lain-lain. Bangsa Indonesia dibangun di atas
perbedaan dan hidup di dalam keberagaman. Oleh karena itu sepatutnya
masyarakat Indonesia mengakui dan menghargai keberagaman tersebut.
Perbedaan ini harus dipandang sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha
Esa dan potensi kekuatan bangsa. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, keberagaman ini diikat dalam norma dan aturan untuk
mewujudkan harmonisasi kehidupan dengan mewujudkan kesadaran moral
dan hukum.
Saat ini arus informasi yang sangat deras berdampak pada
goyahnya jati diri bangsa. Oleh karena itu diperlukan suatu komitmen
kebangsaan untuk mewujudkan cinta tanah air, kesadaran bela negara,
serta persatuan nasional dalam suasana saling menghargai keberagaman.
Persatuan dalam keragaman budaya, adat istiadat, tradisi, dan agama
harus dibina dan ditingkatkan secara demokratis, terpola, dan terus
menerus. Peran penting Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
melahirkan masyarakat Indonesia yang memiliki sikap toleransi yang besar
atas keberagaman di Indonesia.

3. Landasan Teori
Konferensi sembilan Menteri Pendidikan negara-negara berpenduduk
besar di dunia di New Delhi India tahun 1996 menyepakati bahwa
pendidikan adalah:
a. Mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan anggota
masyarakat yang bertanggung jawab;
b. Menanamkan dasar pembangunan yang berkelanjutan bagu
kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup;
c. Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada penguasaan
dan penyebaran Iptek dan seni demi kepentingan kemanusiaan.
Selanjutnya konferensi dunia tentang pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh UNESCO di Paris tahun 1998 yang dihadiri oleh 140
negara menetapkan tanggung jawab pendidikan tinggi antara lain:
a. Tidak hanya meneruskan nilai-nilai, mentransfer iptek dan seni, tetapi
juga melahirkan warga negara yang berkesadaran tingggi tentang bangsa
dan kemanusiaan;
b. Mempersiapkan tenaga kerja masa depan yang produktif dalam kontek
yang dinamis;
c. Mengubah cara berpikir, sikap hidup, dan perilaku berkarya individu
maupun masyarakat dalam rangka memprakarsai perubahan sosial yang
diperlukan serta mendorong perubahan ke arah kemajuan yang adil dan
bebas.

4. Landasan Hukum
Beberapa peraturan yang mendasari pelaksaan Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain:
a. UUD 1945
1. Pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat;
2. Pasal 27 Ayat (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di
dalam hukum dan pemerintahan;
3. Pasal 27 Ayat (3) tentang hak dan kewajiban ikut serta dalam upaya
bela negara;
4. Pasal 28A huruf (j) tentang HAM;
5. Pasal 31 Ayat (1) tentang hak dan kewajiban warga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan.
b. UU RI Nomor 20 tahun1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia Pasal 18 dan
Pasal 19 Ayat (2);
c. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
d. SK Dirjen Dikti Nomor 151 tahun 2000 tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian;
e. SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-
Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi.

5. Landasan Ideal
a. Pancasila sebagai dasar negara, merupakan dasar pemikiran tindakan
negara dan menjadi sumber hukum positif di Indonesia. Pola
pelaksanaannya dipancarkan dalam empat pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan dalam pasal-
pasal UUD 1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar
negara.

b. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, merupakan realisasi nilai-


nilai luhur yang diyakini kebenarannya. Perwujudan nilai-nilai luhur
Pancasila terkandung juga dalam konsep Geopolitik Indonesia demi
terwujudnya ketahanan nasional sebagai geostrategi indonesia,
sehingga ketahanan nasioan disusun dan dikembangkan berdasarkan
geopolitik indonesia.

c. Pancasila sebagai ideologi negara, merupakan kesatuan konsep-


konsep dasra yang memberikan arah dan tujuan dalam mencapai cita-
cita bangsa dan negara yang berlandaskan Pancasila serta terkandung
dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu berdaulat, adil, dan
makmur.

C. Hakikat, Visi, dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) memfokuskan pada
pembentukan diri sebagai satu kesatuan bangsa dari beragam agama, ras,
bahasa, suku bangsa, dan sosial budaya untuk menjadi warga negaa yang
cerdas, terampil, memiliki kepribadian sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dan menyatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan di seluruh dunia
memiliki peran strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas,
bertanggung jawab, berkeadaban, memiliki rasa nasionalisme, dan siap
bela negara (Budi Junaidi, 2015: 8). Bagi bangsa Indonesia, Pendidikan
Kewarganegaraan pada hakikatnya untuk membekali dan memantapkan
mahasiswaa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar tentang
demokrasi, penghargaan terhadap HAM, sadar hak dan kewajiban, dan
kecintaan serta kerelaan membela bangsa dan negara Indonesia yang
Pancasilais. Dengan kemampuan dasar tersebut diharapkan mahasiswa
memiliki kemampuan berpikir kritis, bersikap rasional, etis, berpandangan
luas, bersikap demokratis, dan berkeadaban sesuai dengan Pancasila,
UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI

2. Visi Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi merupakan
sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan
program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

3. Misi Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi membantu
mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebanggaan dan cinta tanah
air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung
jawab.

D. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan

Pada dasarnya kompetensi yang diharapkan dengan


penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
membentuk warga negara yang bersikap religius, demokratis, dan
bertanggung jawab.
Kompetensi lulusan pendidikan kewarganegaraan adalah
seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari seorang
waga negara dalam hubungan dengan negara dan memecahkan berbagai
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan beernegara dengan menerapkan
konsepsi filsafat pancasila, menerapkan konstitusi negara dalam kehidupan
sehari-hari serta geopolitik indonesia dan geostrategi indonesia.
Standar yang harus dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan nilai-
nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan dan mampu menerapkan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang baik,
berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; bepandangan
luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban.
Kompetensi dasar yang harus dikuasai untuk bidang Pendidikan
Kewarganegaraan:
1.Kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) -
menjelaskan ruang lingkup materi pendidikan.
2. Kompetensi sikap kewarganegaraan – kesadaran dan komitmen warga
negara untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai
prinsip dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Kompetensi keteampilan kewarganegaraan – menjadi warga negara
yang betanggung jawab terhadap hak dan kewajibannya.

E. Tujuan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Pergururan


Tinggi

Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membangun karakter


(character building) bangsa indonesia yang bercirikan antara lain:
1. Membentuk kecakapan partisipatif warga negara yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

2. Menjadikan warga negara yang cerdas, aktif, kritis, dan demokratis,


namun tetap selalu menjaga persatuan dan integritas bangsa;

3. Membentuk kesadaran bela negara dan berpikir komprehensif


integral di kalangan mahasiswa dalam rangka Ketahanan Nasional
sebagai Geostrategi Indonesia yang didasari dengan: kecintaan
kepada tanah air; kesadaran berbangsa dan bernegara; memupuk
rasa persatuan dan kesatuan; keyakinan akan ketangguhan
Pancasila; dan rela berkorban demi bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Indonesia


diharapkan mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara secara
berkesinambungan dan konsisten terhadap cita-cita dan tujuan nasional
seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945.
BAB II Kewarganegaraan, serta Hak dan Kewajiban Warga Negara

A. Latar Belakang Perlunya Negara dan Pengertian Negara

Menurut Thomas Van Aquino, Keberadaan negara di dalam


masyarakat didorong oleh dua hal yaitu manusia sebagai makhluk sosial
(animal social) dan manusia sebagai makhluk politik (animal politicum).
Manusia sangat haus akan kekuasaan, Oleh karena itu, menurutnya
keberadaan negara sangat diperlukan sebagai tempat berlindung bagi
individu, kelompok, dan masyarakat yang lemah dari tindakan individu,
kelompok, dan masyarakat, maupun penguasa yang kuat (otoriter).
Keberadaan negara sebagaimana uraian di atas menimbulkan
kesadaran masyarakat untuk menciptakan mekanisme pembentukan
negara yang mendapat legitimasi (pengakuan) dari seluruh masyarakat
secara bersama.
Negara berasal dari kata State (Inggris), Staat (Belanda), dan Etat
(Prancis). State, Staat, dan Etat berasal dari bahasa latin Status atau
Statum yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Negara adalah organisasi yang
memiliki sifat monopoli yang berfungsi mengatur pemerintah, rakyat dan
wilayah.

B. Sifat Organisasi Negara


Berdasarkan penjelasan Pancasila sebagai ideology terbuka, maka
di dalamnya terkandung nilai-nilai
Sifat organisasi negara berbeda dengan sifat organisasi lainnya, yakni :
1. Sifat Memaksa
Setiap negara dapat memaksakan kehendak dan kekuasaannya, baik
melalui jalur hukum maupun jalur kekuasaan dan kekerasan.
2. Sifat Monopoli
Setiap negara menguasai hal-hal tertentu demi tujuan negara tanpa ada
saingan.
3. Sifat Totalitas
Semua hal tanpa terkecuali mencakup kewenangan negara, misalnya
semua orang harus membayar pajak, semua orang wajib membela negara,
semua orang sama di hadapan hukum/berdasarkan hukum, dan
sebagainya.
C. Unsur-Unsur Negara

Negara terbentuk karena adanya beberapa unsur. Unsur-unsur pembentuk


negara adalah:
1. Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili serta menyatakan
kesepakatan diri ingin bersatu. Yang dimaksud dengan semua orang
tersebut adalah penduduk Indonesia dan negara lain (asing) yang sedang
berada di Indonesia untuk wisata, bisnis, dan lainnya.
2. Wilayah
Negara memiliki batas/teritorial yang jelas atas darat, laut, dan udara di
atasnya.
3. Pemerintah
Sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia adalah sistem pemerintahan
presidensial. Dalam sistem ini, presiden memiliki hak prerogatif untuk
memilih dan mengangkat serta memberhentikan para menteri sebagai
pembantunya.

D. Hak dan Kewajiban Warga Negara


Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban.
1. Hak Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945, adalah :
a) Pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2)
b) Berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan (Pasal 28)
c) Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (Pasal 28B ayat 1)
d) hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminsasi (Pasal
28 B ayat 2)
e) e.mengembangkan diri melelui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari IPTEK, seni
dan budaya (Pasal 28C ayat 1)
f) memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarkat, bangsa dan negaranya (Pasal 28C
ayat 2)
g) pengakuan, jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D ayat 1)
h) bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2)
i) memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal
28D ayat 3)
j) status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 3)
k) memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E ayat 1)
2. Kewajiban Warga Negara Meliputi :

a. menjunjung hukum dan pemerintahan itu negara dengan tidak ada


kecualinya (Pasal 27 ayat 1)
b. menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J, ayat 1).
c. tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis (Pasal 28J, ayat 2)
d. ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30,
ayat 1).
e. Untuk pertahanan dan keamanan negara melaksanakan sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Pasal 30, ayat 2).
f. mengikuti pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2)
BAB III Pancasila Sebagai Ideologi Dasar Negara

A. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia

Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu eidos


dan logos. Eidos berarti gagasan dan logos berarti berbicara (ilmu). Oleh
karena itu secara etimologis ideologi adalah berbicara tentang
gagasan/ilmu yang mempelajari tentang gagasan. Gagasan yang dimaksud
di sini adalah gagasan yang murni ada dan menjadi landasan atau
pedoman dalam kehidupan masyarakat yang ada atau berdomisili dalam
wilayah negara di mana mereka berada. Secara harfiah pengertian ideologi
adalah pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-
ide, atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Konsep ideologi mulai berkembang pesat ketika muncul teori
ideologi Karl Marx. Marx membagi dua struktur dalam fenomena kehidupan
yaitu ide dan ekonomi. Ketika perekonomian membaik, stabi, dan mencapai
keadilan, maka akan mendapatkan ide-ide yang baik pula. Karena
pengaruh teori ideologi Karl Marx, maka ideologi dianggap menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam pemikiran politik maupun ekonomi. Marx
berpendapat bahwa ideologi terjadi pada masa Revolusi Industri karena
ideologi didirikan di tasa kekuatan-kekuatan ekonomi. Karenanya ideologi
memiliki motif yang licik dan pasti memihak kepada kepentingan penguasa
dan/atau pemilik modal. Dalam pengertian demikian ideologi menurut Marx
merupakan kebenaran relative yang hanya benar menurut golongan
tertentu atau berpihak pada sebagian golongan yang mencerminkan
kekuatan lapisan masyarakat tertentu.
Adapun ciri-ciri ideologi yaitu memiliki derajat tertinggi sebagai nilai
hidup kebangsaan dan kenegaraan, merupakan perwujudan suatu asas
kerohanian, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang
dipelihara, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia terus
berkembang dalam suatu proses perjalanan sejarah panjang yang
bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia berupa adat
istiadat kebudayaan, serta nilai-nilai religious dalam agama-agama bangsa
Indonesia yang kemudian dikristalisasi menjadi suatu sistem nilai sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila
yang telah diyakini kebenarannya diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai
dasar filsafat negara dan kemudian menjadi ideologi bangsa dan negara.

B. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka yang


bercirikan cita-cita dasar yang ingin diwujudkan masyarakat digali dari
kekayaan rohani, moral, dan budaya yang telah ada dalam masyarakat itu
sendiri, asal dar luar. Dasar dari ideologi terbuka bukanlah keyakinan
ideologis sekelompok orang melainkan hasil dari musyawarah dan
consensus dari masyarakat tersebut. Oleh karena itu Pancasila milik
seluruh rakyat dan masyarakat Indonesia dalam menemukan dirinya,
kepribadiannya di dalam ideologi tersebut, sehingga Pancasila tidak hanya
dibenarkan, tetapi juga dibutuhkan. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila
memiliki sifat fleksibel yang berarti Pancasila dapat berinteraksi dengan
ideologi lain di mana nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila
tidak akan berubah sepanjang zaman, namun pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada,
mengikuti perkembangan zaman, namun tetap terarah sesuai dengan adat
istiadat kebudayaan, serta nilai-nilai religious dalam agama-agama bangsa
Indonesia.
Berdasarkan penjelasan Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka
di dalamnya terkandung nilai-nilai:
1. Nilai Dasar
Nilai dasar adalah nilai yang ada dalam ideologi Pancasila yang
merupakan representasi dari nilai atau norma dalam masyarakat, bangsa,
dan negara Indonesia. Nilai dasar merupakan nilai yang tidak bisa diubah-
ubah sepanjang bangsa Indonesia berpedoman pada nilai tersebut seperi
sila-sial Pancasila yang tercantum dalam aline IV Pembukaan UUD 1945
yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang merupakan pendukung utama
dari nilai dasar (Pancasila). Nilai ini dapat mengikuti setiap perkembangan
zaman, baik dalam negeri maupun dari luar negeri. Nilai ini dapat berupa
Tap MPR, UU, PP, dan peraturan perundangan yang ada untuk menjadi
tatanan dalam pelaksanaan ideologi Pancasila sebagai pegangan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai dapat berubah sesuai
perkembangan zaman.
3. Nilai Praktis
Nilai ini adalah nilai yang harus ada dalam praktik penyelenggaraan
negara. Sifat nilai ini ada abstrak. Artinya berupa semangat para
penyelenggara negara dari pusat hingga ke tingkat terbawah dalam struktur
sistem pemerintahan negara Indonesia. Semangat yang dimaksud adalah
semangat para penyelenggara negara untuk membangun sila-sila mdalam
Pancasila secara konsekuen. Contohnya adalah para pejabat negara
memberi teladan untuk tidak melakukan KKN

C. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat

MemahamI IMPLEMENTASI Pancasila dalam kehidupan


bermasyarakat sangat penting dilakukan agar setiap warga negara dalam
berpikir dan bertindak berdasarkan etika yang bersumber dari Pancasila.
Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan pandangan hidup yang
memiliki arti bahwa setiap warga negara dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan Pancasila sebagai petunjuk hidup dalam rangka mencapai
daya saing bangsa, kesejahteraan dan keadilan, baik lahir maupun batin.
Pemahaman implementasi Pancasila diharapkan dapat mewujudkan tata
kehidupan yang harmonis dan serasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Beberapa contoh implementasi Pancasila sebagai pandangan
hidup dan dasar negara yang dapat dijadikan pedoman dalam
berkehidupan bermasyarakat dan bernegara.
BAB IV Indentitas Nasional

A. Indentitas Nasional
Identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas, serta
keunikan yang ditentukan oleh faktor-faktor yang menjadi pendukung
kelahiran identitas nasional bangsa tersebut, antara lain: 1) Faktor Obyektif,
meliputi faktor geografis-ekologis, yaitu faktor alamiah yang membentuk
wilayah negara memiliki iklim dan letak negara yang bersangkutan. faktor
obyektif ini sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis,
ekonomis,sosial dan kultural bangsa; dan 2) Faktor Subyektif, yaitu
kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta
agama dan kepercayaan. Bagi bangsa Indonesia faktor ini, seperti yang
tercermin dalam ungkapan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat dalam
simbol burung Garuda dengan lima simbol sila-sila Pancasila. Faktor
subyektif tersebut dapat berpotensi mempengaruhi proses pembentukan
masyarakat dan bangsa beserta identitasnya untuk berubah menuju arah
kemajuan dan berkembang bersama melalui interaksi berbagai faktor yang
ada di dalamnya.

B. Latar Belakang
Situasi dan kondisi masyarakat kita dewasa ini menghadapkan kita
pada suatu keprihatinan dan sekaligus juga mengundang kita untuk ikut
bertanggung jawab atas mosaik Indonesia yang retak bukan sebagai ukiran
melainkan membelah dan meretas jahitan busana tanah air, tercabik-cabik
dalam kerusakan yang menghilangkan keindahannya. Untaian kata-kata
dalam pengantar sebagaimana tersebut merupakan tamsilan bahwasannya
Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai “het zachste volk ter aarde”
dalam pergaulan antar bangsa, kini sedang mengalami tidak saja krisis
identitas melainkan juga krisis dalam berbagai dimensi kehidupan yang
melahirkan instabilitas yangberkepanjangan semenjak reformasi digulirkan
pada tahun 1998. (Koento W, 2005)
Krisis moneter yang kemudian disusul krisis ekonomi dan politik yang
akar-akarnya tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis
budaya, menjadikan masyarakat kita kehilangan orientasi nilai, hancur dan
kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spritual. “Societal
terorism” muncul dan berkembang di sana sini dalam fenomena pergolakan
fisik, pembakaran dan penjarahan disertasi pembunuhan sebagaimana
terjadi di Poso, Ambon, dan bom bunuh diri di berbagai tempat yang
disiarkan secara luas baik oleh media massa di dalam maupun di luar
negeri. Semenjak peristiwa pergolakan antar etnis di Kalimantan Barat,
bangsa Indonesia di forum internasional dilecehkan sebagai bangsa yang
telah kehilangan peradabannya.
Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan perbuatan,
kerukunan, toleransi dan solidaritas sosial, idealisme dan sebagainya telah
hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang
penuh paradoks. Berbagai lembaga kocar-kacir semuanya dalam malfungsi
dan disfungsi. Trust atau kepercayaan antar sesama baik vertikal maupun
horisontal telah lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Identitas nasional
kita dilecehkan dan dipertanyakan eksistensinya.
Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat kita
menyadarkan kita semua bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk
mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai
komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara
kita dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan
kebudayaan Indonesia.Dengan demikian secara konstitusional
pengembangan kebudayaan untuk membina dan mengembangkan
Identitas Nasional kita telah diberi dasar dan arahnya.

C.Pengertian Identitas Nasional

Identitas nasional (national identity) berasal dari dua kata, identitas


dan nasional. Identitas (identity) secara harifah berarti cirri-ciri, tanda-tanda
atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakan
dengan yang lain. Identitas dalam terminologi antropologi memiliki arti sifat
khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri,
golongan sendiri, kelompok, komunitas, atau negara sendiri, mengacu pada
pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku
pada suatu kelompok. Sedangkan kata nasional berasal dari kata nation
(latin) kemudian diadopsi oleh bahasa-bahasa turunan latin seperti
Perancis yang menerjemahkannya sebagai nation berarti bangsa atau
tanah air, bahasa Italia memakai nascere artinya tanah kelahiran.
Dalam bahasa inggris juga menggunakan kata nation, untuk
menyebut sekelompok orang yang dikenal atau diidentifikasi sebagai
entitas berdasarkanaspek sejarah, bahasa atau etnis yang dimiliki oleh
mereka. Dalam hal ini kata nation melekat pada kelompok-kelompok yang
lebih besar (larger group) yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik
seperti budaya (culture), agama (religion), dan bahasa (language), maupun
non fisik seperti keinginan (needs), cita-cita (goals) dan tujuan (purpose).
Dari uraian diatas identitas nasional secara terminologis, adalah
suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara fisiologis
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Dengan demikian,
setiap bangsa memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,
sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut, yang semua itu sangat
ditentukan oleh proses terbektuknya suatu bangsa secara historis.

D. Pembentukan Jati Diri Bangsa

Dalam konteks Indonesia, jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia


merupakan manifestasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang telah
hidup dan berkembang sejak dahulu kala, dimulai pada zaman kerajaan-
kerajaan nusantara abad IV kemudian muncul kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit yang telah gemilang menanamkan nilai-nilai kebudayaan luhur
berupa adat istiadat kebiasaan dan pola perilaku; dan nilai religious berupa
agma-agama dan kepercayaan, yang masing-masing individu/kelompok
menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan memiliki sikap toleransi tinggi,
sehingga perbedaan-perbedaan dalam masyarakat itu dianggap sebagai
rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Jati diri atau kepribadian bangsa
Indonesia sebagai suatu identitas nasional secara historis menemukan jati
dirinya setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

E. Nasionalisme Indonesia Wajah Identitas Nasional


Pentingnya mengembangkan identitas nasional suatu bangsa
berhubungann erat dengan konsep nasionalisme dalam kehidupan
berbangsa. Dalam hal ini kesadaran akan identitas nasional sesungguhnya
juga membangun kesadaran nasionalisme. Bagi bangsa Indonesia,
kesadaran kehidupan berbangsa akan memunculkan konsep nasionalisme
Indonesia. Hal ini pada dasarnya adalah tujuan gambaran akan identitas
nasional Indonesia yang bibit-bibitnya dapat dilacak dalam jejak historis
kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia.
Benih-benih nasionalisme yang dibangun nenek moyang bangsa
Indonesia tidak terlepas dari hakikat hidup kemanusian sebagai makhluk
religious, makhluk sosisal, dan makhluk individu. Walau nenek moyang
bangsa Indonesia pernah dijajah selama beberapa abad dan berhasil
dipecah belah dengan politik “devide et impera” oleh kaum penjajah,
sesungguhnya benih-benih nasionalisme itu tidak akan pernah pupus.
Negara Indonesia terbentuk melalui tekad politik untuk bersatu sebagai satu
bangsa karena adanya kesamaan-kesamaan identitas yang memiliki
beragam kelompok masyarakat baik dalam ragam ras, etnis atau suku,
agama, kebudayaan, bahasa, dan kesamaan nasib dan perjuangan
melawan penjajah. Nasionalisme Indonesia bukanlah sebuah konsep yang
sudah jadi yang bermakna ajeg setiap waktu. Nasionalime Indonesia adalah
suatu yang terus bertumbuh dan berkembang. Jatuh-bangunnya
nasionalisme sangat berhubungan dengan jatuh bangunnya suatu bangsa.
Nasionalisme akan berkembang jika dipupuk subur oleh semua komponen
bangsa dengan tujuan untuk menjadikan bangsa ini sebuah bangsa yang
besar dengan identitas nasional yang mantap dan kuat. Tetapi, ia juga bisa
mati seiring dengan hancurnya bangsa, jika seluruh komponen bangsa
meracuni dirinya sendiri dengan egoism, ambisi, keserakahan, dan
penghinatan individu dan kelompok dengan melupakan pengorbanan
sejarah yang telah diperjuangkan para pendiri bangsa dan negara.
Penghianatan seperti itu tentu akan dapat meluluhlantakan seluruh sendi-
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB V Negara dan Konstitusi

A. Negara dan Konstitusi

Negara dan Konstitusi adalah dwitunggal. Jika diibaratkan


bangunan, negara sebagai pilar-pilar atau tembok tidak bisa berdiri kokoh
tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi. Hampir setiap negara mempunyai
konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut telah dilaksanakan
dengan optimal atau belum. Konstitusi dalam negara adalah sebuah norma
sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara. Dalam
bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip- prinsip entitas
politik dan hukum, istilah ini dapat menetapkan konstitusi nasional sebagai
prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam
pembentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban negara pada
umumnya.

1. Pengertian Negara
Setelah manusia menjadi sebuah bangsa, mereka menuntut suatu
wilayah untuk tempat tinggalnya yang kemudia diklaim sebagai negara.
Pengertian negara lebih luas dari sekedar wilayah negara meliputi
pemerintah, wilayah, kedaulatan, penduduk, bahkan pengakuan negara
lain.
Dengan demikian negara adalah suatu organisasi kekuasaan dan
sekelompok orang yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu
dan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok manusia tersebut.
Selain itu pengertian negara:
a) Menurut Max Weber, negara adalah suatu masarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah.

b) Menurut Robert Mac Iver, negara adalah asosiasi yang


menyelenggarakan penerbitan dalam suatu masyarakat dan dalam
suatu wilayah berdasarkan sistem hukum.

c) Menurut Mariam Budiarjo, negara adalah suatu daerah territorial yang


rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut
dari warganya satu ketaatan pada peraturan perundangan yang melalui
penguasaan monopolitis dari kekuasaan yang sah.

2. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi sering diidentikkan dengan undang-undang dasar,
dalam banyak hal konstitusi memang sama dengan UUD atau lebih luas
dari pengertian UUD. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah konstitusi
tersebut sering diterjemahkan dari kata “constitutin” yang artinya
menetapkan atau mengadakan. Secara umum konstitusi didefinisikan
sebagai keseluruhan dan peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang secara imperatif mengikat bagi penyelenggara
negara maupun bagi warga negara di semua tingkatan.

B. Konstitusi dan Sistem Ketatanegaraan

Dalam lingkup tata kelola negara, terdapat dua macam hukum yang
menjadi ketentuan dasar kenegaraan dan kebangsaan, yaitu: hukum yang
memerintah negara, dan hukum yang merupakan alat bagi negara untuk
memerintah. Hukum yang memerintah negara adalah konstitusi, dalam arti
yang paling luas berarti hukum tata negara, yaitu keseluruan aturan dan
ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu
negara, contoh: istilah contitutional law dalam bahasa inggris berarti hukum
tata negara. Konstitusi muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat
manusia. Diharapkan dengan adanya konstitusi dapat membatasi
kesewenang-wenangan penguasa otoriter dan melahirkan sebuah negara
yang demokratis.

C. Sistem Konstitusi

Konsepsi Konstitusi negara Indonesia bersumber pada Undang-


Undang Dasar 1945. Mekanisme pelaksanaan demokrasi Pancasila
bersumber pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945. Perihal
mekanisme demokrasi pancasila telah tercantum di dalam penjelasan UUD
1945, dan dijabarkan lebih lanjut dalam sistem pemerintahan negara
sebagai berikut:
1. Sebelum Amandemen
a) Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
b) Sistem Konstitusinal.
c) Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
d) Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di
bawah MPR.
e) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
f) Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung
jawab terhadap DPR.
g) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

2. Setelah Amandemen

a) Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah


Negara terbagi menjadi beberapa provinsi.
b) Bentuk pemerintahan adalah Republik.
c) Sistem pemerintahan adalah Presidensial.
d) Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
e) Kabinet atau menteri diangkat leh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.
f) Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
g) Kekuasaan yudikatif dijalankan leh mahkamah agung dan badan
peradilan di bawahnya.

D. Konstitusi Negara

Dalam organisasi suatu Negara ada naskah dasar atau naskah awal
yang disebut sebagai kaidah fundamental Negara yaitu konstitusi.
Konstitusi Negara daianggap sebagai kesatuan yang mencangkup semua
bangunan dan semua organisasi yang ada dalam negara. Konstitusi
berisikan aturan-aturan dasar negara dan ketentuan-ketentuan hukum
untuk mengatur fungsi dan sruktur lembaga. Negara termasuk dasar
hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat yang merupakan
referensi nilai-nilai dasar.
K.C Wheare sebagaimana dikutip Sri Soemantri, membedakan bentuk
konstitusi sebagai berikut:

1. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis


Konstitusi tertulis adalah konstitusi yang dituangkan dalam dokumen
formal yang memiliki kesakralan khusus dalam proses perumusannya.
Sedangkan konstitusi tak tertulis adalah konstitusi yang berkembang atas
dasar adat-istiadat (costum) daripada hukum tertulis.

2. Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku


Konstitusi fleksibel adalah konstitusi yang dapat diubah atau
diamandemen tanpa adanya prosedur khusus. Sebaliknya konstitusi kaku
adalah konstitusi yang mempersyaratkan prosedur khusus untuk
perubahan atau amandemennya.

3. Konstitusi Derajat Tinggi dan Konstitusi Tidak Derajat Tinggi


Konstitusi derajat tinggi adalah suatu konstitusi yang mempunyai
kedudukan tertinggi dalam negara. Demikian juga syarat-syarat untuk
mengubahnya sangat berat. Sedangkan konstitusi tidak sederajat adalah
suatu konstitusiyang tidak mempunyai kedudukan serta derajat seperti
konstitusi derajat tinggi.

4. Konstitusi Serikat dan Konstitusi Kesatuan


Bentuk ini berkaitan dengan bentuk suatu negara, jika bentuk suatu
negara itu serikat, maka akan mendapatkan sistem pembagian kekuasaan.
Sebaliknya, dalam negara kesatuan tidak dijumpai pembagian kekuasaan
karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintah pusat.

5. Konstritusi Sistem Pemerintahan Presidensial dan Konstitusi Sistem


Pemerintahan Parlementer.
E. UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara

Pada dasarnya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi


Negara Indonesia adalah UUD 1945 menjadi dasar atau landasan struktural
dalam penyelenggaraan pemerintah menurut sistem ketatanegaraan. Sejak
proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, konstitusi negara Indonesia
mengalami beberapa perubahan baik nama maupun substansi menteri
yang didukungnya. Proses perubahannya mengacu pada sistem
ketatanegaraan yang modern, yakni perubahan konstitusi model renewel
(permbaharuan) dan amandemen (perubahan). Berlaku tiga macam
Undang-Undang Dasar dalam delapan periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus – 27 Desember 1949 : UUD 1945
UUD 1945 disahkan sehari setelah proklamasi kemerdekaan
sebagai buah karya BPUPKI. Namun pada kurun waktu ini, UUD 1945
belum dilaksanakan sepenuhnya, karena Indonesia masih disibukkan
dengan mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 14 November 1945
dibentuk Kabinet Semi- Presidensial (“Semi-Parlementer”) yang pertama,
sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar
lebih baik.

2. Periode 27 Desember – 17 Agustus 1950 : Konstitusi RIS


Konstitusi RIS merupakan konsekuensi perubahan bentuk negara
Indonesia dari Kesatuan menjadi Serikat. Pada masa ini sistem pemerintah
Indonesia adalah Parlementer. Bentuk pemerintah dan bentuk negaranya
federasi yaitu yang didalamnya terdiri atas negara-negara bagian (16
negara bagian) yang masing-masing negara memiliki kedaulatan sendiri
untuk mengurus urusan dalam negerinya.

3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 : UUDS 1950


Pada masa ini sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer.
Bangsa Indonesia sangat menghendaki bentuk Negara Kesatuan, sehingga
Negara RIS yang telah berlaku tidak bertahan lama, selanjutnya disepakati
untuk kembali menjadi Negara Kesatuan, karenanya diperlukan suatu UUD
yang baru. Sebutan sementara dari UUD ini dalam rangka mempersiapkan
UUD yang bersifat final atau definitife yang akan disusun oleh Konstituante
selanjutya.

4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 : UUD 1945


Karena situasi politik yang memanas dan saling tarik ulur
kepentingan, maka Sidang Konstituante 1959 gagal menghasilkan UUD
baru sebagaimana dimaksudkan oleh UUDS 1950. Karenanya, Presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 yang salah satu isinya menyatakan,
bahwa UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku dan diberlakukannya kembali
UUD 1945.
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000 : UUD 1945 Amandemen I
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001 : UUD 1945 Amandemen
I dan II
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002 : UUD 1945 Amandemen
I, II, dan III
8. Periode 10 Agustus 2002 – sekarang : UUD 1945 Amandemen I, II, III,
dan IV

F.Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia tercermin dalam UUD


1945 yang berisi tentang aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk
mengatur susunan lembaga dan kewenangan kekuasaan dari tingkat paling
rendah dalam masyarakat. Sistem Ketatanegraan Republik Indonesia,
selain tersusun dalam hukum dasar tertulis, yaitu UUD 1945 juga mengakui
hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu konvensi atau kebiasaan
ketatanegaraan (bukan hukum adat yang juga tidak tertulis) yang
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Secara umum sistem ketatanegaraan Indonesia yang berkaitan
dengan kewenangan lembaga-lembaga negara mengikuti pola pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan yang dikenal denga teori trias politica, yaitu
pemisahan kekuasaan atas tiga lembaga. Montesque membagi tiga
kekuasaan pemerintah negara dalam lembaga yang berbeda dan terpisah
satu sama lain, yaitu:
1. Legislatif, yaitu lembaga pembuat undang-undang.
2. Eksekutif, yaitu lembaga yang menjalankan undang-undang.
3. Yudikatif, yaitu lembaga yang mengawasi pelaksanaan undang-undang.
Teori pemisahan kekuasaan pemerintahan negara ini dalam
prakteknya mengalami perbedaan antara satu negara dengan negara
lainnya. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh konsep demokrasi, budaya,
dan politik yang berkembang dalam negara yang bersangkutan. Dalam
perjalanannya sistem ketatanegaraan Indonesia sejak proklamasi
kemerdekaan 1945 sampai sekarang, telah mengalami beberapa
perubahan yang disebabkan oleh dinamika ketatanegaraan Indoneisa
menuju suatu tatanan pemerintah negara Indonesia yang ideal yang sesuai
dengan struktur dan kondisi masyarakat serta kondisi wilayah (geografis)
Indonesia. Perubahan yang sangat mendasar terjadi sejak adanya
amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR hingga emapat kali. UUD
1945 memberikan pembagian kekuasaan (devision of power) kepada
lembaga-lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu:
Lembaga Legislatif yang terdiri atas: Majelis Permmusyawaratan Rakyat
(MPR), DewanPerwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD); Lembaga Eksekutif: Presiden dan Wakil Presiden; Lembaga
Yudikatif: Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi
Yudisial (KY); serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
G.Taat Hukum dan Disiplin dalam Kehidupan Bermasyarakat dan
Bernegara

1. Contoh perilaku taat hukum dalam lingkungan masyarakat

1. Ikut serta dalam kegiatan di masyarakat, misalnya kerja bakti,


siskamling, dll.
2. Menghormati tetangga sekitar.
3. Membayar iuran yang telah disepakati.
4. Tidak atau menghindari perbuatan yang bisa membuat warga resah,
misalnya mabuk.
5. Menjaga nama baik lingkungan masyarakat.
6. Taat dan patuh terhadap aturan yang ada.
7. Tidak bertindak diluar norma Agama.
8. Selalu berusaha menjaga ketertiban, keamanan, dan ketenteraman.

2. Contoh perilaku taat hukum dalam lingkungan bernegara

a) Menjaga kelestarian alam sekitar.


b) Menjaga kebersihan lingkungan, misalnya membuang sampauh
pada tempatnya.
c) Menjaga nama baik Bangsa dan Negara.
d) Membuat/memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) jika sudah cukup
umur.
e) Mempunyai Surat Ijin Mengemudi (SIM) ketika mengendarai
kendaraan.
f) Membayar pajak.
g) Taat dan patuh kepada aturan yang telah ditetapkan.
h) Menghormati antara sesama warga negara
BAB VI Demokrasi Indonesia

A. Pengertian Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi berasal dari dua kata dalam bahasa


Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti
kekuasaan. Jadi demokrasi memiliki arti bahwa kekuasaan (kedaulatan)
berada di tangan rakyat. Konsep pemerintahan rakyat mengandung tiga
pengertian berikut:
1. Pemerintahan dari rakyat (government of the people),yang
berhubungan dengan pemerintah yang sah (dapat pengakuan dan
dukungan rakyat) dan tidak sah.
2. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people), dimana
kekuasaan yang dijalankan atas nama dan dalam pengawasan rakyat.
3. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people), dimana
kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan
untuk kepentingan rakyat.

Secara terminologi, demokrasi merupakan suatu perencanaan


institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara memperjuangkan
kompetisi atas suara rakyat (Schum[eter,1950). Demokrasi juga dapat
diartikan dengan bentuk pemerintahan dimana keputusan pemerintah yang
penting secara langsung atau tidal langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa (Hook, 1995).

B. Ciri-ciri Demokrasi

Demokrasi ada bagi kepentingan rakyat dan demi melindungi hak


dan martabat rakyat sebagai warga negara. Oleh karena itu, ciri-ciri
demokrasi adalah sebagai berikut:
1. Aspirasi rakyat dapat disalurkan dengan baik untuk menjadi kebijakan
publik.
2. Pengambilan keputusan harus melibatkan rakyat.
3. Partisipasi rakyat mendapat yang terutama.
4. Demokrasi yang dilaksanakan melalui lembaga perwakilan tetap harus
dilakukan dengan memperhatikan kehendak rakyat.

C. Macam-macam Demokrasi

1. Demokrasi, berdasarkan cara menyampaikan pendapat, terbagi menjadi


sebagai berikut.
a. Demokrasi langsung. Dalam demokrasi langsung, rakyat
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk
menjalankan kebijakan pemerintahan.
b. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Demokrasi ini
dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui
pemilu. Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik.
Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di
lembaga perwakilan rakyat.
c. Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari
rakyat. Ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan
demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di
dalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam
menjalankan tugasnya diawasi oleh rakyat melalui referendum dan
insiatif rakyat. Referendum adalah pemungutan suara untuk
mengetahui kehendak rakyat secara langsung.

2. Demokrasi berdasarkan titik perhatian atau prioritasnya terdiri sebagai


berikut.
a. Demokrasi formal
Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang dalam
kedudukan yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi
kesenjangan ekonomi. Individu diberi kebebasaan yang luas
sehingga demokrasi ini disebut juga Demokrasi Liberal.
b. Demokrasi material
Demokrasai material memandang manusia mempunyai kesamaan
dalam bidang sosial-ekonomi sehingga persamaan bidang politik
tidak menjadi prioritas. Demokrasi ini dikembangkan di negara
sosialis-komunis.
c. Demokrasi campuran
Merupakan campuran dari kedua demokrasi diatas, yaitu demokrasi
formal dan demokrasi material. Demokrasi ini berupaya menciptakan
kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan
derajat dan hak setiap orang.

3.Berdasarkan prinsip ideologi, demokrasi dibagi sebagai berikut.


a. Demokrasi liberal
Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas pada individu.
Tidak ada campur tangan pemerintah. Pemerintah bertindak atas
dasar konstitusi (hukum dasar).
b. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar
Demokrasi ini bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara yang
dibentuk tidak mengenal perbedaan kelas. Semua warga negara
mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.

4. Berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat kelengkapan negara,


demokrasi dibagi sebagai berikut.
a. Demokrasi sistem parlementer
Ciri-ciri pemerintahan parlementer, antara lain sebagai berikut.
1) DPR lebih kuat dari pemerintah
2) Menteri bertanggungjawab pada DPR
3) Program kebijakdanaan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik
anggota parlemen.
4) Kedudukan kepala negar sebagai simbol tidak dapat diganggu
gugat.

b. Demokrasi sistem pemisahan/pembagian kekuasaan (presidensial) Ciri-


ciri pemerintahan yang menggunakan sistem presidensial adalah sebagai
berikut.
1) Presiden adalah Kepala Negara
2) Kekuasaan eksekutif Presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan yang
dipilih dari dan oleh rakyat melalui badan perwakilan.
3) Presiden mempunyai kekuasaan mengangkat dan memberhentikan
menteri
4) Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR, melainkan keapda
presiden
5) Presiden dan DPR mempunyai kedudukan yang sama sebagai lembaga
negara dan tidak dapat saling membubarkan

D. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Sejak negara Indonesia terbentuk pasca proklamasi pada tanggal 17


Agustus 1945, ada empat macam demokrasi yang pernah diterapkan dalam
kehidupan ketatanegaraan Indonesia, yaitu Demokrasi Liberal, Demokrasi
Terpimpin, Demokrasi Pancasila, dan demokrasi pada masa reformasi.
Demokrasi di Indonesia pada hakikatnya dapat dibagi dala lima periode,
yaitu :
1) Periode 1945-1949 dengan sistem Demokrasi Pancasila
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila belum
sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dan
dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.

2) Periode 1949-1959 dengan sistem Demokrasi Parlementer


Pada Periode ini, peran parlemen dan partai politik sangat menonjol.
Pada periode ini berlaku Konstitusi RIS (1949-1950) dan UUDS 1950 (17
Agustus 1950 – 5 Juli 1959). Pada masa ini Indonesia dibagi kedalam
beberapa negara bagian dan pemerintahannya dijalankan oleh Perdana
Menteri. Pada 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan kembali
ke Negara Kesatuan dengan menggunakan UUD Sementara 1950. Kabinet
pada masa ini selalu silih berganti karena masing-masing partai lebih
memperhatikan kepentingan partai atau golongannya sehingga berakibat
pada pembangunan yang tidak berjalan lancar. Setelah 9 tahun Indonesia
menggunakan UUDS 1950 dan merasa tidak cocok dengan sistem
pemerintahan yang ada, akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengumumkan dekrit presiden mengenai pembubaran
Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950.

3) Periode 1959-1965 dengan sistem Demokrasi Terpimpin


Periode ini sering disebut juga periode Orde Lama. Presiden
Soekarno menjabat sebagai “Pimpinan Besar Revolusi”. Sehingga adanya
pemusatan kekuasaan ditangan Presiden. Hal tersebut menimbulkan
penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945
yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30
September 1965 (G30S/PKI).

4) Periode 1965-1998 dengan sistem Demokrasi Pancasila (Orde Baru)


Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde Baru yang bertekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dalam pelaksanaannya, sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan
presiden yang tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada
presiden, sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan. Akibatnya
adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sangat merajalela saat itu.
Kebebasan berbicara dibatasi, praktik demokrasi menjadi semu, dan
Pancasila hanya menjadi alat legitimasi politik. Lembaga negara adalah alat
kekuasaan pemerintah. Oleh karena itu, lahirlah gerakan reformasi yang
dipelopori mahasiswa yang menuntut reformasi dalam berbagai bidang.
Puncak periode ini adalah ketika Presiden Seoharto mengundurkan diri dari
jabatannya.

5).Periode 1998-sekarang dengan siste Demokrasi Pancasila (Orde


Reformasi) Demokrasi Pancasila Era Reformasi berakar pada kekuatan
multi partai yang berupaya mengembalikan perimbangan kekuatan antar
lembaga negara. Demokrasi yang dikembangkan adalah demokrasi
dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan.
Demokrasi pada periode ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR
hasil pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta
terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.

E. Pendidikan Demokrasi

Pada hakikatnya pendidikan demokrasi adalah sosialisasi nilai-nilai


demokrasi supaya bisa diterima dan dijalankan oleh warga.
Pada dasarnya, pendidikan demokrasi dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu:

1. Pendidikan demokrasi secara Formal


Pendidikan yang lewat tatap muka, diskusi timbal balik, presentase, serta
studi kasus
2. Pendidikan demokrasi secara Informal
Pendidikan yang lewat tahap pergaulan di rumah maupun masyarakat.

3. Pendidikan demokrasi secara nonformal


Pendidikan yang melewati lingkungan masyarakat masyarakat secara lebih
makro.

Misi pendidikan demokrasi adalah sebagai berikut:


1. Memfasilitasi warga negara untuk mendapatkan berbagai akses dan
menggunakan secara cerdas berbagai sumber tentang demokrasi dalam
teori dan praktik untuk berbagai konteks kehidupan sehingga ia memiliki
wawasan yang luas dan memadai.

2. Memfasilitasi warga negara untuk dapat melakukan kajian konseptual


dan operasional secara cermat dan bertanggung jawab

3. Mefasilitasi warga negara untuk memperoleh dan memanfaatkan


kesempatan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam
praksis kehidupan demokratis di lingkungannya.

BAB VII Konsepsi Hak Asasi Manusia

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Dalam Pasal 1A UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


sebagai berikut:
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Dari pengertian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai ciri-ciri
HAM, yaitu :
1. Inheren atau kodrati, artinya HAM tidak perlu diberikan, dibeli, atau
diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis yang
diberikan oleh Tuhan YME (yang telah dianugerahkan sejak manusia
masih dalam kandungan)
2. Bersifat universal, artinya HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras,agama, etnis, pandangan politik atau
asal-usul sosial dan budaya.
3. Bersifat partikular, dimana setiap warga negara memiliki hak yang
sama dalam kehidupan bernegara
4. Supralegal atau tidak dapat diingkari atau dilanggar. Tidak
seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak
orang lain.
5. Tidak dapat dibagi
6. Saling tergantung. Artinya penikmatan satu hak dipengaruhi oleh
penikmatan hak-hak lainnya
7. Transendental, di mana hak itu merupakan sesuatu yang teramat
sangat penting, sehingga tidak dapat untuk disepelekan.

B. Perkembangan HAM

Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM dibagi empat


generasi. Generasi pertama, berpendapat bahwa pengertian HAM hanya
berpusat pasa bidang hukum dan politik. Generasi kedua, pemikiran HAM
menuntut hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Generasi ketiga,
berusaha mencapai adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,
politik, dan hukum yang disebut dengan hak-hak untuk membangun.
Generasi keempat adalah penekanan lebih terhadap hak-hak individu dan
komunitas yang selama ini dianggap mengalami penindasan oleh negara
yang berperan terlalu dominan dalam kehidupan manusia.

C. HAM di Indonesia

HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu:


Pembukaan UUD 1945 (alinea 1), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD
1945 (Pasal 27,29, dan 30), UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh
keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan,
hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.

D. Lembaga Penegak HAM

HAM merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu,


masyarakat maupun oleh negara. Di Indonesia sendiri sudah dibentuk
komisi yang akan menangani kasus terkait pelanggaran HAM yaitu Komisi
Nasional HAM dan juga terdapat Pengadilan HAM.

1. Komisi Nasinoal (Komnas) HAM


Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat
dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi
manusia.
Tujuan komnas HAM:
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan piagam
PBB, serta Deklarasi Universal HAM
b. Mmeningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan

2. Pengadilan HAM
Dalam rangka penegakan HAM, Komnas HAM melakukan pemanggilan
saksi dan pihak kejaksaan yang melakukan penuntutan di pengadilan HAM.
Menurut Pasal 104 UU HAM, untuk mengadili pelanggaran HAM yang
berat, dibentuk pengadilan HAM di lingkungan peradilan umum, yaitu
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Pelanggaran HAM berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Menurut UU No. 26
Tahun 2000, yang dimaksud kejahatan genosida adalah setiap perbuatan
yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan
kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota kelompok
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya
d. melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok
e. memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok
lain
Sementara itu, kejahatan kemanusiaan menurut UU No. 26 Tahun 2000
merupakan salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudaka
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk
e. Perampasan kemerdekaan / perampasan kebebasan fisik lain
f. Menganiaya
g. Memperkosa, perbudakan seksual, memaksa seorang menjadi pelacur,
menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi secara paksa, ataupun
bentuk kejahatan seksual lainnya
h. Penyiksaan terhadap kelompok berdasarkan alasan politik, ras,
kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin (gender)
sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan alasan-
alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang
dilarang oleh hukum internasiona
i. Penghilangan seseorang secara paksa;
j. Kejahatan apartheid

Anda mungkin juga menyukai