“Rangkuman PKN”
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Disusun Oleh:
D-3 AKUNTANSI
2019
BAB I Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan
1. Landasan Historis
Setiap negara dan bangsa memiliki latar belakang perjalanan
masing-masing yang akhirnya membentuk suatu negara dan warga
negaranya termasuk Indonesia. . Perjuangan bangsa Indonesia sudah
dimulai sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Tonggak perjuangan
bangsa Indonesia adalah era kejayaan Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) dan
Kerajaan Majapahit (abad ke-13) yang berupaya untuk menyatukan wilayah
Nusantara. Upaya tersebut belum berhasil mengingat belum adanya
pemahaman yang komprehensif tentang konsep negara kesatuan. Pada
tahun 1908 berdiri Boedi Oetomo sebagai perintis perjuangan bangsa
dalam menyatukan pemikiran bangsa tentang arti persatuan.
Perjuangan dilanjutkan dengan lahirnya Soempah Pemoeda pada
tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II. Soempah Pemoeda ini
mencerminkan wawasan geografi, wawasan kebangsaan, dan wawasan
budaya yang menjadi pelopor munculnya wawasan kebangsaan Indonesia.
Hingga akhirnya 17 Agustus 1945 Indonesia menjadi negara yang merdeka
sepenuhnya melalui Proklamasi Kemerdekaan dan telah memiliki wilayah,
rakyat, serta pemerintahan yang berdaulat. Perjuangan bangsa tidak
sampai di sini, berdasarkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia,
Pendidikan Kewarganegaraan di setiap lini pendidikan sangat diperlukan
untuk membentuk warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.
2. Landasan Sosiologis
Bangsa indonesia memiliki budaya yang beragam berdasarkan etnis,
suku, agama, bahasa, dan lain-lain. Bangsa Indonesia dibangun di atas
perbedaan dan hidup di dalam keberagaman. Oleh karena itu sepatutnya
masyarakat Indonesia mengakui dan menghargai keberagaman tersebut.
Perbedaan ini harus dipandang sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha
Esa dan potensi kekuatan bangsa. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, keberagaman ini diikat dalam norma dan aturan untuk
mewujudkan harmonisasi kehidupan dengan mewujudkan kesadaran moral
dan hukum.
Saat ini arus informasi yang sangat deras berdampak pada
goyahnya jati diri bangsa. Oleh karena itu diperlukan suatu komitmen
kebangsaan untuk mewujudkan cinta tanah air, kesadaran bela negara,
serta persatuan nasional dalam suasana saling menghargai keberagaman.
Persatuan dalam keragaman budaya, adat istiadat, tradisi, dan agama
harus dibina dan ditingkatkan secara demokratis, terpola, dan terus
menerus. Peran penting Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
melahirkan masyarakat Indonesia yang memiliki sikap toleransi yang besar
atas keberagaman di Indonesia.
3. Landasan Teori
Konferensi sembilan Menteri Pendidikan negara-negara berpenduduk
besar di dunia di New Delhi India tahun 1996 menyepakati bahwa
pendidikan adalah:
a. Mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan anggota
masyarakat yang bertanggung jawab;
b. Menanamkan dasar pembangunan yang berkelanjutan bagu
kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup;
c. Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada penguasaan
dan penyebaran Iptek dan seni demi kepentingan kemanusiaan.
Selanjutnya konferensi dunia tentang pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh UNESCO di Paris tahun 1998 yang dihadiri oleh 140
negara menetapkan tanggung jawab pendidikan tinggi antara lain:
a. Tidak hanya meneruskan nilai-nilai, mentransfer iptek dan seni, tetapi
juga melahirkan warga negara yang berkesadaran tingggi tentang bangsa
dan kemanusiaan;
b. Mempersiapkan tenaga kerja masa depan yang produktif dalam kontek
yang dinamis;
c. Mengubah cara berpikir, sikap hidup, dan perilaku berkarya individu
maupun masyarakat dalam rangka memprakarsai perubahan sosial yang
diperlukan serta mendorong perubahan ke arah kemajuan yang adil dan
bebas.
4. Landasan Hukum
Beberapa peraturan yang mendasari pelaksaan Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain:
a. UUD 1945
1. Pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat;
2. Pasal 27 Ayat (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di
dalam hukum dan pemerintahan;
3. Pasal 27 Ayat (3) tentang hak dan kewajiban ikut serta dalam upaya
bela negara;
4. Pasal 28A huruf (j) tentang HAM;
5. Pasal 31 Ayat (1) tentang hak dan kewajiban warga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan.
b. UU RI Nomor 20 tahun1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia Pasal 18 dan
Pasal 19 Ayat (2);
c. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
d. SK Dirjen Dikti Nomor 151 tahun 2000 tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian;
e. SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-
Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi.
5. Landasan Ideal
a. Pancasila sebagai dasar negara, merupakan dasar pemikiran tindakan
negara dan menjadi sumber hukum positif di Indonesia. Pola
pelaksanaannya dipancarkan dalam empat pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan dalam pasal-
pasal UUD 1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar
negara.
A. Indentitas Nasional
Identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas, serta
keunikan yang ditentukan oleh faktor-faktor yang menjadi pendukung
kelahiran identitas nasional bangsa tersebut, antara lain: 1) Faktor Obyektif,
meliputi faktor geografis-ekologis, yaitu faktor alamiah yang membentuk
wilayah negara memiliki iklim dan letak negara yang bersangkutan. faktor
obyektif ini sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis,
ekonomis,sosial dan kultural bangsa; dan 2) Faktor Subyektif, yaitu
kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta
agama dan kepercayaan. Bagi bangsa Indonesia faktor ini, seperti yang
tercermin dalam ungkapan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat dalam
simbol burung Garuda dengan lima simbol sila-sila Pancasila. Faktor
subyektif tersebut dapat berpotensi mempengaruhi proses pembentukan
masyarakat dan bangsa beserta identitasnya untuk berubah menuju arah
kemajuan dan berkembang bersama melalui interaksi berbagai faktor yang
ada di dalamnya.
B. Latar Belakang
Situasi dan kondisi masyarakat kita dewasa ini menghadapkan kita
pada suatu keprihatinan dan sekaligus juga mengundang kita untuk ikut
bertanggung jawab atas mosaik Indonesia yang retak bukan sebagai ukiran
melainkan membelah dan meretas jahitan busana tanah air, tercabik-cabik
dalam kerusakan yang menghilangkan keindahannya. Untaian kata-kata
dalam pengantar sebagaimana tersebut merupakan tamsilan bahwasannya
Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai “het zachste volk ter aarde”
dalam pergaulan antar bangsa, kini sedang mengalami tidak saja krisis
identitas melainkan juga krisis dalam berbagai dimensi kehidupan yang
melahirkan instabilitas yangberkepanjangan semenjak reformasi digulirkan
pada tahun 1998. (Koento W, 2005)
Krisis moneter yang kemudian disusul krisis ekonomi dan politik yang
akar-akarnya tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis
budaya, menjadikan masyarakat kita kehilangan orientasi nilai, hancur dan
kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spritual. “Societal
terorism” muncul dan berkembang di sana sini dalam fenomena pergolakan
fisik, pembakaran dan penjarahan disertasi pembunuhan sebagaimana
terjadi di Poso, Ambon, dan bom bunuh diri di berbagai tempat yang
disiarkan secara luas baik oleh media massa di dalam maupun di luar
negeri. Semenjak peristiwa pergolakan antar etnis di Kalimantan Barat,
bangsa Indonesia di forum internasional dilecehkan sebagai bangsa yang
telah kehilangan peradabannya.
Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan perbuatan,
kerukunan, toleransi dan solidaritas sosial, idealisme dan sebagainya telah
hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang
penuh paradoks. Berbagai lembaga kocar-kacir semuanya dalam malfungsi
dan disfungsi. Trust atau kepercayaan antar sesama baik vertikal maupun
horisontal telah lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Identitas nasional
kita dilecehkan dan dipertanyakan eksistensinya.
Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat kita
menyadarkan kita semua bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk
mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai
komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara
kita dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan
kebudayaan Indonesia.Dengan demikian secara konstitusional
pengembangan kebudayaan untuk membina dan mengembangkan
Identitas Nasional kita telah diberi dasar dan arahnya.
1. Pengertian Negara
Setelah manusia menjadi sebuah bangsa, mereka menuntut suatu
wilayah untuk tempat tinggalnya yang kemudia diklaim sebagai negara.
Pengertian negara lebih luas dari sekedar wilayah negara meliputi
pemerintah, wilayah, kedaulatan, penduduk, bahkan pengakuan negara
lain.
Dengan demikian negara adalah suatu organisasi kekuasaan dan
sekelompok orang yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu
dan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok manusia tersebut.
Selain itu pengertian negara:
a) Menurut Max Weber, negara adalah suatu masarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah.
2. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi sering diidentikkan dengan undang-undang dasar,
dalam banyak hal konstitusi memang sama dengan UUD atau lebih luas
dari pengertian UUD. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah konstitusi
tersebut sering diterjemahkan dari kata “constitutin” yang artinya
menetapkan atau mengadakan. Secara umum konstitusi didefinisikan
sebagai keseluruhan dan peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang secara imperatif mengikat bagi penyelenggara
negara maupun bagi warga negara di semua tingkatan.
Dalam lingkup tata kelola negara, terdapat dua macam hukum yang
menjadi ketentuan dasar kenegaraan dan kebangsaan, yaitu: hukum yang
memerintah negara, dan hukum yang merupakan alat bagi negara untuk
memerintah. Hukum yang memerintah negara adalah konstitusi, dalam arti
yang paling luas berarti hukum tata negara, yaitu keseluruan aturan dan
ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu
negara, contoh: istilah contitutional law dalam bahasa inggris berarti hukum
tata negara. Konstitusi muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat
manusia. Diharapkan dengan adanya konstitusi dapat membatasi
kesewenang-wenangan penguasa otoriter dan melahirkan sebuah negara
yang demokratis.
C. Sistem Konstitusi
2. Setelah Amandemen
D. Konstitusi Negara
Dalam organisasi suatu Negara ada naskah dasar atau naskah awal
yang disebut sebagai kaidah fundamental Negara yaitu konstitusi.
Konstitusi Negara daianggap sebagai kesatuan yang mencangkup semua
bangunan dan semua organisasi yang ada dalam negara. Konstitusi
berisikan aturan-aturan dasar negara dan ketentuan-ketentuan hukum
untuk mengatur fungsi dan sruktur lembaga. Negara termasuk dasar
hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat yang merupakan
referensi nilai-nilai dasar.
K.C Wheare sebagaimana dikutip Sri Soemantri, membedakan bentuk
konstitusi sebagai berikut:
A. Pengertian Demokrasi
B. Ciri-ciri Demokrasi
C. Macam-macam Demokrasi
E. Pendidikan Demokrasi
B. Perkembangan HAM
C. HAM di Indonesia
2. Pengadilan HAM
Dalam rangka penegakan HAM, Komnas HAM melakukan pemanggilan
saksi dan pihak kejaksaan yang melakukan penuntutan di pengadilan HAM.
Menurut Pasal 104 UU HAM, untuk mengadili pelanggaran HAM yang
berat, dibentuk pengadilan HAM di lingkungan peradilan umum, yaitu
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Pelanggaran HAM berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Menurut UU No. 26
Tahun 2000, yang dimaksud kejahatan genosida adalah setiap perbuatan
yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan
kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota kelompok
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya
d. melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok
e. memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok
lain
Sementara itu, kejahatan kemanusiaan menurut UU No. 26 Tahun 2000
merupakan salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudaka
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk
e. Perampasan kemerdekaan / perampasan kebebasan fisik lain
f. Menganiaya
g. Memperkosa, perbudakan seksual, memaksa seorang menjadi pelacur,
menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi secara paksa, ataupun
bentuk kejahatan seksual lainnya
h. Penyiksaan terhadap kelompok berdasarkan alasan politik, ras,
kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin (gender)
sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan alasan-
alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang
dilarang oleh hukum internasiona
i. Penghilangan seseorang secara paksa;
j. Kejahatan apartheid