Nim : 1601620039
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama
penjajahan kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan
sampai hingga era kemerdekaan menimbulkan kondisi dan menuntut yang berbeda sesuai dengan
zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda indones ditanggapi oleh bangsa Indonesia
berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang.
Kesamaan nilai-nilai tersebut dilandasi oleh jiwa tekad dan semangat kebangsaan. Kesamaan itu
timbul menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya negara kesatuan Republik
Indonesia dalam wadah nusantara.
Tujuan
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
PEMBAHASAN
Pada jaman Hindia Belanda di kenal dengan nama “Burgerkunde”. Pada waktu itu ada 2
buku resmi yang digunakan, yaitu :
b. Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B. Vortman yang dibicarakan
dalam buku tersebut yaitu : Badan pribadi yang mengutarakan masyarakat dimana kita hidup,
obyek hukum dimana dib icarakan eigondom eropah dan hak-hak atas tanah. Masalah
kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam perinta Hindia Belanda.
Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan.
Adapun tujuan dari buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan
kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkan tidak menganggap
pemerintah belanda sebagai musuh tetapi justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran
dalam jangka waktu yang panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disetujui
Volksraad, bahwa setiap ugru harus memiliki izin. Dalam pertimbangannya adalah banyak guru
sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan
sekolah guru. Sedangkan lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh
pergerakan nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik
yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan para tokoh pergerakan
nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai “cikal bakal” pendidikan politik atau PKn di
Jaman Indonesia merdeka.
2. Sesudah Proklamasi kemerdekaan
a. Kewarganegaraan (1957)
b. Civics (1961)
Isi civics banyak membahas tentang sejarah kebangkitan nasional . Uud, pidato-pidato politik
kenegaraan yang terutama diarahkan untuk “nation and character building” Bangsa Indonesia
seperti pada waktu pelaksanaan civics di America pada tahun-tahun setelah declaration of
Independence Amerika.
Diberlakukannya kurikulum 1975, PKn pada prinsipnya merupakan unsur dari PMP. Lahirnya
UU no.2 Tahun 1989 tentang SPN (Sistem Pendidikan Nasional). menunjuk pasal 39 ayat 2,
yang menentukan bahwa PKn bersama dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama
harus di muat dalam kurikulum semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan maka PKn akan
mengalami perkembangan lagi.
b. Untuk SMP : Sejarah kebangsaan, kejadian setelah kemerdekaan, UUD 1945, Pancasila,
Ketetapan MPRs.
c. Untuk SMA : Uraian pasal-pasal dari UUD 1945 yang dihubungkan dengan tatanegara,
sejarah, ilmu bumi dan ekonomi.
Tahun 1970 PKn difusikan ke dalam mata pelajaran IPS. Tahun 1972, dalam seminar di
Tawangmangu Surakarta, menetapkan istlah ilmu kewargaan Negara (IKN) sebagai pengganti
CIVICS, dan pendidikan Kewargaan Negara (PKn) sebagai istilah civic Education. Dengan
demikian, IKN lebih bersifat teoritis dan PKn lebih bersifat praktis antara keduanya merupakan
kesatuan tak terpisahkan, karna perkembangan PKn sangat tergantung pada perkembangan IKN.
Perkembangan PKn pada era Orde Baru, ternyata lebih ditentukan faktor kepentingan
untuk membangun negara (state Building) ketimbang untuk membangun bangsa (Nation
Building). Hal tersebut di sebabkan karena:
1. Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan
semangat pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan.
2. Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadiland an kebenaran.
4. Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk
mengabdi kepada kepentingan rakyat.
BAB IV
KESIMPULAN