Anda di halaman 1dari 26

1.

IDENTITAS BUKU :

A. Judul Buku : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Civic Education)


B. Pengarang : A. Ubaedillah & Abdul Rozak
C. Penerbit : KENCANA
D. Tahun Terbit : 2003
E. Jumlah Halaman : 250 halaman
F. Ukuran Buku : 17,5 x 23,5 cm
G. Kota Terbit : Jakarta
H. Edisi : Keduabelas
I. Harga : Rp. 50.000,-

2. RINGKASAN MATERI :

BAB I
PENDAHULUAN

Keberadaan inovasi pendidikan demokrasi dan HAM yang dikemas dalam bentuk
Pendidikan Kewarganegraan pada dasarnya. Empat konsesus kebangsaan Indoneisa : Pancasila,
UUD Tahun 1945 (UUD 45), Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Yang harus dikuasai oleh setiap warga Negara yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai
dan komitmen yang secara ideal harus dimiliki oleh setiap warga Negara. Untuk memenuhi
unsur-unsur pokok ini terdapat lima komponen yang semestinya melekat dalam setiap program
Pendidikan kewarganegaraan, yakni : identitas nasional dan patriotisme; hak-hak tertentu
warganegara yang dijamin oleh konstitusi; tanggung jawab, kewajiban tugas warga negara;
keikutsertaan dalam urusan public; dan keberadaan nilai-nilai kemasyarakatan.
A. Revitalisasi Pancasila dan Tujuan Pendidikan Pancasila
1. Revitaslisasi Panacasila
Surat keputusan Dirjen Dikti No 267/Dikti/Kep./2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum
Mata Kuliahm Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarga-negaraan di Perguruan Tinggi,
yang selanjutnya diperbarui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2002 tentang
Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 45 danBhinneka Tunggal Ika adalah
harga mati bagi bangsa Indonesia. Kemajemukan adalah suatu kenyataan yang tidak bisa
dihindari oleh Indoneisa sebagai sebuah bangsa yang besar. Pemberdayaan kembali kedudukan,
fungsi dan peranan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi dan sumber nilai-
nilai bangsa Indonesia.Jumlah warga yang masih awam atas substansi demokrasi dan lalai
terhadap posisi historis Pancasila bagi Indonesia menjadi alasan utama akan perlunya sebuah
model Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Secara substansial Pendidikan Kewarganegaraan baru ini sejalan dengan kerangka
pembangunan Demokrasi Indonesia yang merupakan amanat gerakan reformasi, se-dangkan
secara legal hal ini tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang
mewajibkan kurikulum setiap satuan dan jenjang pendidikan termasuk pada jenjang pendidikan
tinggi. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah menjadikan warga Negara
Republik Indonesia yang cerdas, bermartabat dan aktif dalam kehidupan ber-bangsa dan
bernegara. Tujuan program dari Pendidikan Kewarganegaraan tidak beda jauh yang memiliki
tujuan akhir untuk membentuk warga negara yang cerdas, kritis, aktif dan bertanggung jawab.
Dan juga menjadi bangsa yang mandiri dan dilindingi oleh negara baik jasmani dan rohaninya.

B. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan


Civic Education memiliki banyak pengertian dan istilah. Seperti menurut Muhammad Numan
Somantri, Edmonson (1958), Stanley E. Dimond. Makna yang terpenting dari citizenship telah
melahirkan gerakan warga Negara (civic community) yang sadar akan pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan.

C. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan


1. Standar Kompetensi
Adalah kualifikasi atau ukuran kemampuan dan kecakapan seseorang yang mencakup
seperangkat pengetahuan, sikap dan keterampilan
2. Kompetensi Dasar
Sering disebut kompetensi minimal, yang akan ditransformasikan dan ditranmisikan pada
peserta didik terdiri dari tiga jenis, yaitu :
 Kompetensi pengetahuan kewargaan
 Kompetensi sikap kewargaan
 Kompetensi keteramapilan kewargaan

D. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan


Materi Pendidikan Kewarganegaraan teridiri dari tiga materi pokok, yaitu demokrasi, hak
asasi manusia dan masyarakat madani.

E. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan


Mengembangkan Paradigma pembelajaran demokratis, yakni orientasi pembelajaran
yang menekankan pada upaya pemberdayaan mahasiswa sebagai bagian warga Negara Indonesia
secara demokratis.
BAB II
PANCASILA DAN DAN KEHARUSAN REAKTUALISASI

Pendidikan Pancasila digalakkan diberbagai tingkatan dan penataran dilakukan bagi


pegawai pemerintah dan masyarakat. Suasana tersebut berubah total setelah gerakan reformasi
muncul dan Pancasila tidak lagi menjadi jargon pembangunan. Indonesia yang sedang belajar
berjalan dengan demokrasi berhadapan dengan ancaman gerakan primordial yang serius. Namun,
demikian euphoria demokrasi telah mengubah secara signifikan Indonesia menjadi masyarakat
yang terbuka dan kritis. Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara tetaplah penting bagi
Indonesia yang plural, bahkan nilai-nilai Pancasila sejalan dengan prinsip-prinsip Demokrasi dan
Hak Asasi Manusia. Alih-alih menjadikan Pancasila sebagai sesuatu yang sudah jadi. Pancasila
harus diposisikan sebagai seuatu yang terbuka sepanjang masa untuk ditafsirkan dan dimaknai
sepanjang situasi yang terus berubah. Pancasila harus ditempatkan sebagai cita-cita etis, hokum
dan juga sebagai etika berpolitik warga bangsa. Pancasila dengan sendirinya merupakan teks
terbuka yang berarti sebagai ideology terbuka.

A. Pancasila: Pengertian Etimologis, Historis dan Terminologis


PANCASILA terdiri dari dua kata, panca artinya “lima” dan sila artinya “dasar”. Secara
harfiah, Pancasila memiliki pengertian “dasar yang memiliki lima unsur”. Secara historis,
munculnya Pancasila tidak bisa lepas dari situasi perjuangan bangsa Indonesia menjelang
kemerdekaan. Pada persidangan pertama BPUPKI 29 Mei 1945, Mr. Moh Yamin mengusulkan
pemikiran tentang dasar Negara yang mencerminkan lima asas dasar Negara Indonesia Merdeka.
Kelima asas usulan Mr. Yamin :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan kelima unsur dasar Negara yang beliau
uraikan diberi nama Paancasila. Sehingga banyak ahli menyimpulkan 1 Juni 1945 sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Kelima unsur uraian Ir. Soekarno :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Setelah pidato Ir. Soekarno pada 22 Juni 1945 sembilan tokoh pergerakan nasional yang
bergabung dalam Panitia Sembilan membahas beragam usulan dasar Negara. Di Jakarta Panitia
Sembilan berhasil menyusun piagam yang dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta” dirumuskan
butir-butir Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia.
Secara Terminologis, Pancasila tidak dapat dipisahkan dari situasi menjelang lahirnya Negara
Indonesia Merdeka serta harus memiliki kelengkapan sebagai Negara yang berdaulat. Pada fase
ini keterkaitan antara Pancasila dengan UUD 45 sangatlah erat. Sehari setelah Merdeka dibentuk
PPKI untuk mengesahkan undang-undang dasar Negara Indonesia yang disebut dengan UUSD
1945. Berdasarkan pengesahan tersebut pada bagian pembukaan konstitusi UUD 45 inilah
kelima sila pada Pancasila tercantum.

B. NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika


Keinginan kuat untuk merdeka dan semangat kebersamaan, toleransi dan cita-cita
bersama inilah yang melatarbelakangi lahirnya Negara Bangsa Indonesia.Penghilangan butir
pertama Piagam Jakarta bukanlah sesuatu yang harus dipandang sebagai sebuah kekalahan
politik umat islam. Kesepakatan para tokoh islam dengan kalangan nasionalis sekuler untuk
menggantikan tujuh kata tersebut dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menjadikan Pancasila
sebagai dasar Negara NKRI merupakan komitmen kesepakatan nasional.
BAB III
IDENTITAS NASIOANAL

A. Hakikat dan Dimensi Identitas Nasional


Identitas adalah ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas dan
membedakannya dengan bangsa yang lain. Kekhasan yang melekat pada sebuah bangsa banyak
dikaitkan dengan sebutan “Identitas Nasional”. Menurut para ahli secara umum terdapat
beberapa unsur yang menjadi komponen Identitas Nasional, diantaranya :
1. Pola perilaku, adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
2. Lambang-lambang, adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara,
3. Alat-alat perlengkapan, adalah sejumlah perangkat / alat perlengkapan yang digunakan untuk
mencapai tujuan.
4. Tujuan yang ingin dicapai, yang bersumber dari tujuan yang bersifat dinamis dan tidak tetap.

B. Unsur- unsur Pembentuk Identitas Nasional Indonesia


Kemajemukan bangsa Indonesia tercermin pada ungkapan Bhinneka Tunggal Ika yang
terdapat pada symbol nasional burung garuda dengan symbol yang mewakili sila-sila dalam
dasar Negara Pancasila. Merupakan perpaduan daari unsur-unsur yang menjadi inti Identitas
diatas: sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa.
1. Sejarah
Menurut catatan sejarah ada dua kerajaan Nusantara, Majapahit dan Sriwijaya yang
pernah mengalami masa kejayaan gemilang. Kebesaran dua kerajaan Nusantara tersebut telah
membekas pada semangat perjuangan bangsa Indonesia pada abad-abad berikutnya ketika
penajajahan asing. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah telah menjadi ciri
khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk
identitas nasionalnya.
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur,
yaitu akal budi, peradaban, dan pengetahuan.
3. Suku Bangsa
Tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan unsur lain
pembentuk identitasnya yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan.
4. Agama
Kenekaragaman agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia.
5. Bahasa
Bahasa Indonesia adalah salah satu identitas nasional Indonesia yang penting. Peristiwa Sumpah
Pemuda 1928, yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, telah
memberikan nilai tersendiri bagi pembentukan identitas nasional Indonesia.
BAB IV
DEMOKRASI

Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani adalah bentukan dari dua
kata demos (rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan). Perpaduan
kata demos dan cratein atau cratosmembentuk kata demokrasi yang memiliki pengertian umum
sebagai sebuah bentuk pemerintahan rakyat dimana kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat
dan dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui para wakil mereka. Seperti yang pernah
dikatakan oleh Abraham Lincoln-suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam
sejarahnya, demokrasi sering bersanding dengan kebebasan (freedom). Dapat disimpulkan
bahwa hakikat demokrasi adalah sebuah proses bernegara yang bertumpu pada peran utama
rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan.
Tiga prinsip demokrasi :
1. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)
2. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
3. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)
Demi terciptanya proses demokrasi setelah terbentuknya sebuah pemerintahan
demokratis lewat mekanisme pemilu demokratis, Negara berkewajiban untuk membuka saluran-
saluran demokrasi. Untuk mendapat masukan dan kritik dari warga Negara dalam rangka
terjadinya control terhadap jalnnya pemerintahan, pemerintah yang demokratis berkewajiban
menyediakan dan menjaga saluran-saluran demokrasi nonformal bisa berupa penyediaan
fasilitas-fasilitas umum atau ruang public sebagai saran interaksi social. Hal lainnya yang
menunjang kebebasan berekspresi dan berorganisasi adalah dukungan pemerintah terhadap
kebebasan pers yang bertanggung jawab.

A. Norma dan Pilar Demokrasi


Menjadi demokratis membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoritis dari
masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi. Stidaknya ada enam norma atau unsur pokok
yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma ini yaitu :
1. Kesadaran akan pluralisme
2. Musyawarah
3. Cara haruslah sejalan dengan tujuan
4. Norma kejujuran dalam kemufakatan
5. Kebebasan nurani, persamaan hak, dan kewajiban
6. Percobaan dan salah dalam berdemokrasi

B. Sekilas Sejarah Demokrasi


Konsep Demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan Negara dan
hukum, yang dipraktikkan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi tumbuh
kembali di Eropa menjelang akhir Abad Pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magna
Charta (Piagam Besar) di Inggris. Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali
demokrasi di Eropa adalah gerakan pencerahan dan reformasi.

C. Demokrasi Indonesia
1. Periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem
Parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamasikan. Namun, demikian
model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia.
2. Periode 1959-1965
Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. Ciri- ciri demokrasi ini adalah
dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara ABRI
dalam panggung politik nasional.
3. Periode 1965-1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap
periode sebelumnya, yaitu Orde Lama. Upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan
terhadap UUD 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin.
4. Periode Pasca-Orde Baru
Periode ini sering disebut dengan era Reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan
gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen.

D. Unsur-unsur Pendukung egaknya Demokrasi


Beberapa unsur-unsur penting penopong tegaknya demokrasi antara lain.
1. Negara Hukum
Memiliki pengertian bahwa Negara memberikan perlindungan hokum bagi warga negara
melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan HAM. Istilah
Negara hokum di Indonesia dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi:
“Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka”.
2. Masyarakat Madani
Atau civil society adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari
dominasi dan tekanan Negara. Masyarakat Madani merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam membangun demokrasi.
3. Aliansi Kelompok Strategis
Adanya aliansi kelompok strategis yang terdiri dari partai politik, kelompok gerakan dan
kelompok penekan atau kelompok kepentingan termasuk didalamnya pers yang bebas dan
bertanggung jawab. Adapun kelompok gerakan yang diperankan oleh organisasi masyarakat
merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang
berorientasi pada pemberdayaan warganya, seperti Muhammadiyah, Nahdathul Ulama (NU),
Perstuan Islam (Persis), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan organisasi
masyarakat lainnya.
Hal yang tidak kalah pentingnya bagi tegaknya demokrasi adalah keberadaan kalangan
Cendekiawan dan pers bebas. Kaum cendekiawan, kalangan civitas akademika kampus, dan
kalangan pers merupakan kelompok penekan yang signifikan untuk mewujudkan sistem
demokrasi.

E. Pemilihan Umum dan Partai Politik Dalam Sistem Demokrasi


1. Pemilu Indonesia di Era Reformasi
Pemilihan Umum merupakan salah satu mekanisme demokrasi untuk menentukan
pergantian pemerintahan dimana rakyat dapat terlibat dalam proses pemilihan wakil mereka yang
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan aman. Prinsip-prinsip ini
sangatlah penting dalam proses pemilihan umum sebagai indicator kualitas demokrasi.
Perjalanan reformasi Indonesia semakin menunjukkan kualitasnya pada Pemilu 2004 yang
dilaksanakan secara serentak pada 5 April 2004. Pada pemilu kedua era Reformasi ini, rakyat
tidak hanya terlibat langsung dalam pemilihan wakil mereka yang duduk di DPR, DPD, dan
DPRD. Tetapi juga mereka dapat langsung memilih presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia masa bakti 2004-2009. Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga di era Reformasi.
2. Partai Politik
Unsur penting dalam sistem demokrasi adalah keberadaan partai politik. Partai Politik
memiliki peran yang sangat strategis terhadap proses demokratisasi. Partai politik adalah sebagai
wadah bagi penampungan aspirasi rakyat. Peran tersebut merupakan implementasi nilai-nilai
demokrasi.

F. Islam dan Demokrasi


Kesimpulan para ahli tidk terbukti jika mencermati perjalanan demokrasi di Indonesia,
negara Muslim terbesar di dunia. Beberapa kali pelaksanaan Pemilu secara langsung telah
berlalu tanpa menimbulkan pertumpahan darah. Keberhasilan pelaksanaan Pemilu 2004 dan
2009 di Indonesia secara aman dan damai telah menjadi bukti dihadapan dunia bahwa demokrasi
dapat dipraktikkan di tengah-tengah masyarakat Muslim mayoritas. Setidaknya terdapat tiga
pandangan tentang Islam dan Demokrasi, yakni :
1. Islam dan Demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda.
2. Islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara procedural seperti
dipahami dan dipraktikkan di Negara-negara Barat.
3. Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti
yang dipraktikkan Negara-negara maju.
Terdapat beberapa argument teoritis yang bisa menjelaskan lambannya pertumbuhan dan
perkembangan demokrasi di dunia Islam.
1. Pemahaman doctrinal mengahambat praktik demokrasi
2. Persoalan kultur
3. Lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tidak ada hubungan dengan teologi
melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri.
BAB V
KONSTITUSI

Konstitusi berasal dari bahasa Prancis yaitu constituer yang berarti membentuk. Dalam bahasa
Latin kata konstitusi merupakan gabungan dua kata yakni cume berarti “bersama dengan”
dan statuere berarti “membuat sesuatu agar berdiri” atau “mendirikan, menetapkan sesuatu”.
Istilah konstitusi (constitution) dalam bahasa Inggris memiliki makna yang lebih luas dari UUD,
yakni keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat.

A. Tujuan dan Fungsi Konstitusi


Tujuannya adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak
rakyat yang diperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Dalam paham
konstitusi dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi :
1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hokum
2. Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia
3. Peradilan yang bebas dan mandiri
4. Pertanggung jawaban kepada rakyat sebagai sandi utama dari asas kedaulatan rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi diatas merupakan dasar utama bagi suatu pemerintahan
yang konstitusional.

B. Sejarah Perkembangan Konstitusi


Konstitusi sebagai suatu kerangka hidup politik telah lama dikenal sejak zaman
Yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum. Sejalan dengan perjalanan waktu, pada masa
Ke-kaisaran Roma pengertian konstitusi mengalami perubahan makna yang memilki pengaruh
cukup besar sampai abad pertengahan yang memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham
Demokrasi Perwakilan dan Nasionalisme. Selanjutnya pada abad VII lahirlah Piagam Madinah
atau konstitusi Madinah. Piagam Madinah dibentuk pada awal masa Klasik Islam (622 M) meru-
pakan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah.
C. Sejarah Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan UUD 1945 dirancanag sejak 29 Mei
1945 sampai 16 Juli 1945 oleh BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) yang beranggotakan 62
orang diketuai Mr. Rajiman Wedyodiningrat. Tugas pokok badan ini adalah menyusun
rancangan UUD. BPUPKI membentuk panitia kecil atau panitia Sembilan pada tanggal 11 Juli
1945 yang diketuai oleh Soepomo tugasnya menyusun rancangan UUD dan membentuk PPKI.
PPKI berjumlah 21 orang dengan ketua Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya. UUD
atau Konstitusi NKRI disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945.
Konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama maupun
substansi materi yang dikandungnya.
1. UUD 1945 masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) masa berlakunya 27 Desember 1949 – 17
Agustus 1950
3. UUDS RI masa berlakunya sejak 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. UUD 45 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa
berlakunya sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – sekarang.

D. Lembaga Kenegaraan setelah Amandemen UUD 1945


Dalam kelembagaan Negara, salah satu tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah
untuk menata keseimbangan antarlembaga Negara. Pentingnya penataan hubungan antarlembaga
agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan dan kewenangan pada salah satu institusi Negara saja.
Hasil amandemen yang berkaitan dengan kelembagaan yaitu perubahan pertama UUD 1945
yang memuat pengendalian kekuasaan presiden, tugas serta wewenang DPR dan presiden.
Perubahan kedua berokus pada penataan ulang keanggotaan, fungsi, hak, maupun cara
pengisiannya. Perubahan ketiga menitiberatkan pada penataan ulang kedudukan dan kekuasaan
MPR. Pembetukan lembaga Negara baru yang melibatkan MK, DPD, KY serta BPK. Perubahan
keempat mencakup materi tentang keanggotaan MPR.
1. Lembaag Legislatif: MPR, DPR, DPD
2. Lembaga Eksekutif: Presiden dan Wakilnya
3. Lembaga Yudikatif: MA, MK, KY, BPK
BAB VI
NEGARA dan WARGA NEGARA

Istilah Negara merupakan terjemahan dari beberapa kata


asing: state (Inggris) staat (Belanda dan Jerman) atau etat(Perancis). Secara etimologi, Negara
diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita
untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang brdaulat.

A. Tujuan Negara
 Bertujuan untuk memperluas kekuasaan
 Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hokum
 Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum.
Dalam konteks Negara Indonesia, tujuan Negara adalah sebagaimana tertuang dalam Pembukaan
dan Penjelasan UUD 1945.

B. Unsur – unsur Negara


Ada tiga unsur penting yaitu rakyat, wilayah dan pemerintah.
1. Rakyat
Adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa persamaan dan bersama sama
mendiami suatu wilayah tertentu.
2. Wilayah
Adalah unsur Negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada Negara tanpa
ada batas-batas territorial yang jelas. Secara umum wilayah dalam sebuah Negara biasanya
mencakup daratan, perairan (samudra, laut dan sungai) dan udara.
3. Pemerintah
Adalah alat kelengkapan Negara yang harus bertugas memimpin organisasi Negara untuk
mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah Negara.
4. Pengakuan Negara Lain
Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstitusif sehingga tidak bersifat mutlak.
Ada dua macam pengakuan suatu Negara, yakni pengakuan de facto ialah pengakuan atas
fakta adanya Negara dan pengakuan de jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu Negara
atas dasar pertimbangan yuridis menurut hokum.

C. Teori Terbentuknya Negara


1. Teori Kontrak Sosial
2. Teori Ketuhanan
3. Teori Kekuatan

D. Bentuk-bentuk Negara
1. Negara Kesatuan
Negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem pemerintahan: sentral dan otonomi
2. Negara Serikat
Dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilhannya, bentuk Negara dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok: monarki, oligarki dan demokrasi.

E. Warga Negara Indonesia (WNI)


Menurut UU Kewarganegaraan Indonesia (UUKI) 2006 yang dimaksud dengan warga
negara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan pertaturan perundang-undangan.

F. Hubungan Negara dan Warga Negara


Hubungannya ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubugan timabal balik yang
sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan konstitusi, misalnya berkewajiban untuk menjamin
dan melindungi seluruh warga Negara Indoensia tanpa kecuali. Selain itu, Negara juga berke-
wajiban untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga Negara dalam beragama sesuai dengan
keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan berekspresi dll.
BAB VII
HAK ASASI MANUSIA

Menurut Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodarti. HAM adalah hak dasar setiap
manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. HAM ini tertuang
dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Menurut UU, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara,
hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.

A. Perkembangan HAM di Indonesia


Secara garis besar, perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi ke dalam
dua periode: sebelum kemerdekaan (1980-1945) dan sesudah kemerdekaan .
1. Periode Sebelum Kemerdekaan
Dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi
Oetomo (1908), SI (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920), PI (1925)
dan Partai Nasional Indonesia (1927). Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan oleh para
tokoh pergerakan nasional, dalam siding BPUPKI para tokoh nasional tersebut berdebat dan
berunding merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan Negara yang menjamin hak
dan kewajiban dan warga Negara yang hendak diproklamirkan. Perjuangan Boedi Oetomo
adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi
massa dan konsep perwakilan rakyat.
2. Peirode Setelah Kemerdekaan
a. Periode 1945 - 1950
Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada:
 bidang sipil dan politik
 bidang ekonomi, social dan budaya
b. Periode 1950- 1959
Dikenal dengan masa demokrasi parlementer.
c. Periode 1959 – 1966
Masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin.
d. Periode 1966 – 1998
e. Periode Pasca – Orde Baru

B. Pelanggaran dan Pengadilan HAM


Secara jelas UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mendifinisikan hal
tersebut. Pelanggaran has asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat Negara biak disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hokum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hokum yanga adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hokum yang berlaku. Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggran
kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi Negara atau institusi lainnya
terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang
menjadi pijaknnya.
Pelanggaran HAM dikelompokkan pada dua bentuk, yaitu:
1. Pelanggaran HAM Berat
Meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan.
a. Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan denga maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis
dan agama.
b. Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan
yang meluas dan sistematis.
2. Pelanggaran HAM Ringan
Adapun, bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat
tersebut.
BAB VIII
OTONOMI DAERAH

A. Hakikat Otonomi Daerah


Istilah otonomi daerah pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada
organ-organ penyelenggara Negara, sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikuti
pembagian wewenang tersebut. Batasan ini hanya menjelaskan proses kewenangan yang
diserahkan pusat kepada daerah, tetapi belum menjelaskan isi dan keluasan kewenangan serta
konsekuensi penyererahan kewenangan itu bagi badan-badan otonomi daerah.

B. Visi Otonomi Daerah


Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang
dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya: politik, ekonomi dan budaya.
1. Visi otonomi daerah di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk
membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis dan
memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban
public.
2. Visi otonomi daerah di bidang ekonomi mengandung makna bahwa harus menjamin
lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, di pihak lain mendorong
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan local kedaerahan untuk
mengoptimalkan pendyagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
3. Visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi
daerah harus diarahakan pada pengolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni
social. Juga dapat memberikan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa dan karya sastra
local.

C. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia


UU No.1 Tahun 1945 yang mengatur tentang pemerintahan daerah pascaproklamasi
kemerdekaan. Ditetapkannya undang-undang ini merupakan hasil dari berbagai pertimbangan
tentang sejarah pemerinthan di masa kerajaan serta pada masa pemerintah colonial. Dalam
undang-undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu keresidenan, kabupaten dan kota.
Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas. Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun
belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penyerahan urusan kepada daerah.
Undang- undang ini kemudian diganti dengan UU No. 22 Tahun 1948
UU tersebut berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang
demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah
otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatana daerah otonom, yaitu provinsi,
kabupaten/kota beasr dan desa/kota kecil. Perjalanan sejarah otonom daerah di Indonesia selalu
ditandai dengan lahirnya produk perundang-undangan yang menggantikan produk sebelumnya.
Perubahan tersebut pada satu sisi menandai dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia
dari masa ke masa.
Kehadiran UU No. 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi
pada masa itu lengsernya rezim otoriter Orde Baru dan munculnya kehendak masyarakat untuk
melakukan reformasi di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan
kehendak reformasi itu, siding istimewa MPR Tahun 1998 menetapkan Ketetapan MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan serta pertimbangan keuangan pusat dan
daerah kerangka NKRI. Dilakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undnag yang berakhir
pada lahirnya UU No. 32 Tahun 20014 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah.

D. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah


Prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang
real dan seluas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggnung jawab”. Prinsip
pemberian otonomi daerah yang diajadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota, sdengkan pada daerah ptovinsi merupakan otonomi yang terbatas.
E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah
Sebagai komitmen dan kebijakan politik nasional merupakan langkah strategis yang
diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, di samping menciptakan
keseimbangan pembangunan antardaerah di Indonesia. Terdapat faktor-faktor prakondisi yang
diharapkan dari pemerintah daerah, antara lain; Fasilitasi, Pemerintah Daerah harus kreatif,
Politik local yang stabil, Pemerintah daerah harus menjamin keseimbangan berusaha, Pemerintah
daerah harus komunikatif dengan LSM/NGO terutama dalam bidang perburuhan dan lingkunga
hidup.
BAB IX
GOOD GOVERNANCE

Di indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah


pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Dalam prakriknya, pemerintahan yang bersih
adalah model pemerintahan yang efektif, efesien, jujur, transparan dan bertanggung jawab juga
berarti baik dalam proses maupun hasil-hasilnya. Faktor lain yang tak kalah penting, suatu
pemerintahan dapat dikatakan baik jika produktivitas bersinergi dengan peningkatan indicator
kemampuan ekonomi rakyat, baik dalam aspek produktivitas, daya beli, maupun kesejahteraan
spiritualnya. Sebagai sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara dapat terwujud secara
maksimal jika ditopang oleh unsur saling terkait yakni Negara, Masyarakat Madani serta Sektor
Swasta.

A. Prinsip-prinsip Pokok
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan Sembilan aspek fundamental (asas)
dalam good governance:
1. Parisipasi
Adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung
maupun melalui lembaga perwakilan yang sah.
2. Penegakan Hukum
Pengelolaan pemerintahan yang professional harus didukung oleh penegakan hokum yang
berwibawa. Tanpa kepastian dan aturan hokum, proses politik tidak akan berjalan dan tertata
dengan baik. Komitmen pemerintah untuk menegakkan hokum yang mengandung unsur-
unsur:
a. Supermasi hokum
b. Kepastian hokum
c. Hokum yang responsive
d. Penegakan hokum yang konsisten
e. Independesi peraadilan
3. Transparansi
Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka menghilangkan budaya korupsi di kalangan
pelaksana pemerintahan baik pusat maupun yang dibawahnya. Terdapat delapan unsur yang
harus dialakukan secara trasnparan:
a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan
b. Kekayaan pejabat public
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan public
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
4. Responsive
Bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Pemerintah harus
memahami kebutuhan masyarakatnya bukan menunggu mereka menyampaikan keinginan-
keinginannya.
5. Consensus
Bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melaui consensus.
6. Kesetaraan
Kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan public. Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap
pelaksaan pemerintah untuk bersikap dan berprilaku adil dalam hal pelayanan public tanpa
mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin dan kelas social.
7.Efektivitas dan Efesiensi
Yakni berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter
produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai
kelompok dan lapisan social. Adapun, asas efisiensi umunya diukur dengan rasionalitas biaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
8. Akuntabilitas
Pertanggungjawaban pejabat public terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk
mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat public dituntut untuk mempertanggungjawabkan
semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas siakpnya terhadap masyarakat.
9. Visi Strategis
Pandangan-pandangan strategis untuk mengahdapi masa yang akan datang. Kualifiaksi ini
menjadi penting dalam rangka realisasi good governance. Dengan kata lain, kebijakan apapun
yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau duapuluh tahun ke
depan.

B. Pilar- pilar Good Governance


Good governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibat-
kan kepentingan publik . Jenis lembaga tersebut adalah:
a. Negara
b. Masyarakat Madani
c. Sektor Swasta

C. Latar belakang Good Governance di Indonesia


Good Governance di Indonesia, dapat didefinisikan sebagai praktek penyelenggaraan
pemerintahan yang demokratis dengan kemampuan mengelola berbagai sumberdaya sosial dan
ekonomi dengan baik untuk kepentingan rakyat Indonesia berdasarkan asas musyawarah dan
mufakat.Sedangkan wujudnya di Indonesia berupa Penyelenggaraan tata pemerintahan yang
bersih dan berwibawa, efisien dan efektif, tanggap dan bertanggungjawab, bertindak dan
berpihak pada kepentingan rakyat, serta mampu menjaga keselarasan hubungan kemitraan
melalui proses interaksi yang dinamis dan konstruktif antara pemerintah, rakyat, dan berbagai
kelompok kepentingan di dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila.
BAB X
MASYARAKAT MADANI

Sejarah masyarakat sipil atau Masyarakat Madani lahir untuk pertama kalinya dalam
perjalanan politik masyarakat sipil di Barat. Istilah itu dikenal luas dengan penyebutan
istilah civil society. Kalangan ahli mendefinisikan karakter masyarakat sipil sebagai komunitas
social dan politik yang pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga
Negara. Menurut Dawan Rahardjo mendefinisikan Masyarakat Madani sebagai proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurut Azyumari
Azzra, Masyarakat Madani lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi, karena ia juga mengacu
pada pembentukan masyarakat berkualitas dan ber-tamaddun (civility).
A. Sejarah Singkat Masyarakat Madani
Sejarah awal civil society tidak bisa dilepaskan dari filosofi Yunani Aristoteles (384-322
SM) yang memandang konsep civil society (masyarakat madani) sebagai seistem kenegaraan
atau identic dengan Negara itu sendiri. Konsep civil society pada masa ini dikenal sebagai istilah
koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam
berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Menurut John Locke,
kehadiran civil society adalah untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.
Mengingat sifatnya yang demikian itu, civil society tidaklah absolte dan harus membatasi
perannya pada wilayah yang tidak dapat dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang
manusiawi bagi warga Negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proposional.
Seperti dikatakan bahwa tata kepemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi
yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta
adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah, rakyat atau
civil society dan usahawan yang berada di sector swasta. Ketiga komponen ini mempunyai tata
hubungan yang sama dan derajat. Kesamaan derajat ini akan sangat brpengaruh terhadap upaya
menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Di dalam tatanan kepemerintahan yang demokratis,
komponen rakyat yang disebut Masyarakat Madani (civil society) harus memperoleh peran yang
utama.
B. Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarkat madadni tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur social
yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan Masyarkat Madani. Faktor-faktor tersebut
merupakan suatu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas Masyarkat Madani.
Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh Masyarkat Madani yaitu Wilayah public yang
bebas, Demokrasi, Toleransi, Kemajemukan dan Keadilan social.

C. Masyarakat Madani di Indonesia


Indonesia memiliki tradisi kuat civil society. Bahkan jauh sebelum Negara bangsa berdiri,
masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi social
keagamaan dan pergerakan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Telah menunjukan
kiprahnya sebagai komponen sebagai civil society yang penting dalam sejarah perkembangan
masyarakat sipil di Indonesia. Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang
bagaimana seharusnya bangunan Masyarkat Madani bisa terwujud di Indonesia:
1. Pandangan integrasi nasional dan politik
2. Pandangan reformasi sistem politik demokrasi
3. Paradigma membangun Masyarakat Madani sebagai basis utama pembangunan.

D. Gerakan Sosial Untuk Memperkuat Masyarakat Madani


Keberadaan masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan social. Gerakan social
dapat dipadankan dengan perubahan social atau masyarakat sipil yang disadari oleh pembagian
tiga ranah, yaitu Negara, Perusahaan atau pasar, dan Masyarakat Madani. Berdasarkan pemetaan
diatas, secara empiris ketiganya dapat saling bersinergi. Selain definisi gerakan social yang
berada di ranah masyarakat sipil, maka para actor atau kelompok yang terlibat pun perlu
diperjelas pengertian dan cakupannya.
Kelebihan :
Kelebihan pada Buku ini yaitu mempunyai Daftar Pustaka yang lengkap. Adanya Glosarium dan
juga Indeks. Sehingga bisa mempermudah si pembaca untuk mencari maksud dan tujuan yang
dicari lebih cepat.

Kelemahan :
Adapun kelemahannya yaitu mempunyai subjudul yang tidak efektif, terlalu berpanjang lebar.
Adanya 2 orang pengantar yang tidak terlalu penting menurut saya.

Anda mungkin juga menyukai