com/doc/173793898/Nama-Istilah-KewargaNegaraan-Di-Dunia#scribd
hongkong : Burgerkunde
ma NegaraIstilah tentang PendidikanKewarganegaraan
1
Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan
2
Irlandia Civic, Social and Political Education (CSPE)
3
PerancisEducation Civique, Juridique et Sociale(ECJS)
4
Malaysia Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan (PSK)
5
Spanyol Educacion ayat La Ciudadania (EPC)
6
Norwegia Primary Mandate of Social Study
7
Korea Simin Gyoyung
8
Finlandia YH, YO YT (Yhteiskuntaoppi)
9
Singapore Civics and Moral Education
10
Amerika Serikat Civics (Civic Education)
11
Mexico Education Civicas
12
Inggris Citizenship Education
13
Jerman Sachunternicht
14
Timur Tengah
Talimatul Muwwatanah, Tarbiyatul Al
Watoniah
15
Australia Civics, Social Studies
16
HungariaPeople and Society
17
Afrika Selatan Life Orientation
18
Selandia Baru Social Studies
19
Rusia Obscesvovedinie
20
JepangSocial Studies, Living Experience and MoralEducation
21
China Daode Jiaoyu (Pendidikan Moral)
a.
b.
c.
d.
e.
A.
Tinggi Indonesia
pendidikan kewarganegaraan
Kecenderungan pembangunan kurikulum pendidikan di Eropa mempengaruhi
sekolahan.
Di Jepang pendidikan Kewarganegaraan diberikan melalui pendidikan moral,
agama, serta ilmu social, ketiga maple tersebut merupakan mapel wajib.
Di Taiwan mapel wajibnya yaitu ; sejarah, politik, bidang studi ekonomi,
sosiologi, kewarganegaraan.
Di Indonesia menggunakan separate approach ( berdiri sendiri ) melalui
mapel khusus yaitu ; Pkn, Mata kuliah dasar khusus untuk Perguruan Tinggi
( Pancasila dan kewiraan, penataran P4 ). Mata kuliah tersebut gagal karena
nalar anak didik secara kritis dalam kelas kelas yang partisipatif sehingga
https://id.scribd.com/doc/173793898/Nama-Istilah-KewargaNegaraan-DiDunia#scribd
Kedua aspek ini biasanya diajarkan dalam satu mata pelajaran. Di situ kita
melihat penggunaan istilah Civics dan Citizenship Education secara bertukarpakai
(interchangeably), untuk menunjukkan suatu studi mengenai
pemerintahan yang diberikan di sekolah (Gross & Zeleny, 1958).
Masih pada tahun 1900-an, muncul istilah civic education sebagai
istilah baru, yang juga digunakan secara bertukar-pakai dengan istilah
citizenship education. Menurut Mahoney (dalam Somantri, 1972:8)
bahwa civic education itu merupakan suatu proses pendidikan yang
mencakup proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa,
proses administrasi, dan pembinaan dalam upaya mengembangkan
perilaku warga negara yang baik. Di lain pihak, J. Allen (1960:11) melihat
citizenship education itu lebih luas lagi, yakni sebagai produk dari
keseluruhan program pendidikan persekolahan, dimana mata
pelajaran civics merupakan unsur yang paling utama dalam upaya
mengembangkan warga negara yang baik. Sejalan dengan pendapat tersebut
The National Council for the Social Studies (NCSS) menekankan bahwa
citizenship education sesungguhnya mencakup all positive influence
coming from formal and informal education atau segala macam dampak yang
datang baik dari pendidikan formal maupun informal (NCSS, 1972:9).
Dari uraian tersebut tampak bahwa istilah civics dan civic education
ternyata lebih cenderung digunakan dalam makna yang serupa untuk mata
pelajaran di sekolah yang memiliki tujuan utama mengembangkan siswa
sebagai warga negara yang cerdas dan baik (Chreshore, 1886; Allen, 1960; dan
Somantri, 1972). Adapun citizenship education lebih cenderung digunakan
dalam visi yang lebih luas untuk menunjukkan instructional effects
dan nurturant effects dari keseluruhan proses pendidikan
terhadap pembentukan karakter individu sebagai warga negara
yang cerdas dan baik (Dimon, 1953; Gross & Zeleny, 1958; Al len,
1960;NCSS, 1972; Somantri, 1972; Cogan & Derricott, 1998).
Sementara itu menurut J.J. Cogan (1999:3) bahwa perkembangan
pemikiran lebih maju mengenai civic education dapat ditelusur balik ke
perkembangannya di Amerika Serikat pada tahun 1916, pada saat mana The
National Education Association membentuk The Commission on the
Reorganization of Secondary Education yang mendapat tugas untuk
mengkaji secara komprehensif kurikulum sekolah lanjutan dan memberikan
rekomendasi untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu
kelompok kajian yang dibentuk, yakni The Civics Study Group, mengkaji
bagaimana kekuatan dan kelemahan civics yang sebelum tahun 1916 diajarkan
melalui kurikulum sejarah, yang pada era itu memang disiplin sejarah
menjadi komponen utama social studies.
Kelompok kajian tersebut mengemukakan dua rekomendasi perubahan yang
oleh J.J. Cogan (1999:3) dikemukakan pokok-pokoknya sebagai berikut.
Pertama, mengusulkan pengembangan Community Civics sebagai mata
DASIM BUDIMANSYAH,
Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarahnya di Indonesia
116
pelajaran baru untuk kelas sembilan, yang berfungsi sebagai bekal bagi
siswa yang memasuki dunia kerja setelah kelas sembilan (sama dengan
Kelas III SMP di Indonesia). Kedua, di kelas 12, sebagai kelas akhir di
High School, diusulkan adanya mata pelajaran mengenai Problems of
(PMP). Pada tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn).