Anda di halaman 1dari 3

LITERASI & NALAR ENTREPRENEUR

Pada 23 April 2022 masyarakat internasionl memperingati Hari Buku Sedunia. Buku
sebagai Jendela Dunia, mungkin sudah terkalahkan oleh internet sebagai pemasok informasi.
Buku sudah mulai diabaikan. Orang tidak lagi membaca buku sebagai media literasi. Konten
yang banyak dibaca adalah kuasi informasi yang bias, antara salah atau benar. Big Data
(mahadata) menjadi andalan kesombongan berwacana di media sosial. Metaverse, meskipun
product knowledge-nya masih setipis khayalan virtual, sudah didewakan sebagai andalan
masa depan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi melalui avatar. Fenomena ini
memunculkan penyakit “kena mental’ di kalangan milenial. Mereka mewacanakan sesuatu
secara verbal maupun non verbal, lisan maupun tulisan, tapi tanpa literasi pengetahuan yang
kuat. Mendasar pun tidak.
Internet telah mendisrupsi fungsi buku, tapi nilai buku tidak terkalahkan. Semangat
untuk menerbitkan buku tetap tinggi meskipun menghadapi tantangan berat di masa post-
truth. International Publisher Association (IPA) mencatatkan produksi buku dunia Tahun
2013 menunjukan Cina memproduksi buku tertinggi (440.000), kemudian Amerika Serikat
(304.912), Inggris (184.000), Rusia (101.981), Jerman (93.600), Jepang (77.910), Spanyol
(76.434), Prancis (66.527), Italia (61.100), Turki (42.626), Taiwan (42.118), Korea (39.767),
dan Indonesia (30.000). Meskipun di posisi terbawah dari 12 besar, penerbitan buku di
Indonesia meningkat dari tahun sebelumnya. Berdasarkan catatan Ikatan Penerbit Indonesia
(Ikapi), pada 2012 Indonesia hanya mampu memproduksi 12.000 baik buku baru maupun
buku edisi baru.
Saat masyarakat dunia memasuki era post-truth (pascakebenaran), kalangan pebisnis
banyak menjalani profesinya berdasarkan pada ilusi pribadi. Hal ini terjadi akibat masifnya
intervensi teknologi informasi dalam pengambilan keputusan bisnis. Internet of things
menjadikan informasi yang berlintasan di internet membentuk opini, emosi, perasaan, dan
keyakinan seseorang menjadi subjektif. Fenomena pos-truth menjadikan iklim sosial tidak
lagi objektif dan rasional, bahkan orang cenderung menolak informasi yang faktual karena
bertentangan dengan keyakinannya.
Banyak manusia secara aktif menggunakan internet sebagai sumber informasi, namun
buku tetap tidak terkalahkan sebagai Jendela Pengetahuan yang bisa menstimulasi rasa, karsa,
dan cipta manusia yang memunculkan kreativitas. Kreativitas adalah kunci kehidupan
manusia baru yang selalu mampu menghasilkan gagasan dan spirit untuk maju. Kreativitas
mendorong penciptaan inovasi ekosistem produk bisnis yang multi-komoditas, terutama
sektor e-dagang, transportasi, fintech, dan energi.
Karakter kreatif dan inovatif saat ini menjadi milik kaum entrepreneur. Mereka
memiliki design berpikir kreatif dan inovasi yang unik. Bagi para entrepreneur, buku tetap
menjadi sumber literasi berkarya. Selain itu, pengalaman praktis sebagai entrepreneur dapat
menjadi bahan untuk dijadikan buku. Bob Buford, dalam bukunya Drucker & Me, What a
Texas Entrepreneur Learned from the Father of Modern Management (2014)
mengungkapkan pengalaman belajarnya sebagai entrepreneur dari Guru Manajemen Peter F.
Drucker, baik secara langsung maupun melalui buku-buku karyanya. Menurut Bob, ... salah
satu pelajaran paling penting dari Peter adalah keyakinannya bahwa sebuah organisasi
mulai mati pada hari ia mulai dijalankan untuk kepentingan orang dalam dan bukan untuk
kepentingan pelanggan (hlm. 65.).
Bob yakin ia merasa berhasil menjadi salah seorang entrepreneur yang sukses di
wilayah Texas karena referensi bisnisnya adalah buku, terutama buku tentang manajemen
bisnis. Buku yang selalu mengajarkan pentingnya mengutamakan pelanggan dalam menjalani
bisnis apa pun. Buku yang ditulis oleh para entrepreneur dan dibaca oleh komunitasnya serta
para pebisnis dunia lainnya. Berbagai buku tersebut merupakan ekstrasi dari penelitian
disertasi, observasi post-facto, studi literatur, dan pengalaman bisnis best practice. Semuanya
memuat tentang pentingnya manajemen sebagai literasi intelektual untuk berbisnis.
Paul Krugman, ekonom pemenang Nobel Ekonomi, dalam penelitian Produktivitas
Organisasi (2018) menyatakan bahwa manajemen bukanlah segalanya, melainkan nyaris jadi
segalanya (Stern & Cooper, 2021). Menurutnya, manajemen mengajarkan tentang praktik
mengelola orang dan berbagai sumber daya. Jika manajer suatu perusahaan mampu
mengelola kedua faktor tersebut lebih baik dari pada pesaingnya, maka dia akan berhasil dan
perusahaannya akan maju.
Berlimpahnya informasi membuat pengetahuan tentang manajemen sulit diterima
apalagi diterapkan. Sesuatu yang sederhana tentang ilmu dan praktik manajemen seringkali
salah ditafsirkan dalam praktik bisnis. Kesalahan penafsiran dalam penggunaan pengetahuan
manajemen bisa mengakibatkan kerugian besar bagi pebisnis sekelas decacorn (bervaluasi 10
milar dollar AS). Seperti yang dikatakan Drucker, seringkali yang disebut manajemen justru
menyangkut berbagai hal yang mempersulit orang untuk bekerja. Sebuah buku tentang
manajemen memberikan pelajaran bagi entrpreneur untuk bekerja lebih efektif. ***
Sadikun Citra Rusmana,
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan. Pengamat Ekonomi Entrepreneur.

Anda mungkin juga menyukai