Arwan Gunawan
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Bandung
E-mail: arwan.gunawan@polban.ac.id
Abstract: Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) as economy pillars in Indonesia must
have a business planning. Calculation of the break-even point can be used to determine the minimum
sales of products, prepare sales and profit budget, and monitor business performance. This study aims
to help SMEs Sapi Mandiri Cipageran in calculating the break-even point. This type of research is
qualitative with descriptive analysis. Data obtained from observation, direct interviews and
documentation. The results showed that break-even point in pure milk products is 17,7 liters per day
or 530 liters per month for one cow. In rupiah, sales reach the break-even point in the amount of
Rp33.909.238. Then for yogurt products, the break-even point value is 20 bottles of yogurt or equal
to Rp159.186. Meanwhile, the break-even value of mozzarella cheese products is 10 units or equal
to Rp1.016.667.
Keywords: Break Even Point, MSME, Dairy Farming Business.
1. Pendahuluan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pilar perekonomian nasional yang
menjadi peyumbang terbesar nilai produk domestik bruto di Indonesia. Ita (2019) menyatakan
bahwa ada beberapa kendala yang menyulitkan para pelaku UMKM untuk membuat bisnisnya
berkembang, di antaranya yaitu masalah permodalan, teknologi, serta kurangnya pelaku UMKM
yang mengerti pentingnya disiplin administrasi. Selain itu, Mifta dan Fazli (2016) menerangkan
bahwa terdapat beberapa penyebab kegagalan sebuah usaha, yaitu ketidakmampuan manajemen
dalam mengelola usaha, pengendalian keuangan yang buruk, serta tidak memiliki perencanaan
strategi menjadi hal-hal yang patut dibenahi oleh perusahaan.
Begitu juga dengan Sapi Mandiri Cipageran yang merupakan usaha peternakan di bidang sapi
perah. Selain menghasilkan susu murni, usaha tersebut juga mengolah produk susu menjadi yoghurt
dan keju mozzarella. Dalam wawancara yang dilakukan dengan Pak Uden selaku pemilik usaha,
beliau menyatakan bahwa secara administratif tidak ada perencanaan yang dilakukan. Penjualan dan
pengeluaran biaya dibiarkan mengalir seadanya tanpa ada perhitungan dan pencatatan yang sesuai
dengan kaidah akuntansi. Untuk mengatasi perencanaan strategi usaha tersebut, dapat dilakukan
dengan melakukan perhitungan nilai titik impas atau Break Even Point (BEP).
Analisa titik impas dapat menunjukkan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh atau
rugi yang mungkin diderita pada berbagai tingkat volume penjualan yang berbeda-beda di atas dan
di bawah titik break-even (Teguh: 2007). Begitupun Ika dkk (2018) menyatakan bahwa perhitungan
titik impas sangat penting bagi setiap perusahaan, khususnya perusahaan yang mengolah bahan
baku menjadi barang jadi. Jika perusahaan mengetahui tingkat produksi yang bisa mencapai kondisi
BEP, maka pemilik perusahaan dapat merencanakan target laba yang diinginkan. Hal tersebut dapat
meminimalisir kerugian yang terjadi, serta meninjau kinerja yang telah dilakukan oleh perusahaan.
2. Kajian Pustaka
2.1. Definisi Titik Impas
Baru & Tukino (2020: 8) mengemukakan bahwa analisa titik impas merupakan keadaan di
mana penjualan berada di tingkat laba sama dengan nol atau dengan kata lain perusahaan tidak
mendapatkan laba dan juga tidak mengalami rugi. Suatu usaha perlu memiliki perencanaan, baik
dalam hal pengeluaran biaya maupun pendapatan penjualan. Perencanaan tersebut dapat dilakukan
dengan menghitung nilai titik impas/break even point (BEP) terlebih dahulu. Nilai titik impas akan
menunjukkan minimal unit produk yang harus terjual dengan pengorbanan tertentu.
2.2. Tujuan Titik Impas
Perencanaan sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan. Tanpa perencanaan, perusahaan
tidak dapat mengendalikan sumber dayanya. Nilai sumber daya yang digunakan pada setiap proses
produksi untuk menghasilkan produk dihitung dan diatur agar tidak melebihi nilai penjualan.
Adapun tujuan dari menentukan nilai titik impas menurut menurut Diyah (2019: 79) yaitu:
1. Mencari jumlah unit produk yang harus terjual agar pendapatan yang diterima sama dengan
pengeluaran biaya.
2. Menentukan minimal volume penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
3. Menyusun perencanaan laba.
4. Menyusun anggaran pendapatan penjualan pada periode yang akan datang.
5. Mengawasi kinerja atau perkembangan pendapatan.
2.3. Rumus Titik Impas
Analisis titik impas diperlukan perusahaan sebagai perencanaan laba. Dalam menghitung titik
impas terdapat komponen-komponen yang menjadi rumus untuk menghitung kondisi tersebut.
Sehingga rumus titik impas memiliki banyak versi walaupun hasil dari perhitungan tiap rumus sama.
Menurut Garrison et all (2012: 198), perhitungan titik impas dapat dihitung dengan rumus:
a. Berdasarkan Jumlah Unit
𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒𝑠
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 = (1)
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛
b. Berdasarkan Rupiah
𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒𝑠
𝑅𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 = (2)
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
Untuk menghitung Contribution Margin Ratio adalah dengan membagi Total Contribution
Margin (Laba Kontribusi) dengan Total Sales (Penjualan) atau Unit Contribution Margin (Laba
Kontribusi per Unit) dengan Unit Selling Price (Harga Jual per Unit).
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek yang diambil adalah UMKM
Sapi Mandiri Cipageran. Data dikumpulkan dengan cara menyatukan wawancara, dokumentasi, dan
observasi yang dilakukan (triangulasi). Dokumen yang digunakan dalam pengumpulan data berasal
dari catatan pemilik usaha. Sedangkan analisis data pada penelitian ini menggunakan model Miles
dan Huberman. Aktivitas dalam analisis data dimulai dari mengumpulkan, mereduksi, menyajikan,
dan terakhir menyimpulkannya (Sugiyono: 2019).
𝑅𝑝12.225.250
𝑅𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 = = 𝑅𝑝33.909.238
1 − (𝑅𝑝5.116/𝑅𝑝8.000)
Sedangkan untuk perhitungan berdasarkan jumlah rupiah, titik impas dihitung
dengan cara membagi biaya tetap dengan rasio marjin kontribusi. Perhitungan rasio yaitu
mengurangi satu dengan hasil pembagian dari biaya variabel perliter dan harga jual. Untuk
rasio produk susu murni didapatkan nilai 0,3605. Setelah biaya tetap dibagi dengan rasio,
titik impas didapatkan sebesar Rp33.909.238. Artinya, jika penjualan telah mencapai
Rp33.909.238, produk susu murni telah berhasil menutup biaya produksinya.
Kemudian titik impas juga dapat digambarkan melalui grafik seperti pada gambar
1. Perpotongan antara garis oranye (biaya) dan garis ungu (pendapatan) merupakan titik
impas dari penjualan produk susu murni. Sedangkan perpotongan antara garis kuning
(laba) dan garis biru (produksi susu dalam liter) adalah titik laba mulai diperoleh. Arsir
hitam menggambarkan kerugian, sedangkan arsir putih memperlihatkan keuntungan.
Titik impas susu murni ada pada setiap satu dari delapan ekor sapi yang dapat
menghasilkan minimal 17,7 liter susu setiap harinya.
Dari perhitungan titik impas ketiga produk Sapi Mandiri, dapat dipahami bahwa nilai kondisi
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai perencanaan usaha. Salah satunya adalah perencanaan
tingkat produksi dan penjualan. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai perencanaan biaya. Melihat
jumlah biaya produksi pada perhitungan, pemilik usaha dapat lebih mempertimbangkan biaya-biaya
yang sekiranya perlu dikurangi. Dengan perhitungan ini juga pemilik usaha mampu memprediksi
peroleh laba pada berbagai tingkat penjualan tertentu.
5. Kesimpulan
Kondisi nilai titik impas pada produk susu murni berada diproduksi satu ekor sapi sebanyak
17,7 liter susu perhari atau 530 liter perbulan. Jika dalam rupiah penjualan mencapai titik impas
pada jumlah Rp33.909.238. Kemudian untuk produk yoghurt nilai titik impas sebanyak 20 botol
yoghurt atau sama dengan Rp159.186. Sementara nilai titik impas produk keju mozzarella berada
pada penjualan 10 unit atau Rp1.016.667. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, kondisi titik
impas sebagai gambaran perencanaan usaha diharapkan dapat dijadikan alat pertimbangan pemilik
dalam mengembangkan usahanya. Kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat membantu
peneliti selanjutnya dalam menganalisis kondisi titik impas terkait usaha peternakan, khususnya di
bidang sapi perah.
Daftar Pustaka
Ariyanti, Ika dkk. (2018). Analisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan Break Event Point (BEP) Produksi
Crude Palm Oil (CPO) Pada PT. Sandabi Indah Lestari. AGRIC Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 3,
No. 1, Hal. 1 - 14.
Garrison, Ray H., Noreen, E. W. & Brewer, P. C. (2012). Managerial Accounting 14th Edition.
Published by McGraw-Hill/Irwin.
Harahap, Baru dan Turkino. (2020). Akuntansi Biaya. Batam: Batam Publisher.
Hariyani, Diyah S. (2018). Akuntansi Manajemen Teori dan Aplikasi. Malang: Aditya Media Publishing.
Maghfirah, Mifta dan Fazli, S. BZ. (2016). Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Penerapan
Metode Full Costing Pada UMKM Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi
Akuntansi (JIMEKA), Vol. 1 No. 2: 59-70.
Siregar, Ita Nurliana. (2019). Analisis Penerapan Siklus Akuntansi pada Usaha Tahu Desa Marga Mulya.
Skripsi, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Wibowo, Teguh Pandityanto. (2007). Analisis Harga Pokok Penjualan dan Titik Impas Usaha
Penggemukan Ternak Domba (Studi Kasus Peternakan Domba Tawakkal). Skripsi, Institut Pertanian
Bogor.