Anda di halaman 1dari 4

Implementasi Perlindungan Social Engineering pada Nasabah

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya

Oleh :

JESICA (213141507111102)

BIDANG KEAHLIAN PERBANKAN

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2022
Problem statement
Pada saat ini marak kasus yang dikenal dengan Social Engineering. Sederhananya Social
Engineering dapat diartikan sebagai cara untuk mempengaruhi bahkan memanipulasi korban
untuk mendapatkan informasi data pribadi korban bahkan akses yang diinginkan pelaku.
Social Engineering menyerang rekayasa psikologis korban, metodenya yaitu
memengaruhi korban dengan berbagai metode dan media yang persuasif yang membuat korban
senang, panik, bahkan berharap sehingga korban akan melaksanakan perintah pelaku tanpa
disadari.
Dalam hal menyerang target pelaku tidak hanya beraksi dengan cara online, bahkan
berhadapan langsung dengan target mereka dalam upaya untuk mendapat kepercayaan dari
korban mereka dan korban mengungkapkan informasi berharga yang pelaku butuhkan untuk
mendapatkan akses ke sistem yang sangat aman sehingga tidak peduli seberapa ketat keamanan
tersebut menjadi tidak berguna.
Meningkatnya kasus Social Engineering sangat berbahaya bagi industri perbankan karena
dapat mengakibatkan kerugian finansial bank dan jatuhnya reputasi bank. Oleh karena itu, bank
harus mendidik dan melatih karyawannya tentang cara mengidentifikasi dan mencegah ancaman
keamanan dan serangan Social Engineering. Langkah proaktif untuk mencegah dampak
teknologi sosial pada perbankan membutuhkan keamanan yang lebih ketat untuk mencegah
kebocoran kata sandi dan kurangnya keamanan informasi. Hal ini dapat dicegah dengan
memverifikasi informasi kontak, mengikuti prosedur keamanan, melaporkan aktivitas
mencurigakan, menjaga emosi, pelatihan berkelanjutan dan memberikan edukasi kepada
nasabah.
Minimnya pengamanan yang diresmikan oleh industri perbankan belum bisa dijadikan alibi
terbentuknya permasalahan Social Engineering ini. Dikarenakan sistem telah menanggulangi
semaksimal mungkin hal-hal yang bisa jadi perihal ini supaya tidak terjalin, tetapi yang jadi
permasalahan adalah minimnya bimbingan serta kurangnya kehati-hatian nasabah dalam
melindungi keamanan akun mereka serta titik lemah psikis nasabah yang menjadi kesempatan
para pelaku untuk mengelabui nasabah yang kurang edukasi serta gampang menerima tawaran
yang menarik tanpa berhati hati terlebih dulu.

Fenomena
 Modus penipuan bobol rekening
Dikala ini paling tidak ada 4 modus Social Engineering yang kerap terjadi. Modus
penipuan tersebut meliputi berpura- pura selaku petugas bank, namun memohon ataupun
menanyakan password, PIN, OTP, bahkan informasi individu. Selain itu, ada pula modus
penipuan yang menghubungi nasabah melalui pesan whatsapp, telepon, akun media
sosial, email, serta web bank. Terdapat 4 modus kejahatan Social Engineering yang harus
diwaspadai oleh nasabah:
1. Kabar pergantian tarif transfer bank
Penipu berpura- pura selaku pegawai bank serta mengantarkan data pergantian
tarif transfer bank kepada korban. Penipu memohon korban mengisi tautan
ataupun link formulir yang memohon informasi individu, semacam PIN, OTP,
serta password.
2. Tawaran jadi nasabah prioritas
Penipu menawarkan iklan upgrade jadi nasabah prioritas dengan segudang rayuan
promosi. Penipu hendak memohon korban membagikan informasi individu,
semacam no kartu ATM, PIN, OTP, No CVV/ CVC, serta password.
3. Akun penyedia jasa layanan nasabah palsu
Akun sosial media palsu yang mengatasnamakan bank umumnya timbul kala
terdapat nasabah yang mengantarkan keluhan terpaut layanan perbankan. Pelaku
hendak menawarkan dorongan agar membantu menuntaskan keluhannya dengan
memusatkan ke web palsu pelaku ataupun memohon nasabah membagikan
informasi pribadinya.
4. Penawaran kepada nasabah untuk jadi agen laku pandai
Pelaku menawarkan jasa jadi agen laku pandai bank tanpa persyaratan rumit.
Penipu hendak meminta korban mentrasnfer sebagian uang buat mendapatkan
mesin EDC.
OJK menegaskan bahwa staff bank tidak akan meminta password, kode PIN, kode
MPIN, OTP atau data pribadi.

 Merugikan nasabah dan mempengaruhi psikologis nasabah


Dimasa ini Social Engineering diterapkan karena bisa menarik pengguna buat tidak
menyimpan curiga. Pengguna bisa dengan mudahnya memberikan informasi data pribadi
mereka, sehingga pelaku dapat menyebarkan malware ke sistem korban, serta membobol
rekening korban. Serbuan semacam ini bisa terjalin secara online, langsung, serta lewat
interaksi yang lain yang susah buat diprediksi. Biasanya, rekayasa sosial mempunyai 2
tujuan khusus, ialah buat menyabotase serta mencuri. Dikarenakan penipuan ini
didasarkan pada manipulasi psikologis, strategi serbuan hendak dibentuk bersumber pada
metode korban berpikir serta berperan.

Dengan demikian, serbuan manipulasi psikologis ini sangat bermanfaat buat mengelabui
serta mempengaruhi sikap korban. Sehabis menguasai apa yang memotivasi tiap aksi
korban, penyerang bisa menipu serta memanipulasi korban secara efisien serta tanpa
beban. Tidak hanya itu, para penyerang juga bisa mengeksploitasi sedikitnya
pengetahuan korban terpaut dunia teknologi. Berkat pertumbuhan yang pesat, banyak
konsumen serta karyawan industri yang tidak menyadari ancaman- ancaman baru, seperti
mendownload malware via drive.

Calon korban pula bisa jadi tidak menyadari nilai penuh dari informasi individu,
semacam no telepon serta data pada kartu bukti diri mereka. Dampaknya, korban
kehabisan informasi individu sebab tidak mengerti menimpa metode terbaik buat
melindungi diri mereka dari serangan- serangan tersebut.

Hasil riset yang relevan


Saat ini bisa dibilang cukup banyak terjadinya modus penipuan di Indonesia yang dimana
membuat nasabah merasa terganggu dengan Social Engineering yang sedang gempar sebab
melenyapkan rasa keyakinan nasabah serta sangat membahayakan lingkup perbankan sehingga
berpotensi memunculkan kerugian finansial bank dan tumbangnya reputasi bank.

Media yang sering digunakan pelaku supaya dapat mengelabui korban juga sangat
bermacam- macam, mulai dari pesan Whatsapp, telepon, SMS, e- mail, serta media yang lain.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan pelaku kejahatan Social
Engineering memakai modus data pergantian tarif transfer antarbank dari Rp6. 500 per transaksi
jadi Rp150. 000 per bulan guna menipu korban lewat WhatsApp. Dalam modus penipuan
tersebut pelaku memohon korban agar mengisi formulir yang berisikan informasi data lengkap
korban supaya bisa membobol rekening korban.

Solichin menyampaikan jika pengisian formulir tersebut menjadikan pelaku penipuan


mempunyai akses atas rekening korban. Ia tidak membenarkan pesan tersebut sebab memanglah
bukan kebijakan BRI atas penipuan teersebut serta berasal dari sumber data non formal yang
mengatas namakan BRI. “ Upaya BRI dalam memerangi Social Engineering di industri
perbankan ini di antara lain merupakan dengan diterapkannya pengaduan oleh BRI kepada Siber
Polda Metro Jaya, bersama Polda Metro Jaya, BRI pula ikut melaksanakan analisa terpaut alur
transaksi, pengungkapan modus, sampai melaksanakan penindakan serta penangkapan pelaku
kejahatan Social Engineering,” jelas Solichin dalam penjelasan tertulis, dilansir pada Selasa
(30/8/2022).

Anda mungkin juga menyukai