NIM : 25000120120026
TUGAS RESUME TM 6
TYPES OF STUDIES
A. OBSERVASIONAL
Studi observasional merupakan studi dimana peneliti tidak melakukan intervensi dan
hanya mengamati fenomena yang terjadi pada sampel penelitian. Studi observasional terbagi lagi
menjadi 2, yaitu:
Studi Deskriptif yang hanya terbatas pada mendeskripsikan suatu penyakit yang terjadi pada
suatu populasi dan sering menjadi Langkah pertama dalam penyelidikan epidemiologi.
Studi Analitik dengan arah yang lebih jauh kepada menganalisis suatu hubungan misalnya
status kesehatan dengan variabel lainnya.
Hampir semua studi epidemiolgi bersifat analitis, tetapi data deskriptif dalam laporan
statistik kesehatan menjadi sumber ide yang berguna untuk studi epidemiologi. Adanya
keterbatasan informasi secara deskriptif dimana karakteristik beberapa pasien dengan penyakit
tertentu sudah dijelaskan, tetapi tidak dibandingkan dengan populasi referensi.
1. STUDI DESKRIPTIF
Gambaran sederhana dari status kesehatan suatu kelompok berdasarkan data yang
ada secara rutin atau diperoleh dari survei khusus sering menjadi langkah pertama dalam
penyelidikan epidemiologi. Studi deksriptif secara murni menjadikan tidak adanya upaya
dalam menganalisis hubungan antara eksposur dan efek dimana biasanya akan didasarkan
dari statistic kematian melihat usia, jenis kelamin, dan etnis pada periode waktu tertentu
di berbagai negara.
Contohnya pada gambar 3.1 yang memperlihatkan pola kematian ibu di Swedia
sejak pertengahan abad kedelapan belas dan menunjukkan tingkat kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup. Data seperti itu sangat bagus untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan tren penurunan sehingga akan terlihat dengan jelas.
2. STUDI EKOLOGI
Studi ekologi (atau korelasional) berguna untuk menghasilkan hipotesis dimana
unit analisisnya adalah lebih banyak pada sekelompok orang daripada individu. Studi
ekologi juga dapat dilakukan dengan membandingkan populasi di tempat yang berbeda
pada waktu yang sama atau dengan membandingkan populasi yang sama di satu tempat
pada waktu yang berbeda.
Walaupun terlihat sederhana dan menarik, seringkali studi ekologi sulit untuk
dilakukan karena jarang bisa mengkaji secara langsung berbagai potensi yang ada.
Biasanya studi ekologi akan mengandalkan data yang dikumpulkan untuk tujuan dan data
tentang paparan yang berbeda, serta faktor sosial ekonomi mungkin tidak tersedia. Selain
itu, karena yang dianalisis adalah kelompok, maka hubungan antara eksposur dan efek
pada tingkat individu tidak dapat dibuat. Hal menariknya adalah data dapat digunakan
dari populasi dengan karakteristik yang sangat berbeda atau diambil dari sumber data
yang berbeda.
3. KESALAHAN EKOLOGIS
Kesalahan ekologis atau adanya bias hasil dapat terjadi jika kesimpulan yang
tidak tepat diambil pada dasar data ekologi. Bias terjadi karena asosiasi yang diamati
antara variabel di tingkat kelompok belum tentu mewakili asosiasi yang ada pada tingkat
individu.
4. STUDI CROSS SECTIONAL
Studi ini sering disebut dengan studi prevalensi karena digunakan untuk
mengukur prevalensi penyakit. Dalam studi cross-sectional, pengukuran paparan dan
efek dibuat pada waktu yang sama. Jika data eksposur diketahui mewakili paparan
sebelum efek apapun terjadi, data dari studi cross-sectional dapat diperlakukan seperti
data yang dihasilkan dari studi kohort. Studi cross-sectional relatif mudah dan murah
serta berguna untuk menyelidiki eksposur yang merupakan karakteristik tetap individu,
seperti: etnis atau golongan darah. Dalam wabah penyakit yang tiba-tiba, studi cross-
sectional digunakan untuk mengukur eksposur yang dapat menjadi langkah pertama
dalam menyelidiki penyebab.
Banyak negara yang melakukan survei studi ini secara teratur melalui sampel
representative dari populasi mereka. Mereka akan memfokuskan pada karakteristik
pribadi dan juga kebiasaan yang ada kaitannya dengan kesehatan. Frekuensi dari penyakit
dan faktor risiko pun selanjutnya akan diperiksa kaitannya dengan usia, jenis kelamin,
dan etnis.
5. STUDI CASE-CONTROL
Studi kasus-kontrol ini memiliki cara sederhana untuk mencari tahu penyebab
penyakit terutama penyakit langka. Studi ini akan membandingkan kejadian yang
berkemungkinan menjadi penyebab dari kasus dan dalam kontrol. Peneliti akan
mengumpulkan data tentang penyakit yang terjadi pada satu titik waktu dan eksposur
pada titik waktu sebelumnya. Studi kasus-kontrol ini bersifat longitudinal dan berbeda
dengan cross sectional. Studi ini biasa juga disebut dengan studi retrospektif karena
peneliti akan melihat ke belakang untuk mencari penyebab dari suatu penyakit. Studi
kasus-kontrol disebut retrospektif ketika semua data yang ada berhubungan dengan masa
lalu, dan prospektif jika pengumpulan data tetap berlanjut ketika waktu berlalu.
a. Pemilihan Kasus dan Kontrol
Studi kasus-kontrol dimulai dengan pemilihan kasus yang mewakili semua kasus
pada populasi tertentu dan dipilih berdasarkan penyakit, bukan paparan. Untuk kontrol
sendiri adalah orang yang tidak memiliki penyakit dan dapat mewakili orang yang akan
ditunjuk sebagai studi kasus apabila mereka mengembangkan penyakit. Pilihan kontrol
dan kasus tidak boleh dipengaruhi oleh paparan status yang harus ditentukan dengan cara
yang sama untuk keduanya. agar kasus dan kontrol bersifat menyeluruh. Studi kasus-
kontrol menggunakan kasus (insiden) baru untuk menghindari kesulitan memisahkan
faktor-faktor yang berhubungan dengan sebab akibat dan kelangsungan hidup (atau
pemulihan) sehingga dapat memperkirakan riisko relative penyakit, tetapi tidak bisa
menentukan kejadian penyakitnya.
b. Paparan
Aspek penting lainnya adalah menentukan awal dan durasi paparan dimana
eksposur status kasus biasanya ditentukan setelah penyakit berkembang.
c. Odds Ratio
Asosiasi paparan dan penyakit pada studi kasus-kontrol diukur menggunakan
odds ratio yaitu rasio peluang eksposur di antara kasus dengan peluang paparan di antara
kontrol. Odds ratio ini bisa dibilang mirip dengan risk ratio terutama jika suatu penyakit
jarang terjadi. Agar odds ratio bagus, kasus dan kontrol harus mewakili populasi umum
yang berkaitan dengan paparan. Namun, karena kejadian penyakit tidak diketahui, risiko
absolut tidak dapat dihitung dan rasio odds harus disertai dengan interval kepercayaan
yang diamati di sekitar estimasi titik.
6. STUDI COHORT
Studi kohort disebut juga dengan studi tindak lanjut atau insiden dimana akan
dimulai dengan kelompok yang bebas dari penyakit dan pengklasifikasian subkelompok
berdasarkan paparan potensi penyebab penyakit atau hasil. Variabel akan diukur dan
ditentukan dengan menindaklanjuti untuk melihat perkembangan dari penyakit antara
kelompok yang terpapar dan tidak. Studi kohort bersifat longitudinal dan prospektif serta
akan memberikan informasi mengenai penyebab penyakit dan pengukuran langsung dari
penyakit yang berkembang. Studi ini akan membutuhkan waktu tindak lanjut yang lama
karena penyakit bisa saja lama terjadi setelah terpapar. Pada situasi dengan pajanan yang
tiba-tiba, hubungan sebab-akibat bisa jelas, tetapi studi kohort juga bisa digunakan untuk
hal yang terlambat. Ketika studi kohort dimulai pada orang yang terpapar dan tidak,
kesulitan dalam menemukan data pada eksposur individu akan menentukan kelayakan
untuk melakukan studi ini. Biaya studi kohort bisa dikurangi jika menggunakan sumber
informasi dari register penyakit atau register nasional tentang data mortalitas dan
morbiditas.
a. Sejarah Studi Kohort
Biaya juga dapat dikurangi dengan menggunakan kelompok historis dimana jenis
investigasi ini disebut sejarah penelitian kohort. Hal ini dikarenakan data-data paparan
dan efek penyakit dikumpulkan sebelum studi yang sebenarnya dimulai.
B. EKSPERIMENTAL
Studi eksperimental atau adanya intervensi akan melibatkan upaya aktif dalam mengubah
penyakit tertentu seperti paparan atau perilaku dan perkembangan penyakit melalui pengobatan
yang serupa dengan desain dalam eksperimen di ilmu lainnya. Akan tetapi, tetap terdapat
Batasan karena kesehatan orang dalam kelompok studi ikut dipertaruhkan. Desain studi
eksperimental utama meliputi:
- Uji coba terkontrol secara acak menggunakan pasien sebagai subjek (uji klinis),
- Uji coba lapangan di mana peserta adalah orang sehat, dan
- Uji coba komunitas di mana pesertanya adalah komunitas itu sendiri
Dalam studi epidemiologi, penting untuk mengetahui definisi yang jelas tentang kasus
penyakit yang sedang diselidiki dengan menggambarkan gejala, tanda atau karakteristik lainnya
menunjukkan bahwa seseorang mengidap penyakit tersebut. Definisi yang jelas dari orang yang
terpapar juga diperlukan dengan mencakup semua karakteristik yang mengidentifikasi seseorang
terpapar faktor yang bersangkutan. Dengan tidak adanya definisi yang jelas tentang penyakit dan
paparan, sangat sulit untuk menginterpretasikan data dari studi epidemiologi.
Intervensi dan eksperimen akan melibatkan upaya untuk mengubah variabel dalam satu
atau lebih kelompok orang. Efek intervensi dapat diukur dengan membandingkan hasil pada
kelompok eksperimen dan kelompok control.
1. PERCOBAAN ACAK TERKONTROL (RANDOMIZED CONTROLLED
TRIALS)
Uji coba terkontrol secara acak merupakan eksperimen epidemiologi yang
dirancang untuk mempelajari efek dari intervensi tertentu biasanya bisa berupa
pengobatan untuk penyakit tertentu. Subjek penelitiannya akan dialokasikan untuk
intervensi dan kelompok kontrol serta hasil akan dinilai dengan perbandingan. Untuk
memastikan bahwa kelompok pasien yang dibandingkan setara, pengalokasian dilakukan
secara acak. Jika seleksi awal dan pengacakan dilakukan benar, kelompok kontrol dan
perlakuan akan sebanding pada awal penyelidikan. Perbedaan antara kelompok adalah
kejadian kebetulan yang tidak terpengaruh oleh bias sadar atau tidak dari para peneliti.
2. UJI COBA LAPANGAN (FIELD TRIALS)
Uji coba lapangan akan melibatkan orang sehat yang dianggap berisiko dimana
pengumpulan data dilakukan di lapangan. Uji coba lapangan dapat digunakan untuk
mengevaluasi intervensi yang ditujukan untuk mengurangi paparan tanpa harus
mengukur terjadinya efek kesehatan
3. UJI COBA KOMUNITAS (COMMUNITY TRIALS)
Pada eksperimen ini, kelompok perlakuan lebih merujuk kepada komunitas
daripada individu. Hal ini akan sesuai pada penyakit yang dipengaruhi oleh kondisi sosial
dengan upaya pencegahan perilaku kelompok sasaran.
Batasan Uji Coba Komunitas
Keterbatasan uji coba ini adalah hanya sejumlah kecil komunitas saja yang dapat
dimasukkan dan alokasi acak dari komunitas seringkali tidak praktis. Metode lain
diperlukan untuk untuk memastikan jika perbedaan di akhir penelitian dapat dikaitkan
dengan intervensi daripada perbedaan yang melekat di antara komunitas. Adanya
keterbatasan desain dalam menghadapi perubahan faktor risiko yang besar dan tidak
terduga membuat hal ini sulit diatasi sehingga efektivitas dari semua upaya masyarakat
tidak selalu memungkinkan.
D. CONFOUNDING (PEMBAUR/PERANCU)
Pembaur/perancu ini merupakan masalah utama lainnya pada studi epidemiologi
dimana dalam hubungan antara paparan penyebab dengan terjadinya suatu penyakit,
perancu bisa terjadi ketika terdapat paparan lain dalam populasi penelitian yang dikaitkan
dengan penyakit dan paparan yang sedang diteliti. Masalah mulai muncul jika faktor
asing ini nantinya menjadi penentu atau faktor risiko dalam hasilnya sehingga
menyebabkan ketidakmerataan subkelompok sasaran. Pembaur ini akan muncul jika efek
dari dua eksposur belum dipisahkan dan analisis menyimpulkan bahwa efeknya
disebabkan oleh satu variabel daripada hal yang lain.
Pembaur akan muncul jika terdapat distribusi faktor yang tidak teracak di sumber
populasi sehingga akan memberikan perkiraan yang menyesatkan efeknya. Usia dan
kelas seringkali menjadi menjadi pembaur pada studi epidemiologi. Hubungan antara
darah tinggi dan penyakit jantung koroner sebenarnya mewakili perubahan dalam dua
variabel. Efek perancu potensial dari usia menjadi pertimbangan dan terlihat bahwa
tekanan darah memang meningkatkan risiko jantung coroner penyakit.
2. VALIDITAS
Validitas merupakan hal untuk melihat sejauh mana suatu tes bisa mengukur apa
yang ingin dilihat atau diukur. Dalam suatu penelitian akan dikatakan valid apabila
hasilnya sesuai dengan kebenaran yang ada di lapangan. Terdapat dua jenis validitas
yaitu internal dan eksternal.
a. Validitas Internal
Validitas ini untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengamata dikatakan benar
pada sekelompok orang tertentu yang sedang diamati atau dipelajari. Contohnya pada
pengukuran hemoglobin, kita harus dapat membedakan secara akurat peserta mana yang
mengalami anemia seperti yang sudah dipelajari. Analisis yang dilakukan di laboratorium
yang berbeda berkemungkinan menghasilkan hasil yang berbeda pula, tetapi hubungan
dengan anemia yang telah diukur di laboratorium masih dapat dikatakan valid secara
internal. Validitas internal dapat terancam oleh semua sumber kesalahan sistematis tetapi
dapat diperbaiki dengan desain yang baik dan memperhatikan setiap detail.
b. Validitas eksternal
Validitas ini disebut juga dengan generalisasi untuk melihat sejauh mana hasil
penelitian dapat berlaku kepada orang yang tidak terlibat di dalamnya (atau laboratorium
yang tidak terlibat). Validitas internal lebih tidak menjamin, sedangkan validitas eksternal
lebih mudah untuk dicapai dimana validitas ini memerlukan control kualitas secara
eksternal dari pengukuran dan penilaian sejauh mana hasil studi dapat diekstrapolasi.
Validitas eksternal dibantu oleh desain studi yang menguji hipotesis secara jelas dan baik
pada populasi yang ditentukan dan dapat didukung jika terdapat hasil yang serupa pada
penelitian di populasi lain.
Referensi:
1. Bonita R, Beaglehole R. Basic Epidemiology. Vol. 308, Bmj World Health Organization.
2006..