Anda di halaman 1dari 21

BEDAH TONSILEKTOMI

Tonsil terdiri atas jaringan limfatik dan terletak pada kedua sisi orofaring.
Keduanya sering menjadi tempat terjangkitnya infeksi akut. Tonsilitis merupakan
suatu kondisi respons peradangan lokal dari tonsil sebagai manifestasi dari infeksi
kuman yang menginvasi tonsil. Tonsilitis merupakan suatu kondisi yang sering
terjadi pada anak-anak dan merupakan infeksi tersering pada daerah faring.
Tonsilitis sering bersifat rekuren (berulang kali kambuh) dan kondisi ini
merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi bedah tonsilektomi.

Tonsilektomi biasanya dilakukan jika pengobatan medis tidak menunjukkan hasil,


terdapat abses hipertrofi, atau tonsilitis berat yang menyumbat faring,
menimbulkan kesulitan menelan, dan membahayakan jalan napas. Perbesaran
tonsil jarang menjadi indikasi untuk pengangkatan. Kebanyakan anak-anak secara
normal mempunyai tonsil yang besar, yang ukurannya akan menurun sejalan
dengan pertambahan usia. Tonsilektomi dilakukan hanya jika pasien mempunyai
masalah-masalah, seperti: menderita tonsilitis berulang; hipertrofi tonsil dan
adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi; serangan otitis media purulen
berulang; dan diduga kehilangan pendengaran akibat otitis media serosa yang
terjadi dalam kaitannya dengan perbesaran tonsil.

INDIKASI TONSILEKTOMI

Indikasi pengangkatan antara lain hipertrofi limfoid yang menyebabkan obstruksi


pernapasan, disfagia untuk makanan padat, gangguan bicara, perdarahan tonsil,
korpumonal (akibat hipertrofi tonsil), abses peritonsil, tonsilitis rekuren,
adenoiditis rekuren, otitis media rekuren, komplikasi ortodontik, dan kecurigaan
akan keganasan.

PROSES KEPERAWATAN PRAOPERATIF TONSILEKTOMI

Pengkajian Fokus di Ruang Bedah

Pengkajian difokuskan pada optimalisasi pembedahan tonsilektomi.


Pengkajian riwayat kesehatan diperlukan untuk menghindari komplikasi pada
intraoperatif dan pascaoperatif. Kaji adanya riwayat alergi obat-obatan. Gejala
tonsilitis termasuk sakit tenggorokkan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium, rontgen, konsultasi tertulis, dan pemeriksaan medis


lengkap lainnya harus dimasukkan dalam rencana asuhan keperawatan.
Diagnosis Keperawatan Praoperatif

Diagnosis keperawatan yang lazim pada pasien prabedah adalah sebagai berikut.

1. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit dan rencana


pembedahan.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan /
tindakan tonsilektomi dan rencana pembedahan.

Rencana Intervensi Keperawatan Praoperatif

Rencana intervensi difokuskan pada kelancaran persiapan pembedahan, dukungan


prabedah dan pemenuhan informasi. Persiapan pembedahan dilakukan secara
umum seperti pembedahan lainnya yang menggunakan anestesi umum.
Kelengkapan informed consent perlu diperhatikan perawat.

Evaluasi Praoperatif

Kriteria evaluasi yang diharapkan pada pembedahan histerektomi meliputi


persiapan pembedahan dilaksanakan secara optimal, terdapat penurunan tingkat
kecemasan, terpenuhinya dukungan prabedah, dan pemenuhan informasi.
PROSES KEPERAWATAN INTRAOPERATIF TONSILEKTOMI

Asuhan keperawatan intraoperatif tonsilektomi pada kondisi pemberian anestesi


pada prinsipnya sama dengan asuhan keperawatan pada saat pemberian anestesi
secara umum pada anak.

Patofisiologi ke Masalah Keperawatan

Anak yang dilakukan pembedahan pada fase intraoperatif akan mengalami


berbagai prosedur. Prosedur pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah,
manajemen asepsis, dan prosedur bedah tonsilektomi akan memberikan implikasi
pada masalah keperawatan yang akan muncul.

Efek dari anestesi umum akan memberikan respons depresi atau iritabilitas
kardiovaskular, depresi pernapasan, dan kerusakan hati serta ginjal. Penurunan
suhu tubuh akibat suhu di ruang operasi yang rendah, infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang
menurun, usia yang lanjut, obat-obatan yang digunakan (vasodilator dan anestetik
umum) menimbulkan penurunan laju metabolik. Efek anestesi akan
mempengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal, sehingga mempunyai resiko
terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan stroke volume efektif
yang berimplikasi penurunan curah jantung. Efek intervensi bedah dengan adanya
cedera vaskular dan banyaknya jumlah volume darah yang keluar dari vaskular
memberikan dampak terjadinya penurunan perfusi perifer, perubahan elektrolit
dan metabolisme, karena terjadi mekanisme kompensasi pengaliran suplai hanya
untuk organ vital.

Respons pengaturan posisi bedah telentang akan menimbulkan pengingkatan


risiko cedera peregangan pleksus brakialis, tekanan berlebihan pada tonjolan-
tonjolan tulang yang berada di bawah (bokong, skapula, kalkaneus), tekanan pada
vena femoralis atau abdomen, dan cedera otot tungkai.
PATOFISILOGI

Prosedur Intraoperatif
Tonsilektomi

Pemberian Posisi bedah Tindakan


anestesi telentang invasif bedah

Anestesi
umum
Risiko cedera Port de entree
peregangan pleksus Bahaya kimiawi, Prosedur bedah
brakialis, tekanan listrik dan fisik,
berlebihan pada risiko benda
tonjolan-tonjolan asing yang
Anatomis faring posterior dan tulang yang berada di tertinggal
laring anak kecil lebih kecil, bawah (bokong, Risiko infeksi
lebih sefalik dan lebih ke skapula, kalkaneus),
anterior. Hipotermia dapat tekanan pada vena
terjadi lebih cepat pada anak femoralis atau
karena luas permukaan tubuh abdomen, cedera otot
anak secara anatomik lebih tungkai.
besar, massa menurun, dan Penurunan fungsi
kurangnya lemak subkutan
fisiologis secara
sebagai penyekat panas. umum sekunder
Risiko efek samping obat Risiko cedera efek enestesi
anestesi, termasuk umum.
diantaranya depresi atau
iritabilitas kardiovaskuler,
depresi pernpasan, dan
kerusakan hati serta ginjal.
Prosedur bedah listrik,
risiko tertinggalnya alat,
kasa, dan instrumen.

Gambar 1. Patofisiologi intraoperatif bedah tonsilektomi pada anak ke masalah


keperawatan
Efek intervensi bedah membuat suatu pintu masuk kuman (port de entree)
sehingga menimbulkan masalah risiko infeksi intraoperasi. Respons intervensi
bedah pinggul juga akan meningkatkan cedera jaringan lunak (vaskular, otot,
saraf) serta kehilangan banyak darah intraoperasi. Intervensi bedah dengan
menggunakan instrumen dan peralatan listrik memunculkan masalah risiko cedera
intraoperasi yang perlu diwaspadai perawat.

Pengkajian

Pengkajian intraoperatif tonsilektomi secara ringkas dilakukan berhubungan


dengan pembedahan. Pengkajian ringkas yang dimaksud adalah sebagai berikut.

- Validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan.


- Kaji kelengkapan berat badan anak.
- Konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi.

Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan intraoperatif tonsilektomi yang lazim digunakan adalah


sebagai berikut.

1. Resiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma


prosedur pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree luka
pembedahan dan penurunan imunitas sekunder efek anestesi.

Rencana Intervensi

Tujuan utama keperawatan adalah menurunkan risiko cedera, pencegahan


kontaminasi intraoperatif dan optimalisasi hasil pembedahan. Kriteria yang
diharapkan meliputi: pada saat masuk ruang pemulihan kondisi TTV dalam batas
normal, tidak terdapat adanya cedera tekan sekunder dari pengaturan posisi bedah,
dan luka pascabedah tertutup kasa.

Rencana yang disusun dan akan dilaksanakan pada baik pada risiko cedera
maupun risiko infeksi adalah sebagai berikut.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang identitas pasien. Perawat ruang operasi memeriksa
kembali identitas dan kardeks pasien.
Lihat kembali lembar persetujuan
tindakan, riwayat kesehatan, hasil
pemeriksaan fisik, berat badan anak dan
berbagai hasil pemeriksaan diagnostik.
Pastikan bahwa alat protese dan barang
berharga telah dilepas dan periksa
kembali rencana perawatan praoperatif
yang berkaitan dengan rencana
perawatan intraoperatif.
Siapkan sarana scrub. Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik
cuci tangan pada tempatnya, gaun
(terdiri dari gaun kedap air dan baju
bedah steril), duk penutup, dan duk
berlubang dalam kondisi lengkap dan
siap pakai.
Lakukan persiapan meja bedah dan Meja bedah pada pembedahan
sarana pendukung. tonsilektomi sama seperti meja bedah
lainnya. Sarana pendukung seperti
penahan bahu dan punggung disiapkan
pada saat pengaturan posisi, dan
disesuaikan dengan besar anak.
Siapkan instrumen yang akan Manajemen instrumen dilakukan
digunakan dalam bedah tonsilektomi. perawat instrumen sebelum
pembedahan. Perawat instrumen
bertanggung jawab terhadap
kelengkapan instrumen bedah spina dan
sebagai antisipasi diperlukan instrumen
cadangan dalam suatu tromol steril
yang akan memudahkan pengambilan
apabila diperlukan tambahan alat
instrumen.
Gambar 2. Pada saat perawat anestesi melakukan persiapan anestesi, perawat
instrumen melakukan persiapan instrumentasi dengan menata letak instrumentasi
dengan urutan yang sesuai.
Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti alat
pembedahan. penghisap (suction) lengkap dan spons
dalam kondisi siap pakai.
Siapkan alat hemostasis dan alat Alat hemostasis merupakan fondasi dari
cadangan dalam kondisi siap pakai. tindakan operasi untuk mencegah
terjadinya perdarahan serius akibat
kerusakan pembuluh darah arteri.
Perawat memeriksa kemampuan alat
tersebut siap pakai untuk menghindari
cedera akibat perdarahan intraoperasi.
Siapkan obat-obatan untuk pemberian Obat-obat anestesi yang dipersiapkan
anestesi umum. meliputi obat pelemas otot dan obat
anestesi umum.
Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal digunakan untuk
menjaga kepatenan jalan napas
intraoperasi. Penata anestesi memeriksa
kondisi lampu pada laringoskop.
Kondisi selang endotrakeal harus
berfungsi optimal sebelum pemasangan
dilakukan.
Siapkan obat dan peralatan emergensi. Selain pemantau, peralatan darurat
dasar, obat-obatan, dan protokol
pengobatan juga harus tersedia. Juga
harus ada defibrilator yang berfungsi
baik. Peralatan jalan napas juga
diperlukan termasuk laringoskop,
selang endrotakeal, dan jalan napas oral
dan nasal faringeal. Selain itu, masker
dan kantong resusitasi self-inflating
(ambu type) adalah alat yang penting
dan harus mudah diakses.
Lakukan pemberian oksigen sungkup. Sungkup atau masker yang digunakan
disesuaikan dengan kondisi anak.
pemberian oksigen dilakukan untuk
mencegah hipoksemia.
Lakukan pemberian induksi anestesi Pemberian anestesi intravena biasanya
secara intravena. dilakukan oleh penata anestesi dengan
sepengetahuan ahli anestesi. Pemberian
induksi dilakukan sebagai suatu obat
intravena pertama dengan tujuan untuk
menghambat saraf dan menyebabkan
paralisis sementara pada pita suara dan
otot pernapasan selama selang
endotrakeal terpasang.
Bantu ahli anestesi dalam pemasangan Penata anestesi akan membantu
selang endotrakeal. melakukan penekanan tulang rawan
krikoid dan menahan konektor saat
perasat intubasi endotrakeal dilakukan
oleh ahli anestesi.
Atur posisi endortrakeal dengan fiksasi Untuk menjaga kepatenan jalan napas
yang optimal. selama pengaturan posisi dan saat
intraoperasi.
Lakukan pengaturan posisi bedah Teknik modifikasi telentang pada bedah
telentang dengan modifikasi. tonsilektomi biasanya dipimpin
langsung oleh ahli anestesi. Perawat
anestesi membantu menempatkan
selimut lembut pada bagian belakang
tubuh dan punggung serta memonitor
kondisi hemodinamik dengan
memberitahu ahli anestesi apabila
terjadi perubahan pada layar monitor.
Kaji kondisi organ pada area yang Tempat yang rentan mengalami cedera
rentan mengalami cedera posisi bedah. pada posisi telentang adalah belakang
kepala dan belakang bokong.
Bandingkan status neurovaskular Mendeteksi kapan terjadinya penyebab
sebelum dan setelah operasi. cedera.
Lakukan manajemen asepsis - Manajemen asepsis dilakukan
intraoperasi. untuk menghindari kontak
dengan zona steril meliputi
pemakaian baju bedah,
pemakaian sarung tangan steril,
persiapan kulit, pemasangan
duk, penyerahan alat yang
diperlukan perawat instrumen
dengan perawat sirkulasi.
- Manajemen asepsis intraoperasi
merupakan tanggung jawab
perawat instrumen dengan
mempertahankan integritas
lapangan steril selama
pembedahan dan bertanggung
jawab untuk mengomunikasikan
kepada tim bedah setiap
pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama
pembedahan.
Gambar 3. Setelah desinfeksi, perawat memasang duk untuk membuat
area bedah pada bagian mulut.
Letakkan alat insisi dan kasa pada sisi Peletakan alat insisi pada tempatnya
area badan. akan memudahkan ahli bedah dalam
melakukan insisi. Beberapa kasa
diperlukan dalam melakukan
penghentian perdarahan sementara.
Lakukan peran perawat sirkulasi dalam Perawat sirkulasi memfokuskan
mendukung pembedahan. aktivitas manajemen kamar operasi
agar kelancaran pembedahan dapat
dilaksanakan secara optimal sejak
pengaturan posisi bedah sampai dokter
bedah selesai melakukan penutupan
luka bedah.
Bantu ahli bedah dalam memasang oral Oral refraktor digunakan agar pajanan
refraktor. bedah dapat lebih optimal. Ahli bedah
akan memasang refraktor dan perawat
asisten akan membantu menarik agar
lebih mudah dalam membuka mulut.
Gambar 4. Pada saat ahli bedah melakukan pemasangan oral refraktor
yang disesuaikan dengan ukuran mulut, peran perawat asisten pertama
sangat penting untuk menurunkan risiko cedera sekunder prosedur invasif
bedah.
Bantu ahli bedah pada saat melakukan Asisten pertama berperan membantu
intervensi tonsilektomi. menyerap darah yang keluar dengan
suction. Perawat sirkulasi membantu
ahli bedah dalam mengenakan
headlamp untuk mempermudah akses
pajanan bedah.
Gambar 5. Pada saat ahli bedah melakukan intervensi tonsilektomi, peran perawat
asisten pertama sangat penting untuk menurunkan risiko cedera sekunder prosedur
invasif bedah dengan menyerap darah yang keluar dengan alat suction.
Optimalisasi peran perawat instrumen Dalam pembedahan tonsilektomi,
dan perawat asisten bedah. diperlukan minimal dua perawat scrub
untuk membantu ahli bedah.
Manajemen pengaturan meja instrumen
sangat penting untuk menjamin
efisiensi dan efektivitas dalam
melakukan intervensi intraoperatif.
Lakukan pembersihan area mulut Pembersihan pascabedah pada area
pascabedah tonsilektomi. mulut dan bibir dapat membantu
perawat untuk melihat kondisi
keadekuatan sirkulasi sistemik.
Gambar 6. Kiri: perawat membersihkan area pascabedah tonsilektomi pada mulut
dan bibir. Kanan: jaringan tonsil pascabedah tonsilektomi akan dimanajemen oleh
perawat sirkulasi untuk dilakukan prosedur dan pengawetan sampel.
Ikuti ptotokol institusi untuk Pengiriman sampel pascabedah
pengawetan dan pengiriman spesimen. tonsilektomi dilakukan sebagai bahan
penegak diagnosis. Perawat perioperatif
menyeka permukaan luar semua wadah
spesimen yang berasal dari lapangan
steril dengan desinfektan.
Lakukan penghitungan jumlah kasa dan Penghitungan yang tepat akan
instrumen yang telah digunakan. mencegah tertinggalnya kasa pada area
bedah sehingga menurunkan risiko
cedera pada pasien.
Lakukan pencatatan atau dokumentasi Pencatatan dokumentasi intraoperasi
keperawatan intraoperasi. tentang proses yang terjadi selama
pembedahan dilakukan oleh perawat
sirkulasi.
PROSES KEPERAWATAN PASCAOPERATIF TONSILEKTOMI.

Asuhan keperawatan pascaoperatif bertujuan untuk mengembalikan fungsi


fisiologis secara optimal di mana terdiri dari asuhan di ruang pulih sadar dan
pemulihan untuk rawat jalan.

Di Ruang Pulih Sadar

Aasuhan keperawatan pascabedah tonsilektomi di ruang pulih sadar secara umum


sama dengan asuhan keperawatan pascabedah dengan anestesi umum lainnya.

Pemulihan Rawat Jalan

Pemantauan keperawatan yang kontinu diperlukan segera pada fase pascaoperasi


dan periode pemulihan karena risiko hemoragi sangat tinggi. Dalam periode
pascaoperasi segera, posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah
dipalingkan ke samping untuk memungkinkan darinase dari mulut dan faring.
Jalan napas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan refleks menelannya
telah pulih. Collar es dipasangkan pada leher. Tisu disiapkan untuk ekspektorasi
darah dan lendir.

Perdarahan mungkin berwarna merah terang jika pasien mengeluarkan darah


cepat. Namun, biasanya darah tertelan dan dengan cepat menjadi coklat karena
kerja getah lambung yang bersifat asam.

Hemoragi merupakan komplikasi setelah tonsilektomi. Jika pasien memuntahkan


banyak darah dengan warna yang berubah atau warna merah terang pada interval
yang sekat, atau bila frekuensi nadi dan pernapasan meningkat dan pasien gelisah,
segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan
untuk memeriksa tempat operasi terhadap perdarahan, yaitu: sumber cahaya,
cermin, kasa, hemostat lengkung, dan basin pembuang. Terkadang, akan berguna
untuk menjahit atau meligasi pembuluh yang berdarah. Dalam kasus ini, pasien
dibawa ke ruang operasi dan diberikan anestesi umum. Setelah ligasi, pengamatan
keperawatan dan perawatan pascaoperasi yang kontinu diperlukan, seperti pada
periode awal pascaoperasi.

Jika tidak terjadi perdarahan lebih lanjut, beri pasien air dan es. Pasien
diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan batuk karena hal ini akan
menyebabkan nyeri tenggorok.

Tonsilektomi umumnya tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan


dilakukan sebagai operasi rawat jalan dengan lama tinggal yang singkat. Karena
pasien akan dipulangkan segera setelah operasi. Amat penting bahwa pasien dan
keluarganya mengerti tentang tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi biasanya
terjadi pada 12-24 jam pertama. Pasien diinstruksikan untuk melaporkan pada
dokter setiap perdarahan yang terjadi.

Referensi:

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif:


Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

PENGKAJIAN

1. Aktivitas / istirahat
Gejala : – kelemahan
– kelelahan (fatigue)
2. Sirkulasi
Tanda : – Takikardia
– Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
3. Integritas Ego
Gejala : – Stress
– Perasaan tidak berdaya

Tanda : – Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat,


perhatian menyempit.

4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih
Tanda : Warna urine mungkin pekat
5. Makanan / cairan
Gejala : – Anoreksia
– Masalah menelan
– Penurunan menelan

Tanda : – Membran mukosa kering

– Turgor kulit jelek


6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : – Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan.
– Nyeri tekan pada daerah sub mandibula.
– Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang
dimasukkan melalui oral, obat-obatan.

Tanda : – Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,


berkeringat, perhatian menyempit.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

a. Pre Operasi.
1) Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
2) Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
5) Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman.
b. Post Operasi.
1) Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3) Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.

INTERVENSI

Pre Operasi

Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.

NOC : Perawatan Diri : Makan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24


jam diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga
kerusakan menelan dapat diatasi.
Kriteria hasil :

a. Reflek makan
b. Tidak tersedak saat makan
c. Tidak batuk saat menelan
d. Usaha menelan secara normal
e. Menelan dengan nyaman

Skala :

1) Sangat bermasalah
2) Cukup bermasalah
3) Masalah sedang
4) Sedikit bermasalah
5) Tidak ada masalah

NIC : Terapi menelan

Intervensi :

a. Pantau gerakan lidah klien saat menelan


b. Hindari penggunaan sedotan minuman
c. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan
menelan.
d. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien
selama makan / minum obat.

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.

NOC : Kontrol Nyeri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24


jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri
dapat hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :

a. Mengenali faktor penyebab.


b. Mengenali serangan nyeri.
c. Tindakan pertolongan non analgetik.
d. Mengenali gejala nyeri
e. Melaporkan kontrol nyeri

Skala :

1) Ekstream.
2) Berat.
3) Sedang.
4) Ringan.
5) Tidak Ada.

NIC : Menejemen Nyeri

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
c. Berikan analgesik yang sesuai.
d. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
e. Anjurkan pasien untuk istirahat.

Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

NOC : Fluid balance

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x


24 jam diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga
ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria hasil :

a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan


b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

Skala :

1) Tidak pernah dilakukan


2) Jarang dilakukan
3) Kadang-kadang dilakukan
4) Sering dilakukan
5) Selalu dilakukan

NIC : Manajemen nutrisi

a. Berikan makanan yang terpilih


b. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
d. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.

Dx 4 : Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

NOC : Termoregulasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24


jam diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga
suhu tubuh kembali normal atau turun.

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal


b. Suhu kulit dalam batas normal
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Skala :

1) Ekstrem
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada

NIC : Fever Treatment

a. Monitor suhu sesering mungkin


b. Monitor warna, dan suhu kulit
c. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
d. Monitor intake dan output
e. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.

Dx 5 : Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman

NOC : Kontrol Cemas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x


24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4 sehingga
rasa cemas dapat hilang atau berkurang.

Kriteria hasil :

a. Ansietas berkurang
b. Monitor intensitas kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada

Skala :

1) Tidak pernah dilakukan.


2) Jarang dilakukan.
3) Kadang-kadang dilakukan.
4) Sering dilakukan.
5) Selalu dilakukan.

NIC : Pengurangan Cemas

a. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan


prognosis.
b. Tenangkan anak / pasien.
c. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi,
eskpresi cemas non verbal).
d. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
e. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi

Post Operasi

Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.

NOC : Level Nyeri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24


jam diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri
dapat hilang atau berkurang.

Kriteria hasil :

a. Melaporkan nyeri
b. Frekuensi nyeri.
c. Lamanya nyeri
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri

Skala :

1) Tidak pernah dilakukan


2) Jarang dilakukan
3) Kadang dilakukan
4) Sering dilakukan
5) Selalu dilakukan

NIC : Menejemen Nyeri

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
c. Berikan analgesik yang sesuai.
d. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
e. Tingkatkan istirahat pasien.

Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.

NOC : Kontrol Infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi selama 3 x 24


jam diharapkan tidak ada infeksi dengan skala 4 sehingga resiko infeksi tidak
terjadi.

Kriteria hasil:

a. Dapat memonitor faktor resiko


b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi.
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.

Keterangan Skala :

1) Tidak pernah menunjukkan


2) Jarang menunjukkan
3) Kadang menunjukkan
4) Sering menunjukkan
5) Selalu menunjukkan

NIC: Kontrol Infeksi

a. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.


b. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
c. Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV.
d. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat.

Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengenal informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengajaran pengobatan selama 3


x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kurang pengetahuan dengan skala
4 sehingga pengetahuan pasien dan keluarga dapat bertambah.

NOC : Knowledge: Diet

a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang baik


b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang.

Keterangan :

1 : Tidak mengetahui

2 : Terbatas pengetahuannya

3 : Sedikit mengetahui

4 : Banyak pengetahuannya

5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks

NIC : Pengajaran Pengobatan

a. Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang tujuan obat.


b. Informasikan kepada anak akibat tidak minum obat.
c. Ajarkan anak untuk minum obat sesuai dnegan dosis.
d. Informasikan kepada anak dan keluarga tentang efek samping.

Evaluasi

Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi. Skala

a. Reflek makan 4
b. Tidak tersedak saat makan 4
c. Tidak batuk saat menelan 4
d. Usaha menelan secara normal 4
e. Menelan dengan nyaman 4

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.

a. Mengenali faktor penyebab. 4


b. Mengenali serangan nyeri. 4
c. Tindakan pertolongan non analgetik 4
d. Mengenali gejala nyeri 4
e. Melaporkan kontrol nyeri 4

Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan 4


b. BB ideal sesuai tinggi badan 4
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 4

Dx 4 : Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

a. Suhu tubuh dalam rentang normal 4


b. Suhu kulit dalam batas normal 4
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal 4

Dx 5 : Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman


a. Ansietas berkurang 4
b. Monitor intensitas kecemasan 4
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn 4
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada 4

Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.

a. Melaporkan nyeri 4
b. Frekuensi nyeri. 4
c. Lamanya nyeri 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4

Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.

a. Dapat memonitor faktor resiko 4


b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko 4
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi 4
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko 4

Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang baik 4


b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan 4
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang 4

Anda mungkin juga menyukai