Anda di halaman 1dari 3

Rivaldo Brian Zalukhu XII IPA 2/22

Unsur Intrinsik

1. Tema : Perjuangan di balik senyuman


2. Alur : Alur maju
3. Latar :
a. Latar Waktu :-
b. Latar Tempat : Tepi sungai dan sekitar rumah Karyamin

Bukti:

- “Diperhatikannya Karyamin yang berjalan melalui lorong liar sepanjang tepi sungai.”

- “Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong istrinya yang sedang
menghadapi dua penagih bank harian.”

c. Latar Suasana : Sendu

Bukti:

“Kali ini Karyamin tidak hanya tersenyum, melainkan tertawa keras-keras. Demikian keras sehingga
mengundang seribu lebah masuk ke telinganya, seribu kunang masuk ke matanya. Lambungnya yang
kempong berguncang-guncang dan merapuhkan keseimbangan seluruh tubuhnya. Ketika melihat
tubuh Karyamin jatuh terguling ke lembah Pak Pamong berusaha menahannya. Sayang, gagal.”

d. Latar sosial : Tidak ramah dan kondisi masyarakat yang masih sederhana dengan
tradisi yang masih cukup kental

Bukti:

- “Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul.”

- “Karyamin melihat seorang lelaki dengan baju batik motif tertentu dan berlengan panjang.”

- “Dia melihat dua buah sepeda jengki diparkir di halaman rumahnya.”

4. Tokoh dan Penokohan :


a. Karyamin : Baik karena tidak ingin menyusahkan orang lain, sabar, dan pantang
menyerah
b. Saidah : Baik dan peduli. Dapat dilihat pada Saidah yang menawarkan makanan
pada Karyamin
c. Pak Pamong: Tidak baik dan tidak peduli. Dapat dilihat pada saat Pak Pamong yang tetap
menagih uang dana untuk di Afrika kepada Karyamin, padahal Karyamin sendiri sedang
dalam kondisi yang sangat tidak baik
5. Sudut pandang : Orang ke tiga serba tahu. Dapat dilihat dalam bukti:
“Masih dengan seribu kunang-kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa
perlunya dia pulang. Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya
menolong istrinya yang sedang menghadapi dua penagih bank harian.”

6. Gaya Bahasa :
a. Majas Personifikasi.
“Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus karena dorongan angin.”
b. Majas Hiperbola.
“Demikian keras sehingga mengundang seribu lebah masuk ke telinganya, seribu kunang
masuk ke matanya.”
7. Amanat :
Tersenyumlah pada apapu yang terjadi, baik suka maupun duka. Karena dari senyuman itu
dapat membawa ketenangan dalam diri kita. Kita juga harus tetap sabar dan pantang
menyerah dalam mengahadapi segala persoalan atau permasalahan yang terjadi. Dan
menjadi orang yang lebih perhatian terhadap sesama.

Unsur Ekstrinsik

1. Latar Belakang Masyarakat:


Dikarenakan penuls berasal dari Jawa yang terkenal dengan kesederhanaannya dan tradisi
yang cukup kental, maka penulis menuliskan karyanya menggunakan hal-hal yang dahulu
dan masih terlihat sederhana. Karya yang ia tulis menggambarkan kehidupan berlatar di
pedesaan dan dengan rendahnya kondisi ekonomi di pedesaan dalam negara ini. Sehingga
banyak orang yang tidak mendapatkan gaji yang layak untuk mencukupi kehidupannya.
2. Latar Belakang Penulis:
Ahmad Tohari,lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948. Ia
merupakan sosok sastrawan Indonesia. Ia menyelesaikan pendidikannya di SMA
Purwokerto, lalu pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu
Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas jenderal Soedirman,
Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Ilmu sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal
Soedirman (1975-1976). Ahmad Tohari terkenal aktif dalam dunia jurnalistik, hingga ia
pernah menjadi staf redaktur harian Merdeka, majalah Keluarga, dan majalah Amanahdi
Jakarta. Dalam karier kepengarangannya, penulis yang berlatar kehidupan pesantren ini
telah melahirkan beberapa novel dan kumpulan cerita pendek .

3. Nilai-Nilai:
a. Nilai Sosial. Terdapat nilai peduli yang dilakukan Saidah terhadap Karyamin.

Bukti:

“Jadi, kamu sungguh tak mau makan, Min?” tanya Saidah ketika melihat Karyamin
bangkit.
“Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat lenganmu
habis karena utang-utangku dan kawan-kawan.”
“Iya Min, iya, tetapi . . . .“ Saidah memutus kata-katanya sendiri karena Karyamin sudah
berjalan menjauh.

b. Nilai Agama. Kesabaran yang dimiliki Karyamin dalam menghadapi setiap masalah dan
orang-orang yang menghinanya.

Bukti:

- “Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul. Tetapi


Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum.”
- “Senyum yang sangat baik untuk mewakili kesadaran yang mendalam akan diri sendiri serta
situasi yang harus dihadapinya. Sayangnya, Pak Pamong malah menjadi marah oleh senyum
Karyamin.”

c. Nilai Moral. Tidak adanya kepedulian dan belas kasihan yang dilakukan oleh Pak Pamong
terhadap Karyamin. Dan sikap peduli atau perhatian dari Karyamin terhadap Saidah.

Bukti:

- Sayangnya, Pak Pamong malah menjadi marah oleh senyum Karyamin.

 “Kamu menghina aku, Min?”

”Tidak, Pak. Sungguh tidak.”

  Kalau tidak, mengapa kamu tersenyum-senyum? Hayo cepat, mana uang iuranmu?”

- “Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat lenganmu
habis karena utang-utangku dan kawan-kawan.”

d. Nilai Budaya. Dapat ditemui pada kedua orang yang masih menggunakan sepeda jengki dan
seseorang yang menggunakan baju batik.

Bukti:

- “Dia melihat dua buah sepeda jengki diparkir di halaman rumahnya.”


- “Namun di bawah sana Karyamin melihat seorang lelaki dengan baju batik motif tertentu
dan berlengan panjang.”

Anda mungkin juga menyukai