Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“PENDIDIKAN PANCASILA”

“Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dan etika”


Dosen pengampu : Lalu yoga vandita M.HI
Di susun oleh
Ashabussunan
M.iwan rahmadani
M.hendri rizki
Tedi armansyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


INSTITUT PENDIDIKAN NUSANTARA GLOBAL
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila

Penulis mengucapkan te

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan
makalah ini.

Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Penulis
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai

Pengembangan…………………………………!

B. Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan

Ilmu……………………………..!

C. Pancasila sebagai sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi ilmu

pengetahuan dan teknologi……………………………………………………………..!

D. Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu……………………………!

E. Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Sistem Etika…………………………………...!

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

………………………………………………………………………….....!

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada awalnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia relatif


masihsederhanadanbelumberkembang.Namun,seiringdengan berjalannya waktu, ilmu
pengetahuan mengalamiperkembangan yang pesat karena ditemukannya banyak teori dan
teknologi.

Perkembangan pesat ilmu pada saat ini berbanding lurus dengan sikap kritis dan
cerdasmanusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di
sekitarnya.Namun,perkembanganpesatilmupadasaatinijustru menimbulkan gejala penurunan
derajat manusia. Produk yangdihasilkan oleh manusia, baik teori maupun materi, menjadi
lebih bernilai daripada penggagasnya.Olehkarenaitu,penerapannilai-nilaiPancasiladalam
pengembangan ilmu pengetahuan diIndonesia harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak
terjerumus pada pengembangan ilmu yangsemakin jauh darinilai-
nilaiketuhanan,kemanusiaan,persatuan,kerakyatan,dan keadilan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan


Ilmu Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu
pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia
harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu
sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi
pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari
cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan
iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal
dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu). (Dikti, 2016) Keempat pengertian
Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu sebagaimana dikemukakan di atas mengandung
konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri
berkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-
nilai Pancasila.
Pengertian kedua bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan
nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal mengandaikan bahwa sejak awal pengembangan
iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai Pancasila. Namun, keterlibatan nilai-nilai Pancasila
ada dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka
anggap layak untuk dilibatkan. Pengertian ketiga bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai
rambu normatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus
disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak ada jaminan
bahwa aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri.
Sebab ketika iptek terus berkembang, aturan main seharusnya terus mengawal dan
membayangi agar tidak terjadi kesenjangan antara pengembangan iptek dan aturan main.
Pengertian keempat yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari
budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi ilmu
mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, tetapi
sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Untuk itu, diperlukan
penjabaran yang lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual Indonesia, sejauh mana
nilai-nilai Pancasila selalu menjadi bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah
yang diambil. (Dikti, 2016)
B. Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam
hal-hal sebagai berikut; Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa
Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara
pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang
mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan
iptek terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi
hidup manusia di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di
Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politik
global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti
spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu,
diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
C. Pancasila sebagai sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi
pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan nasionalnya
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada hakikatnya Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung arti bahwa segala aspek
pembangunan harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus
dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia. Oleh karena itu pembangunan nasional
harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek
individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya
maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pancasila telah
memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan
dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu pada hakikatnya sila-sila Pancasila
harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
Menurut Kaelan (2000) bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus
merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sila-sila dalam Pancasila menunjukkan sistem
etika dalam pembangunan iptek yakni :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
perimbangan antara rasional dengan irrasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Berdasarkan sila pertama ini iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya
apakah merugikan manusia dengan sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan
pelestarian. Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai
pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasardasar moralitas bahwa
manusia dalam mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Iptek adalah bagian
dari proses budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh sebab itu,
pembangunan iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat
manusia Iptek harus dapat diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia,
bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat dari
penggunaan iptek.
3. Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek persatuan
dan kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan
antar daerah di berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek.
Oleh sebab itu, Iptek harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan
dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat internasional.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis.
Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek.
Selain itu dalam pengembangan iptek setiap ilmuwan juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya
terbuka untuk dikritik, dikaji ulanh maupun dibandingkan dengan penemuan teori
lainnya.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kemajuan iptek harus dapat
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya,
manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta
manusia dengan alam lingkungannya.

D.Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.


Hakikat Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan Prof.
Wahyudi Sediawan (dalam Dikti, 2016; 2016-217) dalam Simposium dan sarasehan
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, sebagai berikut:
 Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia
hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan
kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah manusia
diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan
di bumi. Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dan keinsinyuran, seperti: menjunjung
tinggi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat,
bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan
kemanfaatan professional, dan lain-lain, adalah suatu manifestasi perbuatan untuk
kebaikan tersebut. Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang dimiliki
dengan baik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri anugrah Tuhan.
 Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat
universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas
kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus
sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti
kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat,
berperan nyata dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi.
Hakikat kodrat manusia yang bersifat mono-pluralis, sebagaimana dikemukakan
Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), makhluk individu dan
sosial (sifat kodrat), dan makhluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat) memerlukan
keseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas kemanusiaannya.
 Sila ketiga, Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagi kelangsungan
Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan ahli teknik
Indonesia perlu menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam tugas-tugas
profesionalnya. Kerja sama yang sinergis antar individu dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi
daripada penjumlahan produktivitas individunya. Suatu pekerjaan atau tugas yang
dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang tinggi dapat menghasilkan
produktivitas yang lebih optimal.
 Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung
arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua
rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
terhadap negara. Demikian pula halnya dengan ilmuwan dan ahli teknik wajib
memberikan kontribusi sebasar-besarnya sesuai kemampuan untuk kemajuan negara.
Sila keempat ini juga memberi arahan dalam manajemen keputusan, baik pada tingkat
nasional, regional maupun lingkup yang lebih sempit. Manajemen keputusan yang
dilandasi semangat musyawarah akan mendatangkan hasil yang lebih baik karena
dapat melibatkan semua pihak dengan penuh kerelaan.
 Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan arahan agar
selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa
Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu
mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin
kesejahteraan karyawan. Selama ini, pengelolaan industri lebih berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga cenderung
mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi timpang ini
disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan perusahaan. Pada
akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru merugikan pihak
perusahaan itu sendiri.
E Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Sistem Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "ethos" yang memiliki arti yaitu adat
kebiasaaan, watak atau kelakuan manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
memiliki arti sebagai ilmu tentang yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). Selain etika juga dikenal istilah etiket yang berasal dari bahasa
Perancis "etiqutte". Etiket ini biasa digunakan oleh para bangsawan kerajaan Perancis pada
saat mengadakan acara pertemuan resmi, pesta, dan lain lain. Dalam acara tersebut etiket
digunakan untuk mengatur tata krama sesuai dengan tempat dan acara. Etika dan etiket sama
sama mengatur tentang perilaku manusia. Perbedaannya yaitu etika yang berarti moral dan
etiket yang berarti sopan santun.
Etika juga di atur dalam sila sila yang ada dalam dasar negara Indonesia. Konsep deontologis
dan teologis yang ada di Pancasila ini juga ada dalam aliran filsafat moral. Deontologis
(kewajiban) adalah ketika suatu perbuatan baik yang dilakukan tetapi dalam pelaksanaannya
tidak memikirkan tentang akibat dari perbuatan tersebut (tidak memfokuskan pada
konsekuensi). Dalam konsep teologis lebih kepada memikirkan tentang Tindakan moral yang
akan dilakukan terlebih dahulu karena itu menentukan nilai dan kebenaran dari Tindakan
tersebut.
Etika Pancasila juga diatur dalam ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 yaitu tentang
penhayatan dan pengalaman Pancasila atau Ekaprasetya Pancakarsa dapat dipandang sebagai
contoh norma etik bernegara. Namun ketetapan ini dicabut dan tidak berlaku lagi. Pencabutan
ketetapan ini berdasarkan ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyar Republik Indonesia.
Setelah pencabutan ini muncul lagi ketetapan hukum untuk norma etik, ketetapan ini muncul
pada awal masa reformasi. Yang pertama adalah ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang
penyelanggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang kedua
yaitu ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa. Dari ketetapan
di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila dapat dijadikan sebaga acuan dasar dalam
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan bernegara.
Pancasila memang dijadikan sebagai acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa bernegara. Namun apakah dalam pelaksanaan dalam kehidupannya nyata memang
benar di terapkan atau hanya sekedar menjadi sebuah acuan dan konsep saja. Selain itu masih
ada 5 nilai pada materi ini.
 nilai ketuhanan
nilai ini bersifat mutlak Nilai ketuhanan juga dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang dapat dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan kaidah dan
hukum tuhan
 nilai kemanusiaan
dalam konsep kemanusiaan ini terdapat pada keadaban dan keadilan yang akan
seimbang antara jasmani dan rohani, lahir dan batin, dan setiap makhluk bebas dalam
melakukan segala perbuatan asal perbuatan itu sudah sesuai dengan norma etika yang
berlaku.
 nilai persatuan
dalam nilai persatuan semua perbuatan yang baik akan memperkuat persatuan
dan kesatuan yang nantinya dapat menghasilkan nilai cinta tanah air dan rela
berkorban.
 nilai kerakyatan
dapat diambil sebuah contoh yaitu pada peristiwa penghapusan tujuh kata
dalam sila pertama Pancasila.
Pada saat itu pemeluk agama minoritas memberikan pendapat atau argument yaitu
tentang mengapa pada sila pertama hanya mengacu pada satu agama saja. Pada
peristiwa ini sudah masuk dalam konsep hikmat dan kebijaksanaan yang akan
menghasilkan sikapsaling menghargai antar sesama.
 nilai keadilan
suatu perbuatan yang dapat menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
antar sesama.
KESIMPULAN
Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka
berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan ilmu dan teknologi terlebih yang menyangkut manusia haruslah selalu
menghormati martabat manusia, haruslah meningkatkan kualitas hidup manusia baik
sekarang maupun di masa depan, membantu pemekaran komunitas manusia, baik lokal,
nasional maupun global, harus terbuka untuk masyarakat lebih-lebih yang memiliki dampak
langsung kepada kondisi hidup masyarakat, dan ilmu dan teknologi hendaknya membantu
penciptaan masyarakat yang semakin lebih adil.
DAFTAR PUSTAKA

BP-7 Pusat, 1993, Bahan Penataran P-4, Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta. Direktorat
Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI. (2013),

Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Jakarta: DIKTI. Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan DIKTI. (2016), Pendidikan Pancasila. Jakarta: DIKTI.
Joesoef, Daoed, (1987), “Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan”,
dalam Soeroso H. Prawirohardjo, dkk.,

Pancasila Sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Yogyakarta: PT Badan Penerbit


Kedaulatan Rakyat. Kaelan, (2000), Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi,
Yogyakarta: Penerbit paradigma. Melson, Van, AGM., (1985), Ilmu
Pengetahuan Dan Tanggung Jawab Kita, Jakarta: PT Gramedia, Terjemahan
K.

Bertens, Judul asli “Wetenschap en Verantwoondelijkheid”. Mustansyir, Rizal dan Misnal


munir, (2001), Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

The Liang Gie, (1987), Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu Dan
Teknologi. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM Yogyakarta, (1996),

Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Fak.Filsafat
UGM. Zubair, Achmad Charris, (2002), Dimensi Etik dan Asketik Ilmu
Pengetahuan Manusia: Kajian Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Lembaga Studi
Filsafat Islam (LESFI)

https://www.kompasiana.com/kikaandira/619e6dab62a704379246e012/konsep-dan-urgensi-
pancasila-dalam-sistem-etika?page=2&page_images=1

Anda mungkin juga menyukai