Anda di halaman 1dari 31

MODUL KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PERITONITIS

DISUSUN OLEH :

FRASISKA ESTER

DPK RSUD DR.ACHMAD DIPONEGORO PUTUSSIBAU

MARET 2017

1
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi / pengertian


Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum). Peritonitis merupakan peradangan membran serosa rongga
abdomen dan organ-organ yang terkandung di dalamnya.
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding
perut sebelah dalam.
2. 2 Penyebab
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis
spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral), atau penyebab
tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum,
infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses
abdomen (lokal).
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika
pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan
peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama
pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi
selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6.Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
7. Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung
2
tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

3
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis hepatis yang
mengalami asites akan berakhir menjadi SBP. Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis
sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon
akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan strangulasi kolon asendens.

Penyebab peritonitis:

Area sumber Penyebab


Esofagus Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Lambung Perforasi ulkus peptikum
Keganasan (mis. Adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma gastrointestinal)
Trauma
Iatrogenik
Duodenum Perforasi ulkus peptikum
Trauma (tumpul dan penetrasi)
Iatrogenik
Traktus bilier Kolesistitis
Perforasi batu dari kandung empedu
Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreas Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu
empedu)
Trauma
Iatrogenik

4
Kolon asendens Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Kolon desendens dan Iskemia kolon
apendiks Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik

Salping uterus dan ovarium Pelvic inflammatory disease


Keganasan
Trauma
Ket. Penyebab iatrogenik umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas, termasuk
pankreas, saluran empedu, dan kolon. Kadang bisa juga berasal dari trauma endoskopi.
Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis.

2. 3 Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama
bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis.
Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada
wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila
perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan
melalui infus nacl, drainase/ pembedahan, terapi medica mentosa nanoperatif.

5
2. 4 Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan
jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem
pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di
antara matriks fibrin.

Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh


yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan
kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah
tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri
dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah
kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak
keadaan abdomen.

Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen,
peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu
proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika
infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis
akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi
peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi,
sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health
evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis
juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).

2. 5 Tanda dan Gejala klinis


Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen
(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada
keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi lambung, duodenum,
pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus, nyeri abdomennya berlangsung luas di
berbagai lokasi.
6
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi,
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi, hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang, biasanya karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang
menyakitkan, atau bisa juga memang tegang karena iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang
samar dengan nyeri akibat apendisitis yang biasanya di bagian kanan perut, atau kadang
samar juga dengan nyeri akibat abses yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita
diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatory disease, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang
akut.

Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa saja jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi, (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau
HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma kranial, ensefalopati toksik,
syok sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia, dan penderita geriatri.
Penderita tersebut sering merasakan nyeri yang hebat di perut meskipun tidak terdapat infeksi
di perutnya.

2. 6 Penatalaksanaan Komprehensif
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan
radang di peritoneum. Secara noninvasif dapat dilakukan drainase abses dan endoskopi
perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga peritoneum.
Rongga ini merupakan membran serosa yang kompleks dan terbesar di tubuh manusia.
Bentuknya menyerupai kantong yang meliputi organ-organ dalam perut sehingga membentuk
peritoneum parietal di dinding perut anterior dan lateral, diafragma, serta membentuk
peritoneum viseral di organ-organ dalam perut dan pelvis bagian inferior sehingga
membentuk rongga potensial di antara dua lapisan tersebut, dikenal sebagai rongga
peritoneal.

Rongga inilah yang menjadi translokasi bakteri dan tempat terjadinya peritonitis
ataupun abses. Untuk menanganinya, sebenarnya bisa dilakukan terapi medikamentosa
nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi
dan metabolik, dan terapi modulasi respon peradangan. Terapi-terapi ini sebenarnya logis
7
dikerjakan, namun perkembangannya tidak terlalu signifikan, apalagi untuk kasus dengan
banyak komplikasi, sehingga dibutuhkan terapi lain berupa drainase atau pembedahan.

Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan pilihan
tindakan nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun terapi
ini lebih bersifat komplementer, bukan kompetitif dibanding laparoskopi, karena seringkali
letak luka atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal. Sebaliknya,
pembedahan memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian dilakukan eliminasi
kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut benar-benar bersih dari
kuman.

Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara


bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau
peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita
yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan
intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa
pneumonia akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status
narkose penderita pascaoperasi. Dengan demikian, edukasi untuk menghindari keadaan atau
penyakit yang dapat menyebabkan peritonitis mutlak dilakukan, mengingat prosedur
diagnostik dan terapinya relatif tidak mudah dikerjakan.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERITONITIS

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Identitas pasien

Nama : Ny. T
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 6 Juli 1972
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : D3
Alamat : Saman Blok I No. 24 Yogyakarta
Nomor CM :-
Tanggal MRS : 1 Desember 2007
Diagnosa Medis : Peritonitis
Ruang : Bangsal bedah

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. M
Tempat, tanggal lahir : Bantul, 1 Maret
1969 Umur : 39 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama : islam
Suku : Jawa
Pendidikan : D3
Alamat : Saman Blok I No. 24 Yogyakarta
Hubungan dengan pasien : Suami

9
2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke Rumah Sakit tanggal 1 Desember 2007 dengan keluhan nyeri sudah 3
hari, demam tinggi, dan dinding perutnya terasa tegang.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit dan tidak pernah dirawat di rumah sakit.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit tersebut.
e. Genogram

10
Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Klien

: Hubungan pernikahan

: Hubungan anak

f. Riwayat kesehatan lingkungan


Klien tinggal didaerah yang bersih

3. POLA FUNGSI KESEHATAN ( MENURUT GODON )

1. Persepsi terhadap kesehatan:


Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit biasanya membeli obat diwarung
dulu. Apabila pengobatan sendiri belum berhasil, maka anggota keluarga baru pergi
ke dokter. Klien tidak control kesehatan secara rutin.
 Sebelum sakit
Kalau pasien merasa sakit biasanya minum obat dari toko, apabila belum
sembuh berobat ke puskesmas.
 Selama sakit
Pasien sadar kalau dirinya saat ini sedang sakit, karena keterbatasan biaya
pasien tidak dibawa ke Rumah Sakit.
2. Pola aktivitas dan latihan
 Sebelum sakit
Pasien tidak mengalami gangguan aktivitas dan setiap harinya selalu pergi
bekerja.

11
 Selama sakit
Kemampuan perawatan diri
Skor : 0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 =
perlu bantuan orang lain dan alat, 4 = tergantung / tidak mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian/berdandan 
Eliminasi 
Mobilitas di tempat tidur 
Ambulasi 
Makan/ minum 

3. Pola istirahat dan tidur


 Sebelum sakit
Tidur malam kurang lebih 8 jam, lelap tanpa ada gangguan. Klien tidur mulai
jam 21.00 – 05.00 WIB.
Tidur siang ± 1-2 jam, kadang-kadang jam 14.00 - 16.00 WIB
 Selama sakit
Waktu tidur klien berkurang, karena adanya nyeri pada abdomen. tidur siang
kurang lebih 2 jam.
Tidur malam ± 6 jam mulai jam 22.00 – 04.00 WIB
Tidur siang ± 1 jam mulai ham 13.00 – 14.00 WIB
4. Pola nutrisi – metabolik
 Sebelum sakit
Makan tanpa bantuan orang lain, makan 3 kali sehari dengan porsi sedang
dengan nasi dan lauk.
Senang dengan makanan yang manis seperti roti basah.
 Selama sakit
Klien mengatakan nafsu makan menurun dan porsi makan berkurang.
Program diet di rumah sakit : TK
Intake cairan : selama di rumah sakit klien minum air putih 4
– 5 gelas perhari, dirumah klien juga minum 4 -5 gelas perhari.

12
5. Pola eliminasi
 Sebelum sakit
BAB 2 kali sehari ( biasanya pagi ) dengan konsistensi lunak, warna feses
kuning.
BAK 3 kali sehari, warna urine kuning.
 Selama sakit
Selama di rumah sakit klien BAB 3 kali sehari, konsistensi encer, warna
kuning.
Selama dirumah klien BAB 1 kali sehari.
Selama di rumah sakit klien BAK 4 – 5 kali sehari dengan bantuan kateter,
keadaan urine normal, warna kuning jernih dengan jumlah 100cc perhari.
6. Pola kognitif – perceptual
 Status mental klien sadar, mengenali orang-orang dan lingkungan disekitar
tempat tinggalnya.
 Bicara klien normal/ lancar.
 Pendengaran klien normal/ tidak terganggu kanan atau kiri.
 Pengllihatan klien normal.
7. Pola konsep diri
 Harga diri klien tidak terganggu, klien menganggap memiliki harga diri
dilingkungan tempat tinggalnya.
 Ideal diri klien tidak tergangu, klien dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
 Identitas diri klien tidak terganggu, klien masih dapat mengenali dirinya
dengan baik.
 Gambaran diri klien tidak terganggu, klien menganggap ini sebagai obaan dari
Tuhan YME.
 Peran diri klien tidak terganggu, klien masih mengenali dirinya dalam
keluarga sebagai anak pertama.

8. Koping
 Klien tidak ada masalah selama masuk rumah sakit, baik dengan
perawatannya maupun biaya perawatannya.

13
 Kehilangan / perubahan yang terjadi dalam diri klien tidak ada.
 Pandangan terhadap masa depan, klien optimis setelah keluar dari rumah sakit
akan memperbaiki pola hidupnya.
9. Pola seksual – reproduksi
 Menarche ( menstruasi pertama ) pada bulan ini tanggal 1 Desember 2007.
 Menstruasi terakhir ( LMP ) klien pada tanggal 5 desember 2007.
 Masalah menstruasi klien normal.
 Perawatan payudara setiap bulan tidak ada.
10. Pola peran –Hubungan
 Status perkawinan, klien sudah kawin. Hubungan dengan tetangga masyarakat
dan tim kesehatan lainnya baik.
 Pekerjaan : PNS
 Kualitas bekerja : klien bekerja lama mulai dari pukul 8 pagi hingga pukul 4
sore rutin selama 7 kali seminggu.
 Klien mendapat dukungan selama di rumah sakit dari suami, saudara, anak
dan temannya.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama islam, klien termasuk orang yang taat beragama, selalu melaksanakan
ibadah dan selalu berdoa meminta kesembuhan selama dirumah sakit.

4. PEMERIKSAAN FISIK

a. Tanda- tanda vital


 Suhu : 39ºC
 Nadi : 105 X/ menit
 TD : 100/ 60 mmHg
 Pernafasan : 26 X/ menit
 Tinggi badan : 155 cm
 Berat badan : 50 kg

b. Keadaan umum
 Kesan umum : nyeri
 Wajah : baik

14
 Kesadaran : compes inetis
 Bentuk badan : ramping
 Bicara : jelas dan lancar
 Cara berbaring dan bergerak tergantung total
 Pakaian,
c. Kulit, rambut dan kuku
 Inspeksi:
1) Warna kulit : normal
2) Jumlah rambut: rambut pada kulit terlihat lebat
3) Warna kuku : merah muda ( normal )
4) Bentuk kuku : normal
 Palpasi
1) Suhu : panas
2) Kelembaban : kering
3) Tekstur : halus
4) Turgor : jelek
5) Edema : tidak
d. Kepala
 Inspeksi:
1) Muka : simetris
2) Tengkorak : normal
3) Rambut : lebat
4) Ukuran : mesosephalic
 Palpasi
1) Kulit kepala : tidak ada nyeri tekan
2) Deformitas : tidak ada kelainan bentuk
e. Mata
 Bentuk bola mata : bulat
 Kelopak mata : bersih
 Konjungtiva : normal
 Sclera : normal
 Kornea : normal
 Iris : normal

15
 Pupil : normal
 Lensa : normal
 Gerakan : normal
 Visus : normal
 Tekanan bola mata : normal
f. Telinga
 Inspeksi:
1) Daun telinga : lebar
2) Liang telinga : bersih
3) Membran tympani : normal
 Palpasi
1) Cartilago : teraba
2) Nyeri tekan tragus : tidak ada
3) Uji pendengaran : normal
g. Hidung
 Inspeksi:
1) Bagian luar : simetris
2) Bagian dalam : bersih
3) Ingus : tidak ada
4) Pendarahan : tidak ada
5) Penyumbatan : tidak ada
 Palpasi
1) Septum : normal
2) Sinus-sinus : normal
h. Mulut
 Inspeksi:
1) Bibir : kering
2) Gigi : tersusun rapi tampak kotor
3) Gusi : normal
4) Lidah : normal
5) Faring : normal
6) Ovula : normal
7) Tonsil : normal

16
 Palpasi
1) Lidah : tidak ada nyeri tekan
i. Leher
 Inspeksi:
1) Bentuk leher : simetris
2) Warna kulit : normal
3) Bengkak : tidak
4) Hyperplasia : tidak
5) Gerakan : lambat
 Palpasi
1) Kelenjar limfe : teraba
2) Kelenjar tiroid : teraba
3) Trakhea : normal
4) Pembuluh darah : teraba sedikit
j. Dada
 Bentuk : simetris
 Retraksi : lambat
 Kulit : normal
 Payudara : simetris
k. Paru-paru
 Inspeksi kanan kiri : simetris
 Palpasi kanan kiri : tidak terdapat edema
 Perkusi kanan kiri : sonor
 Auskultasi kanan kiri : suara vesikular paru meningkat
l. Jantung
 Inspeksi : normal
 Palpasi : denyut jantung teraba
 Perkusi : normal
 Auskultasi : normal

m. Abdomen
 Inspeksi:
1) Bentuk : simetris

17
2) Retraksi : normal
3) Simetris : permukaan abdomen
4) Kontur permukaan : bengkak
 Palpasi : ringan
 Perkusi : normal
 Gustrultasi
a) Peristaltik usus : tidak normal
b) Bising arteri : tidak normal
c) Bising vena : tidak normal
n. Anus dan Rektum : normal
o. Alat kelamin : normal
p. Musculoskeletal
 Otot
 Ukuran : sedang
 Kontraktur : tidak elastic
 Kontraksi : lemah
 Gerakkan : lemah
 Tulang
 Sum – sum tulang : normal
 Deformitas : tidak ada kelainan bentuk
 Pembengkakan : tidak ada
 Edema : tidak ada
 Nyeri tekan : tidak ada
 Persendian
 Kaku : normal
 Rom : tidak dapat beraktifitas
 Nyeri tekan : tidak ada
 Bengkak : tidak ada
 Krepitasi : tidak ada

q. Neurologi
 Kesadaran : sadar

18
5. DATA FOKUS
DS :
 Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen
 Klien mengatakan badannya demam tinggi sudah 3 hari
 Klien mengatakan sulit melakukan aktivitas fisik
 Klien mengatakan selama sakit tidak mampu melakukan aktivitas sehari - hari

DO :
 TD : 100/60 mmHg.
 N : 105x / menit.
 RR : 26x / menit.
 T : 39 º C.
 Nyeri pada abdomen dengan skala nyeri 6 dan inflamansi pada area abdomen.
 Klien tampak menahan nyeri
 Wajah klien tampak memerah karena demam tinggi
 Bedrest
 Semua kegiatan ditempat tidur
 Gerakan kaku
 Penampilan klien tampak kumuh, mulutnya berbau dan giginya tampak kotor

6. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO SYMPTON ( S ) ETIOLOGI ( E ) PROBLEM ( P )

19
1 Ds : klien mengeluh Agen cedera fisik Nyeri akut
nyeri pada
daerah abdomen
Do : -TD: 100/ 60
mmHg
- Nyeri pada
abdomen dengan
skala nyeri 6 dan
inflamansi pada
area abdomen
- RR: 26 kali/
menit
- N: 105 kali/
menit
- T: 39 C
- Klien nampak
menahan nyeri
2 Ds : - klien mengatakan Proses penyakit/trauma hipertermia
badannya demam
tinggi sudah 3 hari
Do : - T : 39ºC
- Wajah klien
tampak memerah
karena demam tinggi
3 Ds : - Klien Kerusakan Kerusakan mobilitas
mengatakan sulit musculoskeletal dan fisik
melakukan aktivitas neuromuskuler
fisik
Do : - Bedrest
- Semua kegiatan
ditempat tidur
- Gerakan kaku
4 Ds : Klien mengatakan Nyeri musculoskeletal Deficit perawatan diri

20
selama sakit tidak dan kerusakan
mampu melakukan neuromuskuler
aktivitas sehari - hari
Do : Penampilan klien
tampak kumuh,
mulutnya berbau dan
giginya tampak kotor

PRIORITAS MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yang ditandai dengan
klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen, nyeri pada abdomen dengan
skala nyeri 6, dan inflamasi pada area abdomen, TD: 100 / 60 mmHg; skala
nyeri: 6; RR: 26x / menit; N: 105x / menit; T: 39º C, klien tampak menahan
nyeri..
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit / trauma yang ditandai
dengan klien mengatakan badannya demam tinggi sudah 3 hari, suhu tubuh
39º C, wajah klien tampak memerah karena demam tinggi.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler yang ditandai dengan klien mengatakan sukar
melakukan aktifitas fisik, bedrest, semua kegiatan dilakukan di tempat tidur,
gerakan kaku.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal dan
kerusakan neuromuskuler yang ditandai dengan klien mengatakan selama
sakit tidak mampu melakukan aktivitas sehari – hari, penampilan klien
tampak kumuh, mulutnya berbau dan giginya tampak kotor.

PERENCANAAN

N WAKTU NO Tujuan dan INTERVENSI RASIONAL

21
O DX criteria hasil /NIC
1 6/ 12/ 2007 1 Setelah dilakukan 1. Kaji secara 1. Agar dapat
Pkl 09.00 Wib tindakan komprehensif mengenali
keperawatan selama tentang nyeri, factor-faktor
3x24 jam, nyeri meliputi : penyebab
yang dirasakan lokasi, nyeri
pasien dapat teratasi karakteristik, 2. untuk
dengan kriteria onset, durasi, mengenali
hasil : frekuensi, gejala-gejala
- klien dapat kualitas, nyeri pada
mengidentifikasi intensitasnya klien
nyeri beratnya 3. untuk
- mengidentifikasi nyeri dan mengetahui
aktivitas yang factor – parahnya
meningkatkan dan factor rasa nyeri
menurunkan nyeri presipitasi pada klien
- merasakan 2. berikan 4. supaya
kenyamanan informasi klien selalu
setelah nyeri tentang nyeri, merasa
teratasi seperti : nyaman
penyebab, 5. agar dapat
berapa lama menggunaka
terjadi, dan n analgetik
tindakan sesuai
pencegahan kebutuhan
3. kaji skala
nyeri
4. monitor
kenyamanan
klien
terhadap
managemen
nyeri

22
5. tentukan
pilihan
analgetik
tergantung
tipe dan
beratnya
nyeri
2 6/ 12/ 2007 2 Setelah dilakukan fever 1. suhu tubuh
Pkl 09.30 tindakan treatment : klien
keperawatan selama 1. monitor mendekati
3 x 24 jam klien tubuh sesring normal
suhu tubuhnya mungkin 2. wajah klien
normal, Dengan 2. monitor mulai
kriteria hasil : warna dan kelihatan
- Suhu tubuh klien suhu kulit berubah
normal 37ºC 3. monitor 3. tekanan
- Nadi dan respirasi tekanan darah, nadi,
klien dalam daerah nadi RR,
keadaan normal dan RR mendekati
- Wajah klien sudah 4. berikan normal
tidak memerah antiseptic 4. demam
lagi karena suhu 5. berikan klien mulai
tubuh sudah pengobatan menurun
normal untuk 5. klien
mengatasi merasakan
penyebab kenyamanan
demam dengan
6. selimuti palayanan
klien RS
7. Lakukan 6. klien
tapid sponge percaya
8. kompres dengan
klien pada segala

23
lipat paha tindakan
dan aksila keperawatan
9. berikan di RS ini
pengobatan 7. klien tidak
untuk merasakan
mencegah kedinginan
terjadinya 8. tanda –
menggigil tanda
Temperature hipertermi
Regulation : terpantau
1. monitor dengan baik
tanda – tanda 9. intake
hipertermia cairan dan
2. tingkatkan nutrisi
intake terpenuhi
cairan dan 10. klien
nutrisi dapat
3. ajarkan klien mengatasi
cara keletihan
mencegah akibat panas
keletihan 11. dapat
mengetahui
akibat panas
indikasi
4. ajarkan dari
hipertermi
indikasi
dan
dari penanganan
yang
hipertermi
diperlukan
dan
penanganan
yang
diperlukan

24
3 6/ 12/ 2007 3 1. kaji -untuk
Pkl. 10.50 kemampuan mengetahui
klien kemampuan
beraktivitas klien
2. bantu beraktivitas
klien -terpenuhi
memenuhi kebutuhan
kebutuhan personal
personal hygiene
hygiene klien
3. bantu -agar tidak
klien untuk terjadi
miring dekubitus
kekanan atau -agar klien
kiri tidak
4. berikan kelelahan
periode untuk -mengetahui
beraktivitas perkembang
menyarankan an aktivitas
jangan terlalu klien
banyak
beraktivitas
5. monitor
perkembanga
n aktivitas
klien
4 6/ 12/ 2007 4 Setelah dilakukan - pantau - untuk
Pkl. 12.30 tindakan kemampuan mengetahui
keperawatan selama klien untuk kemampuan
3x24 jam, klien sanakan klien
sudah dapat perawatan beraktivitas
melakukan aktivitas diri secara - agar
sendiri dengan mandiri perawatan

25
kriteria hasil : - dorong klien diri klien
- klien mampu untuk dapat
membersihkan melakukan terpenuhi
bagian badan dan aktivitas - badan klien
bagian-bagian kehiduan bersih,
lainnya sendiri sehari- segar, dan
- mampu harinya lebih
mengenakan sesuai dengan nyaman
pakaian dengan tingkat
baik kemampuan
- mampu pergi ke - dorong klien
toilet untuk mandi
Melaksanakan tetapi berikan
kebersihan yang bantuan
sesuai ketika klien
tidak dapat
melakukanny
a sendiri

IMPLEMENTASI
Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis.

TANGGAL JAM PELAKSANAAN RESPON KLIEN PARAF


7/ 12/ 2007 09.00 - mengkaji tindakan S:-klien mengatakan
mengontrol nyeri rasa nyeri sudah
berdasarkan respon mulai terkontrol
pasien dan berkurang
- mengkolaborasi sesudah medikasi/
pemberian analgetik infeksi
sesuai dengan O:
- mengukur TTV 1. klien tampak
kesakitan

26
2. diaphoresis
3. TTV:
- TD 100/ 60 mmHg
- N = 105 kali/ menit
- T = 39° C
-RR=26 kali/ menit
08.00 - memonitor suhu S: klien mengatakan
- memonitor suhu dan demam
warna kulit O: suhu: 39° C,
wajah memerah
09.00 - memberikan antipetik S: klien mengatakan
- memberikan pengobatan badannya
untuk mengatasi mengigil
penyebab demam O: suhu 38° C
12.00 - memonitor tanda-tanda S: klien mengatakan
hipertermia tubuhnya lemas
O: wajah klien
memerah
08.00 - melakukan tapid sponge S: klien mengatakan
- memonitor tekanan darah, demamnya belum
nadi dan RR berkurang
O: - TD 100/ 60
mmHg
- N = 105 kali/
menit
- T = 39° C
-RR=26 kali/
menit
S: klien mengatakan
09.00 - menyelimuti klien merasa lebih
- memberikan pengobatan hangat
untuk mencegah O: suhu turun
terjadinya mengigil menjadi 37º C

27
S: klien mengatakan
12.00 - meningkatkan intake tubuhnya lebih
cairan dan nutrisi bertenaga dari
sebelumnya
O: tubuh klien
tampak segar
08.00 - mengkompres klien pada S: klien mengatakan
lipat paha dan aksila sudah tidak
merasa demam
lagi
O: suhu 37º C
09.00 - mengajarkan klien cara S: klien mengatakan
mencegah keletihan tubuhnya
akibat panas membaik
O:-
12.00 - mengajarkan indikasi dari S: klien merasa
hipertermia dan tubuhnya sudah
penanganan yang sehat dan
diperlukan membaik
O: wajah klien
tampak segar
- mengkaji kemampuan - klien mampu
klien beraktivitas beraktivitas
sedikit demi
sedikit dengan
bantuan keluarga
dan perawat
- membantu klien - kebutuhan personal
memenuhi kebutuhan hygiene terpenuhi
personal hygiene dengan bantuan
keluarga dan
perawat
- membantu klien untuk - klien mengikuti

28
miring kekanan atau kiri prosedur perawat
dan
melaksanakannya
dengan bantuan
perawat
- memberikan periode - klien kooperatif
untuk beraktivitas, dan akan
menyarankan jangan mengurangi
terlalu banyak aktivitas yang
beraktivitas tidak terlalu
penting
- memonitor perkembangan - aktivitas klien
aktivitas klien mengalami
kemajuan sedikit
demi sedikit

EVALUASI

TANGGAL JAM NO DP CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


10 feb 2006 08.00 1 S :- klien mengatakan pusing sudah
mulai berkurang .
- klien mengatakan pusing masih
terasa ketika bangun dari tempat
tidur
O :- klien tampak agak rileks ketika
sudah mulai berjalan, tanda-
tanda vital :
TD 140/ 90 mmHg
RR = 24 kali/ menit
N = 90 kali/ menit
T = 37 °C
A : tujuan tercapai sebagian

29
P : pertahankan semua intervensi
11 feb 2006 08.00 2 S : pasien menyatakan sudah tidak
cemas
O : - nafas 20 kali/ menit
- nadi 80 kali/ menit
- TD 120/ 80 mmHg
A : masalah klien teratasi
P : intervensi selesai
12 feb 2006 08.00 3 S : pasien masih agak lesu
O: - pasien sudah mulai bisa
beraktivitas
- pasien sudah mulai mampu
merawat diri
- BB tidak turun
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

13 feb 2006 08.00 3 S : - pasien mengatakan tubuhnya


masih terasa lesu
- pasien mengatakan cepat lelah
saat beraktivitas
O: - pasien belum mampu
beraktivitas
- BB tidak turun
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
14 feb 2006 08.00 4 S : pasien mengatakan bisa tidur
nyenyak
O : pasien bisa tidur selama 6 – 8
jam sehari
A : masalah pasien teratasi
P : hentikan intervensi

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Andra. 2007. “ Peritonitis, pedih, dan sulit diobati ”. http:// www. Majalah-
Farmacia.com.

2. Smeltzer C. Suzanne & Brenda G. Bare. 2001. “ Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah “. Brunner & Suddarth. Ed.8, Vol. 2, EGC: Jakarta.

3. Potter & Perry. 2005 “ Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek “. Ed.4, Vol 2. EGC: Jakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai